BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Landasan Teori 1. Pengelolaan Kelas
a. Pengertian Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas menunjuk pengaturan orang (siswa) dan tingkah lakunya maupun pengaturan fasilitas (ventilasi, penerangan, tempat duduk, perencanaan program belajar-mengajar dan sebagainnya). Menurut Djamarah (2010:173) pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar. Menurut Fathurrohman (2011:104) pengelolaan kelas merupakan usaha yang dengan sengaja dilakukan oleh guru agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Soedomo (2005:9) pengelolaan kelas merupakan kegiatan-kegiatan menciptakan, mempertahankan, dan mengembalikan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar. Kegiatan-kegiatan itu antara lain :
1) Pembinaan hubungan keakraban (rapport).
3) Penciptaan berbagai kemudahan dalam belajar.
4) Pemberian ganjaran (reward) bagai ketepatan waktu penyelesaian tugas siswa.
5) Penetapan norma kelompok yang produktif.
6) Pengaturan ruangan atau benda-benda dalam kelas.
Pengertian pengelolaan kelas menurut pendapat para ahli dapat disimpulkan yaitu suatu kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh guru agar peserta didik dapat belajar secara optimal guna mencapai tujuan pembelajaran.
2. Ruang Kelas
a. Pengertian Ruang Kelas
Menurut Rukmana (2008:73) kelas adalah lingkungan sosial bagi
anak/siswa, dimana didalam kelas terjadi proses interaksi baik siswa
dengan siswa maupun siswa dengan guru. Kelas menurut Oemar Hamalik
(Djamarah 2010:175) merupakan suatu kelompok orang yang melakukan
kegiatan belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari guru. Menurut
Arikunto (Djamarah 2010:175) di dalam didaktik terkandung suatu
pengertian umum mengenai kelas, yaitu sekelompok siswa yang pada
waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama.
Pada dasarnya pengertian kelas dibedakan menjadi dua yaitu :
2) Arti luas : kegiatan pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa-siswa dalam suatu ruangan untuk suatu tingkat tertentu pada waktu/jam tertentu (Soedomo 2005:39).
Pengertian ruang kelas menurut pendapat para ahli dapat disimpulkan yaitu suatu ruangan yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa untuk menerima suatu pelajaran pada waktu dan jam tertentu. Sekelompok siswa dapat memperoleh pelajaran yang sama dari guru yang sama.
3. Antara Pengelolaan Kelas dan Pengelolaan Pengajaran
Menurut Rohani (2010:143) pengelolaan kelas pengajaran adalah dua kegiatan yang sangat erat hubungannya, namun dapat dan harus dibedakan satu sama lain karena tujuannya berbeda. Kalau pengajaran
(instruction) mencakup semua kegitan yang secara langsung dimaksudkan
untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pengajaran (menentukan entry
behavior peserta didik, menyusun rencana pelajaran, memberi informasi,
bertanya, menilai, dan sebagainya). Dapat dibedakan adanya dua kelompok masalah, yaitu masalah pengelolaan kelas dan masalah pengajaran yaitu :
a. Masalah pengelolaan kelas
atau dengan berbuat serba lamban sehingga perlu mendapat pertolongan ekstra (pasif).
2) Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan (power seeking
behaviors). Misalnya selalu mendebat atau kehilangan kendali
emosional-marah, menangis (aktif), atau selalu ”lupa” pada aturan -aturan penting di kelas.
3) Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain (revenge seeking
behaviors), misalnya menyakiti orang lain seperti mengatai,
memukul, menggigit, dan sebagainya.
4) Peragaan ketidakmampuan, yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk mencoba melakukan apa pun karena yakin bahwa hanya kegagalan yang menjadi bagiannya.
Lois V. Johnson dan Mary A. Bany (Rohani 2010:146) mengemukakan 6 kategori masalah kelompok dalam pengelolaan kelas. Masalah-masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1) Kelas kurang kohesif. Misalnya perbedaan jenis kelamin, suka, dan tingkatan sosio-ekonomi, dan sebagainya.
2) Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya. Misalnya mengejek anggota kelas yang dalam pengajaran seni suara menyanyi dengan suara sumbang.
3) “Membesarkan” hati anggota kelas yang justru melanggar norma
yang tengah digarap.
5) Semangat kerja rendah. Misalnya semacam aksi protes kepada guru karena menganggap tugas yang diberikan kurang adil.
6) Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru. Masalah
b. Faktor penghambat dalam melaksanakan penciptaan suasana yang menguntungkan dalam proses belajar mengajar seperti :
1) Faktor (guru)
a) Tipe kepemimpinan guru
Tipe kepemimpinan guru (dalam mengelola proses belajar mengajar) yang otoriter dan kurang demokratis akan menumbuhkan sikap pasif atau agresif peserta didik.
b) Format belajar mengajar yang monoton
Format belajar mengajar yang monoton akan menimbulkan kebosanan bagi peserta didik. Format belajar mengajar yang tidak bervariasi dapat menyebabkan para peserta didik bosan, frustasi/kecewa, dan hal ini akan merupakan sumber pelanggaran disiplin.
c) Kepribadian guru
d) Pengetahuan guru
Terbatasnya pengetahuan guru tentang masalah pengelolaan kelas, baik yang sifatnya teoretis maupun pengalaman praktis. e) Pemahaman guru tentang peserta didik
Terbatasnya kesempatan guru untuk memahami tingkah laku peserta didik dan latar belakangnya dapat disebabkan karena kurangnya usaha guru untuk dengan sengaja memahami peserta didik dan latar belakangnya.
2) Peserta didik
Peserta didik harus sadar bahwa kalau mereka mengganggu temannya yang sedang belajar berarti tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota suatu masyarakat kelas dan tidak menghormati hak peserta didik lain untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari kegiatan belajar mengajar (Rohani 2010:146).
4. Tempat Duduk Siswa
Menurut Harsanto (2007:59) pengaturan posisi tempat duduk siswa di kelas tidaklah netral. Pengaturan sangat berpengaruh bagi para siswa, interaksi antar mereka, dan interaksi dengan guru. Agar pengaturan posisi tempat duduk siswa menjadi efektif dan mendukung proses pembelajaran menuju kompetensi perlulah dipahami syarat-syarat pengaturannya.
sepanjang tahun. Perubahan atas format tersebut bahkan dapat dianggap sebagai hal yang menyalahi aturan atau kebiasaan. Hal tersebut semakin bersifat formal apabila tempat duduk guru harus ditata di depan kelas dan tepat berada di tengah. Posisi meja guru kelas sebaiknya ditata sedemikian rupa sehingga tampak informal tetapi memberi kesan akrab dengan siswanya.
Dalam dinamika kelas formal dan kegiatan pembelajaran, format KB memilki sejumlah kelemahan, beberapa kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Format KB mendorong guru sebagai pengelola kelas menganut teknik berceramah. Perlu diketahui bahwa teknik berceramah membuktikan daya serap siswa terhadap pesan atau informasi yang disampaikan guru rendah. Hanya sekitar 75% siswa yang mendengarkan ceramah guru, dan dari jumlah tersebut jumlah daya serap mereka maksimal hanya sekitar 60%.
b. Pola komunikasi dua arah, yaitu antara siswa dan guru saja. Sifat komunikasi dua arah membuat sebagian besar siswa kurang memberi perhatian pada uraian guru, terutama mereka pada cakupan rentang pandang guru.
d. Kehidupan kelas sangat tergantung dan didominasi oleh guru. Aikbatnya, perhatian guru terhadap siswa yang tergolong dalam level bawah kurang mendapat perhatian lebih. Guru cenderung melakukan tanya jawab terbatas kepada siswa yang tergolong dalam level atas atau mereka yang memilki keberanian akibatnya siswa yang berada dalam kelompok bawah dan kurang memiliki keberanian akan merasa tersingkir. Keadaan seperti ini akan membuat mereka yang tersingkir mengambil sikap apatis.
e. Rentang pandang serta perhatian guru sangat terbatas kepada siswa yang duduk di deretan depan tengah. Dengan demikian rentang pandang guru dikelas dipersempit dan kurang merata. Anak-anak berbakat yang duduk diluar batas rentang pandang guru kurang mendapat distribusi perhatian. Akibatnya mereka pun akan cenderung terbius sikap pasif atau apatis (Harsanto 2007:60-61).
