• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH APLIKASI HERBISIDA PERSISTENSI RENDAH PADA DUA CARA OLAH TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN GULMA DAN HASIL PADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH APLIKASI HERBISIDA PERSISTENSI RENDAH PADA DUA CARA OLAH TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN GULMA DAN HASIL PADI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH APLIKASI HERBISIDA PERSISTENSI RENDAH

PADA DUA CARA OLAH TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN

GULMA DAN HASIL PADI

NOERIWAN BUDI SOERJANDONO

Loka Penelitian Pencemaran Lingkungan Pertanian - Jakenan

RINGKASAN

Pengendalian gulma merupakan faktor penting dalam pemeliharaan tanaman. Dalam pertumbuhannya, gulma lebih cepat berkembang daripada tanaman padi. Jika keberadaan gulma di sekitar pertanaman diabaikan, akan dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dan mengurangi hasil gabah. Percobaan dilaksanakan di Kecamatan Gabus pada MK 2001. Herbisida yang dipakai merupakan kelompok herbisida dengan persistensi rendah. Percobaan dilakukan pada petak terpisah dengan tiga kali ulangan. Petak utama meliputi dua cara olah tanah yang terdiri dari T1 : Olah Tanah Minimum/OTM; T2 : Tanpa Olah Tanah /TOT semprot Glifosat 4 lt. prod/ha + 2,4 D 1 lt. prod./ha pada 10 hari sebelum tanam (10 HBT). Anak petak meliputi metode pengendalian gulma yang terdiri dari 5 perlakuan. Spesies-spesies gulma yang mendominasi pada umur 30 HST dan 60 HST adalah Marselia crenata, Echinochloa crusgalli, Fimbristylis miliacea dan Leptochloa chinensis. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa aplikasi herbisida dan perlakuan olah tanah dapat mempengaruhi bobot gulma namun sebaliknya pada tinggi tanaman. Hasil gabah kering panen (GKP) pada perlakuan T1 (OTM) dengan W2 (disiang 2 kali) yaitu 6.70 ton tiap hektar (t/ha). Pada perlakuan T2 (TOT) dengan perlakuan W3 (Clomazon 2 lt. prod./ha pada 3 HST), memberikan hasil paling tinggi yakni sebesar 7.02 t/ha. Perbedaan hasil antara T2 dan T1 adalah 3.55%.

Kata kunci : Cara olah tanah, herbisida persistensi rendah, dan aplikasi herbisida.

PENDAHULUAN

Gulma merupakan salah satu faktor pembatas produksi tanaman. Biaya pengendalian gulma paling mahal dalam komponen produksi, bahkan lebih besar dibandingkan biaya pengendalian hama dan penyakit. Gulma menyerap hara dan air lebih cepat dibanding tanaman pokok (Gupta, 1984).

Komunitas gulma dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan kultur teknis, species gulma yang tumbuh bergantung pada sistem pengairan, pemupukan, pengolahan tanah dan cara pengendalian gulma (Noor dan Pane, 2002). Penurunan produksi, akibat persaingan pertumbuhan gulma dengan padi masih cukup tinggi yaitu mencapai 10-15%. Kelangkaan tenaga kerja untuk menyiang menyebabkan petani dalam mengendalikan gulma mulai beralih dari penyiangan secara manual ke pemakaian herbisida (Pane dkk, 1999). Penggunaan herbisida lebih ekonomis dan efektif mengendalikan gulma dibanding cara lain, terutama pada hamparan luas dan terbatsnya tenaga kerja (Moody, 1994; Caseley, 1994; Heong et al, 1995).

Gulma berinteraksi dengan tanaman melalui persaingan untuk mendapatkan satu atau lebih faktor tumbuh yang terbatas seperti cahaya, hara dan air. Derajat persaingan tergantung pada curah hujan, varietas, kondisi tanah, kerapatan gulma, lamanya tanaman dan pertumbuhan gulma, umur tanaman saat gulma mulai bersaing (Jatmiko, dkk, 2002). Pengendalian gulma dimaksudkan untuk

(2)

menekan atau mengurangi populasi gulma sehingga penurunan hasil secara ekonomis menjadi tidak berarti (Mulyono dkk, 2003).

