• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hepatitis B

2.1.1 Definisi

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20 % penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami cirroshis hepatis dan karsinoma hepatoselluler (hepatoma). Kemungkinan akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita dimana respon imun belum berkembang secara sempurna.

Di seluruh dunia, diperkirakan dua miliar orang telah terinfeksi virus hepatitis B (HBV), dan lebih dari 350 juta menderita infeksi hati kronis.Hepatitis B merupakan penyakit yang tersebar secara global dengan perkiraan lebih dari 200 juta penduduk yang menjadi pengidap kronik(carrier).

2.1.2Epidemiologi

Pada saat ini didunia diperkirakan terdapat kira-kira 350 juta orang pengidap (carier) HBsAg dan 220 juta (78 %) diantaranya terdapat di Asia termasuk Indonesia. Berdasarkan pemeriksaan HBsAg pada kelompok donor darah di Indonesia prevalensi Hepatitis B berkisar antara 2,50-36,17 % (Sulaiman, 1994). Selain itu di Indonesia infeksi virus hepatitis B terjadi pada bayi dan anak, diperkirakan 25 -45,g% pengidap adalah karena infeksi perinatal.Hal ini berarti bahwa Indonesia termasuk daerah endemis penyakit hepatitis B dan termasuk negara yang dihimbau oleh WHO untuk melaksanakan upaya pencegahan (Imunisasi).

Asal usul virus hepatitis B tidak jelas dan manusia merupakan satu-satunya reservoir, sekalipun simpansee dan beberapa primata non-manusia dapat diinfeksi secara eksperimental.Endemisitas

(2)

penyakit ini berbeda-beda menurut geografi dan etnisitas. Pola epidemiologik hepatitis B di berbagai wilayah dunia dapat dilihat dalam tabel 1 (pola epidemiologic hepatitis B)

Tabel 2.1. Pola epidemiologik hepatitis B.

Endemis Rendah Sedang Tinggi

Prevalensi HBsAg 0.2-0.5% 2-7% 8-20%

Prevalensi anti HBs 4-6% 20-55% 70-90%

Infeksi anak Jarang Sering Sangat sering

Infeksi neonatal Jarang Jarang Sering

Wilayah Australia Eropa Barat Amerika Utara Eropah Timur Jepang Timur Tengah Cina Asia Tenggara Kepulauan Pasifik

Penularan Hepatitis B terjadi melalui pertukaran cairan tubuh atau kontak dengan darah dari orang yang terinfeksi Hepatitis B. Penularan biasanya terjadi melalui beberapa cara antara lain, penularan dari ibu ke bayi saat melahirkan, hubungan seksual, transfusi darah, jarum suntik, maupun penggunaan alat kebersihan diri (sikat gigi,handuk) secara bersama-sama.Di dunia, setiap tahun sekitar 10-30 juta orang terkena penyakit Hepatitis B. Walaupun penyakit Hepatitis B bisa menyerang setiap orang dari semua golongan umur tetapi umumnya yang terinfeksi adalah orang pada usia produktif. Ini berarti merugikan baik bagi si penderita, keluarga, masyarakat atau negara karena sumber daya potensial berkurang.Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), Hepatitis B endemik di China dan bagian lain di Asia termasuk di Indonesia. Sebagian besar orang di kawasan ini bisa terinfeksi Hepatitis B sejak usia kanak-kanak. Di sejumlah negara di Asia, 8-10 persen populasi orang dewasa mengalami infeksi Hepatitis B kronik. Penyakit hati yang disebabkan Hepatitis B merupakan satu dari tiga penyebab kematian dari kanker pada pria, dan penyebab utama kanker pada perempuan.Infeksi tersembunyi dari penyakit ini membuat sebagian besar orang merasa sehat dan tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi dan berpotensi untuk menularkan virus tersebut kepada orang lain. Penderita penyakit itu umumnya tidak mengalami gejala tertentu yang khas, dan baru bisa diketahui melalui tes

(3)

kesehatan. Oleh karena itu, penderita dan kelompok yang memiliki faktor resiko hepatitis B perlu menjalani pemeriksaan kesehatan secara rutin.

