• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN ICE BREAKER TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN ICE BREAKER TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH PENGGUNAAN

ICE BREAKER

TERHADAP

MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR

I Komang Arimbawa

1

, I Made Suarjana

2

, Ni Wayan Arini

3

1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

email: arimbawa95@yahoo.com

1

, pgsd_undiksha@yahoo.com

2

,

wayanarini@yahoo.co.id

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) deskripsi motivasi belajar IPS siswa yang dibelajarkan menggunakan ice breaker, (2) deskripsi motivasi belajar IPS siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran tanpa penggunaan ice breaker pada, dan (3) perbedaan motivasi belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan ice breaker dan siswa yang dibelajarkan tanpa menggunakan ice breaker. Jenis penelitian ini yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan rancangan non equivalent post-test only control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD di Gugus IV Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem tahun pelajaran 2016/2017. Sampel penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri 3 Pempatan sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas V SD Negeri 8 Pempatan sebagai kelas kontrol. Data motivasi belajar dikumpulkan menggunakan instrumen berupa kuesioner. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan uji-t sampel independent. Berdasarkan analisis data dengan uji-t, diperoleh nilai thitung sebesar 48,18 lebih besar dari nilai ttabel

sebesar 2,021 dengan taraf signifikansi 5%. Hasil Penelitian menunjukkan (1) motivasi belajar IPS siswa yang dibelajarkan menggunakan ice breaker tergolong sangat tinggi, (2) motivasi belajar yang dibelajarkan tanpa menggunakan ice breaker tergolong tinggi, dan (3) terdapat perbedaan yang signifikan motivasi belajar IPS siswa antara kelas yang dibelajarkan dengan menggunakan ice breaker dan kelas yang dibelajarkan tanpa menggunakan ice breaker. Hal ini menunjukkan bahwa ice breaker berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi belajar IPS siswa kelas V di Gugus IV Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem tahun pelajaran 2016/2017.

Kata-kata kunci : ice breaker, motivasi belajar

Abstract

This study aimed to know (1) the description of social science students’ motivation which were taught using ice breaker, (2) the description of social science students’ motivation which were taught without using ice breaker, and (3) the difference of social science students motivation which were taught using ice breaker with students’ motivation which were taught without using ice breaker. The type of this study was quasi experiment in which the research design used was non equivalent post-test only control group design. The population of this study was students of grade V in the cluster IV of Rendang District, Karangasem Regency, in the academic year 2016/2017. The sample of this study was students of grade V SD Negeri 3 Pempatan as the experimental class and students of grade V SD Negeri 8 Pempatan as the control class. The data of learning motivation were gathered by using instrument in form of questionnaire. The data analysis technique used was descriptive analysis and t-test independent sample. Based on the data analysis with t-test, tcount value was 48.18 higher than ttable value 2.021 with the level of difference was

5%. The result of the study showed that (1) the motivation of social science students which were taught by using ice breaker is very high, (2) the motivation of social science students which were taught without using ice breaker is high, and (3) there was a significant difference of social science students’ motivation between the class which was

(2)

2

taught by using ice breaker and the class which was taught without using ice breaker. This indicated that ice breaker affected significantly toward social science students’ motivation of grade V in the cluster IV of Rendang District, Karangasem Regency, in the academic year 2016/2017.

Key words: ice breaker, learning motivation

PENDAHULUAN

Kehidupan manusia bergantung pada berbagai gejala alam dan hubungan dengan lingkungan sekitar. Dari keterkaitan tersebut manusia seyogyanya memahami secara baik salah satu disiplin ilmu yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Kehidupan sehari-harinya siswa pasti akan mengalami berbagai macam peristiwa. Sejalan dengan hal tersebut Trianto (2012:171) menyatakan “Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial”.

