• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI METODE UPGMA UNTUK IDENTIFIKASI KEKERABATAN JENIS VIRUS DAN PENYEBARAN EPIDEMI EBOLA MELALUI PEMBENTUKAN POHON FILOGENETIK - ITS Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "APLIKASI METODE UPGMA UNTUK IDENTIFIKASI KEKERABATAN JENIS VIRUS DAN PENYEBARAN EPIDEMI EBOLA MELALUI PEMBENTUKAN POHON FILOGENETIK - ITS Repository"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS – SM 142501

APLIKASI METODE

UPGMA

UNTUK IDENTIFIKASI

KEKERABATAN JENIS VIRUS DAN PENYEBARAN EPIDEMI

EBOLA MELALUI PEMBENTUKAN POHON FILOGENETIK

TRI ANDRIANI NRP 1213 201 045

DOSEN PEMBIMBING

Prof. Dr. MOHAMMAD ISA IRAWAN, M.T.

PROGRAM MAGISTER JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

(2)

TESIS – SM 142501

APPLICATION OF UPGMA METHOD FOR THE IDENTIFICATION

TYPE VIRUS TYPE AND EBOLA EPIDEMIC SPREADING THROUGH

ESTABLISHMENT PHYLOGENETIC TREES

TRI ANDRIANI NRP 1213 201 045

SUPERVISOR

Prof. Dr. MOHAMMAD ISA IRAWAN, M.T.

MASTER’S DEGREE

MATHEMATICS DEPARTMENT

FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA

(3)
(4)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR . ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR . ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 4

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Batasan Masalah... 4

1.4Tujuan Penelitian ... 5

1.5Manfaat Penelitian ... 5

1.6Kontribusi Hasil Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ... 7

2.1Penelitian Terdahulu ... 7

2.2Penyakit Virus Ebola (EVD) ... 8

2.3Bioinformatika ... 10

2.4Sekuens ... 10

2.4.1. Sekuens Protein ... 12

2.4.2. Sekuens DNA ... 13

2.5Alignment ... 14

2.5.1 Matriks Penalti ... 15

2.5.2 Matriks Penskoran ... 16

2.6Algoritma Needleman Wunsch . ... 18

(5)

x

2.7.1 Metode Progressive ... 24

2.8Filogenetik Molekuler ... 25

2.8.1. Pohon ... 25

2.8.2. Pohon Filogenetik (Phylogenetic tree) ... 29

2.8.3. Metode-metode Pembentukan Pohon ... 31

2.9Metode Berbasis Jarak (Distance Based Method) ... 33

2.10 Metode UPGMA ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

3.1Tahapan Penelitian ... 41

3.1.1 Studi Literatur ... 42

3.1.2 Pengambilan Data ... 42

3.1.3 Pembuatan Program Pensejajaran ... 42

3.1.4 Pembuatan Pohon Filogenetik Metode UPGMA ... 43

3.1.5 Hasil Pembentukan Pohon Filogenetik ... 45

3.1.6 Analisis dan Pembahasan ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1Identifikasi Kekerabatan Jenis-jenis Virus Ebola ... 47

4.1.1 Pengumpulan Data ... 47

4.1.2 Pensejajaran Sekuens ... 50

4.1.3 Matriks Jarak ... 60

4.1.4 Pohon Filogenetik Metode UPGMA untuk Identifikasi Kekerabatan Jenis-jenis Virus Ebola ... 67

4.2 Penyebaran Epidemi Virus Ebola ... 73

4.1.1 Data Epidemi ... 73

4.1.2 Pohon Filogenetik untuk Penyebaran Epidemi Ebola ... 74

4.3 Pembahasan ... 76

4.4 Validasi Pohon Filogenetik ... 80

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

(6)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kasus Ebola di Afrika ... 9

Tabel 2.2. Asam Amino dan Kode resmi ... 12

Tabel 2.3. Kode Standart Genetik ... 13

Tabel 2.4. Tabel Dua Dimensi Sekuens ... 18

Tabel 4.1. Hasil Jarak Evolusi Pasangan Sekuens Data Uji ... 61

Tabel 4.2.Hasil Jarak Evolusi Pasangan Sekuens Protein ... 62

Tabel 4.3. Matriks Jarak Pasangan Sekuens Data Uji ... 67

Tabel 4.4. Matriks Jarak Pasangan Sekuens Protein ... 67

(7)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A: Sekuens Beberapa Jenis Virus Ebola ... 85

LAMPIRAN B: Sekuens DNA Virus Ebola ... 87

(8)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 (a) Pohon berakar dan (b) Pohon tidak berakar ... 27

Gambar 2.2 Pohon berakar dengan empat spesies mamalia ... 28

Gambar 2.3 Pohon tidak .berakar dengan empat spesies mamalia ... 28

Gambar 2.4 Pohon dengan panjang pohon ... 29

Gambar 2.5 (a) Pohon Filogenetik berakar dan (b) Pohon Filogenetik tidak Berakar ... 30

Gambar 2.6 Struktur dari Pohon Filogenetik berakar ... 31

Gambar 2.7 Pohon filogenetik dibangun oleh Metode UPGMA ... 39

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian ... 41

Gambar 3.2. Multiple Alignment oleh Metode Progressive ... 43

Gambar 3.3. Diagram Alir Proses Pensejajaran hingga Pohon Filogenetik ... 44

Gambar 3.3. Diagram Alir Proses Pensejajaran hingga Pohon Filogenetik ... 44

Gambar 4.1Pohon untk Proses Pensejajaran ... 58

Gambar 4.2 Pensejajaran sekuens matriks protein ... 60

Gambar 4.3 Pohon Filogenetik Metode UPGMA data uji ... 71

Gambar 4.4 Pohon Filogenetik identifikasi kekerabatan jenis-jenis virus ebola simulasi MATLAB ... 72

Gambar 4.5 Hasil Pensejajaran sekuens DNA ... 74

Gambar 4.6 Pohon filogenetik Metode UPGMA untuk penyebaran epidemi ebola ... 75

(9)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan kemuliaan hanya kepada Tuhan atas segala limpahan

kasih karunia, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Aplikasi Metode UPGMA untuk Identifikasi Kekerabatan Jenis Virus dan Penyebaran

Epidemi Ebola Melalui Pembentukan Pohon Filogenetik”

Tesis ini disusun sebagai salah satu prasyarat kelulusan Program Magister

Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut

Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Penulis menyadari bahwa tulisan Tesis ini

masih ada kekurangan, sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat penulis

harapkan untuk kedepannya.

Penyusunan Tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak

pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Ir. Joni Hermana, M.Sc.ES., Ph.D., selaku Rektor Institut Teknologi

Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya yang telah memberikan fasilitas kepada

penulis selama menempuh pendidikan sehingga dapat menyelesaikan Tesis ini.

2. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) selaku penyandang dana yang

telah memberikan beasiswa BPPDN.

3. Prof. Dr. Ir. Adi Soeprijanto, M.T., selaku Direktur Program Pascasarjana ITS.

4. Dr. Imam Mukhlash, S.Si, M.T. selaku Ketua Jurusan Matematika ITS.

5. Dr. Subiono, MS., selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Matematika ITS.

6. Prof. Dr. Mohammad Isa Irawan, M.T.,selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan arahan, nasehat, dan motivasi kepada

penulis sehingga dapat menyelesaikan Tesis ini dengan baik.

7. Dr. Drs. Haiyanto, M.Si., Dr. Budi Setiyono, S.Si., MT. dan Dr. Dwi Ratna

Sulistyaningrum, S.Si., MT. selaku dosen penguji yang telah memberikan

masukan kritik dan saran yang membantu penulis untuk memperbaiki tulisan

(10)

viii

8. Dr. Mahmud Yunus, M.Si selaku dosen wali yang selama ini sudah banyak

mendidik dan membantu selama penulis menempuh studi S2.

9. Seluruh dosen Jurusan Matematika, yang selama ini sudah banyak mendidik dan

membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan selama penulis mengikuti

proses perkuliahan dan seluruh staf dan karyawan Jurusan Matematika ITS yang

telah memberikan bantuan, kemudahan, dan kelancaran.

10.Ayah dan Ibu, kedua kakak dan adik tercinta serta seluruh keluarga atas

perhatian, doa dan segala dukungannya selama ini.

11.Teman-teman seperjuangan Program Magister Matematika ITS angkatan 2013

yang telah menemani, memotivasi, dan segala bantuannya.

12.Keluarga Besar Pascasarjana Matematika ITS dan semua pihak yang telah

membantu proses penulisan Tesis ini.

Penulis berharap semoga tulisan Tesis ini dapat bermanfaat untuk kemajuan dan

perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya disiplin ilmu Komputasi dan dapat

memberikan kontribusi bagi kemajuan ITS.