5. Pengaturan Tempat Duduk Siswa Sebagai Bentuk Pengelolaan Kelas Pengaturan bangku kelas tentu menjadi alternatif menarik bagi terciptanya konsep edutainment dalam pembelajaran. Dengan variasi tempat duduk sesuai dengan tujuan pembelajaran dan dinamisnya gerak siswa dan guru dalam ruang kelas, tentu saja siswa akan merasakan kenyamanan, sehingga ia akan mudah menyerap pembelajaran dengan baik.
di sekolah-sekolah. Formasi-formasi tersebut seperti bentuk auditorium, lingkaran, huruf U, kelompok, dan lain lain sebagainya. Pembahasan lebih lanjut tentang formasi pengaturan bangku dalam kelas yang memenuhi unsur-unsur edutainment.
a. Formasi Tradisional (Konvensional)
Formasi konvensional adalah formasi yang biasa kita temui dalam kelas-kelas tradisional yang memungkinkan para siswa duduk berpasangan dalam satu meja dengan dua kursi. Adapun bentuk formasi tradisional ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Formasi tempat duduk konvensional (Hamid, 2011:128) b. Formasi Auditorium
Gambar 2.2. Formasi tempat duduk auditorium (Hamid, 2011:129) c. Formasi Chevron
Formasi Chevron membuat interaksi antara siswa dan guru menjadi lebih intens dan mampu mengaktifkan seluruh siswa. Selain itu, formasi ini tentu memberikan sudut pandang baru bagi siswa, sehingga mereka mampu menjalani proses belajar mengajar dengan antusias, menyenangkan, dan terfokus. Berikut ini adalah bentuk formasi chevron:
Gambar 2.3. Formasi tempat duduk chevron (Hamid, 2011:130) d. Formasi Kelas Bentuk Huruf U
belajar mengajar dan mampu berinteraksi secara langsung, sehingga akan mendapatkan respons dari pendidik secara langsung.
Maka dari itu, formasi huruf U sangat ideal untuk memberikan materi pelajaran dalam bentuk apapun, sehingga formasi ini menjadi multifungsi. Formasi bentuk U dibuat dengan cara menyusun meja dan kursi dalam formasi berikut :
Gambar 2.4. Formasi tempat duduk bentuk U (Hamid, 2011:131) e. Formasi Meja Pertemuan
Gambar 2.5. Formasi tempat duduk pertemuan (Hamid, 2011:133) f. Formasi Konferensi
Formasi konferensi dapat membuat para siswa menjadi lebih aktif dalam kelas, karena mereka akan menguasai jalannya pembelajaran. Sedangkan peran guru disini hanya melontarkan tema yang harus dibahas, kemudian mengawasi dan sesekali mengarahkan mereka untuk bisa menjalankan proses pembelajaran. Adapun formasi konfederensi ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.6. Formasi konferensi (Hamid, 2011:135)
g. Formasi Pengelompokan Terpisah (Breakout Groupings)
Jika ruangan kelas memungkinkan atau cukup besar, guru dapat meletakkan meja-meja dan kursi, dimana kelompok kecil dapat melakukan aktivitas belajar yang dipecah menjadi bebrapa tim. Guru dapat menempatkan susunan pecahan-pecahan kelompok tersebut berjauhan, sehingga tidak saling mengganggu. Tetapi, hendaknya dihindari penempatan ruangan kelompok-kelompok kecil yang terlalu jauh dari ruang kelas supaya mudah diawasi. Adapun bentuk formasi bangku ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.7. Formasi pengelompokan terpisah (Hamid, 2011:136) h. Formasi Tempat Kerja
Gambar 2.8. Formasi Tempat Kerja (Hamid, 2011:137 ) i. Formasi Kelompok untuk Kelompok
Formasi kelompok untuk kelompok adalah formasi dimana terdapat beberapa kelompok yang duduk dalam satu meja persegi berukuran besar (bisa juga dengan membuat beberapa meja dijadikan satu membentuk meja besar), sehingga setiap kelompok duduk saling berhadapan. Susunan ini memungkinkan guru untuk melakukan diskusi atau menyusun permainan peran, berdebat, atau observasi pada aktivitas kelompok. Berikut adalah bentuk formasi kelompok untuk kelompok :
Gambar 2.9. Formasi Kelompok untuk Kelompok (Hamid, 2011:138 ) j. Formasi Lingkaran
membimbing dan mengarahkan jalannya pembelajaran. Adapun bentuk formasi lingkaran adalah sebagai berikut :
Gambar 2.10. Formasi lingkaran (Hamid, 2011:139 ) k. Formasi Peripheral
Jika guru menginginkan siswa memilki tempat untuk menulis, hendaknya digunakan susunan peripheral, yakni meja ditempatkan dibelakang siswa. Guru dapat menyuruh siswa memutar kursi-kursinya secara melingkar ketika guru menginginkan diskusi kelompok.