Setiap peristiwa sosial yang pernah dialami dalam hidupnya akan membentuk pengetahuan sosial anak secara alamiah. Untuk menjalani kehidupan yang semakin berkembang, pengetahuan secara alamiah

saja belum cukup. Itulah perlunya

pendidikan secara formal didapatkan. Hal

tersebut bertujuan untuk menjalani

kehidupan terkait pengetahuan sosial yang dikenal oleh siswa yaitu salah satu mata

pelajaran wajib di sekolah adalah

pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). “Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang secara resmi mulai dipergunakan di Indonesia sejak Tahun 1975 adalah istilah

Indonesia untuk pengertian Social Studies”

(Sardjiyo dkk, 2014:1.21). Istilah ini sudah sejak lama digunakan dalam pendidikan di

Indonesia dan sudah masuk dalam

beberapa kurikulum. Pendidikan IPS sangat penting diberikan di sekolah karena siswa terlibat langsung dengan lingkungan dan gejala sosial yang ada di masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pengertiannya yaitu “IPS adalah bidang studi yang mempelajari,

menelaah, menganalisis gejala dan

masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan” (Sardijyo dkk, 2014:1.26).

Pembelajaran IPS dapat dikatakan berhasil jika tujuan dari pembelajaran yang

telah ditentukan dapat tercapai. Hal

tersebut terlihat dari hasil yang diperoleh siswa serta keantusiasan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Siswa tidak akan bisa lepas dari gejala maupun masalah

sosial yang dihadapi di lingkungan

masyarakat. Mulai dari bergerak, berkata, hingga bertingkah laku dengan orang lain

dalam suatu tempat, sangatlah

membutuhkan pemahaman dan tindak lanjut yang baik. Melihat pentingnya pendidikan IPS dalam kehidupan dan memang sejatinya pasti ditemui nantinya oleh siswa. Namun, hal tersebut tidak dibarengi dengan pembelajaran IPS yang tepat di bangku sekolah, khususnya di sekolah dasar.

Pembelajaran IPS menjadi pelajaran yang menakutkan dan menyulitkan karena banyak materi ataupun banyak hafalan hingga cepat lupa. Siswa kurang dapat mengingat dengan banyak hafalan yang akan berefek pada kurangnya pemahaman siswa. Luasnya cakupan pembelajaran IPS diikuti dengan teknik pembelajaran yang tepat pula seperti berdiskusi ataupun mengaitkan dengan sosial di masyarakat. Sardjiyo dkk (2014) memaparkan bahwa IPS merupakan suatu bidang studi yang memiliki cakupan yang luas. Luasnya cakupan IPS mengartikan bahwa siswa belajar di dalam kelas tidak hanya semata-mata mendengarkan, namun lebih kepada kegiatan mendiskusikan dan menerapkan dalam kehidupan. Hal tersebut sesuai dengan pengamatan yang telah dilakukan untuk melihat pembelajaran IPS khususnya di sekolah dasar.

Hasil pengamatan yang dilakukan pada jumat, 6 Januari 2017 sampai dengan sabtu, 7 Januari 2017 di Gugus IV

(3)

3

Karangasem, menunjukkan bahwa metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru

yaitu dominan menggunakan metode

cermah dalam pembelajran IPS. Oleh karena itu, pembelajaran membuat siswa mengalami kebosanan dan tidak dapat

berperan aktif dalam mengonstruksi

pengetahuannya. Beberapa siswa

pandangannya tidak fokus, mencoret-coret kertas, mengobrol dengan temannya, dan bahkan baru beberapa menit sudah mulai

mengantuk padahal pembelajaran

berlangsung pada jam pertama. Siswa tidak

berperan aktif dalam kegiatan

pembelajaran, apalagi memahami semua materi yang cakupannya luas, penuh

hafalan, dan hanya mendengar dan

melihat.

Hasil wawancara dengan beberapa siswa di Gugus IV Kecamatan Rendang yang dilakukan pada Jumat, 6 Januari 2017 menunjukkan beberapa hal yaitu: (1) guru

sangat sering menggunakan dan

menjelaskan materi dengan cermah, (2) sering merasa bosan ketika pembelajaran tidak menarik, (3) siswa merasa takut dengan pembelajaran IPS karena banyak pertanyaan, (4) siswa tidak kuat untuk menghafal banyak materi, (5) siswa kurang senang dengan mata pelajaran IPS, dan (6) siswa kurang memahami manfaat dari mempelajari IPS.