Lesmana, mengungkapkan tingkat prevalensi penyakit hepatitis B di Indonesia sebenarnya cukup tinggi. Secara keseluruhan jumlahnya mencapai 13,3 juta penderita. Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Provinsi tahun 2003 (lampiran), di Indonesia jumlah kasus Hepatitis B sebesar 6.654 sedangkan di Sumbar 649, berada pada urutan ke tiga setelah DKI Jakarta dan Jatim.Dari sisi jumlah, Indonesia ada di urutan ketiga setelah Cina (123,7 juta) dan India (30-50 juta) penderita. Tingkat prevalensi di Indonesia antara 5-10%.

Berdasarkan laporan Sistem Surveilance Terpadu (SST) sampai dengan tahun 1997, terlihat adanya penurunan jumlah kasus hepatitis di Puskesmas dan rumah sakit yaitu dari 48.963 kasus pada tahun 1992 menjadi 16.108 kasus pada tahun 1997. Sedangkan penderita rawat inap di rumah sakit pada kurun waktu 5 tahun berfluktuasi. CFR penyakit hepatitis dari kasus rawat inap di RS sejak tahun 1992 sampai dengan 1997 terlihat ada penurunan yaitu dari 2,2 menjadi 1,64 .Menurut data per propinsi tabun 1997 bahwa kasus hepatitis paling banyak terjadi di Jawa Timur (3002 kasus), Sumatera Utara (1564 kasus) dan Jawa Tengah (1454 kasus) dengan CFR masing-masing 2,8 %; 1,71 % dan 2,15 % .

Penelitian di 14 rumah sakit pada tahun 1994-1996 mendapatkan bahwa kasus hepatitis B pada tahun 1994 berjumlah 491 dengan 167 kasus di RS Husada Jakarta, tahun 1995 sebesar 662 kasus dengan 203 kasus di RS Husada Jakarta dan tahun 1996, sebesar 278 kasus dengan 69 kasus di RS Pelni Jakarta.Penelitian oleh Hartono 1991 menemukan angka prevalensi Hepatitis B di Bojana Flores sebesar 7,3 %, Sanjaya dkk menemukan HBsAg dan anti HBs pada anak murid TK dan SD adalah 4 % (HBsAg) dan 14,9 % (anti HBs). Pada awal tahun 1993 dilakukan pemeriksaan HBsAg dan anti HBs pada sejumlah 5.009 sampel darah yang diambil dari karyawan RS Ciptomangunkusumo dan didapat hasil HBsAg 4,59 % dan anti HBs 35,72 % . Pada level dunia, penderita hepatitis B memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Menurut Lesmana, jumlah penderita hepatitis B di kawasan Asia Pasifik memang lebih banyak dibandingkan dengan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Hal itu bisa terjadi karena di Eropa atau Amerika, hepatitis B diderita oleh orang dewasa. Sedangkan di Asia Pasifik umumnya diidap oleh kalangan usia muda.Pertumbuhan penderita hepatitis B tersebut, lanjut Prof Laurentius

(4)

dipengaruhi oleh masalah demografi, social dan faktor lingkungan. Di sisi lain juga karena faktor virus yaitu genotip dan mutasi virus. Secara genotip, Indonesia merupakan daerah menonjol untuk jenis hepatits B dan C.

Hepatitis B merupakan bentuk Hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis hepatitis lainnya. Penderita Hepatitis B bisa terjadi pada setiap orang dari semua golongan umur. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan virus Hepatitis B ini menular. Secara vertikal, terjadi dari Ibu yang mengidap virus Hepatitis B kepada bayi yang dilahirkan. Secara horisontal, dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik telinga, tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama.Jugak melalui hubungan seksual dengan penderita.Sebagai antisipasi, biasanya terhadap darah-darah yang diterima dari pendonor akan di tes terlebih dulu apakah darah yang diterima terkena reaktif Hepatitis, Sipilis terlebih-lebih HIV/AIDS.

