TINJAUAN PUSTAKA
Distribusi dan Botani Melastoma
Melastoma dikenal sebagai gulma di perkebunan teh dan karet. Tumbuhan ini dapat tumbuh hingga ketinggian 1650 m dpl dan terdapat di daerah terbuka. Penyebaran Melastoma , dari keseluruhan kepulauan di benua India selatan dan Asia Tenggara, Cina, Taiwan, Australia dan Pasifik Selatan (Sudarsan & Rifai 1975).
Melastoma affine dan Melastoma malabathricum tergolong kepada famili
Melatomataceae. Di Brunei melastoma dikenal dengan nama kuduk-kuduk, di Malaysia dikenal dengan nama senduduk, di Philiphina dikenal dengan malatungau, di Thailand dikenal dengan nama khlongkhleng khee nok sedangkan di Vietnam dikenal dengan nama mua da hung, mua se (Valkenburg & Bunyapraphatsara 2002). Di Indonesia Melastoma dikenal dengan beberapa nama, yaitu harendong (Sunda) atau senggani (Jawa) (Heyne 1987).
Melastoma merupakan tumbuhan perdu yang tegak dengan tinggi antara 0.5 m sampai 4 m. Daun tunggal, berbebtuk lanset dengan ujung runcing dan pangkal membulat, tepi rata dan permukaan berbulu, letak daun berhadapan. Melastoma memiliki bunga majemuk berupa malai dengan jumlah bunga 5-12 permalai. Daun kelopak bunga berjumlah 5, daun mahkota dengan 5 tersusun secara menyirap (imbricata). Hipantium tertutup dan agak muncul. Bentuk daun mahkota membulat dengan warna ungu cerah. Benang sari lurus dan panjangnya tidak sama. Bakal buah terdiri dari 5 ruang yang dihubungkan oleh tabung kelopak, buah buni berbentuk periuk. Biji berukuran sangat kecil dan keras berwarna coklat muda ( Gambar 1 ).
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 1 Daun (a), bunga (b) , buah (c) M.affine, daun (d) dan bunga (e) M.malabathricum.
Kemampuan akumulasi Al
Melastoma malabathricum dapat mengakumulasi Al pada tanah asam dengan
konsentrasi Al yang tinggi. Species ini mengakumulasi Aluminium lebih dari 1000 mg kg-1 dalam daun dalam bentuk monomerik Al dan kompleks Al-oxalat (Watanabe
et al. 1998). Menurut Watanabe et al.(2001), melastoma tidak hanya tahan terhadap
cekaman Al, tetapi pertumbuhannya juga dipacu oleh Al. Peningkatan pertumbuhan pada tanaman ini disebabkan oleh Al menstimulasi penyerapan hara dan oleh pengaruh fisiologi dari Al itu sendiri dalam penambahan ke dalam media tanam (Watanabe & Osaki 2002).
Melastoma mampu menonaktifkan Al yang telah masuk ke dalam sel, padahal Al3+ memiliki afinitas 10.7 kali lebih kuat daripada kemampuan Mg2+. Aluminium cenderung terikat kuat pada komponen sel yang memiliki gugus hidroksil, karboksil, fosfat dan sulfida. Reaktivitas Al juga menyebabkan terbentuknya oksida radikal yang beracun bagi sel. Melihat ketahanan Melastoma terhadap cekaman Al di lahan asam, tentunya tanaman ini memiliki mekanisme detoksifikasi untuk menghindari pengaruh Al.
Selain Melastoma, ada beberapa spesies yang dapat mengakumulasi Al, diantaranya Alberta minor, Canthium confertum dan Coccocyselum canescens. Ketiganya termasuk di dalam famili Rosaceae.
Mekanisme toleransi Al pada tumbuhan
Mekanisme toleransi Al secara internal meliputi : Kompleksitas dengan asam organik, komplekitas dengan fenolik, kompleksitas dengan silikon, penimbunan di dalam vakuola dan penjeratan Al dalam sel.
Pada tanaman yang mengakumulasi Al, buckwheat, Al membentuk kompleks dengan sitrat di dalam xilem (Ma & Hiradate 2000), tetapi Al akan membentuk kompleks dengan asam oksalat di dalam vakuola pada sel-sel daun (Ma et al. 1998; Shen & Ma 2002). Pada Melastoma malabathricum, terbentuk aluminium sitrat di dalam xilem dan akan ditransformasikan menjadi aluminium oksalat untuk ditimbun di daun (Watanabe et al. 1998; Watanabe & Osaki 2001).
Pada tanaman teh, Al berikatan dengan catechin di dalam daun muda dan pucuk, sedangkan pada daun tua, ditemukan adanya kompleks aluminium-asam fenolik dan asam aluminium-asam organik
Tempat akumulasi Al
Berdasarkan kemampuan mengakumulasi Al, tumbuhan dikelompokkan menjadi 2 , yaitu tanaman yang meng-eksluder Al dan tanaman yang mengakumulasi Al (Watanabe & Osaki 2002a). Al diakumulasi tanaman rata-rata 200 mg kg-1 dalam daun (Jansen, et al. 2002). Chenery (1994) menganalisis kandungan Al pada daun dari beberapa tanaman monokotil dan dikotil dan ditemukan bahwa beberapa tanaman mengakumulasi Al sekitar 1000 mg kg-1 atau lebih pada bagian daun.