Selain itu juga dilakukan wawancara dengan wali kelas V di Gugus IV

Kecamatan rendang dengan hasil

wawancara sebagai berikut. (1)

Pembelajaran IPS di kelas V didominasi dengan metode ceramah dan kadang-kadang dikolaborasikan dengan metode tanya jawab atau diskusi, (2) Sekolah

memiliki media pembelajaran yang

terbatas, (3) Kurangnya motivasi siswa untuk belajar di sekolah, (4) Kurangnya keaktifan siswa di dalam kelas pada saat pembelajaran, dan (5) Pengaruh lingkungan tempat tinggal. Hasil wawancara tersebut memberikan gambaran bahwa kegiatan

pembelajaran IPS dominan dilakukan

menggunakan metode ceramah, kurangnya motivasi belajar siswa, dan menganggap pembelajaran IPS menakutkan.

Sebuah pembelajaran hanya

didominasi oleh guru dan siswa yang pintar

akan mengurangi intensitas proses

penyampaian pendapat oleh siswa yang

memiliki kemampuan akademik yang

tergolong rendah. Hal ini tentunya membuat tujuan pembelajaran IPS tidak terealisasi pada semua siswa. Dampaknya, pada motivasi belajar IPS siswa cenderung

rendah. Hasil pencatatan dokumen

memperlihatkan bahwa nilai rata-rata UAS dan KKM siswa kelas V sebagai berikut.

Tabel 1. Rata-rata Nilai UAS Siswa Kelas V SD di Gugus IV Kecamatan Rendang

No. Nama Sekolah Jumlah

Siswa

KKM Keterangan Siswa Rata-rata Nilai UAS Tuntas Tidak Tuntas 1 SDN 1 Pempatan 12 68 12 - 73,67 2 SDN 2 Pempatan 24 61 24 - 67,88 3 SDN 3 Pempatan 23 66 23 - 79,13 4 SDN 4 Pempatan 27 70 9 18 64,96 5 SDN 5 Pempatan 15 60 15 - 74,13 6 SDN 6 Pempatan 25 64 18 7 70,00 7 SDN 7 Pempatan 12 70 12 - 78,25 8 SDN 8 Pempatan 21 60 21 - 70,90

(Sumber: Dokumen Wali Kelas V di Gugus IV Kecamatan Rendang)

Berdasarkan data pada Tabel 1.1 di atas menunjukkan nilai ulangan akhir semester IPS kelas V untuk masing-masing SD di Gugus IV Kecamatan Rendang bahwa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 159 siswa terdapat 25 siswa yang mendapatkan nilai di bawah

KKM. Hal tersebut membuktikan bahwa masih terdapat siswa yang memiliki nilai rata-rata UAS di bawah KKM, namun masih berada di bawah 50%. Dilihat dari hasil pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan memperlihatkan hal yang berbeda dari hasil pencatatan dokumen.

(4)

4

Hasil pengamatan dan wawancara

menunjukkan kurangnya motivasi belajar siswa dalam belajar, khususnya pada mata pelajaran IPS. Selain itu, kurangnya motivasi belajar siswa dalam berperan secara aktif dalam proses pembelajaran atau siswa pasif.

Hasil tersebut disebabkan oleh pembelajaran yang dilakukan oleh guru dominan menggunakan metode cermah. Pembelajaran yang didominanasi metode cermah yang diterapkan guru membuat

siswa mengalami kebosanan ketika

pembelajaran IPS. Pembelajaran IPS dianggap siswa sebagai pelajaran yang

sulit karena banyak hafalan dan

mengundang banyak pertanyaan.

Kebosanan siswa dan kurangnya

kenyamanan dalam belajar karena

pengaruh pembelajaran yang kurang diminati serta berpengaruh terhadap motivasi siswa dalam belajar.