Tabel 2.1 Keuntungan dan kelemahan dari masing-masing pengaturan
Jenis Keuntungan Kelemahan
Pengaturan dialihkan ke kegiatan kelompok.
Siswa yang duduk dibagian sisi akan mengalami kesulitan untuk melihat langsung ke papan tulis. mengalami kesulitan untuk melihat ke papan tulis. Guru mungkin agak
kesulitan untuk memantau kegiatan wajah siswa.
(Sumber: Panduan untuk Peningkatan Proses Belajar Mengajar, 2012)
Jika siswa dapat memindahkan tempat duduk mereka tanpa kesulitan, guru dapat beralih dari satu jenis pengaturan ke pengaturan lain sesuai dengan isi pelajaran. Sebagai contoh :
Pengaturan konvensional – Pengaturan berbentuk U Pengaturan berbentuk U – Pengaturan berkelompok
Pengaturan konvensional – Pengaturan berkelompok – Pengaturan
konvensional 6. Keaktifan
membaca, mendengarkan, menulis, meragakan dan mengukur, sedangkan contoh kegiatan psikis adalah mengingat kembali isi pelajaran pertemuan sebelumnya, menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dan memecahkan masalah yang dihadapi, menyimpulkan hasil eksperimen, membandingkan satu konsep dengan lainnya dan kegiatan psikis lainnya. Menurut Rohani (2010: 8) proses pengajaran (proses perolehan hasil pengajaran) secara aktif : ia mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, menguraikan, menegosiasikan ketentuan satu dengan lainnya, dan sebagainya. Menurut Sagala (2012:59) mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan pembelajaran yang dinamis penuh aktivitas, sehingga peserta didik aktif untuk bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Keaktifan belajar siswa secara fisik yang dapat diamati.
Pengertian keaktifan menurut beberapa ahli dapat disimpulkan yaitu suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan untuk mendukung kegiatan belajar baik jasmani maupun rohani.
Paul D. Dierich (Hamalik, 2008: 172) membagi kegiatan belajar dalam 8 kelompok, ialah :
a. Kegiatan-kegiatan visual
b. Kegiatan-kegiatan lesan (oral)
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.
c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.
d. Kegiatan-kegiatan menulis
Menulis cerita, laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.
e. Kegiatan-kegiatan menggambar
Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola. f. Kegiatan-kegiatan metrik
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun. g. Kegiatan-kegiatan mental
Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, faktor-faktor, melihat hubungan, dan membuat keputusan.
h. Kegiatan-kegiatan emosional
7. Prestasi Belajar
Menurut Arifin (2013:12) prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat parenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Menurut Slameto (2010:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Prestasi belajar menurut pendapat para ahli dapat disimpulkan yaitu suatu proses perubahan dari dalam diri faktor internal maupun dari luar diri faktor eksternal individu, meliputi perubahan tingkah laku dan bertambahnya ilmu pengetahuan. Perubahan tingkah laku menjadi lebih baik merupakan hasil dari latihan atau pengalaman yang nyata.
8. Ilmu Pengetahuan Alam a. Pengertian IPA
berarti saya tahu. Menurut Wahyana (Trianto, 2010: 136) IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaanya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan tersebut tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Pengertian IPA dari beberapa ahli dapat disimpulkan yaitu pengetahuan teoritis yang tersusun secara sistematis mengarah pada pengetahuan lingkungan alam untuk dapat mengembangkan sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, dan penyusunan teori.
b. Silabus IPA kelas IV A SD semester 2.
Tabel 2.2 akan menjelaskan mengenai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dilaksanakan pada penelitian.
Tabel 2.2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas IV A Semester 2.
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 7. Memahami gaya dapat
mengubah gerak dan atau bentuk suatu benda.