Surabaya, Januari 2016

(11)

iii

Aplikasi Metode UPGMA untuk Identifikasi Kekerabatan Jenis

Virus dan Penyebaran Epidemi Ebola Melalui Pembentukan Pohon

Filogenetik

Nama : Tri Andriani

NRP : 1213201045

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. M. Isa Irawan, MT.

ABSTRAK

Penyakit ebola atau dalam bahasa medis Ebola Virus Disease (EVD) adalah penyakit

yang disebabkan oleh sejenis virus dari genus Ebolavirus (EBOV), famili Filoviridae.

Virus ebola diklasifikasikan ke dalam 5 jenis, yaitu Zaire ebolavirus (ZEBOV),

Sudan ebolavirus (SEBOV), Bundibugyo ebolavirus (BEBOV), Tai Forest ebolavirus

yang juga dikenal sebagai Cote d’Ivoire ebolavirus (CIEBOV), dan Reston

ebolavirus (REBOV). Identifikasi kekerabatan jenis virus ebola dan penyebarannya

dapat dilakukan dengan menggunakan pohon filogenetik. Pada penelitian ini, pohon

filogenetik dibangun dengan Metode UPGMA yang didalamnya terdapat Multiple

Alignment. Multiple Alignment menggunakan Metode Progressive yang didalamnya

terdapat pensejajaran berpasangan menggunakan Algoritma Needleman Wunsch.

Hasil pembentukan pohon fillogenetik disimpulkan bahwa hubungan kekerabatan

jenis virus ebola tidak dapat disimpulkan secara umum, sebab tergantung pada type

protein yang dibandingkan.. Misal pada type minor nucleoprotein jenis Zaire

ebolavirus dekat dengan Sudan ebolavirus. Pada type membrane associated protein

VP 24 jenis Zaire ebolavirus dekat dengan Bundibugyo ebolavirus. Berdasarkan

pohon filogenetik data DNA, jenis Tai Forest ebolavirus dekat dengan Bundibugyo

ebolavirus tetapi letak negara penyebaran epidemi ebola berjauhan. Jarak genetik

untuk jenis Bundibugyo ebolavirus dengan Tai Forest ebolavirus adalah 0.3725.

Jenis Tai Forest ebolavirus mirip dengan Bundibugyo ebolavirus tidak dipengaruhi

oleh kedekatan daerah penyebaran epidemi ebola.

(12)

v

Aplication of UPGMA Method for the Kinship Identification Type

Virus Types

and Ebola Epidemic Spreading Through Establishment

of Phylogenetic Trees

Name : Tri Andriani

NRP : 1213201045

Supervisor : Prof. Dr. M. Isa Irawan, MT.

ABSTRACT

Ebola disease or in medical language Ebola Virus Disease (EVD) is a disease caused

by a virus of the genus Ebolavirus (EBOV), family Filoviridae. Ebola virus is

classified into five types, namely Zaire ebolavirus (ZEBOV) Sudan ebolavirus

(SEBOV), Bundibugyo ebolavirus (BEBOV), Tai Forest ebolavirus also known as

Cote d'Ivoire ebolavirus (CIEBOV), and Reston ebolavirus (REBOV). Identification

of kinship types of Ebola virus and its spread can be performed using phylogenetic

tree. In this study, the phylogenetic tree constructed by UPGMA method in which

there are Multiple Alignment. Progressive Multiple Alignment using a method in

which there are pairwise alignments using the Needleman Wunsch algorithm. Results

fillogenetik tree formation was concluded that kinship types of Ebola virus can not be

inferred in general, because depending on the type of protein compared .. Eg the

minor type nucleoprotein Zaire ebolavirus species close to Sudan ebolavirus. On the

type of membrane associated protein VP 24 types Zaire ebolavirus close to

Bundibugyo ebolavirus. Based on phylogenetic trees DNA data, the type of Tai

Forest ebolavirus close to Bundibugyo ebolavirus but the layout state ebola epidemic

spread far apart. Genetic distance for this type of Bundibugyo ebolavirus with Tai

Forest ebolavirus is 0.3725. Tai Forest ebolavirus type similar to Bundibugyo

ebolavirus not influenced by the proximity of ebola epidemic spreading area.

(13)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bagian ini diberikan ulasan mengenai hal-hal yang melatarbelakangi

usulan penelitian, rumusan masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian,

batasan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang

Penyakit ebola atau dalam bahasa medis Ebola Virus Disease (EVD)

adalah penyakit yang disebabkan oleh sejenis virus dari genus Ebolavirus

(EBOV), dari keluarga Filoviridae. Ebola yang dikenal juga sebagai demam

berdarah ebola atau Ebola Haemorrhagic Fever (EHF) telah ada sebagai epidemi

menular sejak tahun 1976 di Afrika Tengah. Epidemi ialah mewabahnya penyakit

dalam daerah tertentu dengan jumlah yang melebihi batas jumlah normal atau

yang biasa. Virus ebola dapat ditularkan melalui kontak langsung oleh cairan

tubuh seperti darah, keringat, air liur, lendir, sperma, dan air mata dari pasien

EVD. Selain ditularkan manusia, EVD dapat menular melalui binatang seperti

gorila, simpanse, monyet, dan kelelawar buah. Masa inkubasi biasanya dimulai

dua hari hingga tiga minggu. Pada tahap awal, pasien EVD biasanya menunjukkan

gejala seperti demam, sakit tenggorokan, nyeri otot, sakit kepala dan tubuh lemah.

Gejala lanjut dari EVD adalah pendarahan serta menurunnya fungsi hati dan

ginjal. Menurut analisa sejarah wabah ebola, tingkat kematian dari pasien EVD

adalah 40% sampai 90%. Meskipun EVD dianggap ancaman potensial bagi

kesehatan masyarakat, sampai saat ini belum tersedia obat atau vaksin berlisensi

untuk penyakit ini (Li dkk, 2014).

Penyakit ebola (EVD) pertama kali ditemukan di Afrika, daerah selatan

Sudan dan Zaire pada tahun 1976 pada tubuh seekor monyet. Pada tanggal 23

Maret 2014, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan wabah baru infeksi

virus Ebola (EBOV) yang dimulai pada bulan Desember 2013 di Republik Guinea

dan menyebar ke negara-negara Afrika Barat lainnya, yaitu Sierra Leone dan

(14)

2

terdapat sebanyak 3.354 kasus dan 2.120 diantaranya meninggal. Jumlah kasus

yang dilaporkan di Guinea, Liberia dan Sierra Leone untuk periode Januari

sampai September 2014 adalah 1009 kasus dan 574 diantaranya meninggal

(Clercq, 2014).

Virus ebola diklasifikasikan ke dalam 5 jenis, yaitu Zaire ebolavirus

(ZEBOV), Sudan ebolavirus (SEBOV), Bundibugyo ebolavirus (BEBOV), Tai

Forest ebolavirus yang juga dikenal sebagai Cote d’Ivoire ebolavirus (CIEBOV),

dan Reston ebolavirus (REBOV). Reston ebolavirus (REBOV) adalah

satu-satunya virus yang tidak menyerang manusia, namun menyerang monyet

(Bovendo dkk, 2012). Untuk mengetahui seberapa mirip lima jenis virus ebola

yang ada, sangat perlu melakukan identifikasi kekerabatan kelima jenis virus

ebola tersebut. Selama ini belum ada penelitian mengenai kekerabatan jenis virus

ebola. Salah satu cara identifikasi kekerabatan adalah dengan membangun pohon

filogenetik.

Konstruksi pohon filogenetik baru-baru ini menjadi perhatian banyak

peneliti karena ketersediaan data biologis yang luas. Untuk mengkonstruksi pohon

filogenetik, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu Metode

Berbasis Jarak (misalnya, neighbor-joining dan unwight pair group method with

arithmetic average), Metode Berbasis Fitur (misalnya, maximum parsimony), dan

Metode Berbasis Probabilitas (misalnya, maximum likelihood) (Shen dkk, 2008).

Irawan dan Amiroch (2014) melakukan konstruksi pohon filogenetik

menggunakan Metode Berbasis Jarak untuk identifikasi host dan penyebaran

epidemi SARS. Dalam penelitiannya, Algoritma Neighbor Joining digunakan

untuk mengkonstruksi pohon filogenetik yang disimulasikan dalam Matlab. Input

untuk mengkonstruksi sebuah pohon filogenetik dengan Metode Berbasis Jarak

berupa matriks jarak. Matriks jarak diperoleh dari penyejajaran antar sequence

dengan menggunakan Metode Super Pairwise Alignment (SPA). Output dari

pensejajaran ini berupa jumlah perbedaan antar sequence yang menentukan jarak

genetiknya. Dari matriks jarak tersebut, jarak genetik diubah menjadi jarak

evolutioner menggunakan Model Jukes Cantor yang selanjutnya dibentuk pohon

filogenetik menggunakan Algoritma Neighbor Joining. Akan tetapi, algoritma

(15)

3

filogenetik dari data sekuens yang similaritasnya sangat tinggi. Apabila Algoritma

Neighbor Joining tetap digunakan untuk membentuk pohon filogenetik dari data

sekuens yang similaritasnya sangat tinggi berakibat akan diperoleh beberapa

pohon yang berbeda. Dengan kata lain, pohon yang dihasilkan tidak stabil.

