• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Teori Warna

2.1.1 Warna Dalam Cahaya

Warna dapat didefinisikan sebagai bagian dari pengalamatan indera pengelihatan, atau sebagai sifat cahaya yang dipancarkan. Proses terlihatnya warna adalah dikarenakan adanya cahaya yang menimpa suatu benda, dan benda tersebut memantulkan cahaya ke mata (retina) kita hingga terlihatlah warna. Benda berwarna merah karena sifat pigmen benda tersebut memantulkan warna merah dan menyerap warna lainnya. Benda berwarna hitam karena sifat pigmen benda tersebut menyerap semua warna. Sebaliknya suatu benda berwarna putih karena sifat pigmen benda tersebut memantulkan semua warna. Teori dan pengenalan warna telah banyak dipaparkan oleh para ahli, diantaranya sebagai berikut:

a. Eksperimen James Clerck Maxwell (1855-1861)

Penemuan Young dan Helmholtz membuktikan bahwa terdapat hubungan antara warna cahaya yang datang ke mata dengan warna yang diterima di otak. Hal ini merupakan dukungan awal terhadap asumsi Newton tentang cahaya dan warna-warna benda. Asumsi Newton menyatakan bahwa benda yang tampak berwarna sebenarnya hanyalah penerima, penyerap, dan penerus warna cahaya yang ada dalam spektrum. James Clerck Maxwell membuat serangkaian percobaan dengan menggunakan proyektor cahaya dan penapis (filter) berwarna. 3 buah proyektor yang telah diberi penapis (filter) warna yang berbeda disorotkan ke layar putih di ruang gelap. Penumpukkan dua atau tiga cahaya berwarna ternyata menghasilkan warna cahaya

(2)

yang lain (tidak dikenal) dalam pencampuran warna dengan menggunakan tinta/cat/bahan pewarna. Penumpukkan (pencampuran) cahaya hijau dan cahaya merah, misalnya menghasilkan warna kuning.

Hasil experimen Maxwell menyimpulkan bahwa warna hijau, merah dan biru merupakan warna- warna primer (utama) dalam pencampuran warna cahaya. Warna primer adalah warna- warna yang tidak dapat dihasilkan lewat pencampuran warna apapun. Melalui warna- warna primer cahaya ini (biru, hijau, dan merah) semua warna cahaya dapat dibentuk dan diciptakan. Jika ketiga warna cahaya primer ini dalam intensitas maksimum digabungkan, berdasarkan eksperimen 3 proyektor yang didemonstrasikan Maxwell, maka ditunjukkan sebagai berikut:

RED BLUE GREEN WHITE Y C M CYAN MAGENTA YELLOW G R B BLACK

(a) Warna Primer Aditif (b) Warna Primer Substraktif Gambar 2.1 Diagram Percobaan Maxwell

Eksperimen Maxwell merupakan model atau tiruan yang bagus sekali untuk memudahkan pemahaman kita tentang bagaimana reseptor mata menangkap cahaya sehingga menimbulkan penglihatan berwarna di otak.

(3)

Pencampuran warna dalam cahaya dan bahan pewarna menunjukkan gejala yang berbeda. Sekalipun begitu, dengan memperhatikan hasilnya secara seksama pada pencampuran masing- masing warna primer, dapatlah diperkirakan adanya suatu hubungan yang saling terkait satu sama lain. Warna kuning dalam cahaya ternyata dapat dihasilkan dengan menambahkan warna cahaya primer hijau pada cahaya merah. Cara menghasilkan warna cahaya baru dengan mencampurkan 2 atau lebih warna cahaya disebut “pencampuran warna secara aditif” (additive= penambahan). Warna- warna utama cahaya (merah, hijau, biru) selanjutnya kemudian dikenal juga sebagai warna- warna utama aditif (additive primaries). Pencampuran warna secara aditif hanya dipergunakan dalam pencampuran warna cahaya.

Hasil pencampuran warna ini menunjukkan gejala yang berbeda bidang pencampuran warna seperti pada cat. Dengan pencampuran bahan pewarna (cat) warna cat merah dapat dihasilkan dengan mencampur cat warna primer magenta dan cat warna primer yellow. Mencampurkan 2 atau lebih cat berwarna pada hakekatnya adalah mengurangi intensitas dan jenis warna cahaya yang dapat terpantul kembali oleh benda/cat tersebut. Pencampuran warna serupa ini dengan menggunakan pewarna/cat kemudian disebut dengan pencampuran warna secara substraktif (substractive= pengurangan). Warna- warna utama dalam cat/bahan pewarna kemudian lazim disebut dengan warna-warna utama /primer substraktif (substractive primaries).

b. Teori Newton (1642-1727)

Pembahasan mengenai keberadaan warna secara ilmiah dimulai dari hasil temuan Sir Isaac Newton yang dimuat dalam bukunya “Optics”(1704). Ia mengungkapkan bahwa warna itu ada dalam cahaya. Hanya cahaya satu- satunya

