i
TINGKAT KEPUASAN SISWA DAN GURU
TERHADAP PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA
BERBASIS METODE MONTESSORI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Anggraeni Yokta Anafi
NIM: 101134049
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini peneliti persembahkan kepada:
1. Allah SWT atas segala rahmat dan ridho yang telah diberikan.
2. Ayahku Muhamad Ma’ful dan Ibuku Yuliana yang selalu memotivasi dan mendoakan yang terbaik untukku.
3. Adikku Restu Ari Nugroho dan Dimas Adhi Wicaksono yang menjadi penyemangat hidup.
4. Ibu Catur Rismiati dan Ibu Andri Anugrahana yang menjadi motivator dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bayu, Koko, Okta, Melisa, Maya, Tina, Wina selaku teman-teman kelompok studi skripsi yang selalu ada saat suka dan duka serta selalu memberi motivasi kepada peneliti.
6. Teman-teman PGSD yang selalu memberikan dukungan selama belajar bersama.
v
MOTTO
“Allah tidak membebani seseorang melainkan dengan kesanggupannya”
-Al-Baqarah: 286-
“Walking with a friend in the dark is better than walking alone in the light”
-Helen Keller-
Jika kita melakukan yang terbaik yang dapat kita lakukan,
kita tidak akan pernah tahu keajaiban apa yang akan terjadi dalam hidup kita, atau di dalam kehidupan orang lain.
viii
ABSTRAK
TINGKAT KEPUASAN SISWA DAN GURU
TERHADAP PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA BERBASIS METODE MONTESSORI
Anggraeni Yokta Anafi Univrsitas Sanata Dharma
2014
Latar belakang penelitian ini adalah perlunya peningkatan manajemen pendidikan Indonesia terutama dalam hal sarana dan prasarana berupa alat peraga. Penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori di sekolah akan menimbulkan harapan bagi siswa dan guru. Harapan siswa dan guru dapat mempengaruhi kepuasan terhadap alat peraga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan siswa dan guru terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori khususnya alat peraga Papan Pin Perkalian Montessori. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dengan metode sensus. Subjek penelitian sebanyak 50 siswa dan 2 orang guru kelas II SD Negeri Keceme 1. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner kinerja dan kepentingan. Data penelitian dianalisis menggunakan Penilaian Acuan Norma (PAN) tipe II dan Importance Performance Analysis (IPA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepuasan siswa dan guru terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori adalah cukup. Atribut alat peraga yang perlu dipertahankan prestasinya menurut siswa adalah membantu dan memudahkan mengerjakan soal, ukuran pas, memperbaiki kesalahan, menemukan jawaban benar, kunci jawaban, bahan kuat, tidak mudah rusak, permukaan halus, dicat, bahan pernah dan sering dilihat. Atribut alat peraga yang perlu dipertahankan prestasinya menurut guru adalah mudah memahami konsep matematika, mudah digunakan, bentuk menarik, ukuran proporsional, ukuran kecil ke besar, kunci jawaban, bahan ditemukan di lingkungan, dan sesuai dengan materi.
ix
ABSTRACT
THE LEVEL OF STUDENT AND TEACHER’S SATISFACTION
TOWARD THE USE OF MATHEMATICS TEACHING AID BASED ON MONTESSORI METHOD education management, especially about facilities and infrastructure such as teaching aid. The use of matematics teaching aid based on the Montessori method would lead to expectations for students and teachers. Expectations of students and teachers can influence satisfaction with teaching aid. This study aimed to dentify the satisfaction level of student and teacher on the use of math teaching aid based on Montessori method especially Papan Pin Perkalian Montessori. The type of this research was descriptive quantitative with census method. The study subjects were 50 students and 2 teachers in grade 2 of Keceme 1 Elementary School in Yogyakarta. The data collection method used questionnaires. The data were analized using criterian reference method (PAN) II and Importance Performance Analysis (IPA).
The result of this research showed that students and teachers the satisfaction with teaching aid based on Montessori method were fairly satisfy. According to the students, some attributes of teaching aid needed to be maintained were help to answer the questions, easy to answer the questions, fitted size, correcting faults, portability, colourful, finding right answer, key answer, strong material, not easy demaged, soft surface, painted and to be seen previously. According to the teachers, some attributes of teaching aid needed to be maintained were easy to understanding mathematics concepts, easy to be used, interesting form, proportional size, small to big in size, key answer, materials are easy to be found in surrounded environment, and appropriate with materials.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “TINGKAT KEPUASAN SISWA DAN GURU TERHADAP
PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA BERBASIS METODE MONTESSORI”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas Sanata Dharma.
Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Peneliti megucapkan terima kasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., SS., BST., MA., selaku Ketua Program
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma. 3. Catur Rismiati, S.PD., M.A., Ed.D selaku dosen pembimbing I, yang
telah memberikan arahan, motivasi, dan sumbangan pemikiran dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan kepada peneliti selama penelitian ini.
5. Walidi, S.Pd selaku kepala SD Negeri Keceme 1 yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di SD tersebut. 6. Dwi dan Sukiem selaku guru kelas II A dan II B SD Negeri Keceme 1
yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di kelas II.
7. Bapak, Ibu, dan adik yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada peneliti.
8. Teman-teman yang selalu memeberikan dukungan dan doa kepada peneliti.
xi
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii
ABSTRAK ... viii
4. Alat peraga Papan Pin Perkalian Montessori ... 25
5. Tingkat Kepuasan ... 29
B.Hasil Penelitian yang Relevan ... 43
C.Kerangka Berpikir ... 51
D.Hipotesis ... 53
BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian ... 54
B.Tempat dan Waktu Penelitian ... 55
C.Populasi dan Sampel ... 55
xiii
E. Teknik Pengumpulan Data ... 56
F. Instrumen Pengumpulan Data ... 60
G.Uji Validitas dan Reliabilitas ... 64
H.Prosedur Analisis Data ... 103
I. Teknik Analisis Data ... 106
J. Jadwal Penelitian ... 111
BAB IV DESKRIPSI, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Penelitian ... 113
B.Hasil Penelitian ... 115
C.Pembahasan ... 191
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 211
B.Keterbatasan Penelitian ... 213
C.Saran ... 214
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penggabungan Indikator Tingkat Kepuasan ... 42 Tabel 2.2 Indikator Tingkat Kepuasan terhadap Penggunaan Alat Peraga
Matematika Berbasis Metode Montessori ... 43 Tabel 3.1 Alternatif Jawaban Skala Likert pada Kuesioner Kinerja untuk
Siswa ... 58 Tabel 3.2 Alternatif Jawaban Skala Likert pada Kuesioner Kepentingan
untuk Siswa ... 58 Tabel 3.3 Alternatif Jawaban Skala Likert pada Kuesioner Kinerja untuk
Guru ... 59 Tabel 3.4 Alternatif Jawaban Skala Likert pada Kuesioner Kepentingan
untuk Guru ... 60 Tabel 3.5 Kisi-kisi Kuesioner Kinerja dan Kepentingan Siswa dan Guru
untuk Expert Judgement ... 62 Tabel 3.6 Penjabaran Indikator Kuesioner Kinerja dan Kepentingan Siswa
dan Guru untuk Expert Judgement ... 62 Tabel 3.7 Rangkuman Skor dari Para Expert Judgement Kuesioner Kinerja
dan Kepentingan untuk Siswa dan Guru ... 65 Tabel 3.8 Rangkuman Komentar dari Para Expert Judgement Kuesioner