Prevalensi infeksi virus Hepatitis B,di Amerika diperkirakan 0,5% orang dewasa sudah terinfeksi virus Hepatitis B. Atau, dari 200 orang, 1 orang diantaranya sudah terinfeksi virus Hepatitis B,2. Di Negara dengan tingkat prevalensi tinggi (Hbs Ag>8%), penularan banyak terjadi pada bayi baru lahir dan anak yang masih usia muda,3. Di Negara dengan tingkat prevalensi sedang (Hbs Ag 2-7%) penularan bisa terjadi pada semua golongan umur. Di Negara dengan prevalensi rendah (Hbs Ag <2%) infeksi seringnya terjadi pada kelompok umur dewasa.

2.1.3.Virus Hepatitis B

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama antigen Australia. Virus ini termasuk DNA virus.Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr,

(5)

ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena menyebabkan perbedaan geogmfik dan rasial dalam penyebarannya. Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.

Gen-gen dari virus hepatitis B mengandung kode-kode genetik untuk membuat sejumlah produk-produk protein, termasuk hepatitis B surface antigen (HBsAg), hepatitis B core antigen (HBcAg), hepatitis B e antigen (HBeAg), dan DNA polymerase. Keempat protein-protein ini adalah penting untuk diketahui karena mereka diukur dalam tes-tes darah yang digunakan untuk mendiagnosis virus hepatitis B. Virus hepatitis B terdiri hanya dari suatu partikel core (bagian pusat) dan suatu bagian luar yang mengelilinginya (surrounding envelope). Core terdiri dari HBcAg, dimana bagian luar terdiri dari HBsAg. Partikel core mengandung virus hepatitis B DNA (VHB-DNA), HBeAg, dan DNA polymerase. HBeAg, seperti didiskusikan kemudian, melayani sebagai suatu marker (penanda) dari kemampuan virus untuk menyebarkan infeksi. DNA polymerase adalah suatu bagian penting dari proses reproduksi virus yang unik dari virus. Apa yang relevan (bersangkut-paut) disini adalah bahwa virus HIV (human immunodeficiency virus) juga ber-reproduksi menggunakan proses yang sama ini. Sebagai akibatnya, banyak obat-obat yang telah dikembangkan untuk menghambat proses reproduksi ini untuk merawat infeksi HIV mungkin juga adalah efektif dalam merawat infeksi virus hepatitis B kronis.

Gambar 2.1. Struktur virus Hepatitis B

(6)

Cara penularan HBV dapat melalui kontak personal yang erat dan dengan jalan seksual.Hubungan seksual yang promiskus mempunyai resiko tinggi khususnya pria homoseksual.Antigen permukaan Hepatitis B ditemukan secara berulang-ulang dalam darah dan berbagai cairan tubuh lainnya. Adanya antigen dalam urine, empedu, faeses, keringat dan air mata juga telah dilaporkan tetapi belum dipastikan. Penularan dengan cara ini dikenal juga dengan cara penularan non-parenteral.Cara penularan HBV di daerah tropik sama dengan cara penularan yang terjadi di bagian dunia lainnya, tetapi faktor-faktor tambahan mempunyai arti penting. Faktor tambahan tersebut termasuk tatto tradisional dan perlukaan kulit, pengaliran darah, sirkulasi ritual dengan alat yang tidak steril dan gigitan berulang oleh vektor arthropoda pengisap darah. Cara penularan ini disebut juga sebagai cara penularan parenteral.

Hasil penelitian mengenai peranan serangga penggigit dalam penyebaran HBV masih merupakan pertentangan. Antigen permukaan Hepatitis B dapat dideteksi pada beberapa spesies nyamuk dan kutu yang ditangkap di daerah liar atau yang secara eksperimen di beri makan darah yang terinfeksi, tetapi tidak terdapat bukti yang menyakinkan mengenai replikasi virus dalam serangga. Penularan mekanik dari infeksi mungkin terjadi, khususnya akibat pemberian makanan yang terhenti didaerah prevalensi tinggi. Dahulu infeksi HBV diduga hanya dapat ditularkan dengan pemindahan serum yang infeksius perkataan (parental), dan karena itu penyakit ini pernah dinamakan hepatitis serum. Kemudian ternyata infeksi HBV dapat ditularkan dengan berbagai cara baik parental maupun non parental. Di daerah dengan prevalensi infeksi HBV tinggi, cara penularan non parental lebih penting dibandingkan dengan cara penularan parental. Untuk mudahnya cara penularan infeksi HBV dapat dibagi tiga bagian yaitu:Melewati kulit,melewati selaput lender dan penularan perinatal.