(4)

sumber warna bagi setiap benda. Asumsi yang dikemukan oleh Newton didasarkan pada penemuannya dalam sebuah eksperimen. Di dalam sebuah ruangan gelap, seberkas cahaya putih matahari diloloskan lewat lubang kecil dan menerpa sebuah prisma. Ternyata cahaya putih matahari yang bagi kita tidak tampak berwarna, oleh prisma tersebut dipecahkan menjadi susunan cahaya berwarna yang tampak di mata sebagai cahaya merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu, yang kemudian dikenal sebagai susunan spektrum dalam cahaya. Jika spektrum cahaya tersebut dikumpulkan dan diloloskan kembali melalui sebuah prisma, cahaya tersebut kembali menjadi cahaya putih. Jadi, cahaya putih (seperti cahaya matahari) sesungguhnya merupakan gabungan cahaya berwarna dalam spektrum.

Gambar 2.2 Spektrum Cahaya pada Prisma

Newton kemudian menyimpulkan bahwa benda- benda sama sekali tidak berwarna tanpa ada cahaya yang menyentuhnya. Sebuah benda tampak kuning karena fotoreseptor (penangkap/penerima cahaya) pada mata manusia menangkap cahaya kuning yang dipantulkan oleh benda tersebut. Sebuah apel tampak merah bukan karena apel tersebut berwarna merah, tetapi karena apel tersebut hanya memantulkan cahaya merah dan menyerap warna cahaya lainnya dalam spektrum.

(5)

Gambar 2.3 Mata Melihat Apel Berwarna Merah

Cahaya yang dipantulkan hanya merah, lainnya diserap. Maka warna yang tampak pada pengamat adalah merah. Sebuah benda berwarna putih karena benda tersebut memantulkan semua cahaya spektrum yang menimpanya dan tidak satupun diserapnya. Dan sebuah benda tampak hitam jika benda tersebut menyerap semua unsur warna cahaya dalam spektrum dan tidak satu pun dipantulkan atau benda tersebut berada dalam gelap. Cahaya adalah satu-satunya sumber warna dan benda-benda yang tampak berwarna semuanya hanyalah pemantul, penyerap dan penerus warna-warna dalam cahaya.

2.1.2 Warna Dalam Bentuk Gelombang

Gelombang pada dasarnya adalah suatu cara perpindahan energi dari satu tempat ke tempat lainnya. Energi dipindahkan melalui pergerakan lokal yang relatif kecil pada lingkungan sekitarnya. Energi pada sinar berjalan karena perubahan lokal yang fluktuatif pada medan listrik dan medan magnet, oleh karena itu disebut radiasi elektromagnetik.

(6)

a. Panjang gelombang, frekuensi, dan kecepatan cahaya

Setiap warna mempunyai panjang gelombang dan frekuensi yang berbeda. Bentuknya dapat ditunjukkan dalam suatu bentuk gelombang sinusoida. Berikut gambar gelombang dari berbagai macam frekuensi warna:

Gambar 2.4 Gelombang frekuensi warna cahaya

Jika kita menggambarkan suatu berkas sinar sebagai bentuk gelombang, jarak antara dua puncak atau jarak antara dua lembah atau dua posisi lain yang identik dalam gelombang dinamakan panjang gelombang.

Gambar 2.5 Panjang Gelombang

Puncak- puncak gelombang ini bergerak dari kiri ke kanan. Jika dihitung banyaknya puncak yang lewat tiap detiknya, maka akan didapatkan frekuensi. Pakar

(7)

pertama kali, lalu hasil perhitungan ini dinyatakan dalam satua sebesar 1 Hz menyatakan peristiwa gelombang yang terjadi satu kali per Sebagai alternatif, dapat diukur waktu antara dua buah kejadian/ peristiwa (dan

menyebutnya sebagaif ) sebagai hasil kebalikan

dari periode (T ), seperti nampak dari rumus di bawah ini:

T

f = 1... (2.1)

dengan,

T = perioda (m) dan f = frekuensi (Hz).

Sinar oranye, mempunyai frekuensi sekitar 5 x 1014 Hz ( dapat dinyatakan dengan 5 x 108 MHz - megahertz). Artinya terdapat 5 x 1014 puncak gelombang yang lewat tiap detiknya. Sinar mempunyai kecepatan tetap pada media apapun. Sinar selalu melaju pada kecepatan sekitar 3 x 108 meter per detik pada kondisi hampa, dan dikenal dengan kecepatan cahaya. Terdapat hubungan yang sederhana antara panjang gelombang dan frekuensi dari suatu warna dengan kecepatan cahaya:

f

c

=

λ

.

... (2.2) dengan,

c = kecepatan cahaya ( 3 x 108m/s) , λ = panjang gelombang (m) dan f = frekuensi (Hz).

