• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

menghadirkan belajar menjadi menarik, menantang, tetapi kemudian hasil belajar itu dapat dipahami, juga sekaligus dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata peserta didik. Pembelajaran, akhirnya tidak saja berkaitan dengan konsep-konsep yang terkandung dalam suatu materi tertentu, tetapi pembelajaran tersebut didesain dari kehidupan nyata peserta didik – misalnya persoalan banjir, kemudian persoalan-persoalan nyata inilah yang diangkat untuk ditemukan solusinya. Sehingga, pembelajarannya meskipun bersumber dari satu pelajaran, namun pada tingkat analisisnya, ternyata juga dapat mengambil sumber solusi dari mata-mata pelajaran lainnya(Ratmi, Ni Wayan, 2004: 22).

Dalam Kurikulum KTSP, model pembelajaran jenis ini didesain dalam strategi pembelajaran tematik. Dimana, melalui satu tema tertentu, siswa diajak berpikir untuk melihat dan mendekatinya dalam berbagai sudut pandang ilmu pengetahuan. Namun, strategi pembelajaran saja tidak cukup. Diperlukan model pembelajaran yang juga ikut mengkontribusikan harapan pembelajaran semacam ini. Menurut Ismail (dalam Widiarto, R. 2004: 76) model pembelajaran berbeda dengan strategi, metode dan prinsip pembelajaran. Model pembelajaran merupakan kesatuan dari metode, strategi dan langkah-langkah pembelajaran. Salah satu ciri khusus model pembelajaran yang tidak dimiliki oleh strategi atau prosedur tertentu yaitu tingkah laku mengajar (sintaks) yang menggambarkan pola sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Lebih lanjut Ismail (Widiarto, 2004: 76) menyabutkan bahwa istilah model pembelajaran tidak dipunyai oleh strategi atau motode tertentu yaitu :

a. Rasional teoritik yang logis disusun oleh penciptanya b. Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai

c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut berhasil (syntaks)

(2)

d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Pemaparan di atas, dengan demikian memberikan pemahaman kepada kita bahwa meskipun strategi pembelajaran yang didesain adalah pembelajaran tematik, dimana satu masalah dalam bentuk tematik tertentu, diajukan dan didekati dari berbagai sudut pandang ilmu pengetahuan, namun jika model pembelajarannya tetap saja berpusat pada guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan, dimana penekanannya adalah pada pembelajaran langsung dengan model pemberian materi sementara siswa mencatat, pembelajaran dengan strategi tematikpun, menjadi pembelajaran yang belum tentu bermakna bagi siswa. Artinya, pembelajaran ini, dengan demikian melupakan aspek keaktifan dan partisipasi siswa, untuk terlibat langsung dalam mencari solusi atau pemecahan itu dengan menggunakan kemampuan analisisnya, untuk melihat dan mengkaji masalah tersebut dari berbagai sudut pandang ilmu pengetahuan yang dimiliki siswa, atau tema-tema yang berhubungan dengan ilmu-ilmu pengetahuan tertentu.

Dengan demikian, menjadi jelas bahwa diperlukan model pembelajaran yang berbeda daripada model pembelajaran yang pada umumnya diterapkan di sekolah; yaitu model pembelajaran ceramah dengan menginstruksikan siswa untuk mencatat, mendengar secara pasif, sementara guru yang memberikan ceramah berdasarkan tema. Hal ini sama dengan kenyataan yang ditemui oleh peneliti. Pada siswa kelas 4 sekolah dasar, dimana berdasarkan peraturan bahwa pada kelas ini – dimulai dari kelas I, siswa diajarkan dengan pendekatan tematik, dimana dengan pendekatan ini, harapannya siswa dapat memanfaatkan informasi dari berbagai sudut pandang ilmu, dalam memandang tema tertentu, pembelajarannya masih berpusat pada guru. Siswa terkondisi hanya mendengar ceramah guru, mencatat materi jika diinstruksikan, dan siswa belum diajak aktif untuk mencari solusi dari tema yang diajukan. Akibatnya, siswa menjadi kurang berminat dalam belajar. Partisipasi yang dilakukan pun bersifat pasif dan terbatas pada mencatat dan mendengar secara pasif. Jika ada pertanyaan yang diajukan, siswa lebih banyak memilih diam, jika mereka menjawab maka semua siswa akan

(3)

serentak menjawab. Jika ditanya satu per satu, maka siswa memilih untuk berdiam diri dan tidak menjawab pertanyaan.