Kinerja dan Kepentingan untuk Siswa dan Guru ... 67 Tabel 3.9 Perbandingan Kuesioner Kinerja dan Kepentingan untuk Siswa
dan Guru Sebelum dan Sesudah Expert Judgement ... 69 Tabel 3.10 Rangkuman Hasil Face Validity Kuesioner Kinerja dan
Kepentingan untuk Siswa ... 72 Tabel 3.11 Perbandingan Kuesioner Kinerja dan Kepentingan untuk Siswa
Sebelum dan Sesudah Face Validity Siswa ... 75 Tabel 3.12 Rangkuman Hasil Face Validity Kuesioner Kinerja dan
Kepentingan untuk Guru ... 77 Tabel 3.13 Perbandingan Kuesioner Kinerja dan Kepentingan untuk Guru
Sebelum dan Sesudah Face Validity Guru ... 80 Tabel 3.14 Kuesioner Penelitian Kinerja dan Kepentingan Guru ... 82 Tabel 3.15 Perbandingan Validitas Kuesioner Kinerja dan Kepentingan untuk
Siswa ... 92 Tabel 3.16 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas Instrumen ... 95 Tabel 3.17 Perbandingan Reliabilitas Total Kuesioner Kinerja dan
Kepentingan untuk Siswa ... 99 Tabel 3.18 Rangkuman Hasil Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Siswa ... 100 Tabel 3.19 Kuesioner Penelitian Kinerja dan Kepentingan Siswa ... 102 Tabel 3.20 Klasifikasi Tingkat Kepuasan Siswa dan Guru berdasarkan PAN
xv
Tabel 4.2 Klasifikasi Tingkat Kepuasan Siswa terhadap Penggunaan Alat
Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori ... 118
Tabel 4.3 Tingkat Kepuasan Siswa terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori ... 119
Tabel 4.4 Penilaian Siswa terhadap Kinerja Indikator Auto-education ... 121
Tabel 4.5 Penilaian Siswa terhadap Kepentingan Indikator Auto-education .. 122
Tabel 4.6 Penilaian Siswa terhadap Kinerja Indikator Menarik ... 123
Tabel 4.7 Penilaian Siswa terhadap Kepentingan Indikator Menarik ... 123
Tabel 4.8 Penilaian Siswa terhadap Kinerja Indikator Bergradasi ... 124
Tabel 4.9 Penilaian Siswa terhadap Kepentingan Indikator Bergradasi ... 125
Tabel 4.10 Penilaian Siswa terhadap Kinerja Indikator Auto-correction ... 125
Tabel 4.11 Penilaian Siswa terhadap Kepentingan Indikator Auto-correction .. 126
Tabel 4.12 Penilaian Siswa terhadap Kinerja Indikator Kontekstual ... 127
Tabel 4.13 Penilaian Siswa terhadap Kepentingan Indikator Kontekstual ... 128
Tabel 4.14 Penilaian Siswa terhadap Kinerja Indikator Life ... 128
Tabel 4.15 Penilaian Siswa terhadap Kepentingan Indikator Life ... 129
Tabel 4.16 Penilaian Siswa terhadap Kinerja Indikator Workmanship ... 130
Tabel 4.17 Penilaian Siswa terhadap Kepentingan Indikator Workmanship ... 131
Tabel 4.18 Perhitungan Rata-rata Penilaian Pelaksanaan Kinerja dan Kepentingan pada Indikator Tingkat Kepuasan Siswa ... 132
Tabel 4.19 Persebaran Pernyataan Kuesioner Siswa pada Diagram Kartesius untuk Setiap Indikator Tingkat Kepuasan ... 141
Tabel 4.20 Persebaran Pernyataan Kuesioner Tingkat Kepuasan Siswa pada Diagram Kartesius untuk Keseluruhan Indikator Tingkat Kepuasan ... 145
Tabel 4.21 Konsistensi Persebaran Pernyataan dalam Kuadran pada Kuesioner Tingkat Kepuasan Siswa ... 148
Tabel 4.22 Klasifikasi Tingkat Kepuasan Guru berdasarkan PAN Tipe II ... 153
Tabel 4.23 Klasifikasi Tingkat Kepuasan Guru terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori ... 155
Tabel 4.24 Tingkat Kepuasan Guru terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori ... 155
Tabel 4.25 Penilaian Guru terhadap Kinerja Indikator Auto-education ... 157
Tabel 4.26 Penilaian Guru terhadap Kepentingan Indikator Auto-education .... 157
Tabel 4.27 Penilaian Guru terhadap Kinerja Indikator Menarik ... 158
Tabel 4.28 Penilaian Guru terhadap Kepentingan Indikator Menarik ... 159
Tabel 4.29 Penilaian Guru terhadap Kinerja Indikator Bergradasi ... 160
Tabel 4.30 Penilaian Guru terhadap Kepentingan Indikator Bergradasi ... 161
Tabel 4.31 Penilaian Guru terhadap Kinerja Indikator Auto-correction ... 161
Tabel 4.32 Penilaian Guru terhadap Kepentingan Indikator Auto-correction ... 162
Tabel 4.33 Penilaian Guru terhadap Kinerja Indikator Kontekstual ... 163
Tabel 4.34 Penilaian Guru terhadap Kepentingan Indikator Kontekstual ... 164
xvi
Tabel 4.36 Penilaian Guru terhadap Kepentingan Indikator Life ... 165 Tabel 4.37 Penilaian Guru terhadap Kinerja Indikator Workmanship ... 166 Tabel 4.38 Penilaian Guru terhadap Kepentingan Indikator Workmanship ... 167 Tabel 4.39 Perhitungan Rata-rata Penilaian Pelaksanaan Kinerja dan
Kepentingan pada Indikator Tingkat Kepuasan Guru ... 168 Tabel 4.40 Persebaran Pernyataan Kuesioner Guru pada Diagram Kartesius
untuk Setiap Indikator Tingkat Kepuasan ... 178 Tabel 4.41 Persebaran Pernyataan Kuesioner Tingkat Kepuasan Guru pada
Diagram Kartesius untuk Keseluruhan Indikator Tingkat
Kepuasan ... 182 Tabel 4.42 Konsistensi Persebaran Pernyataan dalam Kuadran pada
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alat Peraga Papan Pin Perkalian Montessori secara Keseluruhan .. 25
Gambar 2.2 Papan Perkalian Pada Papan Pin Perkalian Montessori ... 26
Gambar 2.3 Kotak Perlengkapan Alat Peraga Papan Pin Perkalian Montessori . 27 Gambar 2.4 Cara Penggunaan Alat Peraga Papan Pin Perkalian Montessori ... 28
Gambar 2.5 Pengaruh Harapan terhadap Kepuasan ... 30
Gambar 2.6 Literature Map... 50
Gambar 3.1 Diagram Kartesius ... 110
Gambar 4.1 Diagram Kartesius Indikator Auto-education Tingkat Kepuasan Siswa terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori ... 134
Gambar 4.2 Diagram Penggunaan Kartesius Indikator Menarik Tingkat Kepuasan Siswa terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori ... 135
Gambar 4.3 Diagram Kartesius Indikator Bergradasi Tingkat Kepuasan Siswa terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori ... 136
Gambar 4.4 Diagram Kartesius Indikator Auto-correction Tingkat Kepuasan Siswa terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori ... 137
Gambar 4.5 Diagram Kartesius Indikator Kontekstual Tingkat Kepuasan Siswa terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori ... 138
Gambar 4.6 Diagram Kartesius Indikator Life Tingkat Kepuasan Siswa terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori. ... 139
Gambar 4.7 Diagram Kartesius Indikator Workmanship Tingkat Kepuasan Siswa terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori ... 140
Gambar 4.8 Diagram Kartesius Keseluruhan Indikator Tingkat Kepuasan Siswa terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori ... 144
Gambar 4.9 Diagram Kartesius Indikator Auto-education Tingkat Kepuasan Guru terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori ... 171
Gambar 4.10 Diagram Kartesius Indikator Menarik Tingkat Kepuasan Guru terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori ... 172
xviii
Gambar 4.12Diagram Kartesius Indikator Auto-correction Tingkat Kepuasan Guru terhadap Penggunaan Alat Peraga
Matematika Berbasis Metode Montessori ... 174 Gambar 4.13 Diagram Kartesius Indikator Kontekstual Tingkat Kepuasan
Guru terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis
Metode Montessori ... 175 Gambar 4.14 Diagram Kartesius Indikator Life Tingkat Kepuasan Guru
terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis
Metode Montessor ... 176 Gambar 4.15 Diagram Kartesius Indikator Workmanship Tingkat Kepuasan
Guru terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis
Metode Montessori ... 177 Gambar 4.16 Diagram Kartesius Keseluruhan Indikator Tingkat Kepuasan
Guru terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran1 Surat Keterangan Melakukan Uji Validitas dan Reliabilitas ... 220
Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian ... 221
Lampiran 3 Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 222
Lampiran 4 Hasil Expert Judgement ... 223
Lampiran 5 Hasil Face Validity Kuesioner untuk Siswa ... 229