Hubungan ini artinya jika ki a menaikkan frekuensi, maka panjang gelombang akan berkurang. Sebagai contoh, jika kita mendapatkan sinar warna

(8)

merah mempunyai panjang gelombang 650 nm, dan hijau 540 nm, maka dapat diketahui bahwa warna hijau memiliki frekuensi yang besar daripada warna merah.

b. Spektrum Warna

Warna yang kita lihat diinterpretasikan dalam bentuk spektrum warna atau spektrum sinar tampak. Berikut adalah gambaran spektrum sinar tampak:

Gambar 2.6 Spektrum Warna

Dan warna- warna utama dari spektrum sinar tampak adalah:

Warna Panjang gelombang

(nm) Ungu 380 - 435 Biru 435 - 500 Sian (biru 500 - 520 Hijau 520 - 565 Kuning 565 - 590 Oranye 590 - 625 Merah 625 - 740

Tabel 2.1 Spektrum Warna

Pada kenyataannya, warna saling bercampur satu sama lain. Spektrum warna tidak hanya terbatas pada warna- warna yang dapat kita lihat. Sangat mungkin mendapatkan panjang gelombang yang lebih pendek dari sinar ungu atau lebih panjang dari sinar merah. Pada spektrum yang lebih lengkap, akan ditunjukan

ultra-unggu dan infra-merah, tetapi dapat diperlebar lagi hingga sinar-X dan gelombang radio, diantara sinar yang lain. Gambar berikut menunjukan posisi spektrum-spektrum tersebut.

(9)

Gambar 2.7 Spektrum Gelombang Elektromagnetik

2.2 Teknik Konversi Frekuensi Output Sensor Menjadi Data Digital

Secara umum frekuensi adalah jumlah gelombang yang terjadi dalam waktu tertentu. Dalam elektronika digital, pengertian frekuensi disamakan dengan sinyal atau gelombang kotak atau juga pulsa. Nilai frekuensi dapat dihitung dari jumlah gelombang kotak dalam selang waktu tertentu. Gambar 2.8 berikut mengilustrasikan frekuensi atau sinyal kotak.

T= 1 ms (a)

(b)

(c)

Gambar 2.8 Frekuensi Output/ Sinyal Kotak

Berdasarkan gambar diatas dalam selang waktu 1 milidetik frekuensi yang dihasilkan dapat diketahui dengan menghitung jumlah gelombang kotak atau disebut juga pulsa-pulsa digital. Misalkan pada gambar 2.8 (b) terjadi 16 pulsa kotak

(10)

dalam waktu 1 milidetik, berarti frekuensi yang dihasilkan adalah 16.000 pulsa per detik atau 16kHz. Hz s ms pulsahigh ms f 16.000 16.000 1000 x 1 1000 x 16 1000 x 16 1000) x ms 1 16 1 1 = = = = = Τ =

Demikian juga pada gambar 2.8(c) terjadi 8 gelombang kotak atau pulsa dalam 1 milidetik, berarti frekuensinya adalah 8.000 pulsa per detik atau 8kHz.

Hz s ms pulsahigh ms T f 8.000 8.000 1000 x 1 1000 x 8 1000 x 8 (-1000) x ms 1 8 1 1 = = = = = =

Oleh karena itu, untuk dapat mengubah data frekuensi output sensor maka program yang diisikan ke mikrokontroler harus sesuai/ mengikuti prosedur seperti yang telah dijelaskan diatas. Yaitu, frekuensi output/sinyal dari sensor diambil dalam selang waktu tertentu. Kemudian jumlah pulsa yang diterima dalam selang waktu tersebut disimpan kedalam register 8 bit yang ada pada mikrokontroler untuk dikonversikan menjadi data digital 8 bit dan menampilkan hasilnya melalui fasilitas port I/O yang ada pada mikrokontroler. Data digital yang dihasilkan dapat diubah kembali kedalam frekuensi dengan cara yang dijelaskan seperti diatas.

2.3 Perangkat Keras Sistem 2.3.1 Mikrokontroler

Dalam merancang aplikasi elektronika digital dibutuhkan sebuah alat/komponen yang dapat menghitung, mengingat, dan mengambil pilihan dan digunakan sebagai otaknya. Kemampuan ini dimiliki oleh sebuah komputer, namun tidaklah efisien jika harus menggunakan komputer hanya untuk keperluan tersebut. Untuk itu komputer dapat digantikan dengan sebuah mikrokontroler. Mikrokontroler

(11)

sebenarnya adalah pengembangan dari mikroprosesor, namun dirancang khusus untuk keperluan instrumentasi sederhana. Mikrokontroler seri MCS-51 termasuk sederhana, murah dan mudah didapat dipasaran. Salah satu mikrokontroler seri MCS-51 adalah mikrokontroler AT89S51.