Fenomena ini, mendorong peneliti untuk melakukan wawancara awal dengan beberapa siswa. Ditemukan bahwa siswa tidak berani mengajukan jawaban atau memberikan solusi, karena sesungguhnya, siswa masih belum memahami dengan benar dan tepat materi yang diajukan. Siswa menjadi takut jika jawaban yang diajukan salah, sehingga siswa memilih untuk diam dan tidak menjawab pertanyaan guru.

Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti mengajukan solusi lain, yaitu mengajukan model pembelajaran yang berbeda dengan yang disajikan oleh guru kelas selama ini. Peneliti memilih menggunakan model pembelajaran berbasis masalah tipe pembelajaran berbasis instruksi, karena model pembelajaran ini memiliki beberapa aspek yang berbeda dengan model pembelajaran inkuiri maupun discovery. Meskipun sama-sama berbasis pada penemuan solusi atas masalah atau, memiliki basis rasional logis maupun teori pendidikan yang sama, namun, ada perbedaan yang mendasar yang melekat pada ketiganya. Model pembelajaran berbasis masalah, benar-benar berangkat dari kehidupan nyata peserta didik, sementara model inkuiri dan model discovery berangkat dari konsep-konsep tertentu dari ilmu, kemudian disajikan masalah yang terkait dengan konsep dari ilmu itu. Peneliti berasumsi bahwa, jika pembelajaran benar-benar diangkat dalam bentuk tema tertentu – dimana acuannya adalah kehidupan nyata peserta didik, tetapi juga peserta didik diajak berpartisipasi aktif untuk memecahkan masalah yang dialami oleh peserta didik, ada beberapa konsekuensi atau akibat yang akan terjadi pada peserta didik. Pertama, peserta didik lebih mudah memahami pelajaran yang diberikan. Sebab pelajaran tersebut bersentuhan langsung dengan kehidupannya. Kedua, pembelajaran dengan demikian menjadi hal yang menyenangkan bagi siswa, karena siswa diajak terlibat dan berpartisipasi langsung mencari solusi atas masalah yang dihadapinya. Ketiga, proses penalaran siswa akan terbangun dan terbentuk, karena siswa diajak berpikir mencari solusi berdasarkan pada masalah-masalah nyata yang terkait dengan kehidupannya. Keempat, proses ini akhirnya mendidik siswa dalam kehidupannya kemudian

(4)

untuk memiliki bekal memiliki solusi pada masalah yang ditemui nanti, yang dapat didekati dari berbagai sudut pandang ilmu. Kata lain dari paparan mengenai konsekuensi model pembelajaran berbasis masalah di atas adalah, model pembelajaran ini, dengan demikian menyediakan kerangka penalaran untuk menciptakan solusi bagi masalah-masalah nyata yang dialami siswa nanti; atau, model pembelajaran ini mengaktifkan proses berpikir menalar siswa, untuk melihat masalah dari berbagai sudut pandang yang mungkin dapat menjadi akar permasalahan masalah itu sendiri, dimana temuannya dapat benar-benar menjadi solusi permasalah itu sendiri.