Lampiran 6 Hasil Face Validity Kuesioner untuk Guru ... 233
Lampiran 7 Contoh Jawaban Responden (Siswa) pada Uji Coba Kuesioner Kinerja ... 237
Lampiran 8 Contoh Jawaban Responden (Siswa) pada Uji Coba Kuesioner Kepentingan ... 242
Lampiran 9 Data Mentah Hasil Uji Coba Kuesioner Kinerja ... 247
Lampiran 10 Data Mentah Hasil Uji Coba Kuesioner Kepentingan... 250
Lampiran 11 Output Validitas Uji Coba Kuesioner Kinerja ... 253
Lampiran 12 Output Validitas Uji Coba Kuesioner Kepentingan ... 259
Lampiran 13 Output Reliabilitas Uji Coba Kuesioner Kinerja ... 266
Lampiran 14 Output Reliabilitas Total Kuesioner Kepentingan... 270
Lampiran 15 Contoh Jawaban Responden (Siswa) pada Kuesioner Kinerja ... 274
Lampiran 16 Contoh Jawaban Responden (Siswa) pada Kuesioner Kepentingan ... 279
Lampiran 17 Contoh Jawaban Responden (Guru) pada Kuesioner Kinerja ... 284
Lampiran 18 Contoh Jawaban Responden (Guru) pada Kuesioner Kepentingan ... 287
Lampiran 19 Data Mentah Hasil Penelitian Kuesioner Kinerja untuk Siswa ... 290
Lampiran 20 Data Mentah Hasil Penelitian Kuesioner Kepentingan untuk Siswa ... 292
Lampiran 21 Data Mentah Hasil Penelitian Kuesioner Kinerja untuk Guru ... 294
Lampiran 22 Data Mentah Hasil Penelitian Kuesioner Kepentingan untuk Guru ... 295
Lampiran 23 Foto Penelitian ... 296
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah upaya yang terorganisasi, terencana, dan berlangsung terus sepanjang hayat untuk membina siswa menjadi manusia dewasa dan berbudaya (Susanto, 2013: 85). Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan kognitif saja. Pendidikan juga mengembangkan aspek afektif dan psikomotorik. Pendidikan dapat diperoleh melalui beberapa jenjang, salah satunya adalah melalui pendidikan dasar. Susanto (2013: 69) menjelaskan bahwa sekolah dasar masuk pada kategori pendidikan dasar. Salah satu bidang studi yang ada pada jenjang pendidikan mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi adalah matematika (Susanto, 2013: 183).
rendahnya kemampuan matematika siswa sekolah dasar dikarenakan siswa kesulitan dalam mempelajari konsep matematika yang bersifat abstrak, sedangkan cara berpikir siswa sekolah dasar masih dalam tahap konkret. Kemampuan matematika siswa sekolah dasar rendah disebabkan karena siswa menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit dan membosankan (Subadi, 2013: 11). Anggapan siswa tentang matematika sebagai pelajaran yang sulit dan membosankan, membuat siswa kurang berminat untuk mendalami pelajaran matematika yang berdampak pada prestasi belajar.
Prestasi siswa Indonesia pada mata pelajaran matematika masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Hasil penelitian PISA (Programme for International Student Assessment) menunjukkan bahwa kemampuan matematika para siswa Indonesia menduduki peringkat 9 terbawah dari 65 negara dengan skor 371 (Organization for Economic Cooperation and Development, 2010). Data PISA juga didukung oleh hasil survei TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study) pada tahun 2011. Hasil skor TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study) tahun 2011 menunjukkan rata-rata prestasi matematika siswa Indonesia adalah 386 yang berarti berada pada level rendah (Rosnawati, 2013: 2). Salah satu penyebab rendahnya prestasi belajar adalah manajemen pendidikan di Indonesia. Konstribusi manajemen pendidikan terhadap keberhasilan dan kegagalan belajar siswa adalah 32% (Rohiat, 2008: 15).
formal. Suparlan (2013: 17) menjelaskan bahwa pendidikan sekolah merupakan pendidikan formal. Sekolah dalam melaksanakan kegiatannya memiliki tujuh bidang garapan, yaitu kurikulum, kesiswaan, personil atau anggota, sarana dan prasarana, keuangan, hubungan sekolah dan masyarakat, serta layanan khusus (Rohiat, 2008: 21).
Bidang garapan dalam manajemen pendidikan sekolah di Indonesia belum memiliki kualitas seperti yang diarapkan. Manajemen pendidikan belum mendapatkan perhatian, sehingga seluruh bidang garapan belum berfungsi dengan baik (Mulyasa, 2007: 21). Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas manajemen pendidikan sekolah adalah kurangnya sarana dan fasilitas belajar yang tersedia di sekolah (Sukmadinata, 2012: 203). Sarana dan prasarana sekolah terdiri atas enam ruang kelas, satu ruang kepala sekolah, perabot, buku teks, buku penunjang, buku bacaan, dan berbagai alat peraga (Rohiat, 2008: 7).
Alat peraga yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah alat peraga Montessori. Beberapa sekolah di Indonesia menerapkan metode Montessori dalam pembelajaran. Metode Montessori merupakan metode pembelajaran yang memanfaatkan berbagai material atau alat peraga. Alat peraga Montessori adalah alat peraga yang dirancang oleh Montessori untuk melatih kepekaan indera dan keterampilan fisik siswa (Montessori, 2013). Alat peraga Montessori mempunyai beberapa ciri, yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, auto-education (Montessori, 2002: 170-176). Peneliti menambahkan satu ciri yaitu kontekstual. Pemanfaatan alat peraga Montessori dapat membantu siswa dalam memahami materi pada mata pelajaran matematika dari hal konkrit menuju hal abstrak yang membutuhkan penalaran atau kemampuan berpikir tinggi. Tersedianya sarana dan prasarana seperti alat peraga Montessori dalam jumlah yang memadai akan mendukung berlangsungnya proses pendidikan yang efektif.
Kepuasan siswa dan guru dapat diketahui dengan melakukan pengukuran tingkat kepuasan. Manfaat pengukuran kepuasan adalah untuk mengetahui kinerja produk, melakukan perbaikan produk, dan memastikan perubahan mengarah pada perbaikan kinerja produk (Supranto, 2006). Pengukuran tingkat kepuasan siswa dan guru terhadap alat peraga Montessori diperlukan untuk mengetahui kinerja, melakukan perbaikan, dan memastikan perubahan mengarah pada perbaikan kinerja alat peraga. Siswa dan guru yang merasa puas akan berusaha mencapai kepuasan tersebut pada kesempatan lain. Siswa dan guru mempunyai motivasi yang cukup besar untuk belajar lebih giat supaya dapat mendapat hasil yang lebih memuaskan lagi di lain waktu (Daryanto, 2007: 9). Peneliti tertarik untuk melakukan pengukuran tingkat kepuasan siswa dan guru terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori. Peneliti melakukan penelitian
yang berjudul “Tingkat Kepuasan Siswa dan Guru terhadap Penggunaan Alat
Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori.”
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada tingkat kepuasan siswa dan guru kelas II SD Negeri Keceme 1 tahun pelajaran 2013/2014 terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori. Alat peraga matematika berbasis metode Montessori yang digunakan berupa Papan Pin Perkalian Montessori. Pembelajaran matematika yang dimaksud adalah pembelajaran matematika kelas II. Standar kompetensinya adalah 3. Melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka, sedangkan kompetensi dasarnya 3.1 Melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka. Penelitian ini menggunakan dua kuesioner yaitu kinerja dan kepentingan yang terdiri dari tujuh indikator kepuasan. Tujuh indikator kepuasan tersebut meliputi auto-education, menarik, bergradasi, auto-correction, life, dan workmanship.
D. Rumusan Masalah
Peneliti merumuskan masalah berdasarkan latar belakang diadakannya penelitian, yaitu:
1. Bagaimana tingkat kepuasan siswa terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori?
2. Bagaimana tingkat kepuasan guru terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori?
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui tingkat kepuasan siswa terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori.