2.3.2 Arsitektur Mikrokontroler AT89S51

Mikrokontroler AT89S51 adalah mikrokontroler keluaran ATMEL.Inc. Mikrokontroler ini kompatibel dengan keluaran mikrokontroler 80C51. Mikrokontroller AT89S51 terdiri dari 40 pin dan sudah memiliki memory flash didalamnya, sehingga sangat praktis untuk digunakan. Beberapa kemampuan (fitur) yang dimiliki adalah sebagai berikut :

• Memiliki 4K Flash EPROM yang digunakan untuk menyimpan program. Flash EPROM(Erasable Programmable Read Only Memory) dapat ditulis dan dihapus sebanyak 1000 kali (menurut manual).

• Memiliki internal RAM 128 byte.

RAM (Random Access Memory), suatu memori yang datanya akan hilang bila catu padam, diakses secara random, tidak sekuensial, artinya dialamat mana saja dapat dicapai secara langsung dengan cepat.

• 4 buah 8-bit I/O (Input/Output) port

Port ini berfungsi sebagai terminal input dan output. Selain itu, dapat digunakan sebagai terminal komunikasi paralel, serta komunikasi serial (pin10 dan 11).

• Dua buah timer/counter 16 bit.

(12)

• Operasi clock dari 0 hingga 24 MHz

• Program bisa diproteksi, sehingga tidak dapat dibaca oleh orang lain. • Menangani 6 sumber interupsi.

• Ada kemampuan Idle mode dan Down mode 2.3.2.1Spesifikasi penting AT89S51 :

a. Kompatibel dengan keluarga mikrokontroler MCS51 sebelumnya b. 8 KBytes In system Programmable (ISP) flash memori dengan

kemampuan 1000 kali baca/tulis c. tegangan kerja 4-5.0V

d. Bekerja dengan rentang 0 – 33MHz e. 256x8 bit RAM internal

f. 32 jalur I/0 dapat deprogram g. 3 buah 16 bit Timer/Counter h. 8 sumber interrupt

i. saluran full dupleks serial UART j. watchdog timer

k. dua data pointer

l. Mode pemrograman ISP yang fleksibel (Byte dan Page Model). Berikut adalah gambar susunan pin pada Mikrokontroller AT89S51:

(13)

Gambar 2.9 Susunan Pin pada Mikrokontroller AT89S51

Keterangan fungsi-fungsi masing-masing pin adalah sebagai berikut :

Pin 40 Vcc, Masukan catu daya +5 volt DC

Pin 20 Gnd, Masukan catu daya 0 volt DC

Pin 32-39 P0.0-P0.7, Port input/output delapan bit dua arah yang juga dapat berfungsi sebagai bus data dan bus alamat bila mikrokontroler menggu nakan memori luar (eksternal).

Pin 1-8 P1.0-P1.7, Port input/output dua arah delapan bit dengan internal pull up.

Pin 10-17 P3.0-P3.7Port input/output delapan bit dua arah, selain itu Port 3 juga memiliki alternativef fungsi sebagai :

(14)

RXD (pin 10) Port komunikasi input serial

TXD (pin 11) Port komuikasi output serial

INT0 (pin 12) Saluran Interupsi eksternal 0 (aktif rendah)

INT1 (pin 13) Saluran Interupsi eksternal 1 (aktif rendah)

T0 (pin 14) Input Timer 0

T1 (pin 15) Input Timer 1

WR (pin 16) Berfungsi sebagai sinyal kendali tulis, saat prosesor akan menulis data ke memori I/O luar.

RD (pin 17) Berfungsi sebagai sinyal kendali baca, saat prosesor akan membaca data dari memori I/O luar.

Pin 9 RESET, Pin yang berfungsi untuk mereset mikrokontroller AT89S51 ke keadaan awal.

Pin 30 ALE (Address Latch Enable), berfungsi menahan sementara alamat byte rendah pada proses pengalamatan ke memori eksternal.

Pin 29 PSEN (Program Store Enable), Sinyal pengontrol yang berfungsi untuk membaca program dari memori eksternal.

Pin 31 EA, Pin untuk pilihan program, menggunakan program internal atau eksternal. Bila ‘0’, maka digunakan program eksternal.

(15)

Pin 19 X1, Masukan ke rangkaian osilator internal. Sumber osilator eksternal atau quartz crystal kristal dapat digunakan.

Pin 18 X2, Masukan ke rangkaian osilator internal, koneksi quartz crystal atau tidak dikoneksikan apabila digunakan eksternal osilator.