Beranekaragam solusi yang tepat untuk menjadikan pembelajaran menjadi menyenangkan, salah satunya adalah

guru berkreativitas menggunakan ice

breaker dalam pembelajaran. Penggunan

ice breaker dalam dunia pendidikan

sangat jarang dilakukan oleh guru. Kemungkinan sudah pernah dilakukan oleh sebagian kecil guru yang kreatif, namun belum mengetahui nama dari kegiatan tersebut. Budiman (2016:79)

menyatakan “Ice breaker adalah sebuah

aktivitas kecil dalam acara yang bertujuan agar audiens merasa nyaman dengan lingungannya”.

Sering dikatakan bahwa ice breaker

sebagai pemecah kebekuan atau

pemecah suasana yang kaku. Sunarto

(2012:3) menyatakan “Ice breaker

dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat,

dan antusias”. Suasana yang

menyenangkan dan kondusif sangat

dibutuhkan oleh seorang siswa dalam belajar salah satunya adalah untuk

membawa siswa ke dalam zona

nyamannya belajar. Penggunaan ice

breaker dalam pembelajaran juga dapat

membantu dalam menciptakan suasana pembelajaran menjadi lebih bermakna. Hal yang dapat dilakukan oleh guru yaitu dengan mengajak siswa bermain tepuk,

bernyanyi, menggerakkan tubuh,

mendengarkan musik, bercerita humor, atau memutarkan video. Beberapa pilihan tersebut dapat dilakukan oleh guru dengan mempertimbangkan kemampuan

guru dan sarana yang tersedia.

Penggunaan ice breaker sangatlah

bermanfaat yang baik kepada guru dalam

pembelajaran. Sunarto (2012)

mengungkapkan terdapat beberapa

kebermanfaatan dari penggunaan ice

breaker dalam proses pembelajaran yaitu

(1) dapat dipelajari oleh setiap orang tanpa membutuhkan keterampilan tinggi, (2) sebagai alat untuk menciptakan nuansa kegembiraan dan keakraban antarsiswa, maupun antara guru dan siswa, dan (3) menciptakan suasana

pendidikan yang bermakna dan

menyenangkan. Peranan ice breaker

dalam pembelajaran sangatlah

bermanfaat untuk meningkatkan motivasi belajar bagi siswa. Sejalan dengan hal tersebut penelitian yang dilakukan oleh Ambini (2016) yang menunjukkan bahwa

pemberian ice breaker dapat

meningkatkan aktivitas siswa dan motivasi belajar siswa kelas V SDN Monggang.

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui

pengaruh penggunaan ice breaker dalam

upaya untuk meningkatkan motivasi

belajar siswa dalam pembelajaran IPS di

Gugus IV Kecamatan Rendang,

Kabupaten Karangasem. Dengan

demikian, dilakukanlah penelitian dengan

judul “Pengaruh Penggunaan Ice Breaker

Terhadap Motivasi Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran IPS Kelas V di Gugus IV

Kecamatan Rendang, Kabupaten

Karangasem Tahun Pelajaran

2016/2017”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan motivasi

belajar IPS antara siswa yang

dibelajarkan dengan menggunakan ice

breaker dan siswa yang dibelajarkan

tanpa menggunakan ice breaker pada

siswa kelas V di gugus IV Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem tahun pelajaran 2016/2017.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di SD

Gugus IV Kecamatan Rendang,

Kabupaten Karangasem dengan rentang waktu dari bulan Februari sampai bulan

(5)

5

Mei 2017. Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah seluruh siswa kelas V SD di Gugus IV Kecamatan Rendang yang terdiri dari 8 SD. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunaan

teknik simple random sampling, yaitu

teknik pengambilan sampel dari populasi yang dilakukan secara acak dan dipilih dua kelas dan menganggap semua

anggota populasi homogen. Sampel

dalam penelitian ini adalah SD Negeri 3 Pempatan sebagai kelas eksperimen dan SD Negeri 8 Pempatan sebagai kelas kontrol. Penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel

terikat. Variabel bebas adalah ice breaker

dan variabe terikat adalah motivasi belajar.