Disamping asumsi-asumsi teoritik tentang manfaat penerapan model pembelajaran berbasis masalah di atas, pemilihan model pembelajaran ini untuk dijadikan sebagai solusi bagi pembelajaran, karena fakta-fakta empiris tentang efektivitas model pembelajaran ini. Penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Iwan Setiawan (2012) dengan judul penelitian yaitu Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Partisipasi dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN Sukamenak. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa model pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan partisipasi dan hasil belajar IPA siswa. Selain itu, penelitian yang dilakukan Nurhaelah. 2011, dengan judul penelitian Upaya Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar IPA dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Siswa Kelas IV SDN Pagerwangi Lembang. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa model pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN Pagerwangi Kecamatan Lembang.

Mendasarkan pada fakta teoritis dan fakta empiris di atas, peneliti tertarik untuk menerapkan model pembelajaran ini pada siswa kelas 4 SDN Tlogo kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Kenyataan yang mendorong untuk menerapkan model pembelajaran ini adalah pada yang ditemui peneliti dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas 4 SDN Tlogo kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Pembelajaran IPA dilakukan oleh guru berdasarkan pada paparan teoritis tentang IPA. Materi yang disajikan, bukan didahului dengan

(5)

contoh-contoh konkret kehidupan siswa kelas 4 SDN Tlogo, tetapi langsung mengacu dari buku dan disajikan kepada siswa. Setelah pemaparan materi, guru jarang sekali memberikan contoh konkret terkait dengan materi IPA yang disampaikan. Akibat dari pemaparan materi seperti ini, siswa mengalami kesulitan dalam belajar IPA, hal ini ditunjukkan bahwa hampir semua siswa belum lulus KKM (minimal 60 berdasarkan standar yang ditetapkan sekolah) pada mata pelajaran IPA, seperti pada tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1. 1

Distribusi Ketuntasan Belajar IPA Kelas 4 Siswa SDN TlogoKec Tuntang Kab Semarang

Ketuntasan SD Tlogo

Frekuensi Persentase (%)

Tuntas 7 23.3

Tidak tuntas 23 76.7

Jumlah Siswa 30 100

Sumber: Data Primer, 2013.

Berdasarkan hasil wawancara awal dengan siswa, penyebab utama rendahnya partisipasi dan prestasi dalam belajar pada mata pelajaran IPA adalah sebagai berikut: 65% menjawab tidak paham dengan materi pelajaran yang diajarkan, 20% menjawab takut bertanya pada guru, dan 15% bosan karena guru terus berceramah. Ketika diajukan pertanyaan lanjutan sebab siswa tidak paham dengan materi, 54% menjawab karena siswa tidak terlibat aktif dan hanya pasif dalam pembelajaran; 40% menjawab materi yang diajarkan tidak sesuai dengan pengalaman nyata siswa, dan 6% siswa menjawab bosan dengan materi pelajaran. Demi menggali lebih dalam, maka diajukan pertanyaan lanjutan, yaitu apa sebab ketakutan dan bosan dengan pembelajaran, 89% siswa menjawab karena guru terus mengajar secara monolog tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau berdiskusi dengan siswa lain. Sementara 11 % siswa mengatakan tidak terlalu menyukai pelajaran IPA, karena dianggap mata pelajaran ini sulit.

Mengacu pada hasil wawancara awal dengan siswa di atas, maka dilakukan wawancara berikutnya dengan guru kelas pada mata pelajaran IPA kelas IV pada

(6)

SDN Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Pertanyaan wawancara yang diajukan kepada guru adalah apakah pernah mencoba model pembelajaran lain selain model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah, guru menjawab belum pernah. Dilakukan lagi pertanyaan lanjutan mengapa demikian? Guru menjawab, sebenarnya ada keinginan untuk melakukan perubahan model pembelajaran, namun guru merasa tidak siap dan takut dengan menerapkan model pembelajaran lain, sebab guru sendiri belum terlalu menguasai model pembelajaran tersebut.

Dari berbagai identifikasi masalah pembelajaran di atas, peneliti menjadi tertarik untuk mengajukan topik kajian, dimana topik ini sekaligus menjadi pembatas bagi peneliti atau titik fokus untuk melakukan penelitian ini. Dengan demikian batasan atau topik yang diajukan melalui penelitian ini adalah: Upaya Peningkatan Partisipasi dan Prestasi Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Siswa Kelas 4 SDN Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2012/2013..