2.3.2.2 Struktur Pengoperasian Port

Struktur pengoperasian port terdiri atas :

1. Port Input/Output

One chip mikrokontroller ini memiliki 32 jalur port yang dibagi menjadi 4 buah port 8 bit. Masing-masing port ini bersifat bidirectional sehingga dapat digunakan sebagai input port atau output port. Pada blok diagram AT89C51 dapat dilihat latch tiap bit pada keempat port : port 0, port 1, port 2, port 3. Masing-masing jalur port terdiri dari latch, output driver dan input buffer. Port 0 dan port 2 dapat digunakan sebagai saluran data dan alamat. Port 0 sebagai saluran data, sedangkan port 2 sebagai saluran data dan alamat sekaligus yang dimultipleks. Untuk mengakses memory eksternal, port 0 akan mengeluarkan alamat bawah memori eksternal yang dimultipleks dengan data yang dibaca dan ditulis. Sedangkan port 2 mengeluarkan bagian atas memory eksternal sehingga total alamat semuanya 16 bit.

Khusus untuk port 3 mempunyai fungsi yang lain diluar sebagai port. Fungsi ini akan berbeda untuk tiap-tiap kaki dengan urutan sebagi berikut :

- Port 3.0 : port input serial, RXD. - Port 3.1 : port output serial, TXD.

(16)

- Port 3.2 : input interupsi eksternal, INT0. - Port 3.3 : input interupsi internal, INT1.

- Port 3.4 : input eksternal untuk timer /counter 0, T0. - Port 3.5 : input eksternal untuk timer /counter 1, T1. - Port 3.6 : sinyal tulis memori eksternal, WR.

- Port 3.7 : sinyal baca memori eksternal, RD.

Latch yang digunakan dapat dipresentasikan dengan D-FlipFlop. Data dari bus internal di-latch saat CPU memberi sinyal tulis ke latch dan output latch diberikan ke bus internal sebagai respon dari sinyal baca pin dari CPU. Beberapa instruksi yang berfungsi membaca port mengaktifkan sinyal baca latch dan yang lain mengaktifkan sinyal baca pin. Port 1, port 2, dan port 3 mempunyai pull-up internal, sedangkan port 0 dengan open drain. Masing-masing jalur I/O dapat digunakan sebagai input atau output. Bila digunakan sebagai input, port latch harus 1. Untuk port 1, 2 dan 3, pin-pin akan di pull-up tinggi oleh pull-up internal, dan bisa juga di pull-up rendah dengan sumber eksternal.

Port 0 tidak mempunyai pull-up internal. Pull-up fet hanya akan digunakan saat akses memori eksternal. Jika isi latch diatur pada keadaan 1 maka port ini akan berfungsi sebagai impedansi tinggi dan jika sebagai output akan bersifat open drain. Demikian halnya dengan port 2 yang digunakan untuk multipleks data dan alamat 16 bit sebesar 16 Kbyte mempunyai konfigurasi yang sama dengan yang dimiliki port 0. Sedangkan pada port 3 yang bisa dimanfaatkan untuk kaki kontrol mempunyai pengaturan fungsi output saja. Pada port ini dilengkapi dengan rangkaian pull-up internal. Penggunaan port 3 dapat dialamati langsung sebagai kontrol langsung pada suatu tugas yang dilakukan oleh fungsi yang dimiliki oleh port ini.

(17)

2. Timer/Counter

One chip mikrokontroller ini memilik dua timer yang dapat dikonfigurasikan beroperasi sebagai timer atau counter. Saat berfungsi sebagai timer, isi register timer

ditambah 1 untuk tiap siklus mesin, sedangkan untuk fungsi counter isi register akan bertambah 1 setiap ada transisi sinyal pada pin input eksternal.

Pada pemanfaatan sebagai counter, sinyal input yang dimaksudkan dapat berupa low level atau falling edge trigger. Counter akan mencacah setiap masukan yang ada sesuai inisialisasi harga awal dari counter pada nilai hitungan untuk tiap sampling. Inisialisasi harga awal ini berupa nilai preset negatif counter yang diatur sebelum counter dijalankan.

Demikian halnya dengan pemanfaatan timer yang memerlukan inisialisasi awal berupa konstanta waktu yang menentukan sampai berapa lama akan terjadi roll over. Penentuan harga preset ini berhubungan dengan penggunaan frekuensi clock dari sistem penentu waktu sampling dari counter untuk mencacah suatu pulsa masukan dari luar dengan memanfaatkan kontrol interupsi yang ada serta pengaturan program. Sebagai tambahan pada pemilihan countr/timer, timer 0 dan timer 1 mempunyai 4 buah modul yang dapat dipilih dengan menentukan pasangan bit M0 dan M1 pada register TMOD. Untuk pemilihan timer/counter dikontrol dengan bit C/T di TMOD.

 Mode 0

Pada mode ini timer register dikonfigurasikan sebagai register 13 bit. Ke-13 bit register tersebut terdiri dari 8 bit TH1 dan 5 bit TL1. Selama perhitungan roll

(18)

over dari semua 1 ke semua 0, TF1 (Timer Interrupt Flag) di set. Pada dasarnya operasi mode 0 sama untuk timer 0 dan timer 1.

 Mode 1

Mode 1 adalah timer register 16 bit dan dapat generator boudrate. Operasi mode 1 sama dengan mode 0.