Penelitian ini menggunakan jenis

quasi experiment karena peneliti tidak

mungkin melakukan kontrol terhadap

semua variabel yang berpengaruh

terhadap variabel terikat. Desain

penelitiannya adalah

non equivalent

post-test only control group design

seperti pada

Tabel 2.

Tabel 2. Desain Penelitian

Kelas

Treatment

Post test

Eksperimen

(x)

O

1

Kontrol

-

O

2

Keterangan:

(x) : perlakuan kelas eksperimen

- : perlakuan kelas kontrol

O1 : post test kelas eksperimen

O2 : post test kelas kontrol

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap

yaitu tahap I persiapan, tahap II

pelaksanaan, dan tahap III akhir

penelitian. Hal ini dilakukan untuk dapat mengungkapkan secara tuntas mengenai

permsalahan yang diajukan dalam

penelitian ini.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data motivasi belajar siswa. Mengukur motivasi belajar siswa digunakan instrumen penelitian berupa

kuesioner yang berjumlah 30 butir

pernyataan. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara desktiptif dengan mencari rata-rata hitung, median, modus, standar deviasi, variansi, skor

maksimum, skor minimum, dan rentang. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini

menggunakan uji-t sampel independent.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasakan data hasil penelitian diperoleh hasil analisis deskriptif pada Tabel 3.

Tabel 3. Rangkuman Deskripsi Data Motivasi Belajar Data Statistik Motivasi Belajar Eksperimen Kontrol Rata-rata hitung 132,13 112,86 Median 130,00 110,00 Modus 121 107 Variansi 78,12 79,33 Standar deviasi 8,84 8,91 Skor maksimum 149 129 Skor minimum 120 96 Rentangan 29 33

Hasil analisis deskriptif

menunjukkan bahwa rata-rata hitung data motivasi belajar pada kelas siswa yang

dibelajarkan menggunakan ice breaker

yang berjumlah 23 orang adalah 132,13. Berdasarkan hal tersebut dinyatakan bahwa rata-rata hitung motivasi belajar

kelas eksperimen termasuk kategori

sangat tinggi dan rata-rata hitung pada

kelas kontrol yang dibelajar tanpa

menggunakan ice breaker yang berjumlah

21 orang adalah 112,86. Berdasarkan hasil tersebut dinyatakan bahwa rata-rata hitung pada kelas kontrol termasuk kategori tinggi.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa siswa yang

belajarkan menggunakan ice breaker lebih

baik dari pada siswa yang dibelajarkan

tanpa menggunakan ice breaker. Hal

tersebut tercermin dari rata-rata hitung

siswa yang belajar menggunakan ice

breaker lebih tinggi daripada siswa yang

dibelajarkan tanpa menggunakan ice

breaker. Sebelum dilakukan uji hipotesis,

data motivasi belajar dilakukan uji

prasyarat yakni uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dan uji homogenitas menggunakan uji manual dan bantuan SPSS 16.0, dengan hasil data motivasi belajar berdistribusi normal

(6)

6

dan berasal dari variansi yang sama (homogen).

Penghitungan uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji-t sampel

independent. Berdasarkan hasil pengujian

hipotesis yang dilakukan secara manual

diperoleh nilai thitung sebesar 48,18.

Sedangkan nilai ttabel dengan taraf

signifikansi 5% adalah 2,021. Berikut rangkuman hasil pengujian hipotesis disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rangkuman Hasil Uji-t

Data Kelas N X s2 t hitung ttabel Motivasi Belajar Eksperimen 23 132,13 78,12 48,18 2,021 Kontrol 21 112,86 79,33