7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak suatu benda.
c. Materi Gaya
1) Jenis-Jenis Gaya
Setiap gaya yang dilakukan memerlukan tenaga. Berdasarkan sumber tenaga yang diperlukan, gaya dibedakan menjadi beberapa di antaranya adalah sebagai berikut (Heri S dan Edi W. 2008: 92).
a) Gaya Otot
Gaya otot merupakan gaya yang dihasilkan oleh tenaga otot. Contoh gaya otot adalah pada saat kita menarik atau mendorong meja, membawa belanjaan ibu, dan menendang bola. Karena terjadi sentuhan maka gaya ini termasuk gaya sentuh.
b) Gaya Gesek antara Dua Benda
Gaya gesek merupakan gaya yang terjadi karena bersentuhannya dua permukaan benda. Contoh gaya gesek adalah gaya yang bekerja pada rem sepeda. Pada saat akan berhenti, karet rem pada sepeda akan bersentuhan sepeda dapat berhenti ketika dilakukan pengereman.
c) Gaya Magnet
Benda-benda dapat tertarik oleh magnet jika masih berada salam medan magnet
d) Gaya Gravitasi
Gaya gravitasi merupakan gaya yang ditimbulkan oleh tarikan bumi. Contoh gaya gravitasi adalah jatuhnya buah dari atas pohon dengan sendirinya. Semua benda yang dilempar ke atas akan tetap kembali ke bawah karena pengaruh gravitasi bumi.
e) Gaya Listrik
Gaya listrik merupakan gaya yang terjadi karena aliran muatan listrik. Aliran muatan listrik ini ditimbulkan oleh sumber energi listrik. Contoh gaya listrik adalah bergeraknya kipas angin karena dihubungkan dengan sumber energi listrik. Muatan listrik dari sumber energi listrik mengalir ke kipas angin. Sehingga, kipas angin dapat bergerak.
2) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gerak Benda
Beberapa faktor yang mempengaruhi gerak suatu benda adalah adanya gaya gravitasi bumi dan tarikan atau dorongan yang terjadi pada benda (Heri S dan Edi W. 2008: 94).
a) Adanya Gravitasi Bumi
benda dapat bergerak jatuh ke bawah. Apabila kita melempar bola ke atas maka bola tersebut akan kembali ke bawah karena adanya gravitasi bumi.
b) Dorongan atau Tarikan
Ember yang terikat dengan tali yang ada di sumur tidak dapat bergerak ke atas apabila tidak ditarik. Begitu pula mobil yang mogok akan bergerak apabila ada orang yang mendorongnya. Hal ini menunjukkan bahwa tarikan dan dorongan mempengaruhi gerak benda.
3) Gaya Dapat Mengubah Bentuk Benda
Gaya yang dihasilkan oleh dorongan ataupun tarikan dapat
mengakibatkan benda bergerak. Selain menyebabkan benda
bergerak, gaya yang bekerja pada benda juga dapat mengubah
bentuk benda. Keramik dan asbak merupakan hasil olahan dari
tanah liat. Tanah liat dapat dibentuk sedemikian rupa sehingga
dihasilkan keramik dan asbak yang cantik dan menarik. Gaya
yang diberikan oleh tangan pada tanah liat membuat bentuk tanah
liat berubah. Hal ini menunjukkan bahwa gaya juga dapat
B. Hasil Penelitian Relevan
Peneliti tidak menemukan hasil penelitian yang sama persis dengan permasalahan yang penulis teliti, namun ada yang dilakukan oleh:
1. Muchlichah tahun 2012, dengan judul skripsi “Pengaruh Pengaturan Tempat Duduk Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SMK Farmasi Surabaya Kelas XI Tahun Ajaran 2011-2012” Dengan kesimpulan bahwa hasil belajar matemaika siswa setelah dilakukan pengaturan tempat duduk telah memenuhi indikator keberhasilan yaitu sebesar 78% dari keseluruhan siswa nilai Matematikanya sudah diatas KKM dengan nilai rata-rata kelas sebesar 85. Berdasarkan Uji Regresi Linear sederhana dengan bantuan Sofware SPSS Ver 17.0 for windows didapatkan, hasil belajar siswa sebagai variabel dependent dipengaruhi oleh pengaturan tempat duduk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar Matematika.
C. Kerangka Berpikir
Menurut hasil wawancara dengan guru kelas IV A SD Negeri 2 Wangon, dijelaskan bahwa kurang aktifnya siswa dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran IPA yang memungkinkan siswa untuk aktif ketika pembelajaran. Melihat kondisi yang terjadi perlu adanya inovasi dalam pengelolaan kelas dengan model pengaturan tempat duduk khususnya pembelajaran IPA. Menerapkan model pengaturan tempat duduk diharapkan keaktifan siswa mendapat kriteria baik.
Bila dirumuskan dalam skema dapat digambarkan sebagai berikut:
D. Hipotesis Tindakan