 Mode 2

Mode 2 adalah timer register dengan konfigurasi 8 bit counter (TL1) auto reload. Overflow dari TL1 tidak hanya menset TF1 tapi juga mereload TL1 dengan isi TH1. Setelah reload isi TH1 tidak akan berubah. Operasi mode ini juga sama dengan timer/counter 0.

 Mode 3

Pada mode ini timer 1 tidak akan bekerja. Sedangkan timer 0 menjadi 2 counter yang terpisah. TL0 digunakan sebagai bit kontrol untuk timer 0; C/T, GATE, TR0, INT0, dan TF0 seolah-olah mengontrol timer 1.

2.3.2.3Reset

Input reset dilakukan melalui pin RST. Reset dilakukan selama 2 siklus mesin dan pin RST tinggi. Dalam hal ini CPU akan mengaktifkan internal reset, rangkaian reset dapat dilihat 2.1.1.6.

Karena sinyal reset eksternal tidak sinkron dengan clock internal maka pin RST diambil pada state 5 (SS) dan fas setiap siklus mesin. Aktifis port tetap dipertahankan selama 19 priode osilator sesudah logika 1 diambil pada kaki RST.

(19)

10uF

8.2kohm VCC

RST

Gambar 2.10 Power On Reset

2.3.3 ADC (Analog to Digital Converter)

ADC (Analog to Digital Converter) adalah suatu angkaian pengubah informasi dari tegangan analog ke digital. A/D Converter ini dapat dipasang sebagai pengonversi tegangan analog dari suatu peralatan sensor ke konfigurasi digital yang akan diumpankan ke suatu sistem minimum.

Secara umum Rangkaian di dalam IC ADC memiliki 2 bagian utama, yaitu:

1. Bagian Sampling dan Hold, yang berfungsi menangkap atau menahan tagangan analog input sesaat untuk seterusnya diumpankan ke rangkaian pengonversi. 2. Rangkaian Konversi A/D (plus rangkaian kontrolnya).

(20)

Gambar berikut menggambarkan bagaimana aliran sinyal analog diubah ke sinyal digital. Konversi A/D & Kontrol 0/1 Ke INT CPU PB7-PB0 Ke parallel Input port S/H Input analog 0/1

START Konversi, SOC Chip Select, CE

END Konversi, EOC

Gambar 2.11 Diagram ADC secara umum

Rangkaian di atas dioperasikan sebagai berikut. Pertama, kontroler, dalam hal ini mikroprosesor / mikrokontroller menghubungi ADC dengan mengirim sinyal CE. Artinya, ADC diaktifkan. Kemudian SOC (start of conversion) dikirimkan sehingga ADC mulai melakukan sampling sinyal dan diikuti dengan konversi ke digital.

Bila konversi selesai maka ADC akan mengirimkan tanda selesai EOC (end of conversion) yang artinya hasil konversi telah siap dibaca di (PB7-PB0). ). Program yang sesuai harus dibuat mengikuti prosedur seperti di atas. Artinya, program utama mikroprosesor harus dimuati dengan suatu program loop tertutup dan menunggu tanda untuk membaca data dari ADC. Meski tanda ini tidak harus diperhatikan, tetapi berakibat data yang dipaksa dibaca akan sering invalid karena CPU tidak dapat membedakan keadaan ambang (ketika ADC tengah melakukan konversi) dengan keadaan data siap (valid). Agar lebih efektif, fungsi interrupt harus diaktifkan untuk

(21)

menghindari terjebaknya CPU dalam loop saat menunggu ADC siap. Dengan demikian CPU hanya akan membaca data bila mendapatkan interrupt.

Secara singkat, ADC memerlukan bantuan sekuensi ystem untuk menangkap dan mengkonversi sinyal. Seberapa lama ADC dapat sukses mengkonversi suatu nilai sangat tergantung dari kemampuan sampling dan konversi dalam domain waktu. Makin cepat prosesnya, makin berkualitas pula ADC tersebut. Karena inilah maka karakteristik ADC yang paling penting adalah waktu konversi (conversion time). Namun demikian, kemampuan riil ADC dalam ystem loop tertutup dalam sebuah ystem lengkap justru sangat dipengaruhi oleh kemampuan kontroler atau prosesor dalam mengolah data input-output secara cepat, dan bukan hanya karena kualitas ADC-nya.

2.3.4 LDR (Light Depent Resistor)

LDR terdiri dari sebuah piringan bahan semikonduktor dengan dua buah elektroda pada permukaannya. Dalam gelap atau dibawah cahaya yang redup, bahan piringannya hanya mengandung electron bebas yang relative kecil. Hanya tersedia sedikit electron untuk mengalirkan muatan listrik. Hal ini berarti bahwa, sifat konduktor yang buruk untuk arus listrik. Dengan kata lain, nilai tahanan bahan sangat tinggi. Dibawah cahaya yang cukup terang, lebih banyak electron dapat melepaskan diri dari atom-atom bahan semikonduktor ini. Terdapat lebih banyak electron bebas yang dapat mengalirkan muatan listrik. Dalam keadaan ini, bahan bersifat sebagai konduktor yang baik. Tahan listrik bahan rendah. Semakin terang cahaya yang mengenai bahan, semakin banyak electron yang tersedia, dan semakin rendah pula.

(22)

Gambar 2.12 LDR(Light Depent Resistor) 2.3.5 Power Supply (PSA)

Rangkaian ini berfungsi untuk mensupplay tegangan ke seluruh rangkaian yang ada. Rangkaian PSA yang dibuat terdiri dari dua keluaran, yaitu 5 volt dan 12 volt, keluaran 5 volt digunakan untuk mensupplay tegangan ke seluruh rangkaian, sedangkan keluaran 12 volt digunakan untuk mensuplay tegangan ke relay. Rangkaian power supplay ditunjukkan pada gambar 2.13 berikut ini :

Gambar 2.13 Rangkaian Power Supplay (PSA)

Trafo CT merupakan trafo stepdown yang berfungsi untuk menurunkan tegangan dari 220 volt AC menjadi 12 volt AC. Kemudian 12 volt AC akan disearahkan dengan menggunakan dua buah dioda, selanjutnya 12 volt DC akan diratakan oleh kapasitor 3300 μF. Dua buah dioda berikutnya berfungsi untuk menahan arus yang ada pada regulator agar tidak balik jika terjadi penarikan arus

(23)

sesaat dari tegangan 12 volt. Regulator tegangan 5 volt (7805) digunakan agar keluaran yang dihasilkan tetap 5 volt walaupun terjadi perubahan pada tegangan masukannya. LED hanya sebagai indikator apabila PSA dinyalakan. Tegangan 12 volt DC langsung diambil dari keluaran 2 buah dioda penyearah.

2.3.6 Dioda LED

LED adalah singkatan dari Light Emiting Dioda, merupakan komponen yang dapat mengeluarkan emisi cahaya.LED merupakan produk temuan lain setelah dioda. Strukturnya juga sama dengan dioda, tetapi belakangan ditemukan bahwa elektron yang menerjang sambungan P-N juga melepaskan energi berupa energi panas dan energi cahaya. LED dibuat agar lebih efisien jika mengeluarkan cahaya. Untuk mendapatkna emisi cahaya pada semikonduktor, doping yang pakai adalah galium, arsenic dan phosporus. Jenis doping yang berbeda menghasilkan warna cahaya yang berbeda pula.

Gambar 2.14 Dioda LED dan Simbolnya

Pada perancangan sistem LED yang digunakan adalah warna putih. LED berwarna putih, ini dikarenakan warna ini adalah warna pokok.

(24)

2.4 Perangkat Lunak 2.4.1 Bahasa Assembly

Bahasa yang digunakan untuk memprogram IC mikrokontroler AT89S52 adalah bahasa assembly untuk MCS-51. angka 51 merupakan jumlah instruksi pada bahasa ini hanya ada 51 instruksi. Dari 51 instruksi, yang sering digunakan orang hanya 10 instruksi. Instruksi –instruksi tersebut antara lain :

1. Instruksi MOV

Perintah ini merupakan perintah untuk mengisikan nilai ke alamat atau register tertentu. Pengisian nilai dapat secara langsung atau tidak langsung.

Contoh : pengisian nilai secara langsung

MOV R0,#20h

Perintah di atas berarti : isikan nilai 20 Heksadesimal ke register 0 (R0).

Tanda # sebelum bilangan menunjukkan bahwa bilangan tersebut adalah nilai.

Contoh pengisian nilai secara tidak langsung

MOV 20h,#80h

...

...

(25)

Perintah di atas berarti : isikan nilai yang terdapat pada alamat 20 Heksadesimal ke register 0 (R0).Tanpa tanda # sebelum bilangan menunjukkan bahwa bilangan tersebut adalah alamat.

2. Instruksi DJNZ

Decreament Jump If Not Zero (DJNZ) ini merupakan perintah untuk mengurangi nilai register tertentu dengan 1 dan lompat jika hasil pengurangannya belum nol. Contoh ,

MOV R0,#80h

Loop: ...

...

DJNZ R0,Loop

...

R0 - 1, jika belum 0 lompat ke loop, jika R0 = 0 maka program akan meneruskan ke perintah pada baris berikutnya.

3. Instruksi ACALL

Instruksi ini berfungsi untuk memanggil suatu rutin tertentu.

Contoh :

...

ACALL TUNDA

(26)

TUNDA:

...

4. Instruksi RET

Instruksi RETURN (RET) ini merupakan perintah untuk kembali ke rutin pemanggil setelah instruksi ACALL dilaksanakan. Contoh,

ACALL TUNDA ... TUNDA: ... RET 5. Instruksi JMP (Jump)

Instruksi ini merupakan perintah untuk lompat ke alamat tertentu.