Dalam membangun pohon filogenetik menggunakan Metode UPGMA

langkah awal adalah mendapatkan multiple alignment (MA) dari multiple sekuens

yang diberikan. Hasil dari MA berupa suatu himpunan sekuens yang panjangnya

sama. MA dapat menunjukkan multiple sequence berada pada keluarga yang sama

atau tidak. Selain itu, MA dapat menunjukkan semua hubungan atau relasi antar

famili dari multiple sequence yang ada. Berdasarkan pembagian keluarga, dapat

ditentukan keadaan evolusi masing-masing sekuens dalam keluarga. Secara umum

digunakan pohon topologi untuk menggambarkan hubungan di antara multiple

sequence, pohon topologi tersebut selanjutnya dikenal dengan pohon filogenetik

(Shen dkk, 2008).

UPGMA (Unwight Pair Group Method with Arithmetic Average) atau

metode kelompok pasangan unweight dengan rataan aritmatika adalah metode

paling sederhana dari semua metode clustering yang digunakan untuk membangun

pohon filogenetik. Metode clustering yang paling intuitif digunakan untuk

membangun pohon filogenetik adalah metode UPGMA. Metode ini merakit dua

kelas terdekat untuk menjadi kelas yang baru, ke dalam sebuah cluster setiap

waktu sampai semua kelas dirakit menjadi satu kelas. UPGMA digunakan untuk

membangun pohon filogenetik dengan cara yang mirip dengan Metode sistem

clustering, perbedaan utamanya adalah formula yang digunakan untuk

menghitung jarak kelas (Shen dkk, 2008).

Dengan memanfaatkan clustering, Metode UPGMA digunakan untuk

membangun pohon filogenetik. Kelebihan Metode UPGMA adalah metode ini

paling sederhana dari semua metode clustering yang digunakan untuk membangun

pohon filogenetik. Metode ini membutuhkan kecepatan substitusi dari nukleotida

atau asam amino menjadi seragam dan tidak berubah melalui proses evolusi

secara keseluruhan. Dengan kata lain, hipotesis mengukur waktu molekuler

dipenuhi. Pada setiap node induk, panjang cabang dari node induk ke dua simpul

(16)

4

mengenai konstruksi filogenetik menggunakan Metode UPGMA untuk

identifikasi kekerabatan beberapa jenis virus ebola dan asal penyebaran epidemi

ebola menggunakan pohon filogenetik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang ada, permasalahan yang akan

dibahas dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana membentuk pohon filogenetik epidemi ebola berdasarkan jenis

virus menggunakan Metode UPGMA?

2. Bagaimana identifikasi kekerabatan beberapa jenis virus ebola dan asal

penyebaran epidemi ebola menggunakan pohon filogenetik?

1.3 Batasan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dibatasi sebagai

berikut:

1. Sekuens yang disejajarkan adalah sekuens protein lima jenis virus ebola

baik yang menyerang manusia maupun binatang, sekuens DNA host dan

individu lain yang terinfeksi berdasarkan data lokasi dan tanggal

pengambilan sample.

2. Data sekuens protein yang digunakan diambil dari database Uniprot

(www.uniprot.org).

3. Data sekuens DNA yang digunakan diambil dari database National Center

for Biotechnologi Information (www.ncbi.nlm.nih.gov).

4. Data sekuens DNA yang digunakan untuk penyebaran epidemi ebola di

negara-negara Afrika.

5. Pensejajaran sekuens menggunakan Metode Progressive dengan bantuan

MATLAB.

6. Pohon filogenetik disimulasikan menggunakan Metode UPGMA dengan

(17)

5

1.4 Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mendapatkan pohon filogenetik dengan menggunakan Metode UPGMA

dengan obyek virus ebola.

2. Mengetahui kekerabatan jenis virus dan asal penyebaran epidemi ebola

dengan menggunakan pohon filogenetik.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut:

1. Sebagai tambahan referensi untuk penelitian berikutnya mengenai proses

kontruksi pohon filogenetik dengan menggunakan Metode Berbasis Jarak,

yaitu Metode UPGMA.

2. Mengetahui penerapan pohon filogenetik untuk menyelesaikan masalah

dalam bidang kesehatan, terutama untuk mengetahui kekerabatan dan asal

penyebaran epidemi ebola.

3. Mengetahui tingkat kemiripan jenis-jenis virus ebola sehingga dapat

membantu peneliti bidang kesehatan dalam pembuatan vaksin.

1.6 Kontribusi Hasil Penelitian

Kontribusi hasil penelitian ini terhadap pengembangan ilmu adalah dapat

membantu peneliti dalam bidang kesehatan untuk mengambil tindakan lebih lanjut

(18)

7

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Pada bagian ini diberikan ulasan mengenai penelitian terdahulu dan

teori-teori yang diperlukan dalam proses penelitian. Penelitian terdahulu yang diulas

dalam bab ini adalah penelitian mengenai konstruksi pohon filogenetik yang

dilakukan Irawan dan Amiroch (2014). Adapun beberapa teori yang diberikan

meliputi penyakit virus ebola (EVD), sekuens, protein, DNA, pensejajaran

sekuens, multiple alignment, Metode Progressive, Algoritma Needleman Wunsch,

matriks penalti dan matriks penskoran, filogenetik molekuler, pohon, pohon

filogenetik, metode berbasis jarak dan Metode UPGMA.

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian pertama berkaitan dengan identifikasi host dan penyebaran

epidemi SARS oleh Irawan dan Amiroch (2014). Irawan dan Amiroch melakukan

konstruksi pohon filogenetik menggunakan Metode Berbasis Jarak untuk

identifikasi host dan penyebaran SARS. Dalam penelitiannya, Algoritma

Neighbor Joining digunakan untuk mengkonstruksi pohon filogenetik yang

disimulasikan dalam Matlab. Input untuk mengkonstruksi sebuah pohon

filogenetik Metode Berbasis Jarak berupa matriks jarak. Matriks jarak diperoleh

dari pensejajaran antar sekuen dengan menggunakan Metode Super Pairwise

Alignment (SPA). Output dari penyejajaran ini berupa jumlah perbedaan antar

sekuens yang menentukan jarak genetiknya. Dari matriks jarak tersebut, jarak

genetik diubah menjadi jarak evolutioner menggunakan model Jukes Cantor yang

selanjutnya dibentuk pohon filogenetik menggunakan Algoritma Neighbor

Joining. Hasil penelitian menunjukkan, dengan menggunakan pohon filogenetik

dapat dibuktikan data sekuens protein berbagai binatang yang dicurigai sebagai

host dari SARS Coronavirus dan data sekuens DNA pasien yang terinfeksi SARS.

Dari hasil pembentukan pohon filogenetik diketahui epidemi berawal pada tanggal

16 Desember 2002 di Guangzhou China Selatan yang kemudian menyebar ke

(19)

8

selanjutnya menyebar ke Hanoi, Toronto, Singapura, Taiwan dan HongKong

sehingga kasus SARS menjadi wabah internasional. Penerapan pensejajaran super

pairwase alignment (SPA) berhasil diterapakan untuk mensejajarkan sequence

human SARS Coronavirus dengan coronavirus lain yang dibawa oleh binatang

(Irawan dkk, 2014).

2.2 Penyakit Virus Ebola (EVD)

Penyakit ebola atau dalam bahasa medis Ebola Virus Disease (EVD)

adalah penyakit yang disebabkan oleh sejenis virus dari genus Ebolavirus

(EBOV), famili Filoviridae. Ebola yang dikenal juga sebagai demam berdarah

ebola atau Ebola Haemorrhagic Fever (EHF) telah ada sebagai epidemi menular

sejak tahun 1976 di Afrika Tengah. Virus ebola diklasifikasikan ke dalam 5 jenis,

yaitu Zaire ebolavirus (ZEBOV), Sudan ebolavirus (SEBOV), Bundibugyo

ebolavirus (BEBOV), Tai Forest ebolavirus juga dikenal sebagai Cote d’Ivoire

ebolavirus (CIEBOV), dan Reston ebolavirus (REBOV). Reston ebolavirus

(REBOV) adalah satu-satunya virus yang tidak menyerang manusia, namun

menyerang monyet (Bovendo dkk, 2012). Selama ini belum ada penelitian

mengenai kekerabatan jenis-jenis virus ebola tersebut.