Hasil penghitungan tersebut dapat

diinterpretasikan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan motivasi

belajar IPS siswa antara kelas siswa yang

dibelajarkan dengan menggunakan ice

breaker dan kelas yang dibelajarkan tanpa

menggunakan ice breaker di SD Negeri 3

Pempatan dan SD Negeri 8 Pempatan. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan terdapat beberapa temuan yang diperoleh. Pembelajaran

menggunakan ice breaker yang

diterapkan pada kelas eksperimen dan

pembelajaran tanpa meneggunakan ice

breaker yang diterapkan pada kelas

kontrol pada Gugus IV Kecamatan

Rendang, dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat

perberbedaan pada motivasi belajar IPS siswa. Hal ini dapat dilihat dari data hasil motivasi belajar IPS siswa. Secara deskriptif motivasi belajar IPS siswa pada

kelas eksperimen lebih tinggi

dibandingkan dengan kelas kontrol. Adanya perbedaan perlakuan antara proses pembelajaran yang menggunakan

ice breaker dan pembelajaran tanpa

menggunakan ice breaker tentunya

memberikan dampak yang berbeda pula terhadap motivasi belajar IPS siswa.

Penggunaan ice breaker dalam

pembelajaran, menjadikan siswa lebih bersemangat untuk belajar dan adanya dorongan untuk belajar lebih giat serta tidak merasa takut lagi belajar IPS. Pada

proses pembelajaran dengan

menggunakan ice breaker, guru

merasakan bahwa siswa mengalami perubahan tingah laku dan motivasi dalam pembelajaran IPS serta menjadi lebih

antusias. Selain itu, guru merasa lebih bertanggung jawab untuk meningkatkan kemampuannya, meningkatan kreativitas, dan menjadikan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Partisipasi siswa sangat diutamakan dalam pembelajaran ini, siswa menjadi terbiasa mengacungkan tangan dan tidak canggung lagi dalam mengikuti instruksi yang diberikan oleh guru serta

pembelajaran menjadi lebih

menyenangkan.

Selain dari proses pembelajaran, aspek persiapan dan akomodasi menjadi

lebih mudah. Penggunaan ice breaker

tidak memerlukan biaya karena hanya memerlukan kreativitas guru dan tidak memerlukan alat apapun terkecuali jenis

ice breaker berupa video atau

pengembangannya. Ice breaker juga

dapat digunakan oleh siapa saja dan

mudah dilakukan meskipun tidak

mempunyai pengalaman yang mempuni. Hal ini sejalan dengan Sunarto (2012:7)

menyatakan “keunggulan ice breaker

adalah bisa dipelajari oleh setiap orang tanpa membutuhkan keterampilan tinggi”.

Penggunaan ice brekaer juga

memiliki teknik tersendiri dari

pelaksanaannya dalam proses

pembelajaran. Sunarto (2012)

mengemukakan teknik penggunaan ice

breaker dalam pembelajaran ada empat

yaitu, (1) ice breaker secara spontan, (2)

ice breaker pada awal kegiatan

pembelajaran, (3) ice breaker pada

kegiatan inti pembelajaran, dan (4) ice

breaker pada akhir kegiatan

pembelajaran.

Berbeda halnya dengan

(7)

7

breaker, pembelajaran menggunakan

diskusi secara berkelompok namun tidak dapat menjangkau secara merata. Siswa merasa senang dan adanya motivasi siswa dalam belajar hanya pada siswa yang pinter tidak pada siswa yang kognitifnya rendah. Hasil penelitian ini

sejalan dengan beberapa penelitian

tentang penerapan ice breaker dan

motivasi belajar di SD maupun di SMP yaitu, Ambini (2016) menunjukkan bahwa

pemberian penggunaan ice breaker dalam

pembelajaran dapat meningkatkan

aktivitas siswa dan motivasi belajar siswa pada kelas V SDN Monggang. Novia (2013) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara motivasi

belajar siswa menggunakan teknik ice

breaker dengan motivasi belajar siswa

tanpa menggunakan teknik ice breaker

mata pelajaran IPS di keas VII SMP N 1 Bandung.

