• Tidak ada hasil yang ditemukan

Majalah. Juli-Desember

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Majalah. Juli-Desember"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Majalah

Juli-Desember

(2)

Kegiatan Mediasi Lembaga Adat

dalam Menyelesaikan Sengketa

Oleh: Teuku Ahmad Yani, S.H.,

M.Hum.

4

M

ediasi merupakan bentuk

alternatif penyelesaian sengketa. Mediasi telah tumbuh dan berkembang sejalan dengan tumbuhnya keinginan manusia untuk menyelesaikan sengketa secara cepat. Manusia berusaha untuk menghindar dan keluar dari konflik, meskipun konflik atau persengketaan tidak mungkin

dihilangkan dari realitas kehidupan manusia. Pencarian pola penyelesaian sengketa terus dilakukan manusia. Pencarian pola penyelesaian sengketa terus dilakukan manusia, dalam rangka memenuhi keinginan fitrahnya untuk hidup damai, dalam rangka memenuhi keinginan fitrahnya untuk hidup damai, aman, adil dan sejahtera.

Mediasi merupakan alternatif penyelesaian sengketa yang dapat digunakan oleh para pihak di luar pengadilan. Lembaga ini memberikan kesempatan kepada para pihak di luar pengadilan. Lembaga ini memberikan kesempatan kepada para pihak untuk berperan mengambil inisiatif, guna menyelesaikan sengketa mereka yang dibantu pihak ketiga sebagai mediator. Prinsip mediasi adalah sarna-sarna menang (win-win solution), sehingga para pihak yang terlibat

sengketa merasakan tidak adanya pihak yang menang dan pihak kalah. Mediasi bukan hanya mempercepat proses penyelesaian sengketa, tetapi juga menghilangkan dendam dan memperteguh hubungan silaturahmi.

Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai mediator, bila ia telah mendapatkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang

bersengketa. Kepercayaan diperoleh mediator

bila ia dianggap adil, jujur, tidak memihak dan tidak memiliki kepentingan apapun terhadap sengketa yang dialami para para pihak. Mediator hanya membantu para pihak untuk mencarikan sejumlah kemungkinan solusi bagi penyelesaian sengketa.

Mediator tidak dapat menawarkan atau memaksakan para pihak untuk menerima solusi yang berasal darinya, tetapi mediator harus mendorong para pihak untuk menciptakan sendiri sejumlah solusi yang dapat mengakhiri sengketa mereka.

Dasar Hukum Kegiatan Mediasi

Secara hukum mediasi tercantum dalam Pasal2 ayat (2) Perma Nomor 01 Tahun 2008 yang mewajibkan setiap hakim, mediator dan para pihak untuk mengikuti prosedur penyelesaian perkara melalui mediasi. Dalam konteks Indonesia, praktek penyelesaian sengketa melalui mediasi ada dua cara, yaitu melaui lembaga peradilan dan di luar peradilan. Mediasi di luar peradilan ditangani oleh mediator perorangan, atau sebllah lembaga independent, sedangkan mediasi di lembaga peradilan ditangani oleh hakim atau mediator yang bersertifikat.

Unsur atau ciri khusus mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah sebagai berikut:

a. Mediasi sebagai sarana penyelesaian sengketa informal dipimpin oleh seorang mediator yang netral. Para pihak yang menentukan atall menunjuk orang yang menjadi mediator sesllai kesepakatan.

26 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ Jeumala I No.xXXVII Juli - Desember 2011

0

(Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala)

(Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala)

(3)

Mediator yang ditunjuk tidak terbtas pada satu orang tetapi dapat lebih dari satu orang.

b. Mediator bertugas membantu para pihak untuk membuat persetujuan-persetujuan. Untuk tertib dan lancarnya proses mediasi, maka mediator terlebih dahulu dapat menentukan waktu dan menyiapkan tempat dalam rangka mengadakan pertemuan-pertemuan. c. Mediator tidak mempunyai otoritas untuk

mengambil keputusan. Mediator tidak bertindak sebagai hakim karena mediator tidak mempunyai otoritas mengambil keputusan sendiri, yang menentukan keputusan adalah pihak-pihak yang bersengketa selama berlangsungnya proses mediasi.