Penyakit ebola (EVD) pertama kali ditemukan di Afrika, daerah selatan

Sudan dan Zaire pada tubuh seekor monyet. Pada tanggal 23 Maret 2014,

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan jumlah kasus EVD yang terjadi

di Afrika pada tahun 1976 hingga tahun 2014. Sejak ditemukannya EVD pada

tahun 1976 hingga tahun 2014, dilaporkan terdapat sebanyak 3.354 kasus dan

2.120 diantaranya meninggal. Jumlah kasus yang dilaporkan di Guinea, Liberia

dan Sierra Leone untuk periode Januari sampai September 2014 adalah 1009

kasus dan 574 diantaranya meninggal (Clercq, 2014). Adapun data kasus ebola

(20)

9

Tabel 2.1: Kasus ebola di Afrika

Tahun Negara Kota Kasus Meninggal Spesies

1976

hewan primata (misalnya, monyet, gorila dan simpanse). Masa inkubasi biasanya

dimulai dua hari hingga tiga minggu setelah terjangkit virus. Pada tahap awal,

pasien EVD biasanya menunjukkan gejala seperti demam, sakit tenggorokan,

nyeri otot, sakit kepala dan tubuh lemah. Gejala lanjut dari EVD adalah muntah,

diare, pendarahan serta menurunnya fungsi hati dan ginjal. Menurut analisa

sejarah wabah ebola, tingkat kematian dari pasien EVD adalah 40% sampai 90%

(21)

10

Virus ebola mudah menyebar dengan cepat. Pertama kali infeksi dimulai

dari penularan hewan yang terinfeksi ke manusia. Dari situ nantinya manusia

meneruskan rantai penyakit ini ke manusia yang lain. Penyebaran virus ebola

antar manusia bisa melalui berbagai macam cara antara lain melalui makanan,

jarum suntik, berpegangan tangan, dan kontak langsung oleh cairan tubuh

penderita, seperti darah, keringat, air liur, lendir, sperma, dan air mata dari pasien

EVD atau melalui binatang yang rawan terinfeksi.

2.3 Bioinformatika

Bioinformatika (bioinformatics) telah dikembangkan dalam ruang, yang

telah diduduki oleh sejumlah disiplin ilmu terkait. Bioinformatika adalah ilmu

yang mempelajari penerapan teknik komputasi untuk mengelola dan menganalisis

informasi biologis. Bidang ini mencakup penerapan metode-metode matematika,

statistika dan informatika untuk memecahkan masalah-masalah biologis, terutama

dengan menggunakan sekuens DNA dan asam amino serta informasi yang

berkaitan dengannya. Contoh topik utama bidang ini meliputi basis data untuk

mengelola informasi biologis, pensejajaran sekuens (sequence alignment),

prediksi struktur untuk meramalkan bentuk struktur protein maupun struktur

sekunder RNA, analisis filogenetik, dan analisis ekspresi gen. Ini termasuk ilmu

kuantitatif seperti matematika dan biologi komputasi, biometri dan biostatistik,

ilmu komputer, sibernetika. Serta ilmu biologi seperti evolusi molekuler,

genomics dan proteomik, genetika dan biologi sel. Bioinformatika merupakan

perluasan langsung dari biologi, matematika dan komputasi ke dalam bidang baru

dalam data set yang besar (Polanski dkk, 2007).

2.4 Sekuens

Istilah sekuens biologis pada umumnya digunakan untuk menyatakan

sekuens DNA, sekuens RNA dan sekuens protein. Dalam pengertian biologi

molekuler, sekuens biologi terdiri dari banyak makromolekul, dimana semua

makromolekul memiliki fungsi-fungsi yang spesifik dalam kondisi tertentu.

Makromolekul tersebut dapat dibagi ke dalam sejumlah besa mikromolekul

(22)

11

didasarkan pada empat nukleotida, sedangkan sekuens pada protein didasarkan

pada 20 asam amino. Jika diperhatikan nukleotida sekuens DNA atau asam amino

dalam protein adalah unit-unit dasar, maka sekuens biologi hanyalah kombinasi

dari unit-unit dasar (Shen dkk, 2008).

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk merepresentasikan struktur dari

sekuens biologis. Cara yang paling sering digunakan adalah dengan mendeskripsikan

sekuens tersebut ke dalam bentuk struktur primer, sekunder dan tersier (struktur tiga

dimensi). Untuk sekuens protein, struktur primernya mendeskripsikan kombinasi

asam amino penyusun protein. Sedangkan untuk sekuens DNA/RNA, struktur

primernya mendeskripsikan komponen-komponen nukleotida. Struktur primer

sekuens biologi menentukan komponen nukleotida atau asam aminonya. Struktur

tersier atau 3D dari sekuens biologi menggambarkan susunan 3D (posisi koordinat)

dari atom konstituen dalam molekul. Struktur sekunder dari sekuens protein

menunjukkan struktur khusus dari masing-masing segmen protein, bisa berupa

struktur helix, untai atau struktur lainnya. Super struktur sekunder juga sering

digunakan untuk mendeskripsikan suatu keadaan antara struktur sekunder dan tesier,

yang terdiri dari sebagian besar kelompok molekul kompak (domain).

Menurut Shen (Shen dkk, 2008), digunakan deskripsi untuk sekuens

biologi sebagai berikut.

A = ( ) B = ( ) C = ( ) (2.3)

dengan huruf capital A, B dan C merepresentasikan sekuens,

merepresentasikan unit-unit dasar sekuens pada posisi ke- , yang

elemen-elemennya diperoleh dari himpunan * +. Pada persamaan (2.3),

adalah panjang sekuens A, B dan C. Jika A, B dan C merupakan sekuens DNA/RNA maka dan * + atau * +. jika A, B

dan C merupakan sekuens protein maka dan

* +.

Multiple sequence (group sekuens) adalah kumpulan dari sekuens yang

dinotasikan sebagai

* + (2.4) Untuk setiap merupakan sekuens terpisah yang didefinisikan pada dan

(23)

12

analisis sekuens, dapat diketahui bahwa sekuens merupakan mutasi dari

sekuens , namun tidak dapat diketahui apakah keduanya memiliki makna yang

sama secara biologi, sehingga kedua sekuens tersebut belum bisa dikatakan

homolog, namun hanya bisa dikatakan mirip (Shen dkk, 2008).

2.4.1 Sekuens Protein

Protein adalah salah satu bio-molekuler yang penting peranannya dalam

makluk hidup. Untuk sekuens protein, struktur primernya mendeskripsikan

kombinasi asam amino penyusun protein. Adapun kode huruf dan nama asam

amino dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Asam Amino dan Kode resmi

No 1 – Kode Huruf 3 – Kode Huruf Nama

(24)

13

2.4.2 Sekuens DNA

Asam deoksiribonukleat (deoxyribonucleid acid) atau disebut DNA

merupakan sebuah polimer yang terbentuk dari molekul kecil yang disebut

nukleotida dan berperan sebagai dasar hereditas. Informasi mengenai hereditas ini

digambarkan dalam sebuah sekuens DNA. Sekuens DNA adalah polimer linear

berdimensi satu yang disusun oleh empat nukleotida berbeda, yaitu Adenin (A),

Cytosin (C), Guanin (G) dan Tymin (T). Dengan kata lain sekuens DNA adalah

sekuens yang disusun oleh empat huruf A, C, T dan G selanjutnya empat sekuens

basa. Identifikasi sekuens DNA tersebut dapat memberikan informasi mengenai

perbedaan spesies yang satu dengan yang lainnya, walaupun mereka mempunyai

nukleotida yang sama (Hochreiter, 2008).

Kode genetik adalah kumpulan tiga nukleotida yang disebut kodon dan

setiap kombinasi tiga nukleotida menunjukkan asam amino, misalnya ATG

(Adenin-Timin-Guanin) adalah kode untuk metionin. Kode standar genetik

lainnya bisa dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kode standart genetik

T C A G

(25)

14

2.5 Alignment

Untuk mengkonfirmasi hubungan antar mutasi, pendekatan umum adalah

untuk membandingkan perbedaan dalam keluarga sekuens (family of sequences),

yang dapat dilihat sebagai operasi dalam aritmatika. Hal ini disebut sebagai

sequences alignment atau alignment. Pensejajaran sekuens atau sequence

alignment adalah proses penyusunan atau pengaturan dua atau lebih sekuens

sehingga persamaan sekuens-sekuens tersebut tampak nyata. Kunci pensejajaran

sekuens adalah menentukan perpindahan mutasi. Jika dan adalah dua sekuens

yang didefinisikan pada persamaan 2.3. Penyisipan simbol ”–“ ke dalam dan

bertujuan untuk membentuk dua sekuens baru, yaitu dan . Selanjutnya

elemen-elemen dari dan menjadi range dari * +

* +, dengan adalah himpunan quaternary (himpunan yang terdiri dari 4 elemen) dan adalah himpunan yang terdiri dari 5 elemen.

Definisi 2. Sekuens adalah perluasan sekuens , dimana adalah sekuens

dengan penambahan gap yang diberi simbol “ –“.