Walaupun infeksi HBV dapat ditularkan dengan berbagai cara tetapi hanya terdapat 2 macam pola penularan terpenting yaitu pola penularan vertikal dan pola penularan horizontal.Pola penularan horizontal dapat melalui dua jalur, yaitu :Penularan melalui kulit.Virus Hepatitis B tidak dapat menembus kulit yang utuh, maka infeksi HBV melalui kulit dapat terjadi melalui dua cara, yaitu dengan ditembusnya kulit oleh tusukan jarum atau alat lain yang tercemar bahan infektif, atau melalui kontak antara bahan yang infektif dengan kulit yang sudah mengalami perubahan/lesi.Kemudian penularan melalui mukosa.Mukosa dapat menjadi port d’entry infeksi HBV yaitu melalui mulut, mata, hidung, saluran makan bagian bawah dan alat kelamin

(7)

Pengidap HbsAg merupakan suatu kondisi yang infeksius untuk lingkungan karena secret tubuhnya juga mengandung banyak partikel HBV yang infektif, saliva, semen, sekret vagina. Dengan demikian kontak erat antara individu yang melibatkan sekret-sekret tersebut, dapat menularkan infeksi HBV, misal perawatan gigi dan yang sangat penting secara epidemiologis adalah penularan hubungan seksual. Pola penularan vertikal yaitu dari ibu hamil yang mengidap infeksi HBV kepada bayi yang dilahirkan. Yang dapat terjadi pada saat didalam rahim (intrauterin), pada saat persalinan (intrapartum) dan Pasca persalinan (postpartum).Penularan infeksi HBV terjadi saat proses persalinan oleh karena adanya kontak atau paparan dengan sekret yang mengadung HBV (cairan amnion, darah ibu, sekret vagina) pada kulit bayi dengan lesi (abrasi) dan pada mukosa (konjungtiva). Bayi yang dilahirkan dari ibu yang HbsAg + HBs AgE + akan menderita HBV. Infeksi yang terjadi pada bayi ini tanpa gejala klinis yang menonjol, keadaan ini menyebabkan ibu menjadi lengah dan lupa membuat upaya pencegahan.

2.1.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Hepatitis B

2.1.5.1.Faktor Host (Penjamu)

Semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapatamempengaruhi timbul serta perjalanan penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi: a. Umur,Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi dan anak (25 -45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan bertambahnya umur dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10% (Markum, 1997). Hal ini berkaitan dengan terbentuk antibodi dalam jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis.b. Jenis kelamin.Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding pria.c. Mekanisme pertahanan tubuh.Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang sempurna.d. Kebiasaan hidup.Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas seksual dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tatto, pemakaian akupuntur. e. Pekerjaan Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar

(8)

operasi, petugas laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih).

2.1.5.2. Faktor Agent.

Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg. Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebarannya.Subtype adw terjadi di Eropah, Amerika dan Australia. Subtype ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype adw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr terjadi di Jepang dan China.

2.1.5.3. Faktor Lingkungan

Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi perkembangan hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah: Lingkungan dengan sanitasi jelek,daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi,daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata,daerah unit laboratorium,daerah unit bank darah,daerah tempat pembersihan,daerah dialisa dan transplantasi,daerah unit perawatan penyakit dalam

2.1.6.Patologi Hepatitis B

Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan gel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau

(9)

minimal maka terjadi keadaan karier sehat. Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut fulminan.

Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif.