Dalam sistem hukum' adat, mediasi digunakan oleh masyarakat hukum adat sebagai cara dalam penyelesaian sengketa3.

Mediasi memiliki keterkaitan dengan pandangan hidup masyarakat hukum adat, bahwa sengketa yang terjadi antara para pihak menandakan adanya gangguan keseimbangan nilai komunal dari masyarakat hukum adat. Tokoh adat amat berperan dalam membantu para pihak yang menyelesaikan sengketa melalui mediasi. Keberadaan tokoh adat sebagai pihak ketiga (mediator) amat diperlukan, karena mereka adalah orang yang memiliki otoritas dan kewibawaan dalam menjaga dan menegakkan nilai-nilai adat.

3 keberadaan institusi

h~lmm

adat di Aceh

sudah diterapkan sejak Kesultanan Iskandar Muda, yang bertugas menyelesaikan berbagai masalah masyarakat gampong.

Lihat: http://waspada.co.id/index. php?option=com_c ontent&view=article&id=170447: lembaga­ hukum-adat-aceh-harus­ diperkuat&catid= 13 :aceh&Itemid=26,23 november 2011.

Mediasi (oleh Gampong dan Mukim) dalam sistem hukum adat tidak hanya dibatasi pada sengketa-sengketa perdata, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menyelesaikan kasus-kasus pidana. Oleh karenanya, bila terjadi sengketa antar individu atau antar kelompok dalam masyarakat hukum adat, maka para pihak harus secepat mungkin berupaya menyelesaikannya dengan dibantu tokoh adat.

Kegiatan penyelesaian sengketa dalam sistem hukum adat, selama ill! hanya

dilaksanakan oleh lembaga peradilan adat. Para tokoh adat sering menjadi mediator untuk menjadi memediasi sengketa-sengketa di tengah masyarakat, karena para tokoh adat memiliki kapasitas untuk itu.

Kegiatan mediasi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga adat didasarkan pada adanya pengakuan keberadaan lembaga­ lembaga adat dalam pasal 98 Undang­ Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Pasal 98 ayat (2) Undang-undang ill! juga menyebutkan

bahwa penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan secara adat ditempuh melalui lembaga adat.

Lebih lanjut dalam Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Lembaga Adat, menyebutkan bahwa dalam menjalankan fungsinya, lembaga adat berwenang:

• menjaga keamanan, ketentraman, kerukunan, dan ketertiban masyarakat; • membantu Pemerintah dalam pelaksanaan

pembangunan;

• mengembangkan dan mendorong partisi pasi masyarakat;

• menjaga eksistensi nilai-nilai adat dan adat istiadat yang tidak bertentangan dengan syari'at Islam;

• menerapkan ketentuan adat;

• menyelesaikan masalah sosial kemasyarakatan;

• mendamaikan sengketa yang timbul dalam masyarakat; dan

• menegakkan hukum adat.

(4)

