• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Lansia Terlantar di Jakarta. Sumber: Dinas Sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Lansia Terlantar di Jakarta. Sumber: Dinas Sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Proyek

UN, World Population Prospects: The 2010 Revision memprediksikan bahwa secara global populasi lansia akan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1950 sampai dengan tahun 2010, lansia di Indonesia dapat di kategorikan normal untuk pertambahannya. Memasuki tahun 2020, pertambahannya mulai melonjak. Pada tahun 2030 pertambahannya menjadi lebih cepat. Puncaknya bisa dikatakan adalah pada tahun 2050 yang dapat dilihat jelas pada data yang ada ditabel di bawah ini. Populasi lansia di Indonesia diprediksi akan meningkat lebih tinggi daripada populasi lansia di wilayah Asia dan global setelah tahun 2050. Hal ini bisa kita lihat pengaruhnya pada pertumbuhan lansia di Jakarta. Jumlah Penduduk yang ada di Jakarta terbilang tinggi. Selain itu, jumlah lansia terlantar yang ada di Indonesia dapat dikatakan cukup banyak, yaitu mencapai angka 3.593 orang.

Tabel 1.Jumlah Lansia Terlantar di Jakarta

Sumber: Dinas Sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

Hal ini juga mengingat bahwa penuaan merupakan proses alami dan suatu kemutlakan hukum alam yang pasti terjadi pada tiap kehidupan manusia. Di samping itu, tuntutan untuk hidup yang lebih baik membuat masyarakat bekerja lebih keras. Oleh sebab itu, banyak lansia yang terpaksa memilih hidup mandiri karena dengan berbagai alasan mereka kurang mendapat perhatian dan tidak terurus oleh keluarganya yang umumnya sibuk dengan keluarga inti mereka. Keluarga yang tidak

(2)

mampu merawat orang tuanya mengakibatkan para lansia menjadi terlantar (Kualifikasi Panti Sosial Tresna Werdha, 2008).

Dengan jumlah lansia terlantar yang banyak seperti yang bisa dilihat pada tabel 1, panti jompo merupakan solusi yang sesuai sebagai tempat bagi para lansia yang datang baik secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak keluarga untuk diurus berbagai keperluannya untuk berkumpul. Akan tetapi jumlah panti jompo yang ada di Jakarta hanya berjumlah 11 panti sehingga masih belum bisa menampung jumlah lansia terlantar yang ada di Jakarta. Jumlah lansia yang dapat ditampung oleh panti jompo hanya ± 1.110 orang sedangkan jumlah lansia yang terlantar masih cukup banyak.

Tabel 2. Jumlah Panti Jompo di Jakarta

Sumber: Buku Jakarta Dalam Angka 2014/Jakarta in Figures 2014

Berdasarkan tabel di atas, jumlah dari panti jompo yang ada di Jakarta terbilang sangat kurang jika dibandingkan dengan jumlah lansia yang terlantar yang berjumlah 3.593 orang (tabel 1). Dari jumlah lansia terlantar yang ada di Jakarta, jumlah lansia terlantar yang paling banyak berada di wilayah Jakarta Barat sedangkan jumlah panti jompo yang ada hanya berjumlah dua yang merupakan

(3)

punya pemerintah yang dikhususkan untuk lansia terlantar secara ekonomi dan satu panti jompo yang dikelola oleh kowani yang dikhususkan untuk wanita saja. Oleh karena itu diperlukan sebuah panti jompo dengan fasilitas yang dapat yang dapat menunjang aktifitas para lansia terlantar secara sosial.

Selain itu, bisa dilihat dari data BkkbN jumlah penduduk yang berusia lanjut yang ada di Jakarta Barat merupakan yang tertinggi didukung dengan jumlah lansia yang ada pada tabel 1.

Tabel 3. Jumlah Jiwa di Jakarta

Sumber: BkkbN 1.1.2 Latar Belakang Topik

Pada poin 136 (d) dan (e) yang ada di UN Habitat terkait Environmentally Sustainable, Healthy and Livable Human Settlements dikatakan bahwa “Untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan semua orang di sepanjang masa kehidupan mereka, terutama orang-orang yang hidup dalam kemiskinan, Pemerintah pada tingkat yang sesuai, termasuk pemerintah daerah, dalam kemitraan dengan pihak lain yang berkepentingan, harus: (d) Memperbaiki kondisi tempat penampungan sehingga mengurangi risiko kesehatan dan keselamatan, terutama risiko bagi perempuan, orang tua, anak-anak dan orang-orang cacat, yang berkaitan dengan kegiatan di rumah dan (e) Membangun kapasitas pada semua tingkatan untuk pengelolaan kesehatan lingkungan yang efektif”.

Pencahayaan alami yang sumbernya adalah matahari sangat baik manfaatnya untuk kesehatan para lansia. Cahaya matahari waktu pagi menyehatkan dan menimbulkan energi yang positif bagi lansia. Paparan cahaya matahari pagi juga dapat mendorong pembentukan vitamin D yang berfungsi untuk pemeliharaan dan pembentukan tulang sehingga terhindar dari tulang keropos atau osteoporosis.

Dari jurnal Residential Light and Risk for Depression and Falls: Results from the LARES Study of Eight European Cities oleh Brown dan Jacobs (2011) dikatakan bahwa melalui 12 penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa cahaya luar lebih

(4)

efektif daripada cahaya buatan, dengan cahaya luar menyebabkan penurunan gejalah depresi hingga 50%. Lalu pada jurnal Lighting in Nursing Homes – The Unmet Need (2006) dituliskan bahwa pencahayaan interior yang ada pada umumnya tidak mengandung spektrum untuk mengobati vitamin D atau spektrum di mana sistem sirkadian (sistem yang mempengaruhi pola tidur) yang paling sensitif.

Di samping itu juga, dalam buku Best Practice Design Guidlines: Design Complex care oleh B. A. Benbow (2014) dituliskan bahwa dari studi yang telah dilakukan di Belgia, pencahayaan normal hanya bisa ditangkap oleh para lansia 50 % - 60 % saja. Ini terjadi karena dalam usia lanjut para lansia mengalami penebalan lensa mata dan menyebabkan kurangnya kejelasan cahaya maupun bagi orang-orang muda cahaya ruangan sudah sangat terang. Maka dari itu pemilihan pencahayaan untuk para lansia disimpulkan membutuhkan cahaya 5 kali lipat dari orang-orang yang lebih muda. Kekurangan pencahayaan bagi lansia beresiko jatuh. Oleh sebab itu, optimalisasi pencahayaan alami itu penting adanya bukan hanya untuk penerangan melainkan untuk kesehatan lansia sendiri.

Namun dalam kunjungan ke beberapa panti jompo, dapat disimpulkan bahwa panti jompo-panti jompo yang telah dibangun masih kurang memaksimalkan pencahayaan alami yang bisa didapat dengan mudah tanpa perlu mengeluarkan banyak biaya. Pencahayan alami pada panti jompo-panti jompo tersebut tidak diatur/dikelolah dengan baik penyalurannya. Pencahayaan alami tersebut terfokuskan pada ruang tertentu tanpa memperhatikan kalau masih banyak ruang-ruang yang pencahayaannya dapat memanfaatkan pencahayaan alami yang tersedia secara cuma-cuma tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya dan untuk perawatannya.

Seperti yang dikatakan William M.C.Lam dalam bukunya yang berjudul Sunlighting as Formgiver for Architecture: “Pemanfaatan cahaya matahari yang terbaik bukan hanya untuk menghemat energi dan menjaga kenaikan harga penggunaan energi, tapi yang lebih penting adalah untuk menciptakan lingkungan yang lebih menyenangkan bagi penggunanya.”

1.1.3 Latar Belakang Lokasi

Dari buku Building for the elderly oleh Musson, N. dan Heusinkveld, H (1963) dikatakan bahwa letak panti jompo yang ideal adalah berada di pinggiran kota, terletak di lingkungan permukiman, mudah diakses, dekat dengan fasilitas lingkungan, dan

(5)

mendapatkan ketenangan yang cukup. Lokasi yang dipilih adalah berada di Jl. Gili Sampeng IV yang terletak diperbatasan kecamatan Kebon Jeruk dan Palmerah dengan pertimbangan kriteria dari buku Building for the elderly. Tapak ini terletak disekitar permukiman warga dengan tingkat kebisingan yang sangat rendah. Di samping itu juga, disekitarnya terdapat beberapa fasilitas seperti warung-warung. Selain itu juga, melihat data dari Dinas Sosisal DKI Jakarta, wilayah Palmerah berada pada tempat pertama dan Kebon Jeruk merupakan kecamatan ketiga dengan jumlah lansia terlantar terbanyak di Jakarta Barat dan melihat dari data Jakarta Dalam Angka 2014, wilayah Kebon Jeruk maupun Palmerah belum memiliki bangunan panti jompo.

Berdasarkan dari keadaan lingkungan disekitar tapak dimana diliputi permukiman kalangan menengah, maka panti jompo yang dirancang ditargetkan kepada keluarga menengah yang bisa berasal dari lingkungan sekitar pemukiman tapak ataupun yang berasal dari daerah Kebon Jeruk maupun Palmerah lainnya.

Gambar 1.Lokasi Tapak

Sumber: Google Maps

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana merancang bangunan yang dapat mengakomodasi para lansia dengan mengoptimalisasi pencahayaan alaminya terkait dengan kesehatan lansia?

2. Jenis bukaan seperti apa dan berapa besar bukaan yang dibutuhkan sehingga cahaya matahari pagi yang masuk ke dalam ruang art &crafts bisa maksimal?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menciptakan bangunan yang dapat mengakomodasi para lansia dengan memanfaatkan pencahayaan alami.

(6)

2. Untuk mengoptimalisasi pencahayaan alami pada ruang art & crafts pada pagi hari dengan mengatur jenis dan besaran bukaan.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

1. Perancangan bangunan Panti Jompo yang dapat mengakomodasi lansia kalangan menengah yang terlantar secara sosial dengan memanfaatkan pencahayaan alami yang dikaitkan dengan kesehatan lansia.

2. Pemanfaatan cahaya matahari pagi secara maksimal melalui ventilasi, jendela, dan void dengan menganalisa jenis dan besar bukaan untuk ruang art & crafts berdasarkan kekuatan intensitas cahaya untuk menciptakan kualitas ruang yang baik dan baik bagi kesehatan lansia.

Gambar

Tabel 2. Jumlah Panti Jompo di Jakarta
Tabel 3. Jumlah Jiwa di Jakarta
Gambar 1. Lokasi Tapak  Sumber: Google Maps

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 3 menunjukkan bahwa, perlakuan berbagai dosis dan kombinasi amelioran meningkatkan total pertambahan panjang daun tanaman kopi liberika secara signifikan

14 Wina Sanjaya, Perencanaan Dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hal.. mengajar tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan yang

Meskipun gagasan ini masih terlihat belum konkrit -sebab apakah mengacu pada sistem pendidikan terpadu dengan menggunakan kurikulum penuh atau hanya sekedar memberikan

Hasil penelitihan menunjukkan bahwa pengencer CEP-2 dengan suplementasi 10%, 15%, 20% kuning telur tidak berpengaruh secara signifikan (P> 0,05) terhadap persentase

Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang pengembangan bahan ajar Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi yang berbasiskan pada 4 subtansi kajian yakni Pancasila,

Bertolak dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan suatu masalah pokok atau fokus penelitian yakni” Bagaimanakah Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan

Pembahasan dua model pesantren diatas yang difokuskan pada pola manajemen kurikulum bahasa arab, akan diteliti dengan model studi komparasi, sehingga terbentuklah

diketahui siswa. Dari ketentuan kriteria yang ditetapkan pada bab III sebelumnya, persentase ini tergolong baik karena berada antara 76%-100%. Dari hasil observasi ini