Contoh:

Loop:

...

...

JMP Loop

6. Instruksi JB (Jump if bit)

Instruksi ini merupakan perintah untuk lompat ke alamat tertentu, jika pin yang dimaksud berlogika high (1).

(27)

Contoh:

Loop:

JB P1.0,Loop

...

7. Instruksi JNB (Jump if Not bit)

Instruksi ini merupakan perintah untuk lompat ke alamat tertentu, jika pin yang dimaksud berlogika Low (0).

Contoh:

Loop:

JNB P1.0,Loop

...

8. Instruksi CJNZ (Compare Jump If Not Equal)

Instruksi ini berfungsi untuk membandingkan nilai dalam suatu register dengan suatu nilai tertentu.

Contoh:

Loop:

...

CJNE R0,#20h,Loop

(28)

Jika nilai R0 tidak sama dengan 20h, maka program akan lompat ke rutin Loop. Jika nilai R0 sama dengan 20h,maka program akan melanjutkan instruksi selanjutnya..

9. Instruksi DEC (Decreament)

Instruksi ini merupakan perintah untuk mengurangi nilai register yang dimaksud dengan 1. Contoh: MOV R0,#20h R0 = 20h ... DEC R0 R0 = R0 – 1 ...

10. Instruksi INC (Increament)

Instruksi ini merupakan perintah untuk menambahkan nilai register yang dimaksud dengan 1. Contoh: MOV R0,#20h R0 = 20h ... INC R0 R0 = R0 + 1 ...

(29)

2.4.2 Software 8051 Editor, Assembler, Simulator (IDE)

Instruksi-instruksi yang merupakan bahasa assembly tersebut dituliskan pada sebuah editor, yaitu 8051 Editor, Assembler, Simulator (IDE). Tampilannya seperti di bawah ini.

Gambar 2.15 8051 Editor, Assembler, Simulator (IDE)

Setelah program selesai ditulis, kemudian di-save dan kemudian di-Assemble (di-compile). Pada saat di-assemble akan tampil pesan peringatan dan kesalahan. Jika masih ada kesalahan atau peringatan, itu berarti ada kesalahan dalam penulisan perintah atau ada nama subrutin yang sama, sehingga harus diperbaiki terlebih dahulu sampai tidak ada pesan kesalahan lagi.Software 8051IDE ini berfungsi untuk merubah program yang kita tuliskan ke dalam bilangan heksadesimal, proses perubahan ini terjadi pada saat peng-compile-an. Bilangan heksadesimal inilah yang akan dikirimkan ke mikrokontroller.

(30)

2.4.3 Software Downloader

Untuk mengirimkan bilangan-bilangan heksadesimal ini ke mikrokontroller digunakan software ISP- Flash Programmer 3.0a yang dapat didownload dari internet. Tampilannya seperti gambar berikut ini

Gambar 2.16 ISP- Flash Programmer 3.a

Cara menggunakannya adalah dengan meng-klik Open File untuk mengambil file heksadesimal dari hasil kompilasi 8051IDE, kemudian klik Write untuk mengisikan hasil kompilasi tersebut ke mikrokontroller.

Gambar

Gambar 2.2 Spektrum Cahaya pada Prisma
Gambar 2.3 Mata Melihat Apel Berwarna Merah
Tabel 2.1 Spektrum Warna
Gambar 2.7 Spektrum Gelombang Elektromagnetik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Definisi koperasi di Indonesia termuat dalam UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasiaan yang menyebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang

Mencari ceruk pemilih baru yang belum dilirik oleh partai atau kandidat lain (Mis. Perempuan, anak muda dsb) Konsumen mencoba produk Banyaknya pemilih yang wait.

Rencana Tahun 2016 (Tahun Rencana) Kebutuhan Dana / Pagu Indikatif 10 11 Urusan/Bidang Urusan Pemerintah Daerah dan Program/Kegiatan Kebutuhan Dana / Pagu Indikatif Target

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi siswa dalam kegiatan belajar adalah faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat (Slameto, 2003:54). Selama ini

c. Memenuhi persyaratan teknis minimal dan berlabel. Lahan bera atau tidak ditanami dengan tanaman yang satu familli minimal satu musim tanam. Untuk tanaman rimpang lahan yang

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubemur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Bantuan Keuangan dan Tata Cara Bagi

Template Dokumen ini adalah milik Direktorat Pendidikan - ITB Dokumen ini adalah milik Program Studi [NamaProdi] ITB. Dilarang untuk me-reproduksi dokumen ini tanpa diketahui

Slide 7-3 Kecurangan Pengendalian internal Prinsip-prinsip aktivitas pengendalian internal Keterbatasan Setara kas Kas yang penggunaannya dibatasi Saldo kompensasi Membuat