Pensejajaran sekuens adalah sebuah alat penting dalam analisis posisi dan

tipe mutasi tersembunyi dalam sekuens biologi serta mengizinkan sebuah

komparasi yang tepat. Pensejajaran sekuens juga penting karena dapat

digunakan untuk penelitian penyakit genetik dan epidemi. Sebagai contoh,

adalah mungkin untuk menentukan asal, variasi, varians, difusi, dan

pengembangan epidemi dan kemudian menemukan virus dan bakteri yang

bertanggung jawab dan obat yang sesuai. Jadi pensejajaran sekuens sangat

penting dalam bidang bioinformatika dan biomedis karena berfungsi sebagai

prediktif kuat yang sangat baik. Dalam rangka untuk mendapatkan algoritma

level tinggi yang lebih baik, maka dibutuhkan teori-teori matematika (Shen dkk,

(26)

15

2.5.1 Matriks Penalti

Tujuan pensejajaran sekuens adalah untuk menemukan perluasan yang

diberikan oleh grup sehingga semua sekuens dalam memiliki tingkat

perbedaan yang lebih rendah atau tingkat kemiripan yang lebih tinggi. Dalam

bioinformatika, tingkat perbedaan biasanya diukur menggunakan matriks penalti

atau matriks penskoran. Matriks penalti dan matriks penskoran digunakan untuk

mengoptimalkan hasil pensejajaan (Shen dkk, 2008).

Matriks penalti menunjukkan tingkat perbedaan untuk tiap-tiap unit

molekul, seperti nukleotida atau asam amino, dalam sekuens biologi. Matriks

penalti dapat dinotasikan sebagai berikut :

( ))

Dalam bioinformatika, matriks penalti pada pensejajaran sekuens DNA

ditetapkan oleh matriks Hamming. Didefinisikan matriks Hamming untuk

adalah

( ) { 2.1

Contoh 2.1. Misalkan diketahui sekuens-sekuens berikut:

( )

( )

( ) ( )

( )

( )

Tentukan skor penalti minimum dari sekuens berpasangan tersebut !

Jawab :

Dapat disimpulkan bahwa B merupakan sekuens mutasi dari , dan

masing-masing dan atau dan adalah perluasan sekuens dan . Dengan

menggunakan matriks Hamming yaitu:

(27)

16 maka diperoleh

( ) ( )

Oleh karena itu, skor penalti ( ) lebih kecil dari pada skor penalti ( ).

2.5.2 Matriks Penskoran

Matriks penskoran menggunakan matriks Blosum, yang disebut “BLOSUM p” (BLOck Substitution Matrix). Matriks penskoran BLOSUM adalah langsung berasal dari blok dengan kesamaan tertentu, yaitu kesamaan sekuens

yang berbeda tidak dihitung berdasarkan model asumsi yang mungkin salah. Data

ini didasarkan pada data base blok dimana sub sekuens yang sama dikelompokkan

ke dalam blok. Disini p mengacu pada identitas % dari blok misalnya blosum 62

berasal dari blok dengan identitas 62%. Matriks skor yang paling populer untuk

pensejajaran berpasangan adalah blosum 62 matriks (Hochreiter, 2008).

Adapun perhitungan matriks blosum dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Sekuens dengan paling tidak identitas berkumpul satu sama lain.

Setiap cluster menghasilkan sekuens frekuensi (frekuensi asam amino

relatif pada setiap posisi). Sekuens frekuensi mewakili semua sekuens satu

cluster dan sekuens yang sama, yaitu tidak ada frekuensi. Frekuensi akan

ditentukan kemudian.

2. Sekuens frekuensi sekarang dibandingkan dengan satu sama lain. Pasang

asam amino dan dihitung oleh yang mana asam amino dihitung

sesuai dengan frekuensi mereka. Jika dalam kolom ada asam amino

dan asam amino maka hitungan untuk kolom memberikan

{( )

(2.2)

dengan, ( ) ( ), dimana faktor menyumbang symetri dan

(28)

17

3. Hitung dan ∑ ( ), dimana adalah

panjang sekuens dan adalah nomor pada sekuens. Sekarang adalah

dinormalisasi untuk mendapatkan probabilitas

(2.3)

Akhirnya mulai dari untuk .

4. Yang probabilitas dari kejadian asam amino adalah

∑ (2.4)

Probabilitas tidak sedang bermutasi ditambah jumlah dari pobabilitas

mutasi. adalah dibagi dengan 2 karena mutasi dari ke dan ke

dihitung menggunakan langkah 2.

5. Rasio kemungkinan dan serta rasio log-odds.

{

(2.5)

Dayhoffm memperkenalkan Percent or Point Accepted Mutation (PAM)

matrices. PAM sesuai dengan unit evolusi misalnya 1 PAM = 1 poin mutasi atau

100 asam amino dan 250 PAM = 250 poin mutasi atau 100 asam amino. Oleh

karena itu unit evolusi adalah waktu bahwa rata-rata n% mutasi terjadi pada posisi

tertentu dan bertahan. Untuk PAM 250 1/5 asam amino tetap tidak berubah. PAM

n adalah diperoleh dari PAM 1 sampai n kali perkalian matrik (Durbin dkk, 2002).

Matriks PAM adalah matriks Markov dan memiliki bentuk

[

] (2.6)

(29)

18

2.6 Algoritma Needleman Wunsch

Algoritma Needleman Wunsch merupakan algoritma global alignment

untuk sekuens yang berpasangan. Langkah-langkah dalam menjalankan Algoritma

Needleman Wunsch sebagai berikut:

1. Menyusun dua sekuens dalam tabel dua dimensi.

Jika diberikan sekuens ( ) dan

( ) maka tabel dua dimensi dari sekuens tersebut terdapat pada tabel 2.4, dengan ( ) diperoleh dari langkah selanjutnya.

Tabel 2.4 Tabel Dua Dimensi Sekuens

...

( ) ( ) ( ) ... ( )

( ) ( ) ( ) ... ( )

( ) ( ) ( ) ... ( )

... ... ... ... ... ...

( ) ( ) ( ) ... ( )

2. Menghitung elemen ( ) dari tabel dua dimensi

Masing-masing elemen ( ) yang terdapat pada Tabel Dua

Dimensi yaitu, ( ) yang ada di sisi kiri atas, ( ) yang

ada di sisi kiri dan ( ) yang ada di atas. Langkah awal yakni

menentukan skor ( ) dan skor ( ). Skor penalti pada virtual symbol

dengan elemen ( ) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai

berikut:

( ) * ( ) ( ) ( ) ( ) +

3. Algoritma Traceback

Traceback berguna untuk menentukan backward pathway yang

selanjutnya akan digunakan untuk menentukan letak penambahan simbol virtual “–“. Metode Backward untuk mencari lintasan dan untuk mencari DNA yang optimum. Nilai akhir ( ) adalah skor maksimum dari

pensejajaran sekuens ( ) dan ( ) menjadi titik awal dan ( )

(30)

19 Kemungkinan lintasan :

1. Jika ( ) ( ) s( )

maka diagonal : ( ) ( )

2. Jika ( ) ( ) s( )

Cek nilai di samping dan di atas, pilih nilai terbesar.

(i) Atas : ( ) ( )

Maka ( ) ( )

(ii) Samping ( ) ( )

Maka ( ) ( )

Adapun penulisan hasil dari pensejajaran dengan cara sebagai berikut: 1. Jika alur mundurnya dimulai dari ke sudut kiri atas maka notasikan

pasangan dari asam nukleat .

2. Jika alur mundunya horizontal, maka sisipkan virtual symbol pada sekuens

vertikal dan notasikan sebagai ( ).

3. Jika alur mundurnya vertikal, maka sisipkan virtual symbol pada sekuens

horizontal dan notasikan ( ).

Contoh 2.2 Misalkan diketahui sekuens-sekuens berikut:

{

Diketahui: ( ) {

dan

Jawab:

t t g a

0 -8 -16 -24 -32

t -8 5 -3 -11 -19

g -16 -3 2 2 -6

a -24 -11 -6 -1 7

a -32 -19 -14 -9 4

g -40 -27 -22 -9 -4

Hasil pensejajaran:

(31)

20

Berikut perhitungan untuk mengisi baris dan kolom pada tabel di atas

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( ) { ( ) ( ) ( ) ( ) }

( ) * ( ) ( ) ( ) ( )

* +

* +

( ) * ( ) ( ) ( ) ( )

* ( ) +

* +

( ) * ( ) ( ) ( ) ( )

* ( ) +

* +

( ) * ( ) ( ) ( ) ( )

* +

* +

(32)

21

( ) * ( ) ( ) ( ) ( )

* ( ) +

* +

( ) * ( ) ( ) ( ) ( )

* ( ) +

* +

( ) * ( ) ( ) ( ) ( )

* ( ) +

* +

( ) * ( ) ( ) ( ) ( )

* +

* +

( ) * ( ) ( ) ( ) ( )

* +

* +

( ) * ( ) ( ) ( ) ( )

* ( ) +

* +

( ) * ( ) ( ) ( ) ( )

* ( ) +

* +

(33)

22

( ) * ( ) ( ) ( ) ( )

* ( ) +

* +

Berikut perhitungan untuk mencari lintasan menggunakan Metode Backward.

( ) ( ) ( )

( )

Cek nilai di samping dan di atas. Pilih nilai paling besar, terdapat

maka ( ) ( )

( ) ( ) ( )

maka ( ) ( )

( ) ( ) ( )

( ) maka ( ) ( )

( ) ( ) ( )

( ) maka ( ) ( )

( ) ( ) ( )

maka ( ) ( )

Algoritma Nedleman Wunsch merupakan metode yang digunakan untuk

mendapatkan sekuens berpasangan menjadi sejajar atau diperoleh panjang sama.

Yang mana didalam algoritma itu terdapat perhitungan dalam entri baris dan

kolom yang terdapat pada tabel dua dimensi. Jika terdapat nilai yang sama dalam

baris dan kolom, misal pada contoh 2.2 pada ( ) dan ( ) diperoleh nilai

yaitu 2, maka lihat aturan algoritma traceback. Pada ( ) dalam menentukan

(34)

23

( ) ( ) ( ) ( )

Maka arah lintasannya diagonal, sehingga dipilih ( ).

Jika dalam perhitungan untuk entri baris dan kolom terdapat skor yang

sama, pilih salah satu nilai yang maksimal. Sebagai gambaran perhitungan pada

contoh 2.2 dapat dilihat untuk entri ( ) dihitung sebagai berikut

( ) * ( ) ( ) ( ) +

* +

* +

2.7 Multiple Alignment

Multiple alignment (MA), yaitu pensejajaran beberapa sekuens sekaligus.

MA adalah kunci utama dalam bidang bioinformatika. Contohnya, untuk

mempelajari evolusi biologis, para peneliti menganalisa perubahan stuktur

berdasarkan MA khusus sekuens DNA atau protein. Untuk mempelajari genome

virus, MA juga digunakan untuk mendapatkan proses evolusi dari virus spesifik.

Biasanya untuk sebuah MA melibatkan ratusan sekuens yang mana tedapat

ratusan juta panjang pasangan basa. Diberikan multiple sekuens untuk

mendapatkan MA, pertama kali harus dikonstruksi sebuah algoritma dengan

terlebih dahulu memformulasi prinsip-prinsip komputasi (Shen dkk, 2008).

Hasil dari MA berupa suatu himpunan sekuens yang panjangnya sama.

MA dapat menunjukkan multiple sequence berada pada keluarga yang sama atau

tidak. Selain itu, MA dapat menunjukkan semua hubungan atau relasi antar famili

dari multiple sequence yang ada. Berdasarkan pembagian keluarga, dapat

ditentukan keadaan evolusi masing-masing sekuens dalam keluarga. Secara umum

digunakan pohon topologi untuk menggambarkan hubungan di antara multiple

sequence, pohon topologi tersebut selanjutnya dikenal dengan pohon filogenetik

(35)

24

Studi tentang MA berkembang kedua arah. Yang pertama membahas

kompleksitas komputasi untuk solusi dengan pinalti minimum, yang mana banyak

publikasi mempertimbangkan pada masalah yang sangat sulit. Karena itu, adalah

sulit untuk mencapai MA dengan penalti minimum secara teori. Masalah MA

menjadi masalah dari kompleksitas komputasi (Shen dkk, 2008).

Sebagai contoh MA, dengan menggunakan tiga sekuens yang disejajarkan

yaitu = VIVALASVEGAS, = VIVADAVIS dan = VIVADALLAS. MA

dari tiga sekuens tersebut ditunjukkan oleh yang terlihat seperti berikut.

Ketika dilakukan untuk sekuens terkait, MA dapat membantu para peneliti

mengidentifikasi domain dan daerah lainnya yang menarik. Selain itu bisa dengan

mudah beradaptasi definisi pensejajaran berpasangan (pairwise alignment) untuk

menutupi kasus ini (Cristianini dkk, 2006). Masalah MA dipecahkan dengan

menggunakan beberapa metode yang berbeda , seperti classical, progressive, dan

iterative algorithms.

2.7.1 Metode Progressive

Adanya hubungan timbal balik antara pensejajaran dan hubungan

filogenetik antar sekuens di dalamnya memunculkan ide bahwa suatu pensejajaran

yang baik dapat dibuat berdasarkan hubungan filogenetiknya dalam bentuk sebuah

pohon. Namun demikian, hasil pensejajaran sekaligus juga pohon filogenetik dari

suatu sekuens yang belum disejajarkan merupakan hal yang rumit. Pendekatannya

adalah dengan menghasilkan suatu alignment sementara lalu membuat pohon dari

pensejajaran sementara tersebut, kemudian mengoptimasi pensejajaran tersebut

berdasarkan informasi kekerabatan antar sekuens yang terdapat dalam pohon

(Naznin dkk, 2012).

Metode progressive menghasilkan Multiple Alignment dari sejumlah

pensejajaran secara berpasangan (Pairwase Alignment). Metode Progressive

(36)

25

menurut skor untuk berpasangan mereka, sehingga biasanya sekuens yang

mensejajarkan terbaik ditambahkan ke pelurusan pertama (Mojbak dkk, 2010).

Langkah-langkah pensejajaran sekuens menggunakan Metode Progressive

sebagai berikut.

1. Melakukan pensejajaran berpasangan untuk setiap pasang sekuens.

2. Membentuk matriks jarak dari hasil pensejajaran dari setiap pasang

sekuens. Entri dalam matriks jarak adalah beda hasil pensejajaran

pasangan sekuens.

3. Membangun pohon filogentik dari pensejajaran dengan jarak evolusi.

4. Hasil pensejajaran diperoleh melalui pohon filogenetik yang telah

dikontruksi.

Metode Progressive menggunakan Metode Dinamic Programming untuk

membentuk pensejajaran sekuens secara keseluruhan dimulai dengan sekuens

paling terkait atau kelompok sekuens ke pensejajaran awal (Ulum dkk, 2013).

2.8 Filogenetik Molekuler

Filogenetik molekuler adalah ilmu yang mempelajari hubungan

evolusioner antara organisme, gen, atau protein, menggunakan kombinasi biologi

molekuler dan teknik statistik. Hubungan filogenetik biasanya digambarkan dalam

bentuk pohon biner. Struktur pohon menggambarkan kemungkinan hubungan

keturunan leluhur antara varian diketahui yang ada di masa lalu, dimana

leluhurnya masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan varian sekarang atau

node eksternal (Polanski dkk, 2007).

2.8.1 Pohon

Sebagaimana dinyatakan pada sub bab 2.5, hubungan filogenetik dapat

direpresentasikan dalam bentuk pohon, biasanya diposisikan terbalik.

Pengamatan, biasanya dalam bentuk sekuens, hanya tersedia di bawah pohon.

Tugas molekuler filogenetik adalah untuk menemukan struktur (topologi) dari

pohon, dan panjang cabang, yang mewakili struktur keterkaitan dari sekuens yang

(37)

26

Sebuah pohon adalah sebuah grafik yang terdiri dari node dan cabang, di

mana dua node yang terhubung oleh jalan yang unik. Sebuah pohon biner adalah

pohon dengan cabang diarahkan, sehingga masing-masing node memiliki lebih

dari dua keturunan. Sebuah pohon filogenetik adalah pohon yang node dan cabang

memiliki interpretasi sebagai spesies atau sekuens molekul dan hubungan di

antara mereka (Polanski dkk, 2007).

Dalam pohon terdapat istilah-istilah yang digunakan, adapun penjelasan

mengenai istilah-istilah yang ada hubungannya dengan pohon sebagai berikut:

a. Node

Node dalam pohon filogenetik disebut unit taksonomi. biasanya unit

taksonomi diwakili oleh sekuens (DNA atau RNA, nukleotida atau asam amino).

Sekuens tersebut sesuai dengan spesies atau individu dalam populasi yang

baisanya diwakili oleh parameter yang menggambarkan individu, seperti panjang,

sudut, atau warna.

b. Cabang

Cabang di pohon filogenetik menunjukkan keturunan atau hubungan

keturunan antar node.

c. Node terminal.

Node terminal juga disebut node eksternal, daun, atau ujung pohon. Untuk

pohon filogenetik, nama-nama node terminal unit taksonomi adalah unit

taksonomi yang masih ada atau unit taksonomi operasional.

d. Akar

Akar adalah node asal atau nenek moyang dari semua node.

e. Pohon berakar atau pohon tidak berakar.

Pada Gambar. 2.1, disajikan contoh pohon berakar dibandingkan pohon

tidak berakar untuk set yang sama node yang masih ada A, B, C, D, E. Dalam

pohon berakar, arah jalur evolusi (waktu) selalu ditentukan. Dalam pohon tidak

berakar, node yang masih ada secara unik ditentukan tetapi ada banyak jalur

(38)

27

(a) (b)

Gambar 2.1 (a) Pohon berakar dan (b) Pohon tidak berakar

f. Topologi

Topologi adalah pola percabangan pohon. Jumlah kemungkinan

topologi pada umumnya sangat besar. Jika jumlah Tus yang masih ada

adalah n, jumlah pohon tidak berakar berlabel berbeda adalah

( )

( ) (2.2)

dan jumlah pohon berakar berlabel berbeda adalah

( )

( ) (2.3)

Ekspresi di atas dapat diturunkan menggunakan prosedur iterasi dengan

menambahkan cabang pohon yang ada.

g. Panjang cabang

Panjang dari cabang menentukan matriks dari pohon. Pada pohon

filogenetik, panjang cabang diukur dalam satuan evolusi

waktu. Berlalunya waktu evolusi menghasilkan akumulasi perubahan

evolusioner. Karena itu, ketika menyimpulkan matriks dari pohon filogenetik,

jumlah dari evolusi berubah diantara spesies estimator dari panjang cabang.

Sebuah pohon berakar merupakan evolusi diarahkan dari nenek

moyang ke semua node terminal. Node internal lainnya dari

pohon merupakan nenek moyang kelompok tertentu dari Otus. Dengan

menghapus akar dari pohon berakar dan bergabung dengan dua cabang turun

dari akar menjadi cabang tunggal, satu memperoleh pohon tidak berakar.

Pohon tersebut dilakukan tidak mengandung informasi tentang arah evolusi akar

A B C D E

A B

C

D

(39)

28

dan menentukan hanya hubungan evolusi antara Otus. Gambar 2.2

menunjukkan pohon berakar dengan empat spesies mamalia dan gambar 2.3

menunjukkan pohon tidak berakar dengan empat spesies mamalia.

Gambar 2.2 Pohon berakar dengan empat spesies mamalia

Gambar 2.3 Pohon tidak berakar dengan empat spesies mamalia

Dua representasi yang diberikan untuk setiap pohon. Perhatikan bahwa

dua intern node dari pohon berakar mewakili masing-masing nenek moyang dari

kelompok {lumba-lumba, paus, babi} dan nenek moyang dari kelompok yang

lebih kecil {Lumba-lumba dan paus}. Pohon yang dijelaskan dalam gambar 2.2

dan gambar 2.3 disebut sebagai pohon filogenetik pohon. Setiap pohon filogenetik

yang daunnya diberi label oleh Otu tertentu, dikatakan untuk menghubungkan

Otu.

Panjang masing-masing cabang pohon adalah angka positif yang

merupakan tingkat keterkaitan antara spesies atau urutan yang sesuai ke kelenjar

di titik akhir dari cabang dan sering dihitung sebagai produk dari panjang interval

waktu yang secara historis memisahkan spesies atau urutan dan nilai tertentu dari

tingkat evolusi, yang mencoba untuk memperhitungkan fakta bahwa beberapa Horse

Ping

Dolphin Whale

Whale Horse

Ping

Dolphin

𝑥 Pin g Root

Horse Dolphin Whale Ping

Root

Horse

Dolphin

(40)

29

spesies atau gen berevolusi lebih cepat dari pada yang lain. Pada gambar. 2.2

hanya memberikan pola percabangan yang benar, tidak ada panjang cabang.

Panjang cabang sering ditampilkan sebagai label di sebelah cabang yang sesuai.

Pohon yang terdapat panjang pohon dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Pohon dengan panjang pohon

2.8.2 Pohon Filogenetik (Phylogenetic tree)

Pohon filogenetik atau pohon evolusi adalah grafik tanpa siklus atau

pohon yang menunjukkan hubungan evolusi di antara berbagai spesies biologi

berdasarkan kedekatan genetik berbagai spesies (Ruzgar dkk, 2011). Tujuan dari

filogeni adalah untuk merekonstruksi sejarah kehidupan dan menjelaskan

keanekaragaman makhluk hidup saat ini. Hal ini dapat direpresentasikan sebagai

pohon genealogis besar (pohon kehidupan). Prinsip yang mendasari filogeni

adalah mencoba untuk mengelompokkan makhluk hidup sesuai dengan tingkat

kemiripan. Dalam konteks ini, asumsikan bahwa dua spesies yang lebih serupa

(seperti manusia dan kera), semakin dekat kekerabatan mereka dengan nenek

moyang mereka. Filogenetik merupakan jenis khusus dari filogeni yang

bergantung pada perbandingan gen yang berasal dari beberapa spesies untuk

merekonstruksi pohon genealogis pada spesies ini dan mencari tahu siapa kerabat

terdekat misalnya dalam keluarga (Claverie dkk, 2007).

Untuk menggambarkan hubungan evolusi antara gen dan organisme

dalam suatu hubungan kekerabatan yang erat dengan menggunakan pohon

𝑥

𝑥6

𝑥

𝑥

𝑥

𝑥 2 2

2 1

3 5

5

(41)

30

filogenetik. Disebut pohon filogenetik karena bentuknya menyerupai struktur

pohon. Istilah yang digunakan pada pohon filogenetik merujuk ke berbagai bagian

dari pohon (misalnya akar, cabang, node dan daun). Node eksternal atau daun

merepresentasikan taxa atau disebut OTUs (Operational Taxonomic Units), istilah

tersebut juga mewakili berbagai jenis taxa yang sebanding. Sebagai contoh,

sebuah keluarga organisme, individu atau strain virus dari satu spesies atau dari

spesies yang berbeda. Node internal atau disebut HTU (Hipothetical Taxonomic

Units) menekankan bahwa mereka adalah leluhur hipotesis OTUs. Sebuah cluster

merupakan sekelompok taxa yang berbagi cabang yang sama memiliki asal

monofiletik (Lemey dkk, 2009).

akar

(a) (b)

Gambar 2.5 (a) Pohon filogenetik berakar dan (b) Pohon filogenetik tidak berakar

Pada gambar 2.5 kedua pohon memiliki topologi yang sama. Pada gambar

di atas, Taxa A, B dan C membentuk cluster, memiliki leluhur bersama H, karena

asalnya monofiletik. Sedangkan C, D dan E tidak membentuk cluster tanpa

memasukkan strain tambahan dan tidak berasal dari monofiletik disebut

paraphyletic. Percabangan pola disebut sebagai topologi pohon. Pada pohon

berakar yang ditunjukkan pada gambar 2.5 (a), sebagai node internal atau OTU

yaitu A, B, C, D, dan F. Sedangkan node internal atau HTU yaitu G, H, I, J dan K,

(42)

31

K ke node eksternal D). Pada pohon tidak berakar yang ditunjukkan pada gambar

2.5 (b) tidak memiliki simpul akar, hanya garis antara node cabang. Sebuah pohon

tidak berakar hanya memposisikan sekelompok individu tanpa menunjukkan arah

proses evolusi. Dalam sebuah pohon tidak berakar, tidak ada indikasi yang

mewakili nenek moyang dari semua OTU (Lemey dkk, 2009).

(a) (b)

Gambar 2.6 Struktur dari pohon Filogenetik berakar

Pada gambar 2.6 menunjukkan pohon yang sama seperti pada gambar 2.5

tetapi dalam bentuk yang berbeda. Pada gambar 2.6, kedua gambar memiliki

topologi yang identik. Cabang diinternal node dapat diputar tanpa merubah

topologi pohon (Lemey dkk, 2009).

2.8.3 Metode-metode Pembentukan Pohon

Pohon filogenetik dapat dibentuk atas dasar pendekatan yang sangat

berbeda, yang mungkin dibagi menjadi metode berorientasi data dan metode

berorientasi model. Contoh metode berorientasi data adalah metode berbasis jarak.

Metode jarak, pohon yang dibangun dengan menggabungkan sekuens dengan

jarak kecil di antara mereka. Contoh lain adalah Metode Maximum Parsimony,

dengan Metode Maximum Parsimony pohon yang dibentuk menjelaskan data

yang diamati menggunakan nilai terkecil. Tidak ada diasumsikan model evolusi

dalam Metode Jarak dan Metode Maximium Parsimony. Mungkin ini menjadi

alasan mengapa pendekatan berorientasi data lebih menarik bagi ahli biologi dan

(43)

32

Pendekatan model antara lain, Metode Maximum Likelihood dan metode

berdasarkan Coalescent tersebut. Dalam Metode Maximum Likelihood, model

probabilistik evolusi diasumsikan dan cocok untuk sekuens data untuk

memaksimalkan kemungkinan semua pohon. Menghitung likelihood adalah

komputasi secara intensif, tetapi metode ini dapat dilakukan dengan beberapa

cara, termasuk evolusi di bawah tekanan selektif, yang mungkin membantu dalam

identifikasi protein aktif (Polanski dkk, 2007).