Tanaman teh (Camellia sinensis Kuntze) merupakan salah satu tanaman yang mengakumulasi Al, dan mampu mengakumulasi Al dengan konsentrasi 30.700 mg kg-1 dalam daun tua dan hanya 600 mg kg-1 dalam daun muda. Alumunium tersebut diakumulasi dalam dinding sel pada epidermis daun tua (Matsumoto et al. 1976). Hydrangea (Hydrangea macrophylla) juga merupakan tanaman yang dapat mengakumulasi Al dan bunganya berubah warna dari merah muda menjadi biru
karena adanya aplikasi Al. Takeda et al. (1985) melaporkan bahwa perubahan warna biru ini disebabkan oleh formasi kompleks delphinidin 3-glucosida-Al-3-caffeoylquinic acid dalam bunga tersebut. Ma et al. (1998) melaporkan bahwa bentuk Al yang disimpan pada daun Hydrangea adalah kompleks Al-sitrat.
Lokasi Al pada Melastoma ditemukan pada beberapa organ, yaitu pada akar khususnya pada bagian epidermis dan endodermis. Di daun, Al diakumulasi pada bagian epidermis dan mesofil ( Watanabe, et al. 1998). Sedangkan pada batang Al diakumulasi pada bagian korteks (Watanabe & Osaki 2002b).
Toksisitas Aluminium
Secara normal, aluminium (Al) berada dalam bentuk oksida dan kompleks aluminosilikat yang tidak larut dan tidak toksik (Gambar 2). Pada pH netral, Al membentuk kompleks dengan ion hidroksida yang tidak larut, sedangkan pada pH asam, Al berada dalam bentuk Al3+ yang merupakan bentuk Al paling toksik. Dalam larutan dengan pH yang lebih rendah dari 5 ion Al berada dalam bentuk oktahedral heksahidrat, Al(H2O)63+, sering disingkat Al3+. Pada larutan yang keasamannya
berkurang, Al(H2O)63+ mengalami deprotonasi menjadi Al(OH)2+ dan Al(OH)2+. Pada
larutan netral menyebabkan Al(OH)3 mengendap dan larut kembali pada larutan basa
dengan membentuk formasi tetrahedral Al(OH)4- (Delhaize & Ryan 1995; Marschner
1995).
Keracunan Al merupakan salah satu kendala dalam produksi tanaman pada tanah asam. Pada kondisi tersebut umumnya ketersediaan hara dan kemampuan tanaman untuk menyerap hara sangat terbatas, karena Al memiliki kemampuan mengikat kation.
Pengaruh Al terhadap perkembangan akar
Blum (1988) menyatakan bahwa Al mempengaruhi tanaman secara langsung dengan menghambat pertumbuhannya dan menyebabkan akar tampak pendek dan membengkak, kehilangan warna dan tidak memiliki akar lateral yang sehat. Secara tidak langsung Al dapat menyebabkan tingginya kemasaman tanah sehingga berpengaruh buruk bagi tanaman yang peka terhadap pH rendah serta dapat menyebabkan berkurangnya ketersediaan unsur hara.
Ketika pH tanah di bawah 5.5, aluminium menjadi larut, dan kelebihan ion Al membatasi pertumbuhan tanaman (Kochian 1995).
Tanah asam dengan kandungan Al larut yang tinggi menghambat pertumbuhan tanaman (Kochian 1995; Matsumoto 2000) melalui penghambatan absorpsi hara mineral (Rengel & Robinson 1989; Huang et al. 1992), terganggunya fungsi membran plasma (Ishikawa & Wagatsuma1998; Chen et al. 1991; Matsumoto
et al. 1992) atau dinding sel (Blamey et al. 1990) dan bentuk-bentuk kompleks
substansi intraseluler dalam akar (Aniol 1984). Beberapa laporan mengindikasikan bahwa Al memiliki peranan yang menguntungkan dalam pertumbuhan tanaman, khususnya untuk species tanaman yang beradaptasi pada tanah yang asam (Watanabe
et al. 2004).
Tanaman yang resisten terhadap keracunan Al memiliki kemampuan untuk menekan pengaruh buruk keracunan Al tersebut dengan cara kemampuan akar untuk tumbuh terus dan ujung akar tidak rusak, mengurangi absorpsiAl, memiliki berbagai cara untuk menetralkan pengaruh keracunan Al setelah diserap tanaman dengan
dihasilkannya asam organik yang berfungsi untuk mengkelat Al, mampu menciptakan keadaan yang kurang asam di daerah perakaran dengan cara (1) penglepasan ion H akibat absorpsi kation melebihi anion, (2) penglepasan dan hidrolisis CO2, translokasi
ion Al ke bagian atas tanaman sedikit karena sebagian besar ditahan di akar
Taylor (1991) mengelompokkan mekanisme resistensi terhadap cekaman Al menjadi mekanisme eksternal dan mekanisme internal. Mekanisme eksternal terdiri dari immobilsasi Al di dinding sel, selektifitas membran plasma terhadap Al, induksi pH di daerah perakaran atau apoplas akar, eksudasi senyawa-senyawa pengkelat dan adanya mekanisme Al-efflux. Sedangkan mekanisme internal terdiri dari kelatisasi Al di sitosol, kompartemensasi Al di vakuola, pengikatan Al oleh protein (Al
binding-protein), sintesis enzim tertentu dan peningkatan aktivitas enzim.