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh kombinasi pemakaian herbisida persistensi rendah pada dua cara olah tanah dalam menghambat pertumbuhan gulma dan pengaruhnya terhadap hasil padi. Diharapkan dengan pengamatan ini dapat dicapai cara pengendalian gulma yang efektif dan mampu meningkatkan produksi padi.

MATERI DAN METODE

Pengamatan percobaan dilaksanakan di lahan sawah tanah vertisols, Kecamatan Gabus pada MK 2001. Bahan yang diperlukan meliputi herbisida Glifosat (Roundup), 2,4 D (DMA), Clomazon (Comand), MCPA (Agroxon). Benih padi IR-64, Pupuk urea, SP-36 dan KCL sedangkan alat yang dipakai rol meter, cangkul, Alat pengukur kadar air, timbangan manual dan elektrik dan tangki semprotan.

Percobaan dimulai dengan persiapan dan pembuatan petak percobaan . Setiap petak berukuran 5x6 m dengan lebar pematang 0.4 m dan jarak antar ulangan 0.5 m. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama meliputi dua cara olah tanah yang terdiri dari: T1 : Olah Tanah Minimum/OTM yaitu dengan dibalik sekali, diratakan lalu ditanami; T2 : Tanpa Olah Tanah /TOT semprot Glifosat 4 lt. prod/ha + 2,4 D 1 lt. prod./ha pada 10 hari sebelum tanam (10 HBT). Anak petak meliputi metode pengendalian gulma yang terdiri dari : W1: Tanpa disiang; W2: disiang manual 2 kali pada 21 dan 42 hari setelah tanam (HST); W3: Clomazon 2 lt. prod./ha pada 3 HST; W4: MCPA 1.5 lt. prod/ha. pada 10 HST; dan W5: 2,4 D 1 lt. prod./ha pada 14 HST.

Penanaman secara tanam pindah menggunakan padi varietas IR-64 dengan jarak tanam 20 x 20 cm setelah bibit padi berumur 21 hari setelah sebar (HSS) dengan 2-3 bibit tiap lubang. Herbisida yang digunakan merupakan kelompok herbisida yang memiliki persistensi rendah di dalam tanah. Pengamatan untuk tinggi tanaman dan jumlah anakan dilakukan 2 kali yaitu pada saat 30 HST dan 60 HST. Setiap petaknya diamati 10 rumpun tanaman.

Pada saat tanaman umur 21 dan 42 hari setelah tanam, khusus untuk perlakuan W2 perlu dilakukan penyiangan gulma dalam seluruh petakan baik pada petakan T1 (OTM) maupun T2 (TOT). Penyiangan gulma dilakukan dengan cara manual menggunakan tenaga manusia yaitu dengan mencabuti rumput/gulma yang tumbuh dalam petakan sampai bersih.

Pengambilan sampel gulma dilakukan dengan menempatkan kotak-kotak kecil pada sudut-sudut petak sehingga membentuk suatu diagonal. Ukuran kotak adalah 0.5 m x 0.5 m dan terbuat dari bambu yang diikat dengan tali, sehingga membentuk sebuah bujur sangkar. Jumlah kotak masing-masing petak adalah empat buah yakni dua kotak untuk mengambil sampel gulma pada 30 HST dan dua kotak lainnya pada 60 HST. Setelah pengambilan sampel, gulma kemudian dibawa ke tempat yang agak teduh atau tertutup agar pada saat identifikasi gulma, sampel tidak berterbangan kemana-mana. Sampel gulma yang telah dipisahkan menurut speciesnya masing-masing kemudian diidentifikasi menurut jenisnya dengan menggunakan atau mencocokannya dengan buku klasifikasi gulma. Satu species gulma kemudian dibungkus dengan kertas dan diberi label menurut perlakuannya. Setelah itu sampel-sampel gulma di keringkan dalam oven dengan suhu 60oC selama 24 jam. Dari oven kemudian sampel gulma tersebut dtimbang untuk mengetahui

(3)

Pemupukan menggunakan urea, KCl dan SP-36 masing-masing dengan takaran 112.5 kg N/ha, 90 kg K2O/ha dan 45 kg P2O5/ha. Urea dan KCl diberikan dua kali yaitu ½ takaran pada saat