Menerapkan metode filogenetik untuk berbagai gen dari gen keluarga

untuk merekonstruksi sejarah keluarga dengan cara yang sama. Menurut Shen

(Shen dkk, 2008) metode-metode untuk membangun pohon filogenetik adalah

sebagai berikut:

1. Metode Berbasis Jarak

Setiap hasil alignment dapat digunakan untuk menghitung matriks

jarak antar sekuens. Bedasarkan pada matriks jarak, akan dapat dihasilkan

pohon filogenetik yang sesuai. Metode yang paling populer disebut

UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Aritmatic) dan

Neighbor-Joining.

2. Metode Berbasis Fitur

Metode jenis ini menggunakan fitur (karakteristik) dari output

alignment untuk membangun pohon filogenetik. Metode berbasis fitur

yang digunakan dalam filogenetik adalah Metode Maximum Parsimony.

Penentuan pohon dengan tree length terkecil tidak dilakukan berdasarkan

matriks distance seperti pada ME. Perhitungan branch length dan tree

length pada metode MP didapatkan dari jumlah substitusi minimum antar

character state setiap situs pada sequence alignment.

3. Metode Berbasis Probabilitas

Penggunaan metode berbasis probabilitas ini untuk membangun

pohon filogenetik dimulai dengan membangun suatu model probabilitas

untuk mutasi sekuens, kemudian membangun pohon flogeetik didasarkan

(44)

33

2.9 Metode Berbasis Jarak (Distance Based Methods)

Metode jarak adalah salah satu metode pembentukan pohon filogenetik

dari sekumpulan jarak antar setiap pasangan sekuens yang telah disejajarkan.

Sekumpulan jarak tersebut dituliskan dalam bentuk matriks yang disebut matriks

jarak (Isaev, 2007). Adapun bentuk matriks jarak dapat dilihat pada contoh 3.

Contoh 2.3 : Diberikan N = 5 dan diberikan matriks jarak sebagai beikut.

0 11 8 9 8

11 0 13 14 13

8 13 0 9 8

9 14 9 0 9

8 13 8 9 0

Pada contoh 2.3 menunjukkan matriks jarak dari lima sekuens (OTU)

dengan himpunan sekuens * +. Setiap elemen matriks tersebut

merepresentasikan jarak genetik antar sekuens yang terlibat. Misalnya, jarak

antara OTU dan adalah 8. Angka tersebut menyatakan perbedaan genetik

sekuens dan sebesar 8 satuan. Perbedaan tersebut terjadi karena proses

evolusi yang terjadi didalam struktur genetiknya. Angka-angka tersebut bisa

dikatakan sebagai waktu evolusi atau perbedaan banyaknya gen akibat evolusi.

Terdapat asumsi bahwa diberi matriks jarak berpasangan antara sekuens.

Misal adalah sebuah himpunan dan adalah sebuah fungsi,

dikatakan sebagai distance function atau fungsi jarak pada jika

( ) untuk setiap 2.5

( ) untuk 2.6

( ) ( ) untuk setiap 2.7

Memenuhi ketidaksamaan segitiga ( ) ( ) ( ) untuk setiap

2.8

Jika adalah distance function atau fungsi jarak pada , maka untuk

(45)

34

dengan menetapkan ( ) untuk semua , dan ( )

untuk semua , tetapi fungsi jarak ini sangat tidak informatif.

Himpunan yang dipakai disini adalah himpunan berhingga

* + yang merupakan himpunan sekuens (OTU) yang akan dibentuk pohon filogenetik-nya. Diasumsikan bahwa fungsi jarak terdefinisi di dan relevan

secara biologi, maksudnya adalah sesuai dengan informasi genetik yang ada pada

sekuens di . Sebagai contoh ( ) ( ) berarti OTU dan lebih

jauh hubungan evolusi atau kekerabatannya dibanding OTU dan . Untuk

menyederhanakan penulisan, ( ) ditulis sebagai dengan * +.

Berdasarkan fungsi jarak tersebut dapat diperoleh matriks jarak (distance matrix)

( ) dengan definisi formal sebagai berikut.

Definisi 3. Misalkan adalah suatu fungsi jarak, disebut sebagai matriks

jarak yang didefinisikan oleh

[

]

dengan dan n adalah jumlah OTU yang terlibat (Isaev, 2007).

Pengelompokan program menghasilkan sebuah pensejajaran dan pohon

dari set sekuens protein. Metode jarak bekerja pada jumlah perubahan diantara

masing-masing pasangan dalam kelompok untuk mengkonstruksi pohon

filogenetik dalam kelompok. Pasangan sekuens yang mempunyai jumlah

perubahan terkecil diantara mereka disebut neighbors. Dalam pohon filogenetik,

sekuens-sekuens ini menggunakan secara bersama-sama satu titik dan

masing-masing dihubungkan titik oleh sebuah cabang. Tujuan dari metode jarak adalah

untuk mengidentifikasi pohon pada posisi neighbors dengan benar, dan juga

mempunyai cabang yang menghasilkan data dengan jarak sedekat mungkin.

(46)

35

penemuan neighbors terdekat diantara kelompok sekuens dengan metode jarak

(Feng dkk, 1996).

2.10Metode UPGMA

Metode UPGMA (Unwight Pair Group Method with Arithmetic Average)

adalah metode untuk konstruksi pohon yang mengasumsikan rata-rata perubahan

sepanjang pohon adalah konstan dan jaraknya kira-kira ultrameric (ultrameric

biasanya diekspresikan sebagai molecular clock tree). Metode UPGMA dimulai

dengan kalkulasi panjang cabang diantara sekuen paling dekat yang saling

berhubungan, kemudian rata-rata jarak antara sekuens ini atau kelompok sekuens

dan sekuens berikutnya atau kelompok sekuens dan berlanjut sampai semua

sekuens yang termasuk dalam pohon. Akhirnya metode ini memprediksi posisi

root dari pohon (Shen dkk, 2008).

Metode UPGMA adalah metode paling sederhana dari semua metode

clustering yang digunakan untuk membentuk pohon filogenetik. Metode ini

membutuhkan kecepatan substitusi dari nukleotida atau asam amino menjadi

seragam dan tidak berubah melalui seluruh proses evolusi. Dengan kata lain,

memenuhi hipotesis mengukur waktu molekuler. Pada setiap node induk, panjang

cabang dari node induk ke dua simpul anak adalah sama (Isaev, 2007).

Metode UPGMA mengasumsikan sebuah molecular clock dan rooted tree.

Metode ini secara normal menghitung skor similaritas yang didefinisikan sebagai

jumlah total dari jumlah sekuens yang identik dan jumlah substitusi konservatif

dalam pensejajaran dua sekuens dengan gap yang diabaikan. Skor identitas antara

sekuens menunjukkan hanya identitas yang mungkin ditemukan dalam

pensejajaran. Untuk analisis filogenetik digunakan skor jarak antara dua sekuens.

Skor diantara dua sekuens adalah jumlah posisi yang tidak cocok (mismatch)

dalam pensejajaran atau jumlah posisi sekuen yang harus diubah untuk

menghasilkan sekuens yang lain. Gap mungkin diabaikan dalam kalkulasi atau

diberi perlakuan seperti substitusi. Ketika sebuah skoring atau matriks substitusi

digunakan, kalkulasi menjadi lebih komplek tetapi secara prinsip tetap sama (Shen

Gambar

Tabel 2.1. Kasus Ebola di Afrika .........................................................................
Tabel 2.1: Kasus ebola di Afrika
Tabel 2.2. Asam Amino dan Kode resmi
Tabel 2.3 Kode standart genetik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karena kurangnya cairan yang masuk menjelang persalinan menyebabkan energi dalam tubuh berkurang yang dapat mengakibatkan power/kekuatan ibu melemah akibatnya tidak mampu

Terdiri dari flexor digitorum longus, flexor haliccis longus, dan tibialis posterior, disertai arteri tibialis posterior dan nervus tibialis posterior.Dikarenakan nervus

Setelah acara press tour selesai, berita baru dapat dipublikasikan pada media massa termasuk media cetak kepada masyarakat dimana isi berita tersebut adalah mengenai

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil perhitungan Overall Equipment Effetiviness (OEE) pada Mesin Yoshino, mengetahui perbedaan hasil perhitungan

Konsep yang telah dibuat dari hasil analisis digunakan sebagai acuan di dalam membuat layout pada program administrasi pembukuan yang efektif dan dapat digunakan

Namun demikian, penelitian tersebut hanya menguraikan tindak tutur direktif dan ekspresif dalam pidato pelantikan Presiden Joko Widodo, sedangkan penelitian ini akan

Gampong Manyang Lancok merupakan salah satu gampong diantara 30 gampong yang ada di dalam wilayah kecamatan Meureudu.. Gampong ini juga merupakan salah satu

Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah faktor