• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hygiene Sanitasi Pengelolaan Dan Perilaku Penjamah Serta Analisa Bakteri Escherichia Coli Pada Produsen Minuman Cincau Hijau Di Kota Payakumbuh Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hygiene Sanitasi Pengelolaan Dan Perilaku Penjamah Serta Analisa Bakteri Escherichia Coli Pada Produsen Minuman Cincau Hijau Di Kota Payakumbuh Tahun 2016"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Istilah higiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama, yaitu upaya untuk hidup sehat agar terhindar dari penyakit. Akan tetapi dalam penerapannya mempunyai arti yang sedikit berbeda, yakni usaha sanitasi adalah usaha yang lebih menitikberatkan kepada faktor-faktor lingkungan hidup manusia, sedangkan higiene lebih menitikberatkan usaha-usahanya kepada kebersihan individu. Higiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat kaitannya (Depkes RI, 2004).

Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Penanganan makanan secara higiene bertujuan untuk mengendalikan keberadaan patogen dalam makanan (Depkes RI, 2004).

Menurut Widyati (2002), higiene merupakan suatu usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan.

(2)

sampah tidak dibuang sembarangan. Sedangkan menurut Wikipedia Bahasa Indonesia sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.

2.2 Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman

Makanan dan minuman adalah sumber energi bagi manusia. Karena jumlah penduduk yang terus berkembang, maka jumlah produksi makanan dan minumanpun harus terus bertambah melebihi jumlah penduduk ini, apabila kecukupan pangan harus tercapai. Seperti telah dikemukakan terdahulu, permasalahan yang timbul dapat diakibatkan kualitas dan kuantitas bahan pangan. Hal ini tidak boleh terjadi atau tidak dikehendaki karena orang makan dan minum itu sebetulnya bermaksud mendapatkan energi agar tetap dapat bertahan hidup, dan tidak untuk menjadi sakit. Dengan demikian sanitasi makanan menjadi sangat penting (Slamet, 2009).

Makanan dapat menyebabkan orang menjadi sehat atau sakit. Sehingga harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Pengelolaan yang baik dan benar pada dasarnya adalah mengelola makanan dan minuman berdasarkan kaidah-kaidah dari prinsip-prinsip sanitasi makanan (Depkes RI, 2004).

(3)

peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan, pengangkutan, dan penyajian makanan atau minuman (Depkes RI, 2003).

Di dalam upaya sanitasi makanan, terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, sebagai berikut (Chandra, 2007) :

1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi. 2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan. 3. Keamanan terhadap penyediaan air bersih.

4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.

5. Perlindungan makanan terhadap kontaminsai selama proses pengolahan, penyajian, dan penyimpanan.

6. Pencucian dan pembersihan alat perlengkapan.

Tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan, antara lain (Sumantri, 2010) :

1. Menjamin keamanan dan kemurnian makanan. 2. Mencegah konsumen dari penyakit.

3. Mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli. 4. Mengurangi kerusakan atau pemborosan makanan.

Mengingat pentingnya masalah keamanan pangan, maka pengetahuan dan kepedulian (sikap dan perilaku) terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keracunan atau pencemaran pangan harus diperhatikan oleh masyarakat, baik produsen maupun konsumen (Santi, 2015).

Sumber kontaminasi pada makanan (Santi, 2015) :

(4)

2. Manusia membawa bakteri di rambut, telinga, hidung, tenggorokan, usus dan kulit, terutama tangan.

3. Batuk, bersin dan meludah akan memindahkan bakteri. Menggaruk bintik-bintik pada kulit akan menyebarkan mikroba yang berbahaya.

4. Makanan mentah yang mungkin mengandung bakteri yaitu daging, unggas, buah dan sayuran (terutama sayuran dari dalam tanah), ikan, kerang.

5. Bakteri dari berbagai sumber dapat dipindahkan pada makanan melalui kontak langsung.

6. Permukaan tempat kerja, pisau, pakaian dan tangan yang tidak dicuci merupakan pembawa untuk memindahkan bakteri ke makanan (kontak tidak langsung).

7. Benda-benda dapat mengkontaminasi makanan selama tahap-tahap proses produksi.

8. Bahan kimia, termasuk pestisida, pemutih dan bahan pembersih lainnya dapat mengkonsumsi makanan apabila tidak digunakan dengan hati-hati.

2.3 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman

Pengertian dari prinsip higiene sanitasi makanan dan minuman adalah pengendalian terhadap empat faktor, yaitu tempat, peralatan, orang dan bahanmakanan. Selain itu terdapat enam prinsip sanitasi makanan dan minuman yaitu (Depkes RI, 2004) :

1. Pemilihan bahan makanan 2. Penyimpanan bahan makanan 3. Pengolahan makanan

(5)

5. Pengangkutan makanan 6. Penyajian makanan

2.3.1 Prinsip 1 : Pemilihan Bahan Baku Makanan

Bahan makanan yang akan digunakan perlu dipilih yang sebaik-baiknya dilihat dari segi kebersihan, penampilan dan kesehatan. Penjamah makanan perlu mengetahui bahan-bahan makanan yang baik dan sehat untuk diolah menjadi makanan siap saji serta memperhatikan ciri-cirinya. Pilihlah bahan makanan yang masih segar, utuh dan tidak rusak.

2.3.1.1 Ciri-ciri Bahan Makanan Yang Baik

1) Air

Air yang digunakan harus memenuhi syarat kualitas air minum, sesuai dengan Kepmenkes RI No.492/Menkes/PER/IV/2010 seperti syarat fisik (tidak berasa, berbau, berwarna, serta tidak keruh), syarat kimia (tidak mengandung zat-zat kimia beracun yang menimbulkan gangguan kesehatan), syarat mikrobiologi (bebas bakteri Escherichia coli dengan standar 0 dalam 100 ml air minum) serta bebas dari kontaminasi radiasi radioaktif melebihi batas maksimal yang diperbolehkan.

2) Sayuran

a. Daun, buah atau umbi dalam keadaan segar, utuh dan tidak layu. b. Kulit buah atau umbi utuh tidak rusak/pecah.

c. Tidak ada bekas gigitan hewan, serangga atau manusia.

(6)

2.3.1.2 Sumber Bahan Makanan Yang Baik

Salah satu upaya untuk mendapatkan bahan makanan yang baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit (Sumantri, 2010).

2.3.2 Prinsip 2 : Penyimpanan Bahan Makanan

Penyimpanan bahan makanan dimaksudkan agar bahan makanan tersebut tidak mudah rusak dan tidak kehilangan nilai gizinya. Pada umumnya semua bahan pangan sebelum disimpan, dibersihkan terlebih dahulu dan dicuci. Lalu setelah itu dibungkus dengan pembungkus yang bersih baru disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah seperti lemari es.

Menurut Depkes RI (2004), dalam penyimpanan bahan makanan hal-hal yang harus diperhatikan adalah :

1. Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus yang bersih dan memenuhi syarat.

2. Barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik, sehingga : a) Mudah untuk mengambilnya.

b) Tidak menjadi tempat bersarang/ bersembunyi serangga dan tikus.

c) Tidak mudah membusuk dan rusak, untuk bahan-bahan yang mudah membusuk harus disediakan tempat penyimpanan dingin.

(7)

Ada empat cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya yaitu (Depkes RI, 2004) :

1. Penyimpanan sejuk (coolling), yaitu suhu penyimpanan 100C – 150C untuk jenis minuman buah, es krim dan sayuran.

2. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 40C – 100C untuk bahan makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali.

3. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 00C – 40C untuk bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.

4. Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan <00C untuk bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu >24 jam.

2.3.3 Prinsip 3 : Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengolahan bentuk dari dari bahan mentah menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti prinsip-prinsip higiene sanitasi (Depkes RI, 2004).

Tujuan mengelolabahan makanan ialah, agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai serta mempunyai bentuk yang merangsang selera makan (Azwar, 1990).

Menurut Anwar, dkk (1997), pengolahan makanan menyangkut 4 (empat) aspek, yaitu : penjamah makanan, tempat pengolahan makanan, perlengkapan dalam pengolahan makanan dan cara pengolahan makanan.

2.3.3.1 Penjamah Makanan

(8)

mengangkutmaupun dalam penyajian makanan. Pengetahun, sikap dan tindakan seorang penjamah mempengaruhi kualitas makanan yang disajikan penjamah yang sedang sakit flu, demam dan diare sebaiknya tidak dilibatkan dahulu dalam proses pengolahan makanan. Jika terjadi luka, penjamah harus menutup luka tersebut dengan pelindung kedap air misalnya, plester atau sarung tangan plastik.

Menurut Depkes (2006), penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian. Higiene tenaga penjamah makanan dengan tujuan untuk mewujudkan penyehatan perorangan yang layak dalam penyelenggaraan makanan. Sedangkan sumber utama penularan penyakit bawaan makanan adalah pencemaran bahan makanan, dimana peran manusia sebagai vektor pembawa kuman sangat tinggi.

Berdasarkan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003, penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain :

1. Tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya;

2. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya); 3. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian; 4. Memakai celemek, dan tutup kepala;

5. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan;

(9)

7. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya);

8. Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung.

2.3.3.2 Persiapan Tempat Pengolahan

Tempat pengolahan makanan adalah tempat dimana makanan diolah sehingga menjadi makanan yang terolah ataupun makanan jadi yang biasanya disebut dapur. Dapur merupakan tempat pengolahan makanan yang harus memenuhi syarat higiene dan sanitasi, diantaranya konstruksi dan perlengkapan sanitasi.

Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Depkes RI, 2011) :

1. Lantai

Lantai harus dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, rata, dan kedap air. Selain itu sudut lantai dengan dinding melengkung 7,62 cm dari lantai. Lantai harus mempunyai kemiringan 1-2% ke saluran pembuangan air limbah.

2. Dinding

(10)

3. Atap

Atap harus rapat air, tidak bocor, cukup landai, dan tidak menjadi sarang tikus dan serangga lainnya.

4. Langit-langit

Permukaan langit-langit harus rata, berwarna terang, serta mudah dibersihkan. Selain itu langit-langit tidak boleh berlubang dan tinggi langit-langit sekurang-kurangnya 2,4 meter dari lantai.

5. Pintu

Pintu harus dibuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan, dapat menutup sendiri dengan baik dan membuka ke arah luar, setiap bagian bawah pintu setinggi 36 cm dilapisi logam dan jarak antara pintu dan lantai tidak lebih dari 1 cm.

6. Pencahayaan

Intensitas pencahayaan harus cukup untuk melakukan pekerjaan pengolahan makanan secara efektif dan kegiatan pembersihan ruang. Di setiap ruangan tempat pengolahan makanan, intensitas pencahayaan sedikitnya 10 foot candle (100 lux). Pencahayaan tidak boleh menyilaukan dan harus tersebar

merata sehingga sedapat mungkin tidak menimbulkan bayangan. 7. Ventilasi / penghawaan

(11)

baik dan harus dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau, dan debu dalam ruangan. Ventilasi buatan diperlukan bila ventilasi alam tidak dapat memenuhi persyaratan.

8. Pembuangan asap

Dapur hrus mempunyai cerobong asap yang dilengkapi dengan penyedot asap (extractor) untuk mengeluarkan asap dari cerobongnya.

9. Penyediaan air bersih

Air bersih harus tersedia cukup dan memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan baik kualitas maupun kuantitasnya. Kualitas air bersih minimal harus memenuhi syarat fisik yaitu tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau. Selain itu, di dapur harus tersedia tempat cuci tangan, tempat mencuci peralatan, dan tempat pencucian bahan makanan yang terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat, dan mudah dibersihkan.

10. Tempat sampah

Sampah harus ditangani sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran makanan dari tempat sampah sehingga tempat sampah harus dipisahkan antara sampah organik dan sampah anorganik serta diusahakan pencegahan masuknya serangga ke tempat sampah.

11. Pembuangan air limbah

(12)

12. Perlindungan dari serangga dan tikus

Tempat pengolahan makanan harus terhindar dari serangga dan tikus karena mereka dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti demam berdarah, malaria, disentri, dan pest sehingga harus dibuat anti serangga dan tikus. Setiap lubang pada bangunan harus dipasang kawat kassa berukuran 32 mata per inchi pada ventilasi untuk menvegah masuknya serangga dan dibuat teralis dengan jarak 2 cm pada pintu untuk mencegah masuknya tikus.

2.3.3.3 Peralatan Pengolahan Makanan dan Minuman

Peralatan pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan kesehatan sebagai berikut (Depkes RI, 2011) :

a. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan zat beracun yang melebihi ambang batas sehingga membahayakan kesehatan seperti timah (Pb), arsen (As), tembaga (Cu), seng (Zn), cadmium (Cd), dan antimon (Sb)

b. Peralatan pengolahan makanan tidak boleh rusak, gompel, retak, dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap makanan

c. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan makanan harus conus atau tidak ada sudut mati, rata, halus, dan mudah dibersihkan

d. Peralatan pengolahan makanan harus dalam keadaan bersih sebelum digunakan

(13)

f. Cara pencucian peralatan harus memenuhi ketentuan yaitu pencucian peralatan harus menggunakan sabun/ detegent, serta dibebas hamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm, dan air panas 800C

g. Peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau mesin pengering dan tidak boleh dilap dengan kain

2.3.3.4 Cara Pengolahan Makanan

Cara pengolahan makanan yang baik adalah menjaga keutuhan makanan agar tidak terjadinya kerusakan-kerusakan sebagai akibat cara pengolahan yang salah. Cara pengolahan makanan yang baik perlu diterapkan sesuai dengan prinsip-prinsip hiegine dan sanitasi yang baik berdasarkan syarat-syarat kesehatan (Prabu, 2008).

Cara pengolahan makanan harus baik seperti menggunakan air yang bersih dalam setiap pengolahan, penjamah makanan mencuci tangan setiap kali hendak menjamah makanan, serta penjamah tidak bersentuhan langsung dengan makanan tetapi menggunakan peralatan seperti penjepit makanan (Prabu, 2008).

Dalam proses pengolahan makanan perlu diperhatikan : a. Cara menjamah makanan

b. Nilai gizi makanan

(14)

2.3.4 Prinsip 4 : Penyimpanan Makanan

Penyimpanan makanan masak dapat digolongkan menjadi dua, yaitu tempat penyimpanan makanan pada suhu biasa dan tempat penyimpanan pada suhu dingin. Makanan yang mudah membusuk sebaiknya disimpan pada suhu dingin yaitu < 40C. Untuk makanan yang disajikan lebih 6 jam, disimpan dalam suhu -5 s/d -10C (Prabu, 2008).

Menurut Permenkes RI No.1096/MENKES/PER/VI/2011, penyimpanan makanan jadi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau, berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain. 2. Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku.

a. Angka kuman E. coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan. b. Angka kuman E. coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman. c. Disimpan dalam ruangan tertutup dan bersuhu dingin (10°-18°C).

3. Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.

4. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa kedaluwarsa dikonsumsi lebih dahulu.

5. Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air.

6. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.

(15)

Tabel 2.1 Lama Penyimpanan Makanan Jadi atau Masak

No. Jenis Makanan Suhu Penyimpanan

Disajikan

Sumber : Depkes RI Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011

2.3.5 Prinsip 5 : Pengangkutan Makanan

Prinsip pengangkutan makanan yang baik adalah tidak terjadinya pencemaran selama proses pengangkutan baik pencemaran fisik, mikroba, maupun kimia. Kemungkinan pengotoran makanan terjadi sepanjang pengangkutan yang dipengaruhi oleh alat pengangkut, teknik pengangkutan maupun tenaga pengangkut makanan. Perlu diketahui bahwa makanan yang sudah dimasak sangatlah sensitif sifatnya, terutama sensitif untuk tumbuhnya kuman maupun proses pembusukan. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam pengangkutan makanan yang memenuhi syarat sanitasi adalah sebagai berikut :

(16)

b. Setiap wadah makanan harus ditutup secara baik dan tidak banyak dibuka selama pengangkutan sampai di tempat penyajian

c. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya pada suhu panas (600C) atau suhu dingin (40C)

d. Kendaraan untuk mengangkut makanan tidak dipergunakan untuk keperluan mengangkut bahan lain

e. Pengangkutan makanan yang melewati daerah kotor harus dihindari dan dicari jalan terpendek.

2.3.6 Prinsip 6 : Penyajian Makanan

Proses terakhir dari prinsip higiene sanitasi makanan adalah penyajian makanan atau penjajaan makanan. Dalam penyajian makanan harus diperhatikan tempat penyajian, alat penyajian, dan tenaga penyaji. Makanan disajikan pada tempat yang bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, peralatan yang digunakan bersih, dan orang yang menyajikan makanan harus berpakaian bersih, menggunakan tutup kepala, dan tangan penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan yang disajaikan (Slamet, 2009).

Adapun syarat penyajian makanan yang baik adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2011) :

1. Cara menyajikan makanan harus terhindar dari pencemaran.

2. Peralatan yang digunakan untuk menyajikan makanan harus terjaga kebersihannya.

(17)

4. Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas penghangat makanan dengan suhu minimal 600C.

5. Penyajian dilakukan dengan perilaku yang sehat dan pakaian bersih. 6. Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Di tempat yang bersih

b. Meja di mana makanan disajikan harus tertutup kain putih atau tutup plastik berwarna menarik kecuali bila meja dibuat dari formica, taplak tidak mutlak ada

c. Tempat-tempat bumbu/merica, garam, cuka, saus, kecap, sambal, dan lain-lain perlu dijaga kebersihannya terutama mulut tempat bumbu

d. Asbak tempat abu rokok yang tersedia di atas meja makan setiap saat dibersihkan

e. Peralatan makan dan minum yang telah dipakai, paling lambat 5 menit sudah dicuci bersih

2.4 Perilaku

(18)

baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

Menurut Kuswandi (1994), perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar.

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri subjek. Walaupun sangat sukar diketahui tetapi sikap merupakan hal yang penting dalam menentukan corak perilaku selanjutnya. 3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yaitu perilaku yang berbentuk perbuatan

(Action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar.

2.4.1 Pengetahuan (Knowledge)

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Pengetahuan memiliki 6 tingkatan, yaitu : 1. Tahu (knows)

(19)

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (analysis)

Analisi adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Untuk mengukur pengetahuan ini dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan tersebut (Notoatmodjo, 2003).

2.4.2 Sikap (Attitude)

(20)

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Pengertian sikap menurut Newcomb salah seorang ahli psykologi yang dikutip oleh Notoadmodjo (2003), menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Allport (1954) dalam Notoadmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. Artinya bagaimana

penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

3. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave). Artinnya, sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Sama halnya seperti pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu (Notoadmodjo, 2003) :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap tingkat dua.

(21)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.4.3 Tindakan (Practice)

Tindakan merupakan gerak/perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam tubuh maupun luar tubuhatau lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh berbagai kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.

Menurut Notoatmodjo (2003), tindakan mempunyai beberapa tingkatan, yaitu :

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respons terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme (mecanism)

(22)

4. Adaptasi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan tersebut sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi tindakan tersebut.

Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.5 Cincau Hijau

2.5.1 Pengertian Cincau Hijau

Cincau adalah nama tumbuhan yang dapat membentuk gel serupa agar-agar yang diperoleh dari perendaman daun (atau organ lain) tumbuhan tertentu dalam air. Gel terbentuk karena daun tumbuhan tersebut mengandung karbohidrat yang mampu mengikat moleku-molekul air. Kata cincau sendiri berasal dari dialek Hokkian Sienchau yang lazim dilafalkan di kalangan Tionghoa. Cincau sendiri di bahasa asalnya sebenarnya adalah nama tumbuhan (Mesone. Spp.) yang menjadi bahan pembuatan gel ini (Wikipedia Bahasa Indonesia, 2015).

Cincau hijau atau biasa disebut air akar adalah sejenis minuman yang terbuat dari daun cincau hijau (Cyclea barbata L.M.). