A. Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa pra sekolah merupakan
tahap dasar yang sangat berpengaruh dan menjadi landasan untuk
perkembangan selanjutnya (Adriana, 2013). Masa ini berlangsung pendek
sehingga disebut sebagai masa kritis (critical period) atau masa keemasan (golden gold). Gangguan tumbuh kembang sekecil apapun yang terjadi pada
anak di usia prasekolah ini, apabila tidak terdeteksi dan diintervensi sedini
mungkin akan mengurangi kualitas sumber daya manusia di masa akan
datang (Febrikaharisma, 2013).
Anak usia pra sekolah adalah anak yang berada direntang usia 3-5
tahun atau36-72 bulan, yang memiliki ciri khas tersendiri dalam segi
pertumbuhan dan perkembangannya (Wong, 2008). Pertumbuhan adalah
bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan intraseluler, berarti
bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau
keseluruhan, yang bersifat kuantitatif hingga dapat diukur dengan satuan
panjang dan berat (IDAI, 2002 dalam Susilaningrum dkk, 2013).
Perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah dapat dilihat dari
kemandirian anak untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri seperti
memakai baju sepatu, menggosok gigi serta makan dan minum sendiri. Anak
memilihkan warna krayon untuk temannya dan menilai hasil karya temannya
tersebut (Dariyo, 2007). Menurut Hurlock (1993), salah satu hal penting yang
harus dimiliki seorang anak pra sekolah adalah kemampuan sosialisasinya,
tidak hanya mencakup keterampilan dan kecerdasan motorik, tetapi juga hal
lain seperti mau menerima tokoh selain sosok orangtuanya, kesadaran akan
tugasnya, mematuhi peraturan dan dapat mengendalikan emosi-emosinya
(Susanto, 2012).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pada anak
pra sekolah sangat bervariasi, menurut Wong, (2008) ada beberapa faktor
yaitu keturunan, neuroendokrin, hubungan interpersonal, tingkat sosial
ekonomi, penyakit, bahaya lingkungan, stress pada anak, dan pengaruh media
massa. Menurut Hidayat, 2008 faktor- faktor yang mempengaruhi
perkembangan anak antara lain adalah faktor herediter, faktor lingkungan
pranatal dan lingkungan postnatal yang terdiri dari budaya, sosial ekonomi,
nutrisi, iklim/cuaca, olahraga/latihan fisik, posisi anak dalam keluarga, status
kesehatan dan faktor hormonal.
Menurut Susilaningrum dkk, (2013) ada dua faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu faktor internal
(genetic dan hormon) dan faktor eksternal (factor prenatal, intranatal dan
postnatal) faktor prenatal meliputi: nutrisi ibu hamil, mekanis/posisi janin,
toksin/zat kimia, kelainan endokrin, infeksi penyakit, kelainan imunologi
dan psikologis ibu. Faktor intranatal meliputi: riwayat persalinan yang
jaringan otak, seperti tindakan vakum ekstraksi dan forceps, dan faktor pascanatal meliputi gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan
fisik dan kimia, psikologis, obat -obatan, sosial ekonomi, lingkungan
pengasuhan, stimulasi dan obat-obatan.
Dalam perkembangan anak semua aspek yang dimiliki orang tua akan
bepengaruh besar terhadap anak. Adapun pengaruh dari sosial ekonomi
sebesar 20,4 %, pekerjaan orang tua 23,3%, pola asuh orang tua 36,7% serta
sisanya dipengaruhi faktor lingkungan. Orang tua merupakan tokoh sentral
dalam perkembangan anak terutama dalam pola pengasuhan anak. Sikap
positif sangat diperlukan dalam membimbing tumbuh kembang anak agar
sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Hal ini menjadi dasar bahwa
peran orang tua dalam pola pengasuhan sangat bisa menentukan aktifitas
sosial anak seperti kemandirian, membantu kegiatan di rumah dan lingkungan
sekitar (Suherman, 2010 dalam Triani, 2010).
Masalah perkembangan lainnya yang terjadi pada anak usia pra
sekolah adalah masalah mental. Menurut penelitian Davien dan Teifion,
(2009), Di Amerika terdapat 20% anak yang datang ke dokter umum
dengan gangguan psikologis yang biasanya bersumber dari keluhan fisik, dan
30% anak yang datang ke klinik dokter spesialis anak dengan gangguan
psikiatri, penelitian yang pernah dilakukan di Jombang didapatkan prevalensi
gangguan mental emosional pada anak usia 3-5 tahun sebanyak 74,2%
(Maramis, 2013 dalam Farida dan Naviati,2014). Apabila masalah ini tidak
Trentacosta (2008) menyatakan bahwa terdapat 6 faktor risiko utama
terjadi masalah mental emosional pada anak yaitu perselisihan di keluarga,
kondisi sosioekonomi, kepadatan yang berlebihan, kriminalitas, ibu-ibu
dengan gangguan psikiatri, anak yang tinggal di tempat penitipan
kemungkinan terjadi masalah perilaku pada anak baik eksternalisasi (agresif,
perilaku menentang) dan internalisasi (depresi,withdrawal, somatis).
World Health Organitation (WHO) melaporkan bahwa 5-25%
anak-anak usia prasekolah menderita disfungsi otak minor,termasuk gangguan
perkembangan motorik halus (Widati,2012).
Di Indonesia, data mengenai penyimpangan perkembangan anak pra
sekolah belum terdata secara akurat dan spesifik, namun Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dapat memperkirakan anak
yang memiliki kecenderungan menyimpang mencapai paling sedikit 10% dan
hal ini dapat menjadi rujukan yang kuat, Sementara itu berdasarkan data
Badan Statistik Pusat Nasional (BSPN) saat ini diperkirakan ada 351.000
anak berkebutuhan khusus berada bawah umur lima tahun.
Depkes RI, 2014 bahwa 16% balita Indonesia mengalami gangguan
perkembangan baik perkembangan motorik halus dan kasar, gangguan
pendengaran, kecerdasan kurang dan keterlambatan. Sedangkan menurut
Dinas Kesehatan sebesar 85,779 (62,02%) anak usia prasekolah mengalami
gangguan perkembangan (Depkes RI, 2015). Dan berdasarkan data Badan
Pusat Statistik Kesehatan Balita di Jawa Tengah(2014), didapatkan bahwa
masalah gizi pada balita (>35%), prevalensi campak pada anak balita (3,4%),
prevalensi diare yangterdeteksi pada balita (16,7%). Data tersebut
menggambarkan bahwabalita beresiko tinggi terjadi masalah kesehatan.
Tahap perkembangan ini menunjukkan hal yang unik dan memerlukan
perhatian yang khusus dari orang dewasa untuk tumbuh danberkembang.
PAUD menjadi salah satu pilihan untuk pendidikan awal anak. PAUD juga
sebagai lembaga pendidikan untuk mengembangkan kemampuan yang
dimiliki oleh anak, juga melatih anak mengembangkan motorik halus, motorik
kasar, bahasa, sosialisasi (Hidayat 2008).
PAUD adalah pendidikan yang ditujukan untuk anak usia 3
sampai dengan 6 tahun (PP No.27/1990 pasal 6), akan tetapi menurut UU No
20 Tahun 2003 pasal 28 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini
dilaksanakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Pendidikan usia dini perlu
dilaksanakan dari lahir sampai usia 6 tahun, sebelum memasuki pendidikan
sekolah dasar (Rahman 2009). Hal itu menjadikan lembaga pendidikan anak
usia dini (PAUD) sebagai media sosialisasi kedua setelah keluarga. Lembaga
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mempunyai waktu mengajar panjang dan
hampir setiap hari. Sehingga hal tersebut menggantikan fungsi dan peran
keluarga karena anak lebih banyak menghabiskan waktunya di lembaga
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dari pada dirumah.
Kondisi tersebut terjadi pada masyarakat kelurahan Tandang yang
sekarang mulai mengalihkan fungsi sosialisasinya untuk dibantu oleh lembaga
yang kurang banyak mempunyai waktu dalam mengurus anak sehingga
intensitas untuk bertemu anak sangatlah sedikit selain itu juga keinginan orang
tua untuk menggunakan masa keemasan anak menjadi faktor yang menjadikan
orang tua untuk mendidik anak sejak dini. Dengan kondisi tersebut fungsi
sosialisasi yang terjadi di dalam keluarga mengalami banyak pergeseran
fungsi yang disebabkan oleh adanya lembaga lain yang ikut menangani anak
dalam fungsi sosialisasinya.
PAUD Cipta Kreativa merupakan salah satu pendidikan PAUD di RT.
8 RW. 13 Kelurahan Tandang berdiri tahun 2008 sampai sekarang yang
menampung 78 anak. Sebagian besar dari wilayah RW. 13 Kelurahan
Tandang dan sekitarnya. Penelitian pendahuluan pada bulan Januari 2017
kepada 10 anak di Paud Cipta Kreativa, didapatkan fakta 6 anak mengikuti
pendidikan PAUD, mengalami perkembangan mental dan sosial yang normal
sesuai dengan tugas perkembangan seperti mudah bergabung dengan
teman-temanya dan sudah tidak cengeng lagi, dan 4 anak yang lain mengalami
keterlambatan perkembangan, dimana anak enggan bergabung dengan
teman-temannya, apabila ditinggal pergi orang tua anak menangis, kurang mandiri
dalam mengerjakan tugas
Berdasarkan latar belakang inilah peneliti tertarik melakukan
penelitian yang dilakukan di PAUD Cipta Kreativa Kelurahan Tandang
dengan judul “Gambaran deteksi dini masalah mental emosional pada anak
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
bahwa masalah penelitian ini adalah bagaimana Gambaran deteksi dini
masalah mental emosional pada anak usia 3-5 tahun di PAUD Cipta Kreativa
Kelurahan Tandang Semarang?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran deteksi dini masalah mental
emosional pada anak usia 3-5 tahun di PAUD Cipta Kreativa Kelurahan
Tandang Semarang.
2. Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik anak di di PAUD Cipta Kreativa
Kelurahan Tandang Semarang yang meliputi usia, berat badan dan
tinggi badan.
b. Mengetahui gambaran deteksi dini masalah mental emosional pada
anak usia 3-5 tahun di PAUD Cipta Kreativa Kelurahan Tandang
Semarang
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan sebagai bahan masukan
khususnya yang berkaitan dengan perkembangan mental dan sosial pada
anak usia prasekolah.
2. Manfaat praktis
a. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi para
orang tua dan masyarakat dalam perkembangan anak usia prasekolah
baik secara mental maupun sosial.
b. Bagi institusi keperawatan
Sebagai masukan bagi perkembangan ilmu keperawatan khususnya
tentang deteksi dini perkembangan mental dan emosional anak usia
prasekolah.
c. Bagi peneliti
Sebagai pengalaman pertama bagi peneliti dalam memperoleh ilmu
pengetahuan baru yang berkaitan dengan perkembangan perilaku
sosial anak usia pasekolah.
E. Keaslian Penelitian
Peneliti/ tahun
Metode penelitian Hasil penelitian Perbedaan
Seftiliana,
anak perkembangan sesuai (21,7%). Hasil uji Chi Square adalah 0,665 dengan nilai signifiknasi 0,05 artinya ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan perkembangan anak digunakan observasi dengan instrumen berupa format instrument kepada ibu untuk diisi sesuai perkembangan anak dengan menggunakan rumus Chi Square
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode
pendekatan Cross
Hasil dari penenlitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 16 responden (80%) anak laki – laki usia toddler sesuai perkembangannya, 4 responden (20%) anak laki – laki usia toddler tidak sesuai perkembangan.
Sedangkan sebanyak 12 responden (60%) anak perempuan usia toddler sesuai perkembangan dan sebanyak 8 responden (40%) anak perempuan usia toddler tidak sesuai perkembangan.
Diperoleh kesimpulan ada perbedaan perkembangan motorik kasar anatar anak laki–
laki dan anak perempuan usia toddler (X2 hitung = 14 dan X2 tabel 3,84).
Emosional pada Anak Usia 3-5 Tahun di PAUD Cipta Kreativa Kelurahan Tandang Semarang
data dengan kuesioner KMME. Jumlah populasi sebanyak 75 anak. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling sebanyak 35 orang.
tertinggi 5 tahun. Berat badan rata-rata 16 kg terendah 13 kg tertinggi 22 kg. Tinggi badan rata-rata92 cm terendah 82 cm tertinggi 103 cm. Sebagian besar mempunyai deteksi dini masalah mental emosional tidak bermasalah sebanyak 24 responden (68,6%) dan sebagian kecil mempunyai deteksi dini masalah mental emosional bermasalah sebanyak 11 responden (31,4%).