1.2. Rumusan Masalah

Berangkat dari batasan masalah yang diajukan, maka rumusan masalah penelitian yang diajukan adalah:

1. Apakah penggunaan model pembelajaran berbasis masalah meningkatkan partisipasi belajar siswa kelas 4 SDN Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarangsemester II tahun ajaran 2012/2013.

2. Apakah penggunaan model pembelajaran berbasis masalah meningkatkan prestasi belajar siswa kelas 4 SDN Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarangsemester II tahun ajaran 2012/2013.

1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui apakah upaya peningkatan partisipasi belajar dapat dicapaimenggunakan model pembelajaran berbasis masalah siswa kelas 4

(7)

SDN Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II tahun ajaran 2012/2013.

2. Mengetahui apakah upaya peningkatan prestasi belajar dapat dicapaimenggunakan model pembelajaran berbasis masalah siswa kelas 4 SDN Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II tahun ajaran 2012/2013.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian merupakan kegiatan mengungkap fakta, dengan menggunakan prosedur yang terstuktur dan sistematis. Hasilnya kemudian menjadi rujukan bagi bidang keilmuan dimana penelitian ini diangkat, dalam hal ini adalah ilmu pendidikan, dan juga menjadi rujukan atau memiliki manfaat bagi para praktisi atau kepada institusi dimana penelitian ini diajukan. Berdasarkan pengertian demikian, maka penelitian seharusnya memiliki manfaat dalam dua ranah, yaitu: 1.4.1. Teoritis

Pada ranah teoritis, penelitian ini dapat memberikan masukan untuk melakukan kajian-kajian teoritis ilmu pendidikan, secara khusus dalam menemukan solusi teoritis mengenai model pembelajaran aktif, tetapi juga bagi menyenangkan peserta didik.

1.4.2. Praktis

 Bagi institusi yaitu sekolah, penelitian ini memberikan masukan untuk menjadikan model pembelajaran berbasis masalah sebagai model pembelajaran lain, yang dapat diterapkan pada mata pelajaran yang diajarkan, demi meningkatkan partisipasi aktif siswa dan meningkatkan prestasi belajar siswa.

 Bagi siswa, penelitian ini dapat mendorong kemampuan bernalar siswa dalam mengajukan masalah dan menemukan solusi atas masalah yang dihadapi siswa. Disamping itu, penerapan model pembelajaran berbasis masalah, dapat mendorong siswa menjadi aktif dalam belajar demi tercapainya prestasi belajar yang memuaskan.

(8)

 Peneliti, model pembelajaran ini, dapat memberikan masukan untuk diterapkan dalam pengajaran yang akan dilakukan oleh peneliti sebagai pengajar dikemudian hari nanti.

Referensi

Dokumen terkait

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Jenis Data : Data Kuantitatif (Data kuantitatif diperoleh dari pemahaman membaca siswa dalam pembelajaran membaca lancar yang berupa angka) ; Data Kualitatif

Jika setelah berakhirnya perjanjian kerja ke-2 ternyata PIHAK KEDUA tidak diajukan untuk pengangkatan sebagai karyawan tetap oleh PIHAK PERTAMA, maka perjanjian kerja kontrak

Variabel reliability (X 2 ), yang meliputi indikator petugas memberikan pelayanan yang tepat, petugas memberikan pelayanan yang cepat, petugas memberikan pelayanan

terapi musik instrumental 82% depresi ringan, 18% depresi berat, 2) setelah melakukan terapi musik instrumental 88% tidak depresi dan 12% depresi ringan, 3) hasil

Diisi dengan bidang ilmu yang ditekuni dosen yang bersangkutan pada

Masalah utama yang akan dijawab dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah : Apakah penerapan Metode pembelajaran Make a Match (Menjodohkan) dan MediaKartundapat