Pilihan Dalam MenyeIesaikan Sengketa Kegiatan mediasi begitu berkembang dalam tatanan masyarakat Aceh terkait Penyelesaian perkara secara adat oleh dengan ada satu adagium yang sangat lembaga adat dahulunya melUpakan hal yang melekat di jiwa masyarakat di Aceh, yakni lumrah dilakukan dalam kehidupan "Hukom ngon adat han jeut cre' lagee zat masyarakat Aceh. Sistem penyelesaian ngon sipheuet". Adagium tersebut sengketa melalui Peradilan Adat telah mempunyai arti bahwa hukum dan adapt dipraktekkan dengan baik yang difasilitasi adalah satu bagian yang tidak bisa dipisahkan; oleh lembaga ad at. Dalam menjalankan hukum dan adat ibarat zat dan sifatnya. Oleh fungsinya lembaga adat telah laksanakan oleh sebab itu ada beberapa keuntungan yang sejumlah pemangku adat yang disebut sering muncul dalam dalam sebuah upaya fungsionaris adat. Fungsionaris adat memiliki penyelesaian sengketa secara adat, yaitu: sifat otoritas dalam menengahi berbagai persoalan kesukarelaan dalam proses, prosedur yang kemasyarakatan termasuk penyelesaian tepat, keputusan non-yudisial, prosedur sengketa. Bertahun-tahun lamanya sistem rahasia (confidentiality).

penyelesaian perkara melalui Peradilan Adat Fleksibilitas dalam merancang syarat­ itu telah menjadi salah satu mobilitas yang syarat penyelesaian masalah, hemat waktu, sangat berarti bagi masyarakat Aceh4 . hemat biaya, pemeliharaan hubungan, tinggi

Meskipun pernah hilang dengan kemungkinan untllk melaksanakan pemberlakllan UUPD No. 5/1979 kesepakatan, kontrol dan kemudahan untuk menuntaskan penaklukan atas

....-_­

memperkirakan hasil dan keputusan yang kelompokkelompok bertahan sepanjang waktu. masyarakat adat di Sejalan dengan

Nusantara.5 berlakunya hukum

Pada tingkat nasional, maka lUang Gampong dan Mukim, lingkup mediasi yang kegiatan yang dilakukan dapat dilakukan mediasi oleh para tokoh juga menjadi terbatas, masyarakat/tokoh adat hanya yang tunduk pada pada prinsipnya bukan hllkum bersifat mengatur mengadili sebagaimana saja yang dapat halnya suatu peradilan diselesaikan, misalnya formal, melainkan lebih dalam bidang hukum mengupayakan keperdataan, sedangkan perdamaian diantara para pihak yang hukum yang bersifat memaksa kegiatan bersengketa. Oleh karen~ itu upaya untuk mediasi kerap tidak dapat dilakukan mediasi, menyelesaikan sengketa oleh para tokoh karena untuk menyelesaikan hal tersebut, masyarakat tersebut adalah belUpa mediasi. sudah menjadi kewenangan dari lembaga­

lembaga penegak hukum.

Namun demikian, secara tegas Qanun

4 Reportase lihat:

Aceh Nomor 10 Tahun 2008 Tentang http://maa.acehprov.go.id/index.php?option=com_cont

Pembinaan Kehidupan Adat Dan Adat ent&view=article&id=49:duis-aute-irure­

Istiadat, Sebagaimana diatur dalam Pasal 13 dolor&catid=34:reportase, 23 November 2011.

5 R. Yando Zakaria, Abieh Tandeh: Masyaralwt Desa . menyebutkan bahwa Sengketa/perselisihan

di Bawah Rezim Orde Baru. Jakarta: PT. Pustaka adat dan adat istiadat yang dapat dislesaikan

Pelajar dan Lembaga Studi dan Advokasi oleh lembaga-Iembaga meliputi: Masyarakat/ELSAM, 2000, khsususnya Bab IV.

. Jeumala

I

No.XXXVI

I

Juli - Desember 2011 28

(5)

a. perselisihan dalam rumah tangga;

b. sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan faraidh;

c. perselisihan antar warga; d. khalwat meusum;

e. perselisihan tentang hak milik;

f. pencurian dalam keluarga (pencurian ringan);

t

g. perselisihan harta sehareukat; h. pencunan nngan;

1. pencurian ternak peliharaan;

J. pelanggaran adat tentang ternak, pertanian, dan hutan;

k. persengketaan di laut;

I. persengketaan di pasar;

. .

m. pengamayaan nngan;

n. pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat);

o. pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik;

p. pencemaran lingkungan (skala ringan); q. ancam mengancam (tergantung dari

jenis ancaman); dan

r. perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat dan adat istiadat.

Dengan demikian, kewenangan oleh lembaga-Iembaga adat dalam melakukan kegiatan mediasi terhadap suatu sengketa bukan hanya meliputi persoalan adat istiadat, melainkan lebih luas, yaitu juga berkaitan dengan persoalan pidana, lingkungan, demikian pula berkaitan dengan bisnis atau usaha perdagangan.

Sejalan dengan berlakunya Undang­ Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, maka majelis adat Aceh juga memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa dalam masyarakat dengan pola mediasi. Namun yang menjadi pet1anyaan apakah sengketa yang dimediasi oleh Majelis adat Aceh memiliki persamaan dengan mediasi yang dilakukan oleh Gampong dan Mukim.

o

Jeumala

I

No.XXXVI

I

Juli - Desember 2011

Hal itu perlu ada jawaban agar tidak adanya tumpang tindih dari kegaiatan dari masing-masing lembaga adat, meskipun para pihak yang bersengketa dapat memilih dari lembaga manapun yang ia percayai.

Kesimpulan

Lembaga-Iembaga adat, demikian pula lembaga Majelis Adat Aceh memiliki kewenangan untuk menylesaikan sengketa secara damai, dalam bentuk mediasi. Kegiatan penyelesaian sengketa yang dilakukan o1eh lembaga-Iembaga adat bukanlah mengadili, melainkan lebih bersifat mendamaikan dari para pihak yang bertikai. Ruang lingkup mediasi yang dilakukan sangat luas, kecuali hal-hal yang secara tegas meruapakan hukum yang bersifat memaksa dan wajib diselesaikan oleh lembaga penegak hukum.

Daftar Pustaka

R. Yando Zakaria, Abieh Tandeh: Masyarakat Desa di Bawah Rezim Orde Bam.

Jakarta: PT. Pustaka Pelajar dan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat/ELSAM, 2000. http://waspada.co.id/index.php?option=com_c ontent&view=article&id= 170447: lembaga­ hukum-adat-aceh-hanls­ diperkuat&catid= 13 :aceh&ltemid=26, 23 november 2011. http://maa.acehprov.go.id/index.php?option=c om content&view=article&id=49:duis-aute­ irure-dolor&catid=34:reportase, 23 November 2011. http://www.idlo.int/docNews/225DOC1.pdf, 23 November 2011. _ 29

Referensi

Dokumen terkait

Mekanisme yang sedang dikembangkan di internasional untuk menurunkan emisi dengan mencegah deforestasi dan degradasi Perkembangan selanjutnya REDD+ memasukkan konservasi, PHL dan

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau hukum- hukum, rumus,

mengambil nilai dari tari Galombang yang memiliki nilai sosial yang tinggi, maka diterapkan kepada sisa untuk dapat tercapainya tujuan pembelajaran bersifat karakter

Bagi keputusan kajian seterusnya menunjukkan pemboleh ubah peramal iaitu ketagihan internet dan kesihatan mental merupakan pengaruh yang signifikan terhadap sikap mendapatkan

Setelah dijelaskan dengan video pembelajaran melalui platform YouTube, siswa mampu menyajikan informasi tentang peran Indonesia dalam berbagai bentuk kerja sama di

ISO 9001:2000 sebagai bagian dari Total Quality Management (TQM), me- rupakan paradigma baru dalam men- jalankan organisasi yang berupaya me- maksimumkan daya

Berdasarkan pengalaman masyarakat selama ini, pohon yang dipilih sebagai sumber benih (pohon induk) adalah pohon kemiri yang berumur lebih dari 15 tahun,

Bila diatas jalur penggalian terdapat tiang-tiang listrik, telepon, atau sarana lainnya, maka Instalatur agar mengamankannya dengan mengadakan dan memasang