7 hari setelah tanam dan ½ takaran diberikan setelah tanaman berumur 46 hari. Pupuk SP-36 diberikan sekali yaitu pada saat sebelum atau awal tanam. Pemeliharaan tanaman dan pengendalian hama penyakit dilakukan apabila diperlukan. Parameter yang diamati meliputi tinggi dan jumlah anakan tanaman, komponen hasil dan hasil ubinan (2 m x 3 m).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan diketahui terdapat 20 species pada T1 (OTM) dan 18 species gulma pada T2 (TOT). Sedang species gulma pada masing-masing perlakuan beragam. Pada T1 umur 30 HST didominasi gulma Marselia crenata, Paspalum disthicum dan Fimbritylis milliacea dan pada T2 didominasi gulma Echinocloa crusgali, F. milliacea dan Echinocloa colona. Pada umur 60 HST dominasi gulma ada perubahan yaitu gulma pada T1 adalah M. crenata, Leptochloa cinensis dan E. crusgali, gulma pada T2 adalah E. crusgali, F. milliacea dan L. cinensis.

Total jumlah species-species gulma yang tumbuh di lahan percobaan sekitar 23 species. Gulma-gulma tersebut adalah M. crenata, P. distichum, F. milliacea, E. colona, Learsia hexandra, Cyperus diformis, Ludwigia abisinica, Cynodon dactilon, Ludwigia adcendens, L. chinensis, Cyperus tenuispica, Cyperus sanguinolentus, Ludwigia perenis, Lindernia crustaceae, E. crusgali, Lindernia antipoda, Elatine triandra, Ludwigia octovalvis, Echinochloa glabrescens,Cyperus iria, Cyanotis axilaris, dan Lindernia bacopa.

Tujuan pengendalian gulma menurut Jatmiko dkk., (2002) adalah

1. Menciptakan gulma yang kaya akan jenis tetapi miskin akan jumlah individu sehingga mudah dikendalikan secara mekanis ataupun dengan pergiliran tanaman. Beberapa jenis gulma dapat digunakan sebagai bahan persilangan untuk mendapatkan bahan yang tahan hama, penyakit dan kondisi lingkungan yang tak menguntungkan.

2. Eradikasi total lebih diarahkan terhadap gulma yang berbahaya (gulma jahat). Gulma mempunyai hubungan erat dengan tanaman budidaya, yaitu bagian dari ekosistem alam, jika diberantas mengganggu keseimbangan alam.

Tabel 1. Parameter pengamatan bobot gulma dan tinggi tanaman pada saat umur 30 dan 60

HST.

Perlakuan Bobot gulma (g/m2) Tinggi tanaman (cm)

30 HST 60 HST 30 HST 60 HST

W1 (Tanpa disiang) 83.15 57.01 60.7 86.2

W2 (disiang dua kali) 22.12 3.13 58.5 84.1

W3 (Clomazon 2 lt. prod./ha pada 3 HST) 45.93 35.78 59.9 98.3 W4 (MCPA 1.5 lt. prod/ha. pada 10 HST) 44.98 28.70 59.0 84.7 W5 (2,4 D 1 lt. prod./ha pada 3 HST) 47.63 51.07 58.9 83.5

T1 (olah tanah minimum) 55.01 37.80 58.5 84.8

T2 (TOT + Glifosat 4 lt. prod/ha + 2,4 D 1 lt.

(4)

Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa aplikasi herbisida perlakuan W3, W4, W5, dan 2 cara olah tanah (T1 dan T2), dapat mempengaruhi bobot gulma namun sebaliknya pada tinggi tanaman hampir tidak berbeda (Tabel 1). Ini ditunjukan oleh, rendahnya bobot gulma perlakuan herbisida dengan perlakuan W1 (tanpa disiang). Begitu juga pada cara olah tanah, perlakuan T2 (TOT) mempunyai bobot gulma lebih rendah daripada perlakuan T1 (OTM). Perlakuan W2 (disiang dua kali) memberikan nilai bobot gulma 22.12 dan 3.13, lebih rendah dibanding perlakuan lainnya. Bobot tertinggi baik pada 30 HST dan 60 HST, didapat pada perlakuan W1 sebesar 83.15 dan 57.01, kemudian diikuti perlakuan herbisida lainnya.

Rendahnya bobot gulma pada perlakuan T2 (TOT), mungkin disebabkan aplikasi gulma yang lebih awal (10 HBT) sehingga pada saat penanaman padi, pertumbuhan gulma secara fisiologis masih terhambat.

Menurut laporan Jatmiko dkk., (2002), pengaruh herbisida dapat dilihat dari perubahan pada bentuk, warna daun dan pertumbuhan tunas. Herbisida yang terserap tumbuhan menyebabkan daun keriting, layu, bercak kuning bahkan mati. Ini mungkin yang menyebabkan perlakuan W3, W4, W5 ,T1 dan T2 pada 60 HST mempunyai bobot gulma lebih rendah dibanding pada saat 30 HST. Selain itu pertumbuhan tanaman padi yang semakin tinggi menutupi permukaan tanah, menyebabkan gulma tidak dapat melakukan fotosintesis ,sehingga gulma akan terhambat pertumbuhannya dan mati.

Tabel 2. Komponen hasil dan hasil gabah pada beberapa aplikasi herbisida dan cara olah tanah. Perlakuan Jumlah gabah isi/rmp Persentase gabah isi (%) Panjang malai (cm) Berat gabah 1000 butir (gram) GKP

(t/ha) Jerami Berat (t/ha) T1 – W1 790 78.7 21.9 23.4 4.71 10.47 T1 – W2 925 72.7 21.7 23.3 6.70 13.55 T1 – W3 750 76.4 21.6 24.2 5.54 11.86 T1 – W4 877 75.4 21.3 24.5 6.04 13.02 T1 – W5 848 69.4 21.4 24.5 5.32 12.73 T2 – W1 714 79.8 21.1 25.0 5.32 11.73 T2 – W2 1100 76.8 21.4 24.3 6.56 13.88 T2 – W3 1106 79.5 22.1 24.5 7.02 14.20 T2 – W4 925 78.8 21.4 23.6 5.73 12.32 T2 – W5 1038 78.6 22.0 24.0 5.77 12.42

Hasil gabah kering panen (GKP) tertinggi pada perlakuan T1, terdapat pada perlakuan W2 yaitu 6.70 t/ha (Tabel 2). Pada perlakuan T2, aplikasi dengan herbisida W3 (Clomazon 2 lt. prod./ha pada 3 HST) memberikan hasil paling tinggi yakni sebesar 7.02 t/ha. Perbedaan hasil GKP antara T2 dan T1 adalah 3.55 %.

Aplikasi herbisida dipadu dengan tanpa olah tanah (T2) dalam pengendalian gulma, merupakan salah satu alternatif dalam pemeliharaan tanaman untuk menekan biaya yang lebih besar dan mengatasi kelangkaan tenaga kerja. Keuntungan lainnya menurut Noor dan Pane (2002), bahwa teknologi TOT dengan menggunakan herbisida untuk menyemprot gulma dapat mempercepat masa tanam 3-7 hari dibanding dengan teknologi olah tanah.

Pada perlakuan T2 (TOT + Glifosat 4 lt. prod/ha + 2,4 D 1 lt. prod./ha pada 10 HBT) dengan perlakuan W3 (Clomazon 2 lt. prod./ha pada 3 HST) menunjukan bahwa pengendalian

(5)

gulma sangat efektif, ini diduga pengaplikasian herbisida dilakukan pada saat periode kritis tanaman yaitu saat persaingan akan unsur hara, cahaya, dan air, antara tanaman padi dengan gulma akan terjadi. Periode kritis pada tanaman padi terjadi pada umur 30-45 HST.

Herbisida clomazon, MCPA dan 2.4 D merupakan golongan herbisida yang memiliki persistensi rendah. Lamanya aktivitas biologi (persistensi) herbisida ini dalam tanah berkisar 1 bulan. Diharapkan dengan persistensi yang rendah, herbisida yang terserap oleh tanaman padi akan rendah pula atau dapat diminimalkan, sehingga tidak membahayakan pada saat dikonsumsi oleh manusia.

KESIMPULAN

1. Secara kuantitatif perlakuan cara olah tanah dan herbisida memberikan pengaruh pada bobot gulma tetapi tidak mempengaruhi pada tinggi tanaman.

2. Bobot gulma tertinggi baik umur 30 HST dan 60 HST dicapai pada perlakuan W1 (tanpa disiang) masing-masing sebesar 83.15 dan 57.01 gram/m2 dan hasil GKP paling rendah didapat

pada perlakuan T1W1 (OTM + tanpa disiang) yaitu 4.71 t/ha.

3. Rata-rata GKP perlakuan T2 (TOT) lebih tinggi dibanding T1 (OTM) dengan perbedaan hasil sebesar 3.55%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ir. Johari Sasa, MS, Ir. Sigit Yuli Jatmiko, MP dan Ir. Mulyadi atas bantuannya dalam penulisan makalah ini dan Bapak Kemis yang telah membantu di lapangan.

DAFTAR BACAAN

Caseley, J. C. 1994. Herbicide. in : R. Labrada, J. C. Caseley, C. Parker (eds). Weed Management for Developing Countris. FAO Plant Production and Protection. Paper 120. Roma. p. 83-123. Gupta,O.P. 1984. Scientific Management. Today and Tomorrows Printers and Pub. New Delhi India . Heong, K. L., and M. M. Escalada. 1995. A comparative Analysis of Pest Management Practices of Rice

Farmer in Asia. In: K. L. Heong, M. M. Escalada (eds). Pest Management of Rice Farmers in Asia. International Rice Research Institute. Los Banos. nPhilppines. p 227-245.

Jatmiko, S.Y.,Harsanti S, Sarwoto dan A.N. Ardiwinata. 2002. Apakah Herbisida Yang Digunakan Cukup Aman? dalam: J. Soejitno, I. Johari Sasa dan Hermanto (eds). Prosiding Seminar Nasional Membangun Sistem Produksi Tanaman Pangan Berwawasan Lingkungan. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. 337p

Moody, K. 1994. Weed Management in Rice. . in : R. Labrada, J. C. Caseley, C. Parker (eds). Weed Management for Developing Countris. FAO Plant Production and Protection. Paper 120. Roma. p 249-256.

Noor, E.S dan H. Pane. 2002. Pengelolaan Gulma pada Sistem Usaha Tani Berbasis Padi di Lahan Sawah Tadah Hujan. dalam: J. Soejitno, I. Johari Sasa dan Hermanto (eds).Prosiding Seminar Nasional

(6)

Membangun Sistem Produksi Tanaman Pangan Berwawasan Lingkungan .. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. 321p

Pane,H., Bangun P dan Jatmiko S.Y. 1999 Pengelolaan Gulma pada Pertanaman Padi Gogorancah dan Walik Jerami di Lahan Sawah Tadah Hujan. Dalam: Soetjipto P, J. Soejitno dan Hermanto (eds). Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Sawah. Pusat Penelitian Tanaman Pangan Bogor. hlm 321-334.

Mulyono, S., H. Pane., S. Wahyuni dan Noeriwan. 2003. Aplikasi Herbisida Residu rendah Dalam Pengendalian Gulma Padi Walik Jerami pada Penyiapan Lahan yang Berbeda dalam : Agus, S., S. Y. Jatmiko, dan I.J. Sasa (eds).Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Produk Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. hlm 317-327.

Gambar

Tabel 1. Parameter pengamatan bobot gulma dan tinggi tanaman pada saat umur 30 dan 60
Tabel 2. Komponen hasil dan hasil gabah pada beberapa aplikasi herbisida dan cara olah  tanah

Referensi

Dokumen terkait

Dari kerjasama yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jepara melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan dengan pihak swasta dalam hal ini UNISNU dan ASEPHI, hasil yang

Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai konsep penerapan EAFM bagi perikanan malalugis di perairan Laut Sulawesi dengan menetapkan isu utama, tujuan operasional, langkah

Pada variabel promosi semua item pertanyaan memiliki rata-rata kurang dari 3,5 yaitu sebesar 2,80, 3,23, 3,25 dan 3,32 yaitu pertanyaan tentang tayangan/gambar iklan Subur

Untuk dapat terciptanya ekonomi msyarakat p esisir di Belawan yang baik dan tercipta kondisi yang ramah lingkungan baiksecara fisik ataupun non fisik disarankan

Dengan melihat judul dari penelitian ini maka batasan masalah dari penelitian ini adalah kualitas bahan baku yang digunakan serta proses produksi dari bahan baku menjadi barang

menggunakan model diakronik-historis karena dalam beberapa waktu yang berlangsung suatu gerakan sosial akan ditemukan dinamika perubahan seperti pertumbuhan, perkembangan,