Hal penting yang diperoleh dalam penelitian ini adalah perubahan sikap siswa terhadap mata pelajaran yang mereka takuti hingga kini menjadi mata pelajaran yang disenangi dan sangat antusias dalam memulai pembelajaran IPS di kelas V Gugus IV Kecamatan Rendang, Karangasem.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian, dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa

motivasi belajar IPS siswa yang

dibelajarkan dengan menggunakan ice

breaker memiliki pengaruh yang sangat

baik dengan rata-rata hitung adalah 132,13, jika konversi dalam skala lima berada pada kategori sangat tinggi. Sedangkan motivasi belajar IPS siswa

yang dibelajarkan tanpa menggunakan ice

breaker cenderung lebih rendah dari pada

pembelajaran dengan menggunaan ice

breaker dengan rata-rata hitung adalah

112,86, jika dikonversikan dalam skala lima berada pada katagori tinggi. Jadi,

terdapat perbedaan yang signifikan

motivasi belajar IPS siswa antara yang

dibelajarkan dengan menggunakan ice

breaker dan siswa yang dibelajarkan

tanpa menggunakan ice breaker pada

kelas V di Gugus IV Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem tahun pelajaran

2016/2017. Hal tersebut didasarkan atas

hasil penghitungan uji-t sampel

independent, diperoleh thitung sebesar

48,18 dan ttabel 2,021 dengan taraf

signifikansi 5%. Hal ini berarti bahwa thitung > ttabel (48,18 > 2,021), dan dikuatkan dengan pengujian secara SPSS yaitu

dengan sig (2-tailed) sebesar 0,001 dan

taraf signifikansi 5% adalah 0,05. Hal ini berarti sig < taraf signifikansi (0,001 <0,05).

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan, dapat disampaiakan

beberapa saran sebagai berikut. Guru

sekolah dasar diharapkan

mempertimbangkan penggunaan ice

breaker untuk diterapkan dalam kegiatan

pembelajaran di sekolah dan untuk meningkatkan kreativitas guru sehingga dapat menjadikankan pembelajaran yang lebih bermakna. Kepala sekolah dasar diharapkan agar memberikan kebijakan

guru-guru untuk lebih memerhatikan

kenyamanan siswa dalam belajar dan

menerapkan ice breaker dalam proses

pembelajaran. Dan disarankan kepada peneliti lain yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut dan atau sejenis

tentang penggunaan ice breaker teradap

motivasi belajar agar menambah waktu yang lebih lama atau menambahkan variabel penelitian dan memerhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan serta penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Ambini, R. 2016. “Meningkatkan Motivasi

Belajar IPS melalui Pemberian Ice

Breaker pada Siswa Kelas V SDN

Monggang”. Basic Education. Vol. 5,

No. 29.

Budiman, A. 2016. Panduan Menjadi MC

Humoris yang Memukau dan

Menghibur Audience. Yogyakarta:

Araska.

Novia, S. 2013. Pengaruh Penggunaan

Teknik Icebreaker Terhadap

Motivasi Belajar Siswa dalam

Pembelajaran IPS (Studi

Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas

VII SMP N 1 Bandung). Tesis.

(8)

8

Sardjiyo dkk. 2014. Pendidikan IPS di SD.

Tangerang Selatan: Universitas

Terbuka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sunarto. 2012. Ice Breaker dalam

Pembelajaran Aktif. Surakarta:

Cakrawala Media.

Trianto. 2012. Model Pembelajaran

Terpadu Konsep, Strategi, dan

Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Referensi

Dokumen terkait

Bakteri termofilik tidak hanya dapat hidup pada suhu tinggi (65B85ºC) (Brock 1986) tapi juga hidup di dalam sumber air panas yang mengandung selenium sebagai media

Menurut Tata Sutabri (2004:36), sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi

Pada umumnya praktek utang piutang antara warga masyarakat desa Bumi Arum dengan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syari‟ah BMT Sepakat Sejahtera Bersama

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang pelaksanaan pelatihan keterampilan menjahit sebagai keterampilan inti

Dapat (+ ) ! , siswa yang memiliki latar belakang bahasa Jawa akan meluluhkan verba bahasa Indonesia yang berhuruf awal /c/,. seperti cuci, curi, dan cinta menjadi

Paket 1 Selanjutnya menetapkan Penyedia pada pekerj aan tersebut di atas, yaitu :.. PENYEDI A

[r]

Digital Repository Universitas Jember... Digital Repository