2.1.7.Vaksinasi Hepatitis B

Pengembangan vaksin hepatitis B telah dimulai dalam tahun tujuh puluhan di Perancis dan Amerika Serikat dan pada tahun 1982 berhasil mendapat ijin untuk dipasarkan bagi masyarakat umum. Vaksin generasi pertama itu dihasilkan dengan ekstraksi, purifikasi dan inaktivasi HBsAg dari plasma pengidap kronik. Proses inaktivasi dilkukan dengan pemanasan ensim dan bahan kimia, sehingga mematikan virus hepatitis maupun virus AIDS yang mungkin ada. Berbagai uji coba klinik menunjukkan keamanan dan efektivitas dari vaksin plasma tersebut.Perkembangan di bidang rekayasa genetik dan bioteknologi memungkinkan pembuatan vaksin hepatitis B dengan teknik rekombinan DNA. DNA yang memiliki kode protein s selain virus hepatitis B disisipkan ke dalam sel ragi. DNA yang disisipkan memberi instruksi pada sel ragi untuk membuat antigen permukaan virus (HBsAg).Sel ragi kemudian dipecah dan HBsAg didalamnya dimurnikan. Proses DNA rekombinan lain ialah dengan menggunakan sel mammalia hidup. Prosesnya mirip dengan pembikan dalam sel ragi,hanya dalam mammalia HBsAg disekresi, sehingga sel tidak perlu dipecahkan untuk memanen HBsAg.Vaksin rekombinan ini telah mengalami uji coba klinik dan terbukti mempunyai keamanan, imunogenisitas dan efektivitas yang sebanding dengan vaksin plasma.

Baik vaksin plasma maupun vaksin rekombinan sangat jarang menimbulkan efek samping, mempunyai daya imunogenesitas tinggi, tidak bereaksi dengan antibodi HBs maternal dan tidak

(10)

bereaksi dengan vaksin BCG, polio dan DPT.Cara pembuatan vaksin DNA rekombinan yang sedang dikembangkan ialah dengan memasukkan gen hepatitis B ke dalam virus besar, yakni virusVacciniaatau vaksin cacar. Uji coba klinik sedang dikerjakan untuk menentukan keamanan dan efektivitas vaksin ini. Bila berhasil, maka biaya pembuatan vaksin bisa diturunkan lagi.vBila vaksin disuntikkan, tubuh akan membentuk anti-HBs.v.Satu seri vaksinasi yang tepat dapat membentuk antibodi yang cukup pada 95% orang sehat. Respons pembentukan antibody berkurang pada usia lebih tua dan adanya gangguan daya tahan tubuh. Pada bayi dan anak respons umumnya sangat baik dan menghasilkan kadar antibodi yang tinggi walaupun dengan dosis yang lebih rendah dari orang dewasa. Berapa lama antibody dapat bertahan dalam tubuh belum diketahui dengan pasti, tapi diperkirakan lebih dari 5 tahun. Perlindungan dalam 5 tahun pertama kehidupan sudah cukup baik untuk mengurangi jumlah pengidap kronik, sekalipun booster tidak diberikan. Dosis yang dianjurkan berbeda sesuai dengan jenis vaksin.Suntikan sebaiknya diberikan ke dalam otot deltoid pada orang dewasa dan ke dalam otot pada bayi dan anak. Suntikan di pantat (gluteus) tidak dianjurkankarena terbukti mengakibatkan respons antibodi yang rendah. Berbagai percobaan memberikan suntikan secara intradermal menunjukkan bahwa dengan dosis 1/10 dapat diperoleh respons yang cukup baik. Suntikan intradermal secara teknis lebih sulit dan memerlukan latihan khusus untuk petugas.

Di negara maju, seorang yang mengalami kontak dengan VHB diberikan imunoglobulin HVB (HBIG). HBIG diperoleh dari pemurnian plasma yang mengandung anti–HBs dalam kadar tinggi. Antibodi ini memberi perlindungan segera namun cepat hilang dari peredanan danah. Kombinasi HBIG dan vaksin hepatitis B yang diberikan kepada bayi dan ibu pengidap HBeAg akan memberikan perlindungan sampai 90% pada bayi. Pemberian vaksin semata memberikan perlindungan sebesar 70–90%(1)7. Karena mahalnya HBIG dan sifatnya yang tidak tahan panas, sebagian besanneganaberkembang tidak dapat menggunakannya dan hanya memberikan vaksin.

2.1.7.1 Program immunisasi Hepatitis B

Tujuan utama ialah pencegahan hepatitis kronik, sirosis dan karsinoma hepatoseluler melalui pencegahan terjadinya pengidap kronik. Terjadinya infeksi hepatitis dan serangan hepatitis klinis akut tidak begitu penting dari sudut kesehatan masyarakat. Di negara dengan endemisitas

(11)

hepatitis B sedang dan tinggi seperti di Indonesia bayi dan anak harus menjadi sasaran program imunisasi karena mempunyai risiko terbesar untuk menjadi pengidap kronik bila terinfeksi. Bila dana cukup, program imunisasi untuk penduduk dewasa yang termasuk kelompok risiko tinggi dapat dipertimbangkan. Yang termasuk kelompok risiko tinggi ialah antara lain pemakai obat bius suntikan, pria homoseksual, pasien hemodialisa, orang yang sering beganti partner seks, petugas kesehatan yang banyak berhubungan dengan darah dan cairan tubuh.

Untuk mencegah penularan pada bayi dan anak ada dua pendekatan. Pendekatan pertama adalah pencegahan penularan vertikal dengan memberikan imunisasi kepada semua bayi yang dilahirkan ibu HBsAg positif, khususnya yang HBeAg positif. Pendekatan kedua adalah pencegahan penularan horisontal, yakni memberikan imunisasi kepada semua bayi dan anak yang masih rentan terhadap infeksi VHB. Pendekatan pertama adalah tepat untuk negara dengan penularan vertikal sebagai cara penularan utama, dan sebagian besar ibu bersalin ditolong rumah sakit, misalnya di Jepang dan Taiwan". Di daerah atau negara dengan penularan horizontal juga penting seperti di Indonesia dan Singapura, imunisasi atas bayi-bayi yang dilahirkan ibu HBsAg positif saja belum cukup untuk menurunkan pengidap kronik secara bermakna, maka pendekatan kedua dimana semua bayi mendapat imunisasi tanpa melakukan skrining pada ibu adalah lebih tepat.

Program imunisasi hepatitis B semacam ini sebaiknya diintegrasikan dengan program imunisasi (EPI) yang ada. Proyek di Lombok menunjukkan bahwa pemberian imunisasi hepatitis B dapat diintegrasikan dalam program EPI.Suatu studi lain yang menunjukkan kemungkinan diintegrasikannya vaksinasi hepatitis B dengan EPI telah dilaksanakan di Gambia.Indonesia akan membutuhkan sekitar 15 juta dosis vaksin per tahun bila vaksinasi hepatitis B dimasukkan dalam EPI.

Menurut pusat penelitian penyakit menular,badan penelitian dan pengembangan kesehatan departemen kesehatan RI,Jakarta,bahwa Indonesia telah melaksanakan program Immunisasi Hepatitis B sejak tahun 1987 di Lombok dan kebijaksanaan ini diteruskan ke beberapa propinsi lain, yaitu tahun 1991 dimulai secara bertahap di empat propinsi,tahun 1992 diperluas menjadi sepuluh propinsi, dan pada tahun 1997 untuk dua puluh tujuh propinsi harus sudah melaksanakan

(12)

vaksinasi hepatitis B.Bila program vaksinasi berhasil,diharapkan pada tahun 2015 (satu generasi kemudian) hepatitis B bisa dibanteras dan bukan merupakan persoalan kesehatan masyarakat lagi.UNIDO-WHO-UNICEF menganjurkan,untuk Negara dengan jumlah pendudk lebih dari 50 juta supaya memproduksi sendiri vaksin yang diperlukan.Indonesia dengan pendudk lebih dari 180 juta dan prevalensi HBsAg antara 8-20% harus mepersiapkan diri untuk memproduksi sendiri vaksin hepatitis B.

Tabel 2.2.Jadual immunisasi bayi yang dilahirkan di rumah sakit.

Kontak Antigen Umur

I Hep B 1,BCG II Hep B 2,DPT1,Polio 1 III DPT2,Polio 2 IV DPT3,Polio 3 V Hep B 3 (campak) VI campak 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 7 bulan 9 bulan

Tabel 2.3.Jadual immunisasi bayi di posyandu/puskesmas

Kontak Antigen Umur

I BCG,Polio 1,DPT1 II Hep B 1,Polio 2,DPT2 III Hep B 2,Polio 3,DPT3 IV Hep B 3,campak

2 bulan 3 bulan 4 bulan 9 bulan

(13)

2.1.8.Gejala klinis dan diagnosa Hepatitis B pada manusia

Diagnosis infeksi hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi dan histologi. Secara serologi pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi hepatitis B kronis adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA.Adanya HBsAg dalam serum merupakan petanda serologis infeksi hepatitis B. Titer HBsAg yang masih positif lebih dari 6 bulan menunjukkan infeksi hepatitis kronis. Munculnya antibodi terhadap HBsAg (anti HBs) menunjukkan imunitas dan atau penyembuhan proses infeksi. Adanya HBeAg dalam serum mengindikasikan adanya replikasi aktif virus di dalam hepatosit. Titer HBeAg berkorelasi dengan kadar HBV DNA. Namun tidak adanya HBeAg (negatif) bukan berarti tidak adanya replikasi virus.keadaan ini dapat dijumpai pada penderita terinfeksi HBV yang mengalami mutasi (precore ataucore mutant).

Tabel 2.4.definisi criteria dan diagnosis penyakit Hepatitis B.

Keadaan Definisi Kriteria Diagnostik

Hepatitis B kronis Proses nekro-inflamasi kronis hati disebabkan oleh infeksi persisten virus hepatitis B.

Dapat dibagi menjadi hepatitis B kronis dengan HBeAg + dan HBeAg

-1.HBsAg + > 6 bulan 2.HBV DNA serum >1000000copies/ml 3.Peningkatan kadar ALT/AST secara berkala/persisten

4.Biopsi hati menun-jukkan hepatitis kro-nis (skor nekro-inflamasi > 4)

(14)

Carrier HBsAg inaktif

Infeksi virus hepatitis B persisten tanpa disertai proses nekro-inflamasi yang signifikan

1.HBsAg + > 6 bulan 2.HBeAg - , anti HBe + 3.HBV DNA serum < 1000000 copies/ml

4.Kadar ALT/AST normal 5.Biopsi hati menunjukkan tidak adanya hepatitis yang signifikan (skor nekro-inflamasi < 4

Tabel 2.5.evaluasi untuk pasien Hepatitis B

Parameter Keterangan

Evaluasi awal 1.Anamnesis dan pemeriksaan fisik

2.Pemeriksaan laboratorium untuk menilai penyakit hati : darah rutin dan fungsi hati

3.Pemeriksaan replikasi virus : HBeAg, anti HBe dan HBV DNA

4.Pemeriksaan untuk menyisihkan penyakit hati lainnya : anti HCV, anti HDV (khususnya pengguna narkoba injeksi, atau daerah endemis)

5.Skrining karsinoma hepatoselular : kadar alfa feto protein dan ultrasonografi

6.Biopsi hati pada pasien yang memenuhi kriteria hepatitis B kronis

(15)

Follow up pasien yang belum diterapi

Pasien HBeAg positif dan HBV DNA > 1000000 copies/ml dan kadar ALT normal :

1.Pemeriksaan ALT setiap 3 6 bulan

2.Bila ALT > 1-2 x BANN, periksa ulang setiap 1-3 bulan 3.Bila ALT > 2 x BANN selama 3-6 bulan, pertimbangkan biopsi dan terapi

4.Pertimbangkan untuk skrining karsinoma hepatoselular

Pasien carrier HBsAg inaktif :

1.Pemeriksaan ALT setiap 6 12 bulan

2.Bila ALT > 1-2 x BANN, periksa HBV DNA dan singkirkan penyebab penyakit hati lainnya

3.Pertimbangkan untuk skrining karsinoma hepatoselular

Salah satu pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk menentukan keputusan terapi adalah kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan adanya aktifitas nekroinflamasi. Oleh karena itu pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan

(16)

kadar ALT yang meningkat menunjukkan proses nekroinflamasi lebih berat dibandingkan pada ALT yang normal. Pasien dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi yang kurang baik pada terapi antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT normal dipertimbangkan untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi menunjukkan proses nekroinflamasi aktif. Tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan hati, menyisihkan diagnosis penyakit hati lain, prognosis dan menentukan manajemen anti viral. Ukuran spesimen biopsi yang representatif adalah 1-3 cm (ukuran panjang) dan 1,2-2 mm (ukuran diameter) baik menggunakan jarum Menghini atau Tru-cut. Salah satu metode penilaian biopsi yang sering digunakan adalah dengan Histologic Activity Index score. Pada setiap pasien dengan infeksi HBV perlu dilakukan evaluasi awal Pada pasien dengan HBeAg positif dan HBV DNA > 1000000 copies/ml dan kadar ALT normal yang belum mendapatkan terapi antiviral perlu dilakukan pemeriksaan ALT berkala dan skrining terhadap risiko KHS, jika perlu dilakukan biopsi hati. Sedangkan bagi pasien dengan keadaan carrier HBsAg inaktif perlu dilakukan pemantauan kadar ALT dan HBV DNA.

2.2 Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Penginderaan tersebut menjadi panca indera manusia yaitu indera penglihatan,pendengaran,penciuman,perasa dan peraba.Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga,perilaku dalam bentuk pengetahuan yakni dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar.Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.Apabila perilaku didasari pengetahuan,kesadaran dan sikap positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeg (long lasting).Sebaliknya apabila perilaku itu tidak disadari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

Menurut Notoatmodjo (2003),pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yakni :

(17)

1. Tahu (know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

2. Memahami (Compression)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Analysis)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real).

4. Analisis (Analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk mejabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya antara satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilain terhadap suatu materi atau obyek.Penilaian-penilaian itu suatu criteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara dan kuisioner yang menayakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penilitian atau responden yang dipilih.

Gambar

Tabel 2.1. Pola epidemiologik hepatitis B.
Gambar 2.1. Struktur virus Hepatitis B
Tabel 2.3.Jadual immunisasi bayi di posyandu/puskesmas
Tabel 2.4.definisi criteria dan diagnosis penyakit Hepatitis B.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Keterlaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis pendekatan saintifik pada materi laju reaksi sudah terlaksana dengan sangat baik dan

Bab II ini dapat dipaparkan teori penunjang yang menjadi dasar acuan dalam pembuatan Aplikasi rancang bangun Sistem Informasi Pemilihan Kepala Desa dengan

Judul dan Kata Kunci dituliskan dalam Bahasa Indonesia, sedangkan Intisari dan Abstract, harus dituliskan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris.. Apabila judul terlalu panjang,

Hasil akhir dari penelitian ini adalah terbangunnya sebuah jaringan di SMA Negeri 1 Gading Rejo yang mampu melakukan transfer data dan informasi antara staf administrasi

Namun, untuk beberapa kasus pemerintah justru melakukan perlindungan terhadap kepemilikan institusional domestik yang akan menghambat kepemilikan institusional asing

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa penataan koleksi untuk temu kembali informasi di perpustakaan SMK Negeri 1 Manado, berperan penting dalam proses penelusuran.. Sebab,

Hal ini menunjukkan bahwa responden yang peneliti temui memang setuju jika Elna Cake &amp; Bakery memiliki kualitas kesesuaian dimana menjadikan produk tersebut mencapai

Berdasarkan Perjanjian Kinerja antara Kepala PP-Paud dan Dikmas Jawa Tengah dengan Direktur Jenderal Paud dan Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan , versi revisi