• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERIKSAAN KANDUNGAN FORMALDEHID BERDASARKAN PERBEDAAN SUHU AIR YANG DIMASUKKAN KE DALAM

PERALATAN MAKAN MELAMIN YANG BEREDAR DI KOTA MEDAN TAHUN 2007

SKRIPSI

Oleh :

IKA WULANDARI HARAHAP 031000052

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi Dengan Judul :

PEMERIKSAAN KANDUNGAN FORMALDEHID BERDASARKAN PERBEDAAN SUHU AIR YANG DIMASUKKAN KE DALAM

PERALATAN MAKAN MELAMIN YANG BEREDAR DI KOTA MEDAN TAHUN 2007

Yang dipersiapkan dan disidangkan oleh :

IKA WULANDARI HARAHAP 031000052

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk disidangkan di hadapan peserta sidang

Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Dosen Pembimbing Skripsi I Dosen Pembimbing Skripsi II

dr. Devi Nuraini Santi, Mkes Ir. Evi Naria, Mkes

(3)

A B S T R A K

Peralatan makan melamin merupakan sejenis plastik hasil kombinasi melamin dengan formaldehid yang menghasilkan melamin resin, yaitu polimer tahan panas dengan stabilitas yang sempurna.Di dalam penggunaan peralatan makan melamin paparan panas dan sinar ultraviolet sangat berpotensi memicu terjadinya peristiwa depolimerisasi, akibatnya partikel-partikel formaldehid muncul sebagai monomer dan menghasilkan racun yang berbahaya bagi kesehatan.

Penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif. Sampel diperoleh dari dari pusat pasar di kota Medan dan diperiksa di Balai Laboratorium Kesahatan Daerah Medan. Untuk mengidentifikasi formaldehid pada peralatan makan melamin menggunakan metode reaksi asam kromatropat dan untuk mengetahui kadar formaldehid menggunakan metode titrasi.

Berdasarkan hasil penelitian di ketahui dari 6 sampel peralatan makan melamin yang terdiri dari 3 sampel cangkir dan 3 sampel mangkok sop yang dituang dengan suhu air yang berbeda , formaldehid mulai muncul pada suhu air 40°C – 100°C. Terjadi perubahan kandungan formaldehid pada setiap suhu air yang dituangkan kedalam peralatan makan melamin sehingga menunjukkan kadar formaldehid yang bervariasi. Pada sampel cangkir melamin kandungan formaldehid berkisar antara 0,15 – 0,90 %, sedangkan pada mangkok sop melamin kandungan formaldehid berkisar antara 0,30 – 1,05 %. Hal ini menunjukkan kandungan formaldehid yang masuk kedalam tubuh sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia baik jangka panjang maupun jangka pendek.

Disarankan perlu informasi bagi masyarakat dan produsen tentang bahaya formaldehid bagi kesehatan serta lebih ditingkatkan lagi pengawasan terhadap produk-produk yang menggunakan bahan kimia berbahaya yang beredar oleh Direktorat Perlindungan Konsumen.

(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ika Wulandari Harahap

Tempat/Tanggal Lahir : P. Siantar / 30 Juli 1985

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : 1 (Satu)

Alamat Rumah : Jl. Sei Asahan 23B Medan

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1991 – 1997 : SD Y.P.Keluarga P.Siantar 2. Tahun 1997 – 2000 : SLTP Y.P.Keluarga P.Siantar 3. Tahun 2000 – 2003 : SMU Bina Warga 1 Palembang

4. Tahun 2003 – 2007 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan

Pengalaman Organisasi

1. Tahun 2003 – 2004 : Dep. UPP HmI Koms FKM USU

2. Tahun 2003 – 2004 : Dep. Internal UKMI Ad-Dakwah USU

3. Tahun 2004 – 2005 : Bendahara Musollah Keputrian PHBI FKM USU

3. Tahun 2004 – 2005 : Bendahara KOHATI HmI Koms USU

4. Tahun 2005 – 2006 : Kabid Penelitian&PengembanganHmI Koms FKM

5. Tahun 2006 - 2007 : Kadis Agama PEMA FKM USU

Pengalaman Kerja

1. Tahun 2005 : Tenaga Relawan Penanganan Psikologi Anak Korban Bencana Tsunami dengan KKSP Medan

2. Tahun 2006 : Surveyor Pemantauan Status Gizi (PSG), Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG) dan Indeks Massa Tubuh WUS (IMT WUS) Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara

3. Tahun 2007 : Tenaga Relawan Korban Pasca Banjir Aceh Tamiang dengan Jenggala Jakarta

4. Tahun 2007 : Surveyor Pemantauan Status Gizi (PSG), Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG) Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara

5. Tahun 2007 : Adm. di RS Ibu dan Anak Salam Medan

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“PEMERIKSAAN KANDUNGAN FORMALDEHID BERDASARKAN PERBEDAAN SUHU AIR YANG DIMASUKKAN KE DALAM PERALATAN MAKAN MELAMIN YANG BEREDAR DI KOTA MEDAN TAHUN 2007”.

Skripsi ini disusun merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Indra Chahaya, M.Si, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan pengarahan dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkam waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan pengarahan dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen khususnya Dosen Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam mengikuti perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf Pegawai dan karyawan terkhususnya K’Dian yang telah membantu kelancaran skripsi ini.

7. Dra. Norma Sinaga, salaku Kepala Bagian Toksikologi Laboratorium Kesehatan Medan yang telah memberikan bimbingan, saran dan pengarahan dalam penyempurnaan skripsi ini.

(6)

8. Orang tua tercinta Papa (H. Harahap) dan Mama (Dewi Nurnawati) serta seluruh Keluarga Besar di Siantar dan Palembang yang senantiasa memberikan kasih sayang, nasehat, motivasi, doa serta bantuan moril dan materil yang tiada hentinya kepada penulis.

9. Kelompok belajar Azzam : Diah, Ike, Uci, Nita, Heni, Hilda, Putri, Sukamto, Pi Aan, Fadli dan Mas Edwin. Terima kasih buat doa, saran, dan motivasi,yang diberikan.

10.Keluarga Besar HmI Komisariat FKM USU yang telah banyak membuka

wawasan dan pengalaman hidup bagi penulis.

11.Seluruh teman – teman di bagian Kesehatan Lingkungan, dan temen – teman stambuk 2003, terima kasih buat dukungan, kerjasama, kebersamaan selama ini. 12.Semua pihak yang telah membantu kelancaran skripsi ini yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang.

Medan, Desember 2007

(7)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan... i

Abstrak... ii

Daftar Riwayat Hidup... iii

Daftar isi... iv

Daftar Tabel... viii

Daftar Gambar... ix Daftar Lampiran... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 5 1.3. Tujuan Penelitian... 5 1.3.1. Tujuan Umum... 5 1.3.2. Tujuan Khusus... 6 1.4. Manfaat Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1. Formaldehid... 7

2.1.1. Pengertian Formaldehid... 7

2.1.2. Sifat Fisik dan Kimia Formaldehid... 7

2.1.3. Kegunaan Formaldehid... 8

2.2. Melamin... 9

2.2.1. Sejarah Melamin... 9

2.2.2. Pengertian Melamin... 10

2.2.3. Proses Produksi Peralatan Melamin... 10

2.2.4. Pemakaian Formaldehid pada Melamin... 12

2.2.5. Timbulnya Formaldehid Di Melamin... 12

2.3. Jalur Masuk Formaldehid ke Dalam Tubuh... 13

2.4.6. Efek Formaldehid Pada Manusia... 13

2.4.1. Efek Formaldehid Berdasarkan Dosis Pemaparannya... 16

2.5. Penanganan Bila Terpapar Formaldehid... 17

2.6. Standar Kadar Formaldehid Pada Peralatan Makan Melamin. 18 2.3. Peranan Suhu Dalam Persiapan Makanan... 18

2.6. Pemeriksaan Formaldehid... 20

2.6.1. Pemeriksaan Kualitatif Formaldehid... 20

2.6.2. Pemeriksaan Kuantitatif Formaldehid... 21

2.7. Kerangka Konsep... 22

BAB III METODE PENELITIAN... 23

3.1. Jenis Penelitian... 23

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 23

(8)

3.2.2.Waktu Penelitian... 23

3.3. Objek Penelitian dan Sampel... 23

3.4. Metode Pengumpulan Data... 25

3.4.1. Data Primer... 25

3.4.2. Data Skunder... 25

3.5. Tehnik Analisa Data... 25

3.5.1. Alat dan Bahan... 25

3.5.1.1. Alat-Alat... 25

3.5.1.2. Bahan... 26

3.5.1.3. Cara Pembuatan Pereaksi... 26

3.5.2. Prosedur Analisa Peralatan Makan Melamin... 26

3.6. Defenisi Operasional... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN... 30

4.1. Hasil pemeriksaan formaldehid... 30

4.1.1. Hasil pemeriksaan kualitatif... 30

4.1.2. Hasil pemeriksaan kuantitatif... 31

BAB V PEMBAHASAN... 33

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 39

6.1. Kesimpulan... 39

6.2. Saran... 40 DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Efek Akut Formaldehid Pada Kesehatan Manusia Pada Berbagai Konsentrasi... 16 Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formaldehid Pada Cangkir Melamin

Yang Dituang Air Dengan Suhu 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C

60°C, 70°C, 80°C, 90°C,

100°C...30 Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formaldehid Pada Mangkok Sop

Melamin Yang Dituang Air Dengan Suhu 10°C, 20°C, 30°C, 40°C,

50°C, 60°C, 70°C, 80°C, 90°C,

100°C...31

Tabel 4.3.Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formaldehid Pada Cangkir Melamin Yang Dituang Air Dengan Suhu 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C,

60°C, 70°C, 80°C, 90°C,

100°C...32 Tabel 4.4. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formaldehid Pada Mangkok Sop

Melamin Yang Dituang Air Dengan Suhu 10°C, 20°C, 30°C,

40°C,50°C, 60°C, 70°C, 80°C, 90°C,

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Proses Produksi Peralatan Makan Melamin Gambar 2.2. Proses Uji Formaldehid

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : ASTDR tahun 2006

Lampiran 2 : Konversi rumus formaldehid Lampiran 3 : Perhitungan Kadar Formaldehid Lampiran 4 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 5 : Surat Keterangan Penelitian

(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes,1999).

Secara global, ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan kualitas hidup manusia. Pada kenyataannya, gaya hidup masyarakat industri ditandai oleh pemakaian produk berbasis kimia. Hal itu merupakan tantangan yang besar terhadap bahan kimia bagi lingkungan hidup, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain (UU RI,1997).

Salah satu industri yang memanfaatkan bahan kimia dalam proses produksinya adalah industri peralatan rumah tangga yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai wadah makanan dan minuman seperti piring, gelas mangkok, sendok dan peralatan makan lainnya.

Perlindungan peralatan makan, minum dan masak dimulai dari keadaan bahan. Bahan yang baik adalah bila tidak larut dalam makanan , mudah dicuci dan aman digunakan. Peralatan utuh, aman, dan kuat. Paralatan yang rusak mudah menimbulkan luka. Yang terbuat dari bahan logam beracun tidak dibenarkan.

(13)

Demikian pula bila terukir hiasan-hiasan merk atau cat pada permukaan tempat makanan tidak boleh digunakan (Depkes RI,1994).

Peralatan makan, minum dan masak banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari terbuat dari berbagai jenis bahan. Salah satunya adalah melamin. Produk pecah belah melamin begitu banyaknya sehingga barang ini tak hanya bisa dibeli di toko tertentu, tetapi juga di pasar tradisional sampai di pedagang kaki lima.

Peralatan makan yang terbuat dari melamin di satu sisi menawarkan banyak kelebihan. Selain desain warna yang beragam dan menarik, fungsinya juga lebih unggul dibanding peralatan makan lain yang terbuat dari keramik, logam, atau kaca. Melamin lebih ringan, kuat, dan tak mudah pecah. Harga peralatan melamin pun relatif lebih murah dibanding yang terbuat dari keramik misalnya (Harjono,2006).

Namun dibalik kelebihannya, sebagian orang tidak menyadari bahwa melamin berpotensi membahayakan kesehatan manusia karena melamin menghasilkan monomer beracun yang disebut formaldehid (formalin).Senyawa yang tahan panas ini dipilih karena dianggap sangat cocok digunakan sebagai wadah makanan panas ataupun digunakan dalam microwave (Imam,2007).

Beberapa zat dapat berpindah dari wadah makanan ke makanan yang ada di dalamnya. Kebanyakan zat kimia yang dapat berpindah dari bahan pengemas terbuat dari bahan polimer. Polimer sendiri biasanya bersifat inert (komposisi aman), tetapi komponen-komponennya-monomer yang terdapat dalam jumlah tertentu, sisa reaktan, zat antara, bahan bantu pengolahan, pelarut dan zat tambahan plastik, serta reaksi sampingan dan degradasi kimia dapat berpindah ke dalam makanan yang bersentuhan dengannya (Lu.C,1995).

(14)

Berdasarkan kerjasama penelitian antara Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Universitas Indonesia, dari penelitian hasil air rebusan diketahui kandungan formaldehid dalam perkakas melamin mencapai 4,76 – 9,22 mg/l

Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Artha (2007) yang memeriksa kandungan formaldehid pada peralatan makan melamin yang beredar di kota Medan, hasil penelitian tersebut diperoleh kandungan formaldehid yang bervariasi pada setiap sampel peralatan makan melamin. Diketahui bahwa untuk pemeriksaan secara kuantitatif, kandungan formaldehid tertinggi yang terdapat pada peralatan makan melamin sebesar 40,9 ppm dan kadar terendah sebesar 5,5 ppm, sedangkan dari hasil pemeriksaan formaldehid yang dimasukkan air panas dengan suhu 80°C kedalam peralatan makan melamin diketahui kandungan formaldehid tertinggi mencapai 30,05 ppm dan kadar terendah sebesar 2,1 ppm.

Dari hasil penelitian diatas, menunjukkan bahwa sampel sangat rentan terhadap air panas sehingga memicu timbulnya formaldehid pada peralatan makan melamin tersebut. Kadar formaldehid yang dilepaskan peralatan melamin tersebut menunjukkan angka yang mencengangkan kerena tidak sesuai dengan standar acuan ISO 14528-3 tahun 1999 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang menyatakan bahwa kandungan formaldehid yang diperbolehkan pada peralatan makan melamin adalah sebesar 3 ppm. Dan batas aman formaldehid menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter.

(15)

Menurut Ariwahjoedi dalam Harjono (2006) melamin merupakan suatu polimer, yaitu hasil persenyawaan kimia (polimerisasi) antara monomer formaldehid dan fenol. Apabila kedua monomer itu bergabung, maka sifat toxic dari formaldehid akan hilang karena telah terlebur menjadi satu senyawa, yakni melamin. Permasalahannya, dalam polimerisasi yang kurang sempurna dapat terjadi residu, yaitu sisa monomer formaldehid atau fenol yang tidak bersenyawa sehingga terjebak di dalam materi melamin. Sisa monomer formaldehid inilah yang berbahaya bagi kesehatan apabila masuk dalam tubuh manusia.

Formaldehid dalam senyawa melamin dapat muncul kembali karena terjadinya proses depolimerisasi. Akibat proses ini, formaldehid terlepas menjadi monomer yang bersifat racun. Pemicunya bisa berupa paparan panas, sinar ultraviolet, gesekan, dan tergerusnya permukaan melamin hingga partikel formaldehid terlepas. Meski tahan di rentang suhu 120°C, tapi karena menyerap panas, melamin tak tahan dipapar panas terlalu tinggi, apalagi terpapar dalam jangka waktu lama dan biasanya perangkat melamin sering digunakan untuk membuat minuman teh, kopi, atau makanan berkuah panas. Bila piring atau gelas tersebut terkena makanan atau minuman panas maka bahan formaldehid yang terdapat dalam gelas akan larut (Anonimous,2005b).

Pengguna yang mengonsumsi makanan atau minuman panas yang sudah terkontaminasi formaldehid secara terus menerus, lambat laun dapat mengakibatkan kerusan hati, ginjal, dan jantung, dan dalam jangka panjang dapat berpeluang terkena penyakit kanker karena formaldehid bersifat karsinogen (Imam,2007).

(16)

Begitu buruknya akibat yang ditimbulkan formaldehid bagi kesehatan manusia maka timbul minat penulis untuk meneliti kandungan formaldehid berdasarkan perbedaan suhu air yang dimasukkan kedalam peralatan makan melamin yang beredar di kota Medan. Adapun suhu air yang digunakan dalam perlakuan ini adalah suhu yang sering digunakan dalam mempersiapkan makanan dan minuman yaitu suhu 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C, 60°C, 70°C, 80°C, 90°C,dan 100°C, alasan peneliti mengambil suhu tersebut karena berdasarkan DepKes,2000 menyatakan bahwa penyimpanan minuman dingin pada suhu 10°C, minuman sejuk pada suhu 20°C, penyimpanan makanan kering pada suhu 30°C, dan penyajian makanan basah (kuah, sop dan gulai) disajikan pada suhu di atas 60°C dan untuk air mendidih dengan suhu 100°C.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang, telah diketahui bahwa suhu air mempengaruhi kandungan formaldehid pada peralatan makan melamin. Hal tersebut menjadi dasar bagi penulis untuk melakukan suatu penelitian guna mengetahui perbedaan kandungan formaldehid setelah diberi perlakuan dengan menyiramkan air kedalam peralatan makan melamin berdasarkan suhu air yang berbeda.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui kandungan formaldehid berdasarkan perbedaan suhu air yang dimasukkan kedalam peralatan makan melamin yang beredar di kota Medan tahun 2007.

(17)

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan formaldehid pada peralatan makan melamin yang disiram air dengan suhu 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C, 60°C, 70°C, 80°C, 90°C,dan 100°C.

2. Untuk mengetahui perubahan konsentrasi kandungan formaldehid pada peralatan makan melamin yang disiram air dengan suhu 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C, 60°C, 70°C, 80°C, 90°C,dan 100°C.

3. 1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi masyarakat tentang kandungan formaldehid yang terdapat pada peralatan makan yang terbuat dari bahan melamin.

2. Sebagai informasi kepada masyarakat tentang pengaruh suhu air terhadap kandungan formaldehid pada peralatan makan melamin.

3. Menambah wawasan ilmiah bagi peneliti, terutama yang berhubungan dengan penggunaan formaldehid dan dampaknya bagi kesehatan.

4. Sebagai referensi bagi pengembangan ilmu dan pendidikan lebih lanjut bagi yang membutuhkan.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Formaldehid

2.1.1. Pengertian Formaldehid

Formaldehide (CH2O) merupakan suatu campuran organik yang dikenal dengan aldehide, membeku pada suhu < 92 °C dan mendidih pada suhu 300 °C. Formaldehide dihasilkan dengan membakar bahan yang mengandung karbon. Formaldehid terdapat dalam bentuk gas, larutan dan padatan. (Windholz dkk, 1976).

Formaldehid dapat berupa gas, tapi biasanya dipasarkan dalam bentuk larutan 35-40 % yang dikenal dengan nama formalin. Bentuk polimernya, yakni trioksimetilen atau paraformaldehid, jika terkena panas akan terurai menjadi formaldehid. Larutan formalin yang sudah lama atau terkena panas matahari akan menjadi keruh karena terjadi polimerisasi (Sartono,2002).

2.1.2. Sifat Fisik dan Kimia Formaldehid 1. Sifat Fisik

Sifat fisik larutan formaldehid adalah merupakan cairan jernih, tidak berwarna atau hampir tidak berwarna, bau menusuk, uap merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan jika disimpan ditempat dingin dapat menjadi keruh. Biasanya disimpan dalam wadah tertutup, terlindung dari cahaya dengan suhu tempat penyimpanan di atas 20°C (Depkes RI,1995).

Formaldehid dalam suhu dan tekanan atmosfer yang normal dapat berbentuk gas yang baunya sangat menyengat. Mencair pada suhu < 21°C dan membeku pada suhu < 92°C, dengan berat molekul sebesar 30,03. Formaldehid larut dalam air yang

(19)

biasanya dipasarkan dalam bentuk larutan 35-40 % yang dikenal sebagai formalin (Hopp,1983).

2. Sifat Kimia

Formaldehid pada umumnya memiliki sifat kimia yang sama dengan aldehide namun lebih reaktif daripada aldehide lainnya. Formaldehid merupakan elektrofil sehingga bisa dipakai dalam reaksi subtitusi aromatik elektrofilik dan senyawa aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elektrofilik dan alkena.Keadaan katalis basa mengakibatkan formaldehid bisa menghasilkan asam format dan metanol (Depkes,1995).

2.1.3. Kegunaan Formaldehid

Formaldehid adalah golongan aldehid pelarut organik yang paling penting baik untuk pengunaan komersial maupun lingkungan. Menurut Bambang, formaldehid memiliki banyak fungsi, diantaranya sebagai pengawet, serta anti bakteri. Beberapa kegunaan lain dari formaldehid adalah :

− Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang, dan pakaian, pembasmi lalat dan berbagai serangga lain.

− Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca, dan bahan peledak.

− Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas.

− Dalam bidang pertanian dipakai sebagai desinfektan, germisida, fungisida untuk tanaman dan sayuran, bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

(20)

− Dalam bidang kedokteran dipakai sebagai desinfektan/antiseptik yang cukup kuat dan sebagai bahan pengawet mayat.

− Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

− Bahan untuk pembuatan produk parfum, bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.

− Pencegah korosi untuk sumur minyak.

− Dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1% ) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, sampo mobil, lilin dan pembersih karpet (Windholz, 1976).

Selain itu juga formaldehid dipergunakan pada industri-industri seperti industri cat, kulit, perabot yang terbuat dari kayu, plywood, kertas, serta industri plastik yang banyak memproduksi kebutuhan peralatan rumah tangga salah satunya contohnya adalah produk yang berbahan melamin.

2.2. Melamin

2.2.1. Sejarah Melamin

Pada 1907 ahli kimia Belgia, Leo Hendrik Baekeland, menemukan plastik buatan (sintetis) pertama yang disebut bakelite. Inilah cikal bakal melamin yang awalnya digunakan sebagai bahan dasar pesawat telepon generasi pertama. Penemuan ini merupakan salah satu peristiwa bersejarah keberhasilan teknologi kimia awal abad ke-20. Kemudian dari hasil penemuan Baekeland ini dikembangkan dan diterapkan untuk industri perlengkapan rumah tangga, termasuk perangkat makan. Faktor inilah

(21)

yang membuat melamin formaldehid makin luas digunakan pada tahun-tahun awal pasca-Perang Dunia II. Antara lain digunakan pada industri kayu lapis untuk memperkuat dan mempercantik produk-produknya

Perlengkapan makan dari bahan melamin diperkenalkan di Indonesian pada tahun 1970-an. Melamin ini segera memikat konsumen karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingakan dengan peralatan makan yang lain. Melamin lebih ringan, tidak mudah pecah dan praktis dibawa kemana saja (Harjono, 2006).

2.2.2. Pengertian Melamin

Melamin adalah suatu basa organik kuat dengan nama kimia C3H6N6 dan nama IUPAC 1,3,5-triazine-2,4,6-triamine, berbentuk prisma monosiklik dengan titik beku < 250 °C. Melamin larut dalam air, serta larut dalam alkohol namun tidak larut dalam eter. Melamin biasanya digunakan sebagai bahan sintesis dengan formaldehid.

Kombinasi antara melamin dengan formaldehid menghasilkan melamin resin, yaitu suatu polimer yang tahan panas dengan stabilitas dimensi yang sempurna. Melamin resin biasanya dikenal dengan nama Thermoset Plastic karena jenis plastik

ini mempunyai bentuk yang tetap. Jika terkena bahan atau cairan yang panas melamin dapat melebur. Oleh karena itu peralatan melamin sebaiknya tidak digunakan pada suhu yang tinggi seperti dalam oven dan microwave (Wildholz,1976).

2.2.3. Proses Produksi Peralatan Melamin

Melamin resin diproduksi dengan cara mencampurkan melamin dan formaldehid dalam suhu dan tekanan yang sangat tinggi. Bahan-bahan ini dipolimerisasi, kemudian dilanjutkan dengan proses pengeringan dan pendinginan.

(22)

Material yang telah didinginkan, digiling untuk menghasilkan bahan yang lunak. Pada proses ini dimasukkan bahan pengawet, minyak pelumas, dan zat warna. Setelah proses penggilingan selesai, dilanjutkan dengan granulasi yaitu membentuk bahan menjadi butiran-butiran kecil kemudian bahan dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Produksi peralatan melamin dapat dilihat pada bagan berikut ini :

Gambar 2.1. Proses Produksi Peralatan Makan Melamin

Melamin Pengeringan (Tray Dryer) Polimerisasi Formaldehide (37,5 % Sol) Ruang Pendingin

Saringan Selulose Penggabungan (Cellulose Filter) (Mixer)

Pengawet, Pelumas, Zat Warna Sumber : Shreve, 1956 Membentuk Cetakan (Molding Compuond) Penggilingan Granulasi

(23)

2.2.4. Pemakaian Formaldehid Pada Melamin

Formaldehid digunakan untuk bahan baku melamin. Menurut Ariwahjoedi, melamin merupakan suatu polimer, yaitu hasil persenyawaan kimia (polimerisasi) antara monomer formaldehid dan fenol. Apabila kedua monomer itu bergabung, maka sifat toxic dari formaldehid akan hilang karena telah terlebur menjadi satu senyawa, yakni melamin.

Formaldehid dipakai untuk reaksi kimia yang bisa membentuk ikatan polimer, dimana salah satu hasilnya adalah menimbulkan warna produk menjadi lebih cerah. Sehingga formaldehid banyak dipakai di industri plastik,bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan banyak dipakai di produk rumah tangga seperti piring, gelas dan mangkuk yang berasal dari plastik atau melamin (Judarwanto,2006).

2.2.5. Timbulnya Formaldehid Di Melamin

Formaldehid di dalam senyawa melamin dapat muncul kembali karena adanya peristiwa yang dinamakan depolimerisasi (degradasi). Dalam peristiwa itu, partikel-partikel formaldehid kembali muncul sebagai monomer-monomer yang dapat berpindah ke dalam makanan yang bersentuhan dengannya, dan otomatis akan menghasilkan racun (Anonimous,2005b).

Hal ini Pemicunya bisa berupa paparan panas dan sinar ultraviolet. Keduanya sangat berpotensi memicu terjadinya depolimerisasi. Selain itu, gesekan-gesekan dan abrasi terhadap permukaan melamin juga berpotensi mengakibatkan lepasnya partikel formaldehid. Disamping itu juga timbulnya formaldehid bisa disebabkan karena proses polimerisasi yang kurang sempurna dan tidak terkontrol yang mana bahan formaldehid yang digunakan cenderung tidak sebanding dengan jumlah fenol. Maka

(24)

dapat terjadi residu, yaitu sisa monomer formaldehid atau fenol yang tidak bersenyawa sehingga tinggal di dalam materi melamin. Sisa monomer inilah yang berbahaya bagi kesehatan apabila masuk dalam tubuh manusia (Harjono,2006).

2.3. Jalur Masuk Formaldehid ke Dalam Tubuh

Menurut Amiruddin (2006) masuknya formaldehid ke dalam tubuh melalui beberapa jalur yaitu :

1. Inhalasi

Paling banyak terpapar formaldehid terjadi melalui inhalasi. Penguapan formaldehid diserap oleh paru-paru.

2. kontak kulit atau mata.

Formaldehid diabsorpsi melalui kulit dan menyebabkan dermatitis kontak alergi atau dermatitis kontak iritan. Paparan uap formaldehid pada mata menyebabkan iritasi dan lakrimasi. Bergantung pada konsentrasi formaldehid, cairan formaldehid dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan iritasi atau efek yang berat seperti opafikasi kornea dan hilangnya penglihatan.

3. Saluran Pencernaan

Telah dilaporkan mengonsumsi cairan formaldehid 37 persen 30 mL dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa.

2.4. Efek Formaldehid pada manusia

Formaldehid sangat berbahaya bila terhirup, mengenai kulit maupun tertelan karena formaldehid yang masuk kedalam tubuh mengalami metabolisme yang sangat kompleks. Formaldehid terakumulasi dalam sel, bereaksi dengan protein selular (kebanyakan enzim) dan DNA (mitokondria dan nuklear) sehingga mengganggu

(25)

ekspresi genetik yang normal (Amiruddin,2006). Akibatnya data informasi genetik menjadi kacau, sehingga penyakit-penyakit genetik baru mungkin akan muncul. Bila gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir generasi dengan cacat gen. Tambahan lagi, bila sisi aktif dari protein-protein vital dalam tubuh dimatikan oleh formaldehid, maka molekul-molekul itu akan kehilangan fungsi dalam metabolisme. Akibatnya, kegiatan sel akan terhenti(Iman,2007).

Karena Formaldehid dapat mengakibatkan terjadinya mutasi sel pada jaringan tubuh manusia dan binatang. Pemaparan terhadap formaldehid mengakibatkan terjadinya penyakit perut, hematemesis (muntah darah), hematuria (kencing darah), proteinuria (adanya protein dalam urin), vertigo, koma dan kematian (Windholz,1976).

Formaldehid juga memusnakan sel jaringan hidup dan bakteri dengan masuk kedalam sel dan mengeringkan cairan sel kemudian menggantikanya dengan bahan berupa jelli yang kaku dan akan mempertahankan bentuk sel. Dasar ini digunakan untuk proses pengawetan mayat dan hewan yang dijadikan pajangan (Anwar,2006).

Dalam jumlah sedikit, formaldehid akan larut dalam air, serta akan dibuang ke luar bersama cairan tubuh. Imunitas tubuh sangat berperan dalam berdampak tidaknya formaldehid di dalam tubuh. Jika imunitas rendah atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formaldehid dengan kadar rendahpun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan. Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter.

(26)

Bila formaldehid masuk kedalam tubuh melebihi ambang batas tersebut maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat atau jangka pendek dan dalam jangka panjang, bisa melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan (Judarwanto,2006).

Dampak formaldehid pada kesehatan manusia dapat bersifat (Amiruddin,2006) : 1. Akut

Akibat jangka pendek yang terjadi biasanya bila terpapar formaldehid dalam jumlah yang banyak, Tanda dan gejala akut atau jangka pendek yang dapat terjadi adalah iritasi, alergi, sakit kepala, mual, diare dan muntah. Pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.

Formaldehid yang masuk lewat penelanan (ingestion) sebanyak 30 ml (2 sendok makan) dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan sifat korosif larutan formaldehid terhadap mukosa lambung, yang disertai mual, muntah, nyeri dan pendarahan.

2. Kronik

Efek kronik terjadi apabila terpapar formaldehid dalam jangka waktu yang lama dan berulang adalah sensitisasi dan kanker. Apabila terpapar terus menerus dapat mengakibatkan kerusakan hati, ginjal dan jantung, iritasi kemungkinan parah, mata berair, gangguan pada pencernaan dan sistem syaraf pusat. Dan bila dikonsumsi menahun dapat menyebabkan kanker. Efek samping ini terlihat setelah jangka panjang karena terjadi akumulasi formaldehid didalam tubuh.

(27)

3. Karsinogenik

Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa formaldehid merupakan bahan yang memiliki potensi karsinogenik. Paparan formaldehid diikuti peningkatan risiko kanker nasal dan tumor nasal diamati pada tikus yang menghirup formaldehid jangka panjang. Meningkatnya leukemia dan tumor saluran cerna pada tikus yang mengandung formaldehid.

2.4.1. Efek Formaldehid Berdasarkan Dosis Pemaparannya

Formaldehid masuk kedalam tubuh manusia dapat terjadi dengan berbagai cara misalnya lewat udara, saluran pencernaan, dan kontak langsung dengan kulit. Berikut ini disajikan sumber yang memaparkan berbagai konsentrasi yang ditimbulkan formaldehid pada tubuh manusia berdasarkan dosis pemaparannya :

Tabel 2.1. Efek Akut formaldehid Pada Kesehatan Manusia Pada berbagai Konsentrasi

Konsentrasi (ppm) Efek kesehatan

0 – 0,5 Tidak ada efek

0,05 – 1,05 Efek neurofisiologi

0,05 – 1 Ambang bau

0,05 - 2 Iritasi mata

0,10 – 25 Iritasi saluran nafas bagian atas

5 – 30 Efek saluran nafas bagian bawah dan paru

50 – 100 Edema paru, radang, pneumonia

> 100 Kematian

(28)

2.5. Penanganan Bila Terpapar Formaldehid

Penanganan bila terpapar formaldehid dapat dilakukan berdasarkan jalur masuk formaldehid tersebut kedalam tubuh (Judarwanto, 2007) :

1. Bila terkena hirupan atau terkena kontak langsung formaldehid,

Tindakan awal yang harus dilakukan adalah menghindarkan penderita dari daerah paparan ke tempat yang aman. Bila penderita sesak berat, kalau perlu gunakan masker berkatup atau peralatan sejenis untuk melakukan pernafasan buatan.

2. Bila terkena kulit

Lepaskan pakaian, perhiasan dan sepatu yang terkena formaldehid. Cuci kulit selama 15-20 menit dengan sabun atau deterjen lunak dan air yang banyak dan dipastikan tidak ada lagi bahan yang tersisa di kulit. Pada bagian yang terbakar, lindungi luka dengan pakaian yag kering, steril dan longgar.

3. Bila terkena mata

Bilas mata dengan air mengalir yang cukup banyak sambil mata dikedip-kedipkan. Pastikan tidak ada lagi sisa formaldehid di mata. Aliri mata dengan larutan dengan larutan garam dapur 0,9 persen (seujung sendok teh garam dapur dilarutkan dalam segelas air) secara terus-menerus sampai penderita siap dibawa ke rumah sakit atau ke dokter.

4. Bila tertelan

Segera minum susu atau norit untuk mengurangi penyerapan zat berbahaya tersebut. Bila diperlukan segera hubungi dokter atau dibawa ke rumah sakit.

(29)

2.6. Standar Kadar Formaldehid

Standar kadar formaldehid pada peralatan makan melamin menurut standar Internasional yaitu ISO 14528-3 tahun 1999, Pasific-Melamine Formaldehide Powder Molding Compounds dan Standar Nasional Indonesia (SNI) berdasarkan hasil kesepakatan antara pemerintah bersama produsen dan konsumen menyatakan bahwa jumlah kandungan formaldehid yang boleh terdapat pada peralatan makan melamin tidak boleh lebih dari 3 ppm. Dan batas aman formaldehid menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter.

2.7. Peranan Suhu Dalam Persiapan Makanan

Suhu memegang peranan penting dalam mempersiapkan makanan yang bergizi maupun aman untuk dikonsumsi. Ada makanan yang memerlukan suhu dingin atau melalui proses pemasakan (pemberian panas) sebelum dikonsumsi manusia.

Ada 3 skala suhu yang umum digunakan, yaitu Kelvin, Celcius, dan Farenheit. Namun skala celcius lebih banyak digunakan. Pada skala celcius nilai 0° adalah titik beku air dan 100° adalah suhu didih air. Menurut Hotnida (1996) ada 2 jenis suhu yang digunakan dalam mengelolah makanan yaitu :

1. Penggunaan Suhu Rendah

a. Suhu Beku ≤ 0°C (32°F)

Titik beku air adalah suhu dimana air akan berubah dari fese cair ke fase padat (membeku). Pembekuan air murni terjadi pada suhu 0°C. Adanya zat-zat lain dalam air tersebut akan menurunkan titik beku atau suhu beku menjadi dibawah 0°C.

(30)

b. Suhu dingin 0° - 4°C

Pendinginan mempunyai pengaruh besar dalam mempertahankan mutu, termasuk pada makanan yang dikemas. Media pendingin yang umum digunakan pada lemari pendingin dan lemari es adalah udara, air, dan es.

2. Penggunaan Suhu Tinggi

a. Suhu Tingkat Menengah (Intermediate) 4°C - 60°C (40° - 120°F)

Menurut Burmeister yang dikutip oleh Hotnida (1996) bahwa suhu tingkat menengah dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu suhu lukewarm (hangat-hangat kuku), suhu scalding, dan suhu simmering. Suhu lukewarm adalah sekitar 40°C atau 104°F. Karena suhu ini tidak terlalu jauh dari suhu tubuh, makanan pada suhu ini masih dapat disentuh. Suhu scalding akan tercapai bila pemanasan air dilanjutkan lagi yaitu sekitar 65°C atau 149°F. Pada suhu ini air akan membentuk butiran-butiran kecil disamping dan dibawah tempatnya. Dengan pemanasan lebih lanjut air akan mencapai keadaan simmering, pada suhu sekitar 82°C dan 99°C (180° dan 211°F).Pada keadaan ini sudah terjadi gelembung-gelembung yang lebih besar dan naik hampir mencapai permukaan air, tetapi belum sampai memecah permukaan tersebut.

b. Suhu Didih 100°C (212°F)

Pendidihan adalah perubahan air dari fase cair ke fase uap pada suhu 100°C. tekanan uap melebihi tekanan atmosfir dibawahnya. Tekanan uap terjadi karena molekul-molekul air berjuang untuk meninggalkan cairan dibawahnya. Sampai pada

(31)

titik didih pertambahan panas akan meningkatkan suhu air dan tekanan uapnya. Air akan mendidih ketika tekanan uap sudah cukup tinggi, yang terjadi pada suhu 100°C.

c. Suhu Penggorengan 190°C (375°F)

Penggorengan umumnya akan mencapai suhu sekitar 190°C untuk kualitas makanan optimum, tetapi untuk media minyak suhu akan lebih tinggi lagi tanpa terjadi pendidihan.

2.8. Pemeriksaan Formaldehid

2.8.1. Pemeriksaan Kualitatif Formaldehid

Secara kualitatif formaldehid dapat diperiksa melalui berapa cara yaitu: 1. Reaksi dengan pereaksi fehling

Sebanyak 1 ml destilat dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambah 1 ml pereaksi Fehling yang mengandung Fehling A dan Fehling B sama banyak lalu dimasukkan kedalamnya penangas air yang mendidih, kemudian diamati selama pemanasan. Jika terjadi endapan merah bata menunjukan adanya formaldehid. 2. Reaksi dengan pereaksi Tollens

Sebanyak 1 ml destilat dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml pereaksi Tollens lalu dipanaskan diatas penangas air yang mendidih, diamati selama pemanasan, jika terjadi cermin perak menunjukkan adanya formaldehid.

3. Reaksi dengan asam kromatropat

Sebanyak 5 ml asam kromatropat dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian ditambah 1 ml destilat. Larutan kemudian dipanaskan dalam penangas air yang

(32)

mendidih selama 15 menit. Selama pemanasan diamati warna ungu yang menunjukkan ada tidaknya kandungan formaldehid (Horwitz,1970).

2.8.2. Pemeriksaan Kuantitatif Formaldehid

Secara kuantitatif formalin dapat diperiksa melalui berapa cara yaitu: 1. Metode Asam-Basa

Timbangkan seksama 3 gram, tambahkan dengan campuran 25 ml hidrogen piroksida encer dan 50 ml natrium hidroksida 1 N hangatkan di atas tangas air hingga pembuihan berhenti. Titrasi dengan asam klorida 1 N menggunakan indikator larutan fenolftalein P. Lakukan titrasi blangko. 1 ml larutan hidroksida 1 N setara dengan 30,03 mg CH2O.

2. Metode Spektrofotometri

Metode yang digunakan adalah metode spektrofotometri sinar tampak dengan menggunakan pereaksi Reagen Nash yang dapat bereaksi dengan larutan formaldehid menghasilkan warna kuning yang mantap dan diukur pada panjang gelombang maksimumnya (Horwitz,1970).

(33)

2.9. Kerangka Konsep Peralatan Makan Melamin 1. Cangkir - Venxia - Hoover - Higher 2.Mangkok Sop - Qunaimei - DH - Tanpa Merek Ditua ngka n air deng an suhu 10°C 20C 30°C 40C 50°C 60C 70°C 80C 90°C 100C Uji Kualitatif Formaldehid Ada Tidak Ada Kadar Formaldehid

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif. Dimana peneliti melakukan suatu analisa kandungan formaldehid berdasarkan perbedaan suhu air yang dimasukan kedalam peralatan makan melamin dengan melakukan pemeriksaan laboratorium.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di pusat pasar kota Medan dengan mengambil sampel dari berbagai merek peralatan makan melamin yang telah ditentukan dan kemudian sampel di bawa ke Laboratorium Kesehatan Medan untuk dilakukan pemeriksaan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2007

3.3. Objek Penelitian dan Sampel

Objek penelitian adalah peralatan makan yang terbuat dari melamin berupa cangkir dan mangkok sop yang dijual di pusat pasar kota Medan. Dari pasar tersebut diambil 3 buah cangkir dan 3 buah mangkok sop dengan merek yang berbeda sebagai bahan perbandingan. Adapun merek peralatan makan melamin yang diambil berdasarkan jenisnya adalah :

1. Cangkir a. Venxia b. Hoover c. Higher

(35)

2. Mangkok Sop a. Qunaimei

b. DH

c. Tanpa Merek

Alasan peneliti mengambil merek peralatan melamin tersebut atas pertimbangan bahwa merek tersebut sebelumnya sudah pernah diteliti baik secara kualitatif maupun kuantitif, dan hasilnya menunjukkan kandungan formaldehid yang bervariasi. Berikut ini hasil pemeriksaan kandungan formaldehid pada peralatan makan melamin yang diteliti oleh Artha (2007), yaitu :

1. Cangkir : - Venxia (31,4ppm) - Hoover (30,7ppm) - Onyx (5,5ppm) - 01 (21,1 ppm) - Highner (25,3 ppm) 2. Mangkok : - CD (14,4 ppm) - DH (28,7 ppm) - Qunamei (19,6 ppm) - Huamei (9,6 ppm) - Tanpa Merek (40,9 ppm)

Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa kandungan formaldehid melebihi standar acuan ISO 14528-3 tahun 1999 yang menyatakan bahwa kandungan formaldehid dalam melamin tidak boleh melebihi dari 3 ppm.

(36)

Sampel penelitian diambil dengan Metode Purposive Sampling didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu bahwa jenis peralatan makan melamin tersebut sudah pernah diteliti dan hasilnya menunjukkan adanya kandungan formaldehid, selain itu peralatan makan melamin ini banyak dijual di pasar dan banyak dibeli oleh masyarakat. Peneliti mengambil 6 merek sampel peralatan makan melamin dan langsung dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan. Setiap sampelnya mendapatkan perlakuan sebanyak 10 kali pemeriksaan pada peralatan makan melamin yang masih baru dengan pemakaian berulang kemudian air dengan suhu 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C, 60°C, 70°C, 80°C, 90°C,dan 100°C disiramkan pada sampel tersebut kemudian diperiksa untuk melihat kandungan formaldehid yang terkandung didalamnya.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan sampel di laboratorium Kesehatan Medan.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diambil dari berbagai literatur yang berkaitan dengan penelitian

3.5. Tehnik Analisa Data 3.5.1. Alat dan Bahan 5.5.1.1. Alat-Alat

1. Statip dan Klem 2. Gelas ukur 500 ml

(37)

3. Beaker glass 1000 ml 4. Erlemeyer 5. Tabung reaksi 6. Termometer 3.5.1.2. Bahan-Bahan 1. Asam Kromatropat 0,5 % 2. Asam Sulfat 60 % 3. Aquadest

3.5.1.3. Cara Pembuatan Pereaksi

1. Asam Sulfat 60 %

Ambil 63 ml H2SO4 (p) encerkan dengan aquadest hingga 100 ml 2. Asam Kromatropat

500 mg Kromatropat larutkan dalam H2SO4 60% hingga 100 ml

3.5.2. Prosedur Analisa Peralatan Makan Melamin 1. Pemeriksaan Kualitatif

a. Peralatan makan melamin dicuci dengan sabun kemudian dibilas hingga bersih.

b. Air diukur suhunya dengan alat termometer untuk mendapatkan suhu 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C, 60°C, 70°C, 80°C, 90°C,dan 100°C c. Air yang suhunya sudah diukur dituangkan ke dalam masing-masing

mangkok sop dan cangkir sebanyak 200 ml kemudian di diamkan selama 5 menit.

(38)

d. 1-2 ml air sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, tambah 5 ml larutan asam kromatropat 0,5 % dalam asam sulfat 60 % yang dibuat segar.

e. Masukkan ke dalam tangas air dan biarkan mendidih selama 15 menit. f. Larutan akan berwarna ungu jika mengandung formaldehid.

2. Pemeriksaan Kuantitatif

a. Setelah dilakukan pemeriksaan kualitatif apabila terdapat kandungan formaldehid pada larutan tersebut, tambahkan indikator Phenolphtalen, titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna pink.

b. Kandungan formaldehid dapat dihitung dengan rumus : V x N x BM formaldehid (30,03)

x 100 %

Berat Sampel V = Volume Titrasi Sampel

(39)

3.6. Defenisi Operasional

a. Peralatan Makan Melamin

Peralatan makan berupa cangkir (Venxia, Hoover, Higher) dan mangkok sop (Qunaimei, DH, Tanpa Merek) merupakan hasil kombinasi antara melamin dan formaldehid sehingga menghasilkan melamin resin agar peralatan makan melamin memiliki bentuk yang tetap dan warna cerah yang dijual di pusat pasar Madan. Peralatan yang diperiksa adalah cangkir dan mangkok sop.

b. Dituangkan air dengan suhu tertentu

Peralatan melamin yang belum pernah digunakan, dicuci terlebih dahulu kemudian disiram dengan cara menuangkan air dengan suhu air 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C, 60°C, 70°C, 80°C, 90°C,dan 100°C ke dalam peralatan makan melamin tersebut, kemudian didiamkan selama 5 menit.

c. Uji laboratorium secara kualitatif

Uji laboratorium diperiksa secara kualitatif dengan menggunakan reaksi asam kromatropat untuk melihat ada tidaknya kandungan formaldehid pada peralatan makan melamin

d. Ada

Pada peralatan makan melamin terdapat kandungan formaldehid. e. Tidak ada

(40)

f. Uji laboratorium secara kuantitatif

Uji laboratorium yang bertujuan untuk melihat kadar formaldehid pada peralatan makan melamin dengan menggunakan metode titrasi.Uji ini di periksa apabila peralatan makan melamin positif mengandung formaldehid.

(41)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Pemeriksaan Formaldehid Pada Peralatan Makan Melamin Yang Dituang Air Dengan Suhu 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, 100°C.

4.1.1. Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formaldehid Pada Peralatan Makan Melamin Yang Dituang Air Dengan Suhu 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, 100°C.

Hasil pemeriksaan kualitatif formaldehid pada 3 sampel cangkir melamin dan 3 sampel mangkok sop dimana air dengan suhu yang berbeda dituangkan kedalam peralatan makan melamin dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formaldehid Pada Cangkir Melamin Yang Dituang Air Dengan Suhu 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, 100°C.

Hasil Kualitatif Formaldehid

No Merek Sampel 10°C 20°C 30°C 40°C 50°C 60°C 70°C 80°C 90°C 100°C 1 Hoover - - - + + + + 2 Highner - - - + + + + + + + 3 Venxia - - - + + + + + Keterangan :

+ = terdapat kandungan formaldehid - = tidak terdapat kandungan formaldehid

Berdasarkan tabel 4.1. diatas dapat diketahui bahwa peralatan makan melamin pada sampel merek highner mengandung formaldehid pada suhu air 40°C, 50°C 60°C, 70°C, 80°C, 90°C,dan 100°C, pada sampel merek venxia formaldehid terdapat pada suhu air 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, dan 100°C, sedangkan pada suhu air 70°C, 80°C, 90°C, dan 100°C formaldehid terdapat pada sampel dengan merek hoover. Hal ini ditunjukkan dengan adanya warna ungu yang terjadi pada air setelah dituangkan dengan suhu air yang berbeda-beda.

(42)

Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formaldehid Pada Mangkok Sop Melamin Yang Dituang Air Dengan Suhu 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, 100°C.

Hasil Kualitatif Formaldehid

No Merek Sampel 10°C 20°C 30°C 40°C 50°C 60°C 70°C 80°C 90°C 100°C 1 DH - - - - + + + + + + 2 Qunamei - - - + + + + + + + 3 Tanpa Merek - - - + + + + + Keterangan :

+ = terdapat kandungan formaldehid - = tidak terdapat kandungan formaldehid

Berdasarkan tabel 4.2. diatas dapat diketahui bahwa peralatan makan melamin pada sampel merek qunamei mengandung formaldehid pada suhu air 40°C, 50°C 60°C,70°C,80°C,90°C, dan 100°C, pada sampel merek DH mengandung formaldehid pada suhu air 50°C, 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, dan 100°C, sedangkan pada suhu air 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, dan 100°C formaldehid terdapat pada sampel tanpa merek. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan warna ungu yang terjadi pada air setelah dituangkan dengan suhu air yang berbeda-beda.

4.1.2. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formaldehid Pada Peralatan Makan Melamin Yang Dituang Air Dengan Suhu 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, 100°C.

Hasil pemeriksaan kuantitatif dilakukan apabila pada 3 sampel cangkir melamin dan 3 sampel mangkok sop melamin positif mengandung formaldehid yang diperiksa dengan asam kromatropat. Banyaknya kandungan formaldehid tergantung dengan jumlah titrasi yang diteteskan pada air sampai terjadi perubahan warna merah jambu pada air. Adapun hasil dari pemeriksaan kandungan formaldehid pada sampel peralatan melamin tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

(43)

Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formaldehid Pada Cangkir Melamin Yang Dituang Air Dengan Suhu 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, 100°C. Kandungan formaldehid (%) No Merek Sampel 40°C 50°C 60°C 70°C 80°C 90°C 100°C 1 Hoover 0 0 0 0,15 0,15 0,45 0,53 2 Highner 0,15 0,15 0,30 0,45 0,83 0,83 0,90 3 Venxia 0 0 0,23 0,30 0,53 0,60 0,45

Berdasarkan tabel 4.3. menunjukkan bahwa 3 sampel cangkir melamin memiliki kandungan formaldehid yang bervariasi. Pada merek highner formaldehid sudah muncul pada suhu 40 °C dengan kandungan formaldehid terendah 0,15 % dan tertinggi 0,90 %. Dan kandungan formaldehid terendah pada merek hoover dengan kandungan formaldehid terendah sebesar 0,15 % pada suhu 70 °C dan tertinggi sebesar 0,53 % pada suhu 100 °C.

Tabel 4.4. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formaldehid Pada Mangkok Sop Melamin Yang Dituang Air Dengan Suhu 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, 100°C. Kandungan formaldehid (%) No Merek Sampel 40°C 50°C 60°C 70°C 80°C 90°C 100°C 1 DH 0 0,38 0,45 0,45 0,98 0,90 0,83 2 Qunamei 0,30 0,30 0,38 0,45 0,68 0,83 0,75 3 TM 0 0 0,53 0,53 0,83 1,05 0,98 Keterangan :

TMS = Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan tabel 4.4. menunjukkan bahwa 3 sampel mangkok sop melamin memiliki kandungan formaldehid yang bervariasi. Pada merek Qunamei formaldehid sudah muncul pada suhu 40 °C dengan kandungan formaldehid terendah sebasar 0,30 % dan tertinggi sebesar 0,83 %. Pada mangkok tanpa merek kandungan formaldehid muncul pada suhu 60 °C dengan kandungan terendah sebesar 0,53 % dan tertinggi 1,05 %.

(44)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Pemeriksaan Kualitatif Formaldehid Pada Cangkir dan Mangkok Sop Melamin Yang Dituang Air Dengan Suhu 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, 100°C.

Pemeriksaan kualitatif formaldehid pada peralatan makan melamin yang dituangkan berdasarkan suhu air yang berbeda pada 3 cangkir melamin dan 3 mangkok sop diperiksa dengan menggunakan metode asam kromatropat, dimana pada akhir reaksi ini ditandai dengan terjadinya perubahan warna menjadi warna ungu yang menunjukkan adanya formaldehid pada peralatan makan melamin tersebut, dan sebaliknya apabila tidak terjadi perubahan warna ungu, maka tidak menunjukkan adanya formaldehid dalam peralatan makan melamin tersebut.

Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitatif formaldehid pada peralatan makan melamin yang dituangkan suhu air 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, 100°C diperoleh 3 sampel cangkir dan 3 sampel mangkok sop melamin yang diperiksa secara kualitatif pada suhu tertentu ada yang mengandung formaldehid dan ada yang tidak mengandung formaldehid. Pada cangkir merek highner dan mangkok sop merek qunamei, formaldehid keluar pada suhu 40°C, 50°C 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, 100°C. Sedangkan pada cangkir merek hoover yang berlabel food grade

formaldehid baru keluar pada suhu air 70°C, 80°C, 90°C, dan 100°C.

Dari hasil pemeriksaan ini menunjukkan bahwa, munculnya formaldehid kerena dipengaruhi oleh suhu air yang dituangkan pada peralatan makan melamin, hal ini disebabkan senyawa melamin yang sangat rentan terhadap air panas sehingga

(45)

mengakibatkan terjadinya proses depolimerisasi dimana formaldehid akan muncul kembali dalam senyawa melamin sebagai monomer yang menghasilkan racun. Disamping itu juga timbulnya formaldehid bisa disebabkan karena proses polimerisasi yang kurang sempurna dan tidak terkontrol yang mana bahan formaldehid yang digunakan cenderung tidak sebanding dengan jumlah fenol. Maka dapat terjadi residu, yaitu sisa monomer formaldehid atau fenol yang tidak bersenyawa tinggal di dalam materi melamin(Harjono, 2006).

Munculnya formaldehid pada suhu air yang dituangkan kedalam sampel peralatan makan melamin kemungkinan disebabkan jenis bahan pembuatnya yang bukan dari melamin asli, melainkan dari urea formaldehid yang tidak termasuk kategori food grade, karena urea formaldehid apabila terkena paparan panas lebih

dari 62 °C akan mudah melepaskan formaldehid, sehingga menyarakat yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang didalamnya sudah mengandung formaldehid akibat penggunaan peralatan makan melamin secara terus-menerus akan mengakibatkan berbagai penyakit. salah satunya kanker (Ariwahjoedi,2006).

5.1.2. Pemeriksaan Kuantitatif Formaldehid Pada Cangkir dan Mangkok Sop Melamin Yang Dituang Air Dengan Suhu 40°C, 50°C 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, 100°C.

Apabila sampel yang diperiksa secara kualitatif mengandung formaldehid maka dilanjutkan pemeriksaan kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui berapa besar kandungan formaldehid di dalam air dengan menggunakan metode titrasi, yang mana pada akhir titrasi akan terjadi perubahan warna menjadi warna merah jambu (pink) pada air yang sebelumnya telah dituangkan kedalam peralatan makan melamin.

(46)

Berdasarkan hasil pemeriksaan kuantitatif, kandungan formaldehid menunjukkan angka yang bervariasi pada 3 merek sampel cangkir dan 3 merek sampel mangkok sop melamin. Pada cangkir merek highner, formaldehid sudah muncul pada suhu air 40°C dengan kandungan formaldehid yang semakin tinggi dengan meningkatnya suhu air penyiraman yaitu berkisar antara 0,15 – 0,90 %. Artinya didalam 100 ml air tedapat sebesar 0,15 – 0,90 ml formaldehid. Merek hoover, formaldehid sudah mulai muncul pada suhu air 70°C yang mana kandungan formaldehidnya pada setiap suhu air semakin tinggi dengan meningkatnya suhu air penyiraman yaitu berkisar antara 0,15 – 0,53 %. Artinya didalam 100 ml air terdapat sebesar 0,15 – 0,53 ml formaldehid. Sedangkan untuk merek venxia kandungan formaldehidnya berkisar antara 0,23 – 0,60 %. Artinya didalam 100 ml air terdapat 0,23 – 0,60 ml formaldehid. Disini dapat dilihat bahwa kandungan formaldehid pada merek higner lebih tinggi dibandingkan dengan merek hoover dan venxia.

Pada ketiga merek mangkok sop melamin, kandungan formaldehid yang tertinggi pada mangkok sop tanpa merek walaupun formaldehid baru muncul pada suhu 60°C tapi kandungan formaldehidnya menunjukkan angka yang sangat tinggi dibandingkan dengan mangkok sop merek DH dan qunamei, yaitu berkisar antara 0,53 – 1,05 %.Artinya terdapat 0,53 – 1,05 ml formaldehid dalam 100 ml air Dimana pada mangkok sop merek qunamei, formaldehid terdapat pada suhu air 40°C, dengan kandungan formaldehid semakin tinggi dengan meningkatnya suhu air penyiraman berkisar antara 0,30 – 0,83 %. Artinya terdapat 0,30 – 0,83 ml formaldehid dalam 100 ml air. Sedangkan pada merek DH, formaldehid terdapat pada suhu 50°C dengan

(47)

kandungan formaldehid berkisar antara 0,38 – 0,98 %. Artinya terdapat 0,38 – 0,98 ml formaldehid dalam 100 ml air yang dituangkan kedalam peralatan makan melamin tersebut. Hal ini dapat diketahui bahwa kandungan formaldehid pada mangkok sop merek qunamei dan DH lebih rendah dibandingkan dengan kandungan formaldehid pada mangkok sop tanpa merek. Kandungan formaldehid yang tertinggi pada seluruh sampel melamin terdapat pada suhu air 80°C, 90°C, dan 100°C.

Munculnya formaldehid dengan kadar yang bervariasi pada cangkir dan mangkok sop melamin disebabkan karena pengaruh suhu air yang berbeda-beda yang dituangkan kedalam peralatan melamin tersebut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi formladehid pada setiap suhunya dan terjadi peningkatan kandungan formaldehid pada setiap suhu air yang dituangkan kedalam setiap merek sampel melamin. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu air yang dituangkan kedalam merek cangkir dan mangkok sop melamin maka semakin tinggi pula kandungan formaldehid yang terdapat pada sampel merek melamin tersebut. Hal ini disebabkan karena senyawa formaldehid sangat rentan terhadap paparan suhu air yang panas.

Adanya perbedaan kandungan formaldehid pada peralatan makan melamin dapat juga disebabkan jenis bahan pembuatnya yang berbeda – beda. Kemungkinan bahan yang digunakan bukan dari melamin asli, melainkan dari urea formaldehid sehingga menyababkan munculnya formaldehid dengan kandungan yabg berbeda pada setiap suhunya. Selain itu juga munculnya formaldehid disebabkan proses

(48)

pencampuran bahan dimana formaldehid yang digunakan tidak sebanding dengan jumlah fenol (Harjono,2006).

Apabila suhu air 100°C dituangkan kedalam cangkir melamin dengan merek highner maka kandungan formaldehid pada cangkir tesebut sebesar 0,90 %. Artinya dalam 100 ml air terdapat kandungan formaldehid sebesar 0,90 ml. Dan jika diasumsikan konsumen menggunakan cangkir merek highner sebagai wadah minuman untuk menyeduh teh atau kopi dengan menggunakan suhu air 100°C yang didiamkan selama 5 menit, kemudian si konsumen meminum secangkir teh atau kopi tersebut maka ada sekitar 0,90 ml formaldehid yang akan larut bersama air dan akan masuk kedalam tubuh si konsumen.

Formaldehid yang terdapat pada air yang dimasukkan ke dalam peralatan makan melamin ini menunjukkan kandungan formaldehid yang masuk kedalam tubuh kita jika kita mengkonsumsi air yang dimasukkan ke dalam peralatan makan melamin tersebut. Sehingga hal ini dapat membahayakan kesehatan si konsumen dan akibat yang ditimbulkan dapat bersifat akut maupun kronis.

Efek akut yang ditimbulkan apabila si konsumen mengkonsumsi makanan atau minuman yang sudah mengandung formaldehid dalam jumlah yang banyak, maka efek yang langsung terlihat adalah iritasi, alergi, sakit kepala, mual, muntah, sakit perut dan diare. Pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian (Amiruddin,2006). Dan apabila si konsumen mengkonsumsi makanan atau minuman yang sudah mengandung formaldehid dalam jangka waktu yang lama atau berulang-ulang melebihi batas yang telah ditentukan, mungkin untuk saat ini belum

(49)

merasakan akibatnya, tetapi efek dari formaldehid baru terasa beberapa tahun kemudian karena formaldehid bersifat karsinogen, dan jika terpapar secara terus – menerus dapat mengakibatkan kerusakan pada hati, ginjal dan jantung (Widyaningsih,2006).Jika kandungan formaldehid dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel, sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel dan menganggu ekspresi yang normal, yang mengakibatkan rusaknya gen-gen yang diwariskan sehingga melahirkan generasi dengan cacat gen. (Amiruddin,2006).

Efek pemberian formaldehid melalui oral dosis tinggi (sekitar 100 mg/kg berat badan) selama 2 bulan melalui air minum hewan percobaan menunjukkan terhambatnya pertumbuhan berat badan disertai dengan menurunnya asupan makanan dan minuman, produksi urin menurun, penyempitan dan penipisan bagian depan lambung(WHO, 1989).

Masukknya formaldehid dalam tubuh kita dalam jumlah batas yang berlebih akan membahayakan kesehatan karena terjadi akumulasi formaldehid didalam tubuh manusia sehingga sangat berbahaya pada tubuh manusia.. Tetapi, dalam jumlah sedikit, , formaldehid akan larut dalam air, serta akan dibuang ke luar bersama cairan tubuh. Imunitas tubuh sangat berperan dalam berdampak tidaknya formaldehid di dalam tubuh. Jika imunitas rendah atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formaldehid dengan kadar rendahpun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan. Berdasarkan efek inilah pemerintah memasukkan formaldehid kedalam daftar tambahan kimia di dalam makanan yang dilarang digunakan menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 (Cahyadi,2006).

(50)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan formaldehid dengan perbedaan suhu air yang dituangkan pada peralatan makan melamin yang dijual di Pusat Pasar Medan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Formaldehid positif mulai ditemukan pada sampel cangkir melamin pada suhu air diatas 40 °C dan tidak ditemukan pada suhu air dibawah 30 °C. Kandungan formaldehid tertinggi terdapat pada cangkir merek highner dengan suhu air 80 °C sebesar 0,83 % dan kandungan formaldehid terendah terdapat pada merek hoover dengan suhu air 80°C sebesar 0,15 %.

2. Formaldehid positif mulai ditemukan pada sampel mangkok sop melamin pada suhu air diatas 40 °C dan tidak ditemukan pada suhu air dibawah 30 °C. Kandungan formaldehid tertinggi terdapat pada mangkok tanpa merek dengan suhu air 90 °C sebesar 1,05 % dan kandungan formaldehid terendah terdapat pada mangkok merek qunamei dengan suhu air 90°C sebesar 0,83 %.

3. Terjadi perubahan konsentrasi kandungan formaldehid pada peralatan makan melamin setelah dituang dengan suhu air yang berbeda dimana kandungan formaldehidnya semakin tinggi dengan meningkatnya suhu air yang dituangkan kedalam cangkir dan mangkok sop melamin.

(51)

6.2. Saran

1. Sebaiknya peralatan makan melamin digunakan sebagai wadah makanan dan minuman pada suhu air ≤ 30°C karena dari hasil penelitian formaldehid tidak muncul pada suhu ≤ 30°C

2. Bagi Badan Birektorat Perlindungan Konsumen agar mengadakan pemantauan, pengawasan dan pembinaan terhadap pemakaian formaldehid khususnya pada peralatan makan melamin dan melakukan uji terlebih dahulu sebelum dipasarkan agar tidak terjadi kerugiaan pada konsumen.

3. Bagi produsen sebaiknya mencantumkan label food grade atau non food grade

pada setiap produk melamin dan sampai batas berapa suhu yang boleh digunakan pada peralatan makan melamin tersebut.

4. Bagi masyarakat sebaiknya harus lebih teliti dan jelih dalam memilih produk peralatan makan melamin dengan melihat label pada produk melamin bertuliskan

food grade karena kandungan formaldehidnya lebih sedikit dibandingkan dengan

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, Muh Dali, 2006.Formalin Dalam Makanan, Guru Besar Fakultas

KedokteranUnhas,http://www.freelists.org/archives/ppi/012006/msg0209.html diakses tanggal 8 Agustus 2007.

Anonimous., 2005a. Formaldehida., www.wikipedia.com diakses tanggal 8 Agustus

2007.

---, 2005b. Bahaya Kanker Dibalik Melamin Murah. www.kompas.com

diakses tanggal 8 Agustus 2007.

Anwar, Jazanul, 2006. Dampak Formalin Bagi Kesehatan, disampaikan pada seminar Dampak Penyalahgunaan Formalin, Unit Pengembangan Ilmiah dan Pengabdian Masyarakat (UPIM), Sabtu 14 Januari 2006 Bagian

Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

Artha, Elza,2007. Pemeriksaan Kandungan Formaldehid Pada Berbagai Jenis Peralatan Makan Melamin di Kota Medan Tahun 2007, Skripsi Mahasiawa

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Cahyadi, Wisnu, 2006. Analisa & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan,

PT.Bumi Aksara, Jakarta.

Depkes RI, 1994. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, Ditjen PPM dan PPLP, Jakarta.

---, 1995. Farmakope Indonesia, Edisi Keempat, Departemen Kesehatan RI,

Jakarta.

---, 1999. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1168/Menkes/X/1999. Bahan Tambahan Makanan.Jakarta

Harjono, Y., 2006. Makan Sehat Hidup Sehat, Jakarta : Kompas

Hopp, Vollrath, 1983. Handbook of Applied Chemistry, Hemisphere Publishing

Corporation. Washington.

Horwitz, W., 1970. Official Method of Analysis of Official Analytical Chemist.,

Fifteenth Edition. Station Washington D.C.

Hotnida, Sinaga, 1996. Penggunaan Suhu Penting pada Persiapan Bahan

(53)

Imam, Saeful, 2007. Perkakas Makan Dari Melamin., Jakarta : Bisnis Indonesia

diakses tanggal 8 agustus 2007.

Judarwanto, Widodo, 2006. Pengaruh Formalin Bagi Sistem Tubuh.

Puterakembara.org.id diakses tanggal 8 Agustus 2007.

Lu. F.C, 1994. Toksikologi Dasar. Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko,

Edisi Kedua, UI Press, Jakarta.

Mukono,H.J, 2002. Epidemiologi Lingkungan, Airlangga University Press,

Surabaya.

Sartono, 2002. Racun dan Keracunan, Widya Medika, Jakarta.

Shreve, Norris.,1959. Chemical Process Industries., Edisi Keempat, Kongkusha :

Mc Graw Hill International Book Campany.

Widyastuti, Palupi, 2005. Bahaya Bahan Kimia Pada Kesehatan Manusia Dan Lingkungan, Jakarta : EGC.

Windholz dkk, 1976. The Merck Index An Encyclopedia of Chemicals and Drugs., Ninth Edition. Rahway USA : Merck & CO.,Inc.

Gambar

Tabel 2.1. Efek Akut Formaldehid Pada Kesehatan Manusia Pada Berbagai          Konsentrasi.......................................................................................
Gambar 2.1. Proses Produksi Peralatan Makan Melamin  Gambar 2.2. Proses Uji Formaldehid
Gambar 2.1. Proses Produksi Peralatan Makan Melamin
Tabel 2.1. Efek Akut formaldehid Pada Kesehatan Manusia Pada berbagai  Konsentrasi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak : Dalam penelitian ini dibahas model penjadwalan perawat di rumah sakit yang meminimumkan total deviasi (penyimpangan) hari kerja setiap perawat dengan

Penelitian ini sejalan dengan temuan pada penelitian yang dilakukan oleh Astutik dan Iwan 2015 dimana sikap mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keputusan

Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji pengaruh penambahan pollard berprobiotik dengan taraf yang berbeda terhadap total jamur, jenis kapang dan khamir pada

Pancasila juga sebagai pedoman dalam mereformasi kehidupan berbangsa, dimana suatu perubahan yang mengarah kearah yang lebih baik harus memiliki suatu acuan yang baik dan kuat

1 Penguasaan konsep sains yang disampaikan tidak menguasai konsep IPA dengan sangat baik, istilah- istilah yang digunakan tidak tepat kurang menguasai konsep IPA,

Pada saat sinyal aktif maka CPU akan menset alamat, data dan sinyal kontrol tristate pada state impedansi tinggi yaitu saat tepi naik dari clock pulse berikutnya, pada waktu

Pada penggembalaan kontinyu ternak domba merumput pada suatu lahan penggembalan, sangat bebas sehingga pemanfaatan rumput tidak maksimal, sedangkan penggembalaan bergilir

sudah dianggap suami menerima kehadiran anak yang dilahirkan istri. Untuk waktu 360 setelah perceraian yaitu jika setelah perceraian, suami ragu akan anaknya maka