2. Mengetahui tingkat kepuasan guru terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka manfaat penelitian ini, yaitu:
1. Bagi siswa
Siswa dapat berlatih mengutarakan pendapatnya mengenai alat peraga matematika berbasis metode Montessori yang digunakan dalam pembelajaran.
2. Bagi guru
3. Bagi sekolah
Sekolah dapat mengetahui tingkat kepuasan siswa dan guru terhadap alat peraga matematika berbasis metode Montessori yang digunakan dalam pembelajaran untuk mempertimbangkan strategi belajar mengajar.
4. Bagi peneliti
Peneliti dapat mengetahui tingkat kepuasan siswa dan guru terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori. Peneliti juga dapat mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi kepuasan siswa dan guru terhadap alat peraga matematika berbasis metode Montessori.
G. Definisi Operasional
Peneliti menggunakan beberapa definisi operasional dalam penelitiannya untuk menghindari kesalahan penafsiran, yang meliputi:
1. Tingkat kepuasan adalah tingkat perasaan siswa dan guru ketika kinerja alat peraga sama atau melebihi harapan.
2. Kepentingan adalah keinginan siswa dan guru terhadap alat peraga matematika berbasis metode Montessori.
3. Kinerja adalah perasaan siswa dan guru terhadap hasil kerja alat peraga matematika berbasis metode Montessori setelah menggunakannya.
5. Importance Performane Analysis (IPA) adalah teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui atribut-atribut yang menunjukkan kepuasan dan ketidakpuasan siswa dan guru terhadap alat peraga matematika berbasis metode Montessori.
6. Alat peraga adalah alat yang digunakan dalam pembelajaran untuk memperagakan materi pelajaran dalam rangka mencapai tujuan tertentu. 7. Matematika adalah ilmu yang mempelajari konsep-konsep abstrak yang
berisi simbol-sombol matematika yang telah disepakati secara bersama-sama untuk melatih penalaran.
8. Pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah pembelajaran yang bertujuan melatih keterampilan siswa untuk menerapkan konsep-konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari.
9. Alat peraga matematika adalah alat yang digunakan dalam pembelajaran matematika untuk memperagakan materi pelajaran dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
10.Metode Montessori adalah metode yang dikembangkan oleh Maria Montessori dengan menggunakan alat peraga dalam proses pembelajaran. 11.Alat peraga Papan Pin Perkalian Montessori adalah alat bantu untuk
memperagakan materi matematika perkalian bilangan dua angka dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
11
BAB II
KAJIAN TEORI
Bab II membahas mengenai kajian teori, penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.
A. Kajian Pustaka
Kajian pustaka berisi teori-teori yang mendukung penelitian dan hasil penelitian yang relevan. Ada beberapa teori yang mendukung penelitian, yaitu teori tentang Montessori, matematika, alat peraga, alat peraga Papan Pin Perkalian Montessori, dan tingkat kepuasan.
1. Montessori
Sub bab ini akan membahas mengenai riwayat Montessori, metode Montessori, dan karakteristik alat peraga Montessori.
a. Riwayat Montessori
ke Regio Instito Technico Leonardo Da Vinci. Pada tahun 1990, Montessori membuat keputusan besar, yaitu berhenti belajar di sekolah teknik dan mengambil sekolah dokter.
Montessori adalah perempuan pertama yang diterima di sekolah kedokteran (Montessori, 2013: 6). Pendidikan Montessori di kedokteran membuat Montessori berusaha menciptakan sebuah pedagodi ilmiah, yaitu metode pendidikan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan (Montessori, 2013: 68). Metode pendidikan yang digunakan Montessori dikembangkan berdasarkan metode pendidikan yang dilakukan Itard dan Seguin terhadap anak-anak liar dan gangguan mental. Seguin merancang serangkaian alat dan bahan ajar untuk melatih indera-indera dan keterampilan fisik anak-anak dengan gangguan mental (Montessori, 2013: 12). Montesori mengembangkan dua prinsip berdasarkan karya Itard dan Seguin (Montessori, 2013: 12) yaitu (1) keterbelakangan mental membutuhkan satu jenis pendidikan khusus dan penanganan medis, (2) pendidikan khusus membutuhkan bahan dan alat pembelajaran.
pemberontak ternyata memiliki ketertarikan yang sangat besar pada alat peraga Montessori (Magini, 2013: 48). Anak-anak yang tadinya liar secara sepontan mau bermain dengan alat peraga tersebut. Alat peraga membuat anak-anak menjadi lebih komunikatif, dapat bersosialisasi, dan terlihat lebih bahagia. Montessori (2013: 192) menjelaskan bahwa ciri-ciri pembelajaran di Casa dei Bambini adalah kepadatan dan keringkasan, kesederhanan dan obyektivitas. Keringkasan dan kepadatan maksudnya adalah bahasa yang digunakan dalam pembelajaran hendaknya ringkas dan jelas. Pembelajaran akan semakin sempurna apabila guru atau direktris mampu meminimalkan kata-kata yang tidak berguna. Kesederhanaan maksudnya adalah kata-kata yang digunakan guru atau direktris dalam pembelajaran harus diusahakan yang paling sederhana dan mengacu pada kebenaran. Objektivitas maksudnya adalah pelajaran harus disampaikan dengan cara di mana sikap pribadi dari pengajar tidak ditampakkan.
b. Metode Montessori
Metode pembelajaran Montessori adalah metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Maria Montessori. Pembelajaran dalam metode ini dilakukan dengan memanfaatkan berbagai alat peraga (Magini, 2013: 50). Alat peraga tersebut dirancang untuk melatih kepekaan indera dan keterampilan fisik siswa.
siswa untuk aktif di kelas (Magini, 2013: 53). Montessori (2002: 11) menjelaskan bahwa syarat utama untuk menjadi pribadi yang bebas adalah kemandirian. Montessori tidak membenarkan adanya hukuman dan hadiah dalam metode pembelajarannya (Crain, 2007: 111). Montessori (2013: 78) menjelaskan bahwa “metode Montessori bersandar pada prinsipnya bahwa pendidikan seorang anak
harus muncul dari dan bertepatan dengan tahap-tahap perkembangan anak itu sendiri”. Tiga periode perkembangan menurut Montessori antara lain: (1) usia dari
lahir sampai enam tahun. Anak pada usia dari lahir sampai enam tahun mulai mengekplorasi lingkungan, menyerap informasi, dan menggunakan bahasa, (2) usia enam tahun sampai dua belas tahun. Anak pada usia enam tahun sampai dua belas tahun mulai mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang sudah diperoleh pada periode yang sebelumnya, (3) usia dua belas sampai lima belas tahun. Anak pada usia dua belas sampai lima belas tahun mulai belajar untuk memahami peran sosial dan memahami posisinya pada masyarakat.
sedemikian rupa untuk menumbuhkan dan melatih kepekaan indera siswa, keterampilan berbahasa, keterampilan fisik, sosial, dan kebudayaan (Montessori, 2013: 84). Keterampilan indera siswa mencakup keterampilan untuk membedakan nada-nada suara, warna, dan tekstur atau permukaan suatu benda. Keterampilan berbahasa dilatih melalui kegiatan pembelajaran dengan bunyi-bunyian dan huruf-huruf yang nantinya akan berkembang menjadi kemampuan membaca dan menulis.
c. Karakteristik Alat Peraga Montessori
Metode Montessori merupakan metode pembelajaran yang memanfaatkan berbagai material atau alat peraga. Alat peraga Montessori adalah alat peraga yang dirancang oleh Montessori untuk melatih kepekaan indera dan keterampilan fisik siswa (Montessori, 2013). Alat peraga Montessori juga berfungsi untuk melatih kemampuan menangkap berbagai rangsangan dari latihan yang dilakukan secara berulang-ulang (Montessori 2002: 19). Alat peraga matematika berbasis metode Montessori dirancang untuk mengembangkan kemampuan matematika dan membantu siswa dalam memanipulasi materi pelajaran (Lillard, 1997). Manipulasi yang dimaksud adalah kemampuan untuk memahami materi dengan benda-benda konkrit menuju materi yang lebih abstrak. Alat peraga tersebut dapat membantu siswa dalam memahami perintah dan mengkonstruksi konsep-konsep baru dari materi yang dipelajari.
auto-correction, dan auto-education. Karakteristik alat peraga Montessori yang pertama adalah menarik. Ada beberapa hal yang pelu dilakukan guru untuk dapat menciptakan pembelajaran yang menarik. Guru hendaknya dapat memilih alat peraga yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yaitu untuk mengembangkan seluruh potensi siswa, tidak membuat anak jenuh dan dapat menarik perhatian siswa (Montessori, 2002: 17). Karakteristik alat peraga Montessori yang kedua adalah bergradasi. Alat peraga Montessori memiliki gradasi untuk melatih siswa membedakan warna, bentuk, dan usia siswa dalam rangka membantu mengembangkan potensinya melalui pelatihan indera. Tablet dengan warna-warna yang beragam dapat digunakan untuk melatih siswa dalam membedakan warna. Siswa diminta untuk memasangkan tablet-tablet dengan warna yang sama dan mengelompokkan tablet berdasarkan kesamaan warna serta gradasi gelap terang (Montessori, 2002).
Penggunaan alat peraga Montessori juga harus disesuaikan dengan usia siswa. Anak pada usia 3-7 tahun dan usia sekolah dasar, biasanya lebih tertarik pada objek-objek yang merangsang indera mereka dari pada pemikiran yang hanya mengandalkan kemampuan otak (Montessori, 2002: 23). Pembelajaran sebaiknya dimulai dengan mempelajari hal-hal konkret melalui latihan penginderaan menuju hal-hal abstrak yang mengandalkan kemampuan penalaran otak.
menggunakannya tanpa adanya koreksi dari orang lain atau orang yang lebih dewasa (Magini, 2013: 54). Siswa dapat mengetahui letak kesalahannya sendiri ketika menggunakan alat peraga Montessori. Montessori menjelaskan bahwa materi pelajaran hendaknya disampaikan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi, memanipulasi, dan memiliki kontrol terhadap kesalahan yang dilakukan (Lilard, 1997).
Auto-correction dapat dilihat pada penggunaan alat peraga silinder-silinder kayu dengan berbagai ukuran untuk dimasukkan ke dalam lubang-lubang pada balok kayu (Montessori, 2013: 29). Alat Peraga ini mempunyai alat pengendali kesalahan sendiri. Silinder kecil akan masuk jika diletakkan pada lubang balok yang besar, tetapi tidak dapat masuk jika diletakkan pada lubang balok yang lebih kecil. Siswa dapat mengoreksi sendiri kesalahan yang dibuat dengan mengulangi kegiatan tersebut sampai siswa mampu melakukannya dengan baik berdasarkan peristiwa tersebut.
Montessori menegaskan bahwa manusia dapat berhasil bukan karena diajari oleh gurunya, tetapi karena mereka mengalami dan melakukannya sendiri (Magini, 2013). Tugas guru adalah melakukan presentasi menggunakan alat peraga kepada siswa dan meletakkannya kembali pada tempatnya (Magini, 2013: 55), kemudian guru berdiri di belakang kelas untuk melihat dan membiarkan siswanya bekerja sendiri dengan alat peraga yang ada. Karakteristik alat peraga Montessori yang kelima adalah kontekstual. Peneliti menambahkan karakteristik kontekstual karena pembelajaran Montessori menggunakan alat peraga yang terbuat dari bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar. Pembelajaran Montessori juga menggunakan bahan-bahan yang diketahui oleh siswa, misalnya berbagai bentuk bangun geometri yang terbuat dari kayu. Peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa karakteristik alat peraga Montessori adalah menarik, bergradasi, auto-education, auto-correction, dan kontekstual.
2. Matematika
Sub bab matematika akan membahas mengenai pengertian matematika, pembelajaran matematika di sekolah dasar, dan manfaat alat peraga matematika.
a. Pengertian Matematika
Susanto (2013: 193) menjelaskan bahwa matematika merupakan konsep atau ide abstrak yang berisi simbol-simbol dan berlaku secara umum serta disepakati secara internasional. Konsep-konsep tersebut telah disusun secara sistematis dan logis dari konsep yang paling sederhana menuju konsep yang lebih kompleks. Kemampuan memahami dan menguasai suatu konsep merupakan suatu prasyarat untuk bisa menguasai konsep yang selanjutnya dalam matematika. Peneliti mengartikan matematika sebagai ilmu yang mempelajari konsep-konsep abstrak yang berisi simbol-sombol matematika yang telah disepakati secara bersama-sama untuk melatih penalaran.
b. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Kurikulum SD/MI memuat delapan mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007: 5). Salah satu dari delapan mata pelajaran yang dipelajari di sekolah dasar adalah matematika. Susanto (2013: 183) menyatakan bahwa matematika adalah salah satu mata pelajaran yang ada pada semua bidang pendidikan dimulai dari tanam kanak-kanak secara informal dan sekolah dasar sampai perguruan tinggi secara formal.
berpikir yang jelas, tepat, dan teliti (Hudojo, 2001: 196). Matematika sangat diperlukan untuk menyelesaikan persoalan dalam kehidupan sehari-hari terutama yang berkaitan dengan berhitung (Susanto, 2013: 184), misalnya ketika siswa menggunakan uangnya untuk jajan di sekolah, dia dapat mengetahui berapa uang yang harus dia bayarkan dan berapa kembalian yang dia terima.
Susanto (2013: 19) menjelaskan bahwa “pembelajaran matematika adalah
suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika”.
Pembelajaran matematika melibatkan dua pihak yang tidak dapat dipisahkan. Pembelajaran biasanya melibatkan siswa dan guru sebagai pelajar dan pembelajar.
diperoleh, (4) supaya siswa mampu mengkomunikasikan gagasan menggunakan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas masalah, (5) supaya siswa mempunyai sikap menghargai manfaat matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat belajar matematika, serta ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Susanto (2013: 183) menegaskan bahwa tujuan akhir dari pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah supaya siswa terampil dalam menerapkan konsep-konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Konsep-konsep pada kurikulum matematika sekolah dasar dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar, pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. Penanaman konsep dasar merupakan cara menghubungkan kemampuan kognitif siswa dengan konsep baru matematika yang abstrak. Alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir siswa saat penanaman konsep dasar. Pemahaman konsep merupakan pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep yang bertujuan agar siswa lebih memahami konsep matematika. Pelaksanaannya dapat dilakukan bersama-sama dengan kegiatan penanaman konsep dasar dan bisa juga dilakukan pada waktu yang berbeda. Pembinaan keterampilan merupakan penanaman konsep dasar dan pemahaman konsep. Pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika.
yaitu aspek yang berisi materi tentang operasi hitung penjumlahan, bilangan romawi, pengurangan, perkalian, faktor dan kelipatan, serta pembagian bilangan. Kedua, geometri yaitu aspek yang berisi materi tentang sifat-sifat, luas, keliling, dan volume bangun datar. Ketiga, pengolahan data yaitu aspek yang berisi tentang pengukuran waktu, panjang, berat, suhu, jarak, dan kecepatan.
c. Manfaat Alat Peraga Matematika
Suharjana (2009: 4) menyebutkan bahwa manfaat alat peraga matematika antara lain (1) mempermudah siswa untuk memahami konsep-konsep dalam matematika, (2) memberikan pengalaman belajar yang efektif bagi siswa dengan berbagai kecerdasan yang berbeda, (3) memotivasi siswa untuk menyukai pelajaran matematika, (4) memberikan kesempatan bagi siswa yang lebih lamban berpikir untuk menyelesaikan tugas dengan berhasil, (5) memperkaya program pembelajaran bagi siswa yang lebih pandai, dan (6) efisiensi waktu. Sitanggang dan Widyaiswara (2013: 4) menyebutkan bahwa manfaat alat peraga matematika, antara lain (1) memberikan motivasi, (2) memperkenalkan, memperbaiki, mengembangkan pengertian konsep matematika, (3) mempermudah abstraksi, yaitu memudahkan memahami konsep matematika yang abstrak, (4) memberikan variasi dalam pembelajaran, sehingga siswa tidak bosan dengan teori yang dipelajari, (5) waktu pembelajaran lebih efisien karena siswa lebih mudah mengerti, dan (6) mengembangkan suatu topik pelajaran.
Hasan (2011: 108) menjelasakan bahwa “alat peraga digunakan sebagai
memahami materi pelajaran matematika dengan konsep yang abstrak atau berupa simbol-simbol matematika. Pada saat siswa melihat, memegang dan memanipulasi suatu objek atau alat peraga, siswa dapat mengalami pengalaman-pengalaman nyata dalam kehidupan tentang arti dari suatu konsep (Suharjana, 2009: 3). Kesimpulan yang dapat diperoleh bahwa manfaat alat peraga matematika adalah mempermudah memahami konsep matematika yang abstrak, memotivasi belajar, efisiensi waktu belajar, dan membantu siswa yang lamban dan cepat belajar mengembangkan kemampuan matematikanya.
3. Alat Peraga
Sub bab alat peraga akan membahas mengenai pengertian alat peraga dan manfaat alat peraga.
a. Pengertian Alat Peraga
Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa “alat adalah benda yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu”, sedangkan “peraga adalah orang yang suka
memperagakan diri atau media pengajaran untuk meragakan sajian pelajaran”
(Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 36). Sitanggang & Widyaiswara (2013: 4) menjelaskan bahwa alat peraga adalah bagian dari media pembelajaran yang diartikan semua benda sebagai perantara dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran memiliki pengertian yang lebih luas dari pada alat peraga.
didapat dari lingkungan sekitar”. Alat peraga adalah benda riil yang dapat dipindah-pindah atau dimanipulasikan (Russefendi, 1979: 2). Dimanipulasikan maksudnya adalah dapat dipegang, dipindahkan, dipasang, cicopot, dan sebagainya.
Alat peraga merupakan alat bantu yang digunakan oleh guru untuk mendidik para siswanya. Alat peraga memudahkan guru mengajarkan materi pelajaran kepada siswa dan membantu siswa memahami materi yang diajarkan guru. Peneliti dapat menarik kesimpulan berdasarkan pengertian para ahli tersebut bahwa alat peraga adalah benda yang digunakan guru dan siswa untuk memperagakan materi pelajaran dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
b. Manfaat Alat Peraga
Sugiarni (2012: 55) menjelaskan bahwa alat peraga bermanfaat sebagai alat bantu pembelajaran yang digunakan guru untuk memperjelas informasi pembelajaran, memberi tekanan pada materi pelajaran yang penting, memberi variasi dalam kegiatan pembelajaran dan memotivasi belajar siswa. Kegiatan pembelajaran yang bervariasi akan membuat siswa senang dan termotivasi untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Pengertian alat peraga menurut Sugiarni (2012: 55) tersebut sejalan dengan pendapat Anitah (2009: 6) yang menjelaskan bahwa sesuatu dinamakan alat peraga, apabila fungsinya hanya sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran.
membantu siswa dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan guru. Peneliti dapat menyimpulkan berdasarkan pendapat para ahli di atas bahwa manfaat alat peraga adalah sebagai alat bantu dalam pembelajaran, untuk memperjelas informasi penting, motivasi belajar siswa, dan sebagai variasi dalam kegiatan pembelajaran.
4. Alat Peraga Papan Pin Perkalian Montessori
Alat peraga Papan Pin Perkalian Montessori adalah alat peraga yang dapat digunakan oleh siswa dan guru untuk belajar materi perkalian bilangan dua angka dengan menggunakan metode Montessori. Alat peraga Papan Pin Perkalian Montessori merupakan pengembangan dari alat peraga Montessori Multiplication Board. Multiplication Board digunakan untuk berlatih dengan tabel perkalian 1x1 sampai 10x10 (Anonim, 2012: 163). Materi perkalian tersebut terdapat di kelas II. Standar kompetensinya adalah 3. Melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka, sedangkan kompetensi dasarnya 3.1 Melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka. Alat peraga Papan Pin Perkalian Montessori secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 menunjukkan gambar alat peraga Papan Pin Perkalian Montessori secara keseluruhan. Alat peraga Papan Pin Perkalian Montessori terdiri dari papan perkalian dan sebuah kotak yang berfungsi untuk menyimpan perlengkapan alat peraga. Alat peraga tersebut terbuat dari kayu. Gambar papan perkalian dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Papan Perkalian pada Papan Pin Perkalian Montessori
Gambar 2.3 Kotak Perlengkapan Alat Peraga Papan Pin Perkalian Montessori
Gambar 2.3 menunjukkan gambar kotak perlengkapan alat peraga Papan Pin Perkalian Montessori. Kotak tersebut terbagi menjadi beberapa kotak untuk menyimpan perlengkapan alat peraga Papan Pin Perkalian Montessori. Kotak tersebut terbuat dari kayu. Kotak ini berisi kartu angka 0 sampai 9, sebuah kartu bertanda “x”, dua buah kartu bertanda “=”, 99 pin, tanda panah hijau dan merah,
Gambar 2.4 Cara Penggunaan Alat Peraga Papan Pin Perkalian Montessori
Gambar 2.4 menunjukkan cara penggunaan alat peraga Papan Pin Perkalian Montessori. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuka Papan Pin Perkalian Montessori dan mengeluarkan kotak perlengkapan. Baliklah Papan Pin Perkalian Montessori seperti akan menggunakan papan catur. Buka penutup kotak perlengkapan dan letakkan di bawah kotak perlengkapan. Langkah yang selanjutnya adalah meletakkan kotak perlengkapan disamping Papan Pin Perkalian Montessori.
Papan Pin Perkalian Montessori dapat digunakan untuk menyelesaikan soal perkalian dengan menggunakan penjumlahan berulang. Langkah yang harus dilakukan adalah siswa diminta mengambil sebuah kartu soal pada kotak perlengkapan. Pada kartu soal tersebut misalnya terdapat soal 3 x 5. Langkah yang selanjutnya adalah meminta siswa untuk mengambil kartu angka 3 sebagai pengali, kartu angka 5 sebagai yang dikali, kartu tanda “x” dan kartu tanda “=”.
mengambil pin dan meletakkannya pada Papan Pin Perkalian Montessori dari arah kiri ke kanan sambil membilang 1-5. Letakkan kartu angka 5 setelah siswa selesai membilang sampai angka 5. Siswa kemudian membilang lagi 1-5 dan meletakkan katu tanda “+” dan kartu angka “5” , begitu seterusnya sampai semua lubang pada papan yang dibatasi tanda panah terisi. Setelah siswa selesai membilang dan meletakkan kartu angka, langkah selanjutnya adalah membandingkan hasil pekerjaan siswa dengan kunci jawaban yang ada di kartu soal. Jawaban siswa yang benar adalah 3 x 5 = 5 + 5 + 5.
Alat peraga Papan Pin Perkalian Montessori memiliki ciri-ciri tertentu. Penggunaan warna pada tanda panah dan papan perkalian berfungsi untuk menarik perhatian siswa supaya mau untuk belajar. Papan Pin Perkalian Montessori juga mempunyai pengendali kesalahan yang terletak pada lubang papan perkalian dan kartu jawaban. Siswa akan mendapatkan jawaban yang salah dan berbeda dengan yang ada pada kartu jawaban apabila siswa salah memasukkan pin ke dalam lubang pada alat peraga saat menyelesaikan soal. Satu lubang pada papan perkalian hanya dapat digunakan untuk meletakkan satu pines.
5. Tingkat Kepuasan
matematika berbasis metode Montessori “alat peraga Papan Pin Perkalian
Montessori”, dan Importance Performance Analysis (IPA).
a. Pengertian Tingkat Kepuasan
Sunyoto (2012: 223) menjelaskan bahwa “kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan (kinerja atau hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya”. Pendapat Sunyoto hampir sama dengan pendapat Tjiptono (2008: 24) yang menjelaskan bahwa “kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan”. Kotler (2013: 150) “satisfaction is a person's feelings of pleasure or disappointment that result from comparing a product's perceived performance (or
outcome) to expectations”. Kepuasan adalah perasaan seseorang yang senang atau
kecewa terhadap hasil kerja produk atau hasil yang berkaitan dengan ekspektasi. Pengaruh harapan terhadap kepuasan dapat dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Pengaruh Harapan terhadap Kepuasan
Gambar 2.5 menunjukkan pengaruh harapan terhadap kepuasan (Mudie, Peter, dan Angela dalam Tjiptono, 2004: 152). Semakin dekat apa yang
Minimal yang didapat Yang selayaknya
Ideal
diharapkan dengan kinerja minimal yang dapat diterima, maka semakin besar pula kemungkinan tercapainya kepuasan. Kemungkinan tercapainya kepuasan juga dapat semakin besar apabila semakin dekat apa yang selayaknya diterima dengan kinerja minimal yang diterima. Harapan pengguna merupakan pemikiran pengguna mengenai apa yang akan diterimanya ketika menggunakan produk barang maupun jasa (Tjiptono, 2004: 147). Harapan pengguna berhubungan dengan keinginan pengguna mengenai suatu produk tertentu. Kinerja yang dirasakan adalah perasaan pengguna terhadap apa yang diterimanya setelah menggunakan produk tertentu (Tjiptono, 2004: 147).
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan
Ratnasari & Aksa (2011: 117-118) menyebutkan bahwa terdapat lima faktor yang harus diperhatikan untuk menentukan tingkat kepuasan pengguna yaitu kualitas produk, kualitas layanan, emosional, harga dan biaya. Faktor yang pertama adalah kualitas produk. Pengguna akan merasa puas apabila produk yang mereka gunakan berkualitas, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan dan dibutuhkan. Faktor yang kedua adalah kualitas pelayanan. Pengguna akan merasa puas apabila pelayanan yang mereka dapatkan baik dan sesuai dengan harapan. Faktor yang ketiga adalah emosional. Kepuasan yang dirasakan bukan karena kualitas produk atau jasa, tetapi kerena nilai sosialnya. Penggunaan produk dilakukan karena kemampuan produk tersebut dalam memuaskan emosi, baik emosi positif maupun negatif, misalnya rasa senang karena memakai barang yang terkenal dan rasa takut terhadap suatu alat peraga. Seseorang akan merasa puas dan yakin bahwa orang lain bangga kepada dirinya jika ia menggunakan produk dengan merek tertentu, sehingga membuatnya memiliki tingkat kepuasan tinggi. Faktor yang keempat adalah harga. Produk yang mempunyai kualitas sama dengan produk lain, akan memberikan nilai kepuasan yang lebih tinggi apabila produk tersebut harganya lebih murah. Faktor kelima adalah biaya. Pengguna akan merasa lebih puas terhadap produk atau jasa yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan dan membuang waktu untuk mendapatkannya.
kepuasan menurut Irawan hampir sama dengan pendapat Ratnasari dan Aksa. Irawan menambahkan faktor kemudahan, yaitu alat peraga dapat ditemukan di lingkungan sekitar, sehingga tidak sulit untuk mencarinya. Kesimpulan yang dapat diperoleh bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan adalah kualitas produk, kualitas pelayanan, emosional, harga, biaya, dan kemudahan.
c. Manfaat Tingkat Kepuasan
Ratnasari dan Aksa (2011: 118) menyebutkan bahwa “pada dasarnya, kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan atas produk akan berpengaruh pada pola perilaku selanjutnya”. Pelanggan atau pengguna yang merasa puas akan kembali
membeli atau menggunakan produk yang sama dan memberikan informasi yang baik mengenai produk kepada orang lain. Seseorang yang merasa tidak puas akan memberikan pola perilaku lanjutan yang berbeda dengan seseorang yang merasa puas. Pelanggan atau pengguna yang tidak puas dapat melakukan pengembalian produk dan memberikan informasi negatif mengenai produk kepada orang lain.
Pada konteks pendidikan, kepuasan siswa dan guru sebagai pengguna alat peraga juga akan berpengaruh kepada sekolah. Peneliti dapat mengambil kesimpulan berdasarkan penjelasan Ratnasari dan Aksa (2011: 118) mengenai manfaat kepuasan bahwa kepuasan siswa dan guru terhadap alat peraga akan berpengaruh pada pola perilaku siswa dan guru selanjutnya. Siswa dan guru yang puas terhadap suatu alat peraga akan menggunakan alat peraga kembali dan memberikan informasi positif kepada orang-orang disekitarnya. Siswa dan guru yang tidak puas terhadap alat peraga akan mengembalikan alat peraga tersebut dan memberikan informasi negatif pada orang-orang disekitarnya.
d. Pengukuran Tingkat Kepuasan
berdasarkan pengalamannya saat menggunakan barang dan jasa tersebut. Lost customer analysis adalah cara untuk mengetahui gambaran kepuasan pengguna barang atau jasa dengan menghubungi para pengguna barang dan jasa yang telah berhenti menjadi pelanggan. Tujuan produsen menghubungi para pengguna barang dan jasa adalah untuk mengetahui asalan-alasan mengapa mereka berhenti berlangganan yang nantinya akan dijadikan alat evaluasi bagi produsen. Survei kepuasan pengguna adalah cara untuk mengetahui gambaran kepuasan pengguna barang atau jasa yang paling umum digunakan produsen. Survei dilakukan dengan menyebar koesioner maupun wawancara langsung kepada pengguna barang atau jasa.
Tjiptono (2004: 149) menjelaskan bahwa salah satu teknik melakukan survei kepuasan pengguna adalah dengan menggunakan Importance Performance Analysis. Importance Performance Analysis merupakan teknik yang meminta responden untuk meranking berbagai elemen dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya elemen tersebut. Responden juga diminta untuk meranking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen tersebut.
jumlah yang banyak, sehingga belum bisa menggunakan metode pengukuran tingkat kepuasan yang lain.
e. Importance Performance Analysis (IPA)
Chan (2005: 21) menjelaskan bahwa dokumen asli dalam literatur Importance Performance Analysis (IPA) diprakarsai oleh Martilla dan James pada tahun 1977 dan pertama kali diterapkan pada kepuasan pelanggan dalam industri otomotif. Importance Performance Analysis (IPA) kemudian semakin berkembang. IPA telah digunakan untuk mengevaluasi banyak konsep dalam berbagai bidang seperti bidang otomotif, layanan gigi, kesehatan, restoran, jasa perbankan, hotel, pariwisata, dan pendidikan, termasuk evaluasi fakultas di perguruan tinggi (Chan, 2005: 25).
mempengaruhi pembahasan model IPA. Rood dan Dziadkowiec (Simpeh, 2013: 14) berpendapat bahwa pengguna memiliki harapan dan pemenuhan harapan tersebut menentukan tingkat kepuasan mereka. Kepuasan terjadi jika kinerja yang dirasakan lebih besar dari ekspektasi, sedangkan ketidakpuasan terjadi jika kinerja lebih rendah dari ekspektasi.
Chan (2005: 22-23) menjelaskan bahwa IPA adalah metode evaluasi yang biasanya dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama melakukan pengumpulan atribut untuk item yang sedang dievaluasi. Tahap kedua melakukan pengembangan dan survei atau sensus untuk mengukur atribut. Kuesioner yang digunakan merupakan gabungan dari setiap item pada daftar atribut dengan dua skala Likert yang berbeda. Skala Likert pertama digunakan untuk memperoleh respon mengenai pentingnya suatu produk atau jasa. Skala Likert kedua digunakan untuk memperoleh respon mengenai kinerja suatu produk atau jasa. Tahap ketiga adalah perhitungan data survei atau sensus. Data yang diperoleh berupa nilai rata-rata. Nilai rata-rata tersebut dipasangkan untuk setiap atribut, yang diukur pada skala kepentingan dan skala kinerja. Tahap akhir adalah plotting hasil pada diagram kartesius untuk membantu dalam pengambilan keputusan.
f. Manfaat Pengukuran Tingkat Kepuasan
terhadap pelayanan yang diterimanya. Pengguna juga cenderung akan memberikan persepsi yang baik atas produk tersebut kepada orang lain.
Supranto (2006) menjelaskan bahwa terdapat tiga manfaat pengukuran kepuasan. Manfaat pertama adalah untuk mengetahui bekerjanya suatu produk yang berguna untuk menentukan perubahan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja produk tersebut. Manfaat kedua adalah untuk mengetahui perubahan yang harus dilakukan agar dapat memperbaiki kekurangan. Manfaat ketiga adalah untuk memastikan bahwa perubahan yang dilakukan mengarah kepada perbaikan.
Pengukuran tingkat kepuasan siswa penting untuk dilakukan di sekolah karena kepuasan siswa memberikan gambaran mengenai kualitas proses belajar mengajar di sekolah. Kualitas proses belajar mengajar di sekolah ditentukan oleh kualitas guru, ketersediaan sarana dan prasarana sekolah, suasana belajar, kurikulum yang dilaksanakan dan pengelolaan sekolah (Sopiatin, 2010: 5). Salah satu contoh ketersediaan sarana dan prasarana sekolah adalah penggunaan alat peraga pembelajaran dalam proses belajar mengajar. Kepuasan siswa terhadap proses belajar mengajar di sekolah diharapkan dapat meningkatkan kualitas belajar siswa. Kesimpulan yang dapat diperoleh bahwa manfaat pengukuran kepuasan adalah untuk mengetahui kinerja produk, melakukan perbaikan produk, memastikan perubahan mengarah pada perbaikan kinerja produk.
g. Karakteristik Produk yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan
Laksana (2008: 67) menjelaskan bahwa “produk adalah segala sesuatu yang
memenuhi keinginan dan kebutuhan”. Produk dalam penelitian ini bersifat fisik atau merupakan benda nyata. Produk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah alat peraga matematika dengan berbasis metode Montessori.
Ada beberapa karakteristik produk yang mempengaruhi tingkat kepuasan. Garvin (Laksana, 2008: 89-90) menjelaskan bahwa suatu produk dikatakan berkualitas apabila memenuhi delapan karakteristik kualitas produk, yaitu performansi (performance), keistimewaan tambahan (feature), kehandalan (reliability), daya tahan (durability), konformansi (conformance), kemampuan pelayanan (service ability), kualitas yang dirasakan (perceived quality) dan estetika (estetict).
Kedelapan, kualitas yang dipersiapkan yang bersifat subjektif dan berkaitan dengan perasaan pengguna dalam mengkonsumsi produk. Semakin baik persepsi pengguna terhadap produk, maka semakin berkualitas produk tersebut menurut pengguna tersebut.
Garvin, Juran & Gryna (Sethi, 2000: 2) menjelaskan tentang karakteristik produk baru yang mempengaruhi tingkat kepuasan, yaitu aesthetict, performance, life, workmanship, and safety. Pertama, aesthetict atau estetika yaitu suatu nilai keindahan yang dimiliki oleh suatu produk. Kedua, performance yaitu seberapa baik suatu produk melakukan fungsinya. Ketiga, life yaitu seberapa lama suatu produk dapat digunakan sebelum mengalami kerusakan. Keempat, workmanship yaitu seberapa baik kualitas hasil pembuatan suatu produk. Kelima, safety yaitu keamanan suatu produk ketika digunakan. Kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan pendapat Garvin dan Sethi bahwa karakteristik produk yang mempengaruhi tingkat kepuasan adalah performansi, keistimewaan tambahan, kehandalan, daya tahan, konformansi, kemampuan pelayanan, kualitas yang dirasakan, estetika, life, workmanship, dan safety.
g. Indikator Tingkat Kepuasan terhadap Penggunaan Alat Peraga
Matematika Berbasis Metode Montessori “Alat Peraga Papan Pin
Perkalian Montessori Montessori”
Montessori diperoleh dengan menggabungkan karakteristik kualitas produk menurut Garvin dan Sethi dengan karakteristik alat peraga Montessori.
Tabel 2.1
Penggabungan Indikator Tingkat Kepuasan Karakteristik Kualitas produk (Garvin
dalam Laksana, 2008)
Indikator Kepuasan Produk
{Garvin, Juran & Gryn (dalam Sethi, 2000)}
Karakteristik alat peraga Montessori Performansi (performance) 1 Estetika (aesthetics) 2 Auto-education1
Keistimewaan tambahan (feature) 3 Performansi (performance) 1 Menarik 2 Kehandalan (realibility)1 Keawetan (life) 6 Bergradasi 3 Daya tahan (durability) 6 Kualitas pengerjaan
(workmanship) 7
Auto-correction4
Konformansi (conformance)* Kemanan (safety) 7 Kontekstual 5 Estetika (aesthetics) 2
Kemampuan pelayanan (service ability)7
Kualitas yang dirasakan (perceived quality) 7
Tabel 2.2
Indikator Tingkat Kepuasan terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori
No Indikator Tingkat Kepuasan Alat Peraga Montessori 1 Auto-education
2 Menarik 3 Bergradasi 4 Auto-correction
5 Kontekstual
6 Life
7 Workmanship
Tabel 2.2 menunjukkan penggabungan indikator kepuasan terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori. Karakteristik kualitas produk menurut Garvin (Laksana, 2008: 89-90) dan Sethi (2000: 2) serta karakteristik alat peraga Montessori (Montessori, 2002: 19) dapat digabung menjadi tujuh indikator. Tujuh indikator kepuasan terhadap alat peraga matematika berbasis metode Montessori tersebut antara lain auto-education, menarik, bergradasi, auto-correction, kontekstual, life, dan workmanship.
B. Penelitian yang Relevan
mendapat perlakukan dengan menggunakan model pendidikan Montessori. Kelas kontrol mendapat perlakuan berupa kegiatan belajar menggunakan model yang biasa dilakukan oleh guru di sekolah. Teknik pengumpulan data menggunakan soal tes isian sebanyak 10 soal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pendidikan Montessori memberikan dampak yang positif terhadap hasil belajar siswa. Hasil perhitungan uji hipotesis menggunakan uji-t menunjukkan t hitung = 7,35 dan t tabel = 1,667. Nlai t hitung> t tabel berarti Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar matematika yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Peneliti berpendapat bahwa perbedaan rata-rata hasil belajar tersebut disebabkan karena adanya perbedaan perlakuan antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen.
Koh & Frick (2010) melakukan penelitian mengenai penerapan dukungan untuk kebebasan individu pada sekolah Montessori di Indiana, USA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik guru yang mempunyai kebebasan individu di dalam kelas Montessori. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebebasan individu terhadap motivasi instrinsik siswa dalam bekerja. Subjek penelitian ini adalah guru, asisten, dan 28 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru dan asisten memiliki strategi yang mendukung kemandirian siswa dan sesuai dengan metode Montessori. Siswa juga mempunyai motivasi instrinsik tinggi ketika mengerjakan tugas.
kemampuan sekolah untuk membangun hubungan yang baik antara staf dengan orang tua siswa. Salah satu caranya adalah dengan mendidik siswa dengan baik, sehingga orang tua siswa setia atau loyal kepada sekolah.
menyelenggarakan forum di tingkat departemen. Departemen pemeliharaan CPUT pada perkuliahan teater perlu memperbaiki sistem HVAC (ventilasi dan suhu), keselamatan kebakaran, kontrol suara tapi tanpa mengabaikan parameter kinerja lainnya. Sebuah studi lebih lanjut untuk memasukkan staf pengajar, ruang kuliah tambahan dan lebih banyak parameter sangat dianjurkan karena akan memberikan perspektif yang lebih luas untuk lebih membantu departemen pemeliharaan CPUT lebih baik mempertahankan ruang kuliah.
matematika sedang yaitu 76,3% dengan ketuntasan belajar klasikal mencapai 60%. Pada siklus II persentase hasil belajar matematika tinggi yaitu mencapai 81% dan ketuntasan belajar klasikal mencapai 90%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan alat peraga sederhana pada operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VSD N 5 Batuan, Gianyar tahun pelajaran 2012/2013.
Gambar 2.6 Literature Map
Gambar 2.6 menunjukkan literatur map. Literatur map menunjukkan penelitian yang relevan dan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu tentang Montessori Alat Peraga Tingkat Kepuasan
Wahyunngsih (2011)
“Tingkat Kepuasan Siswa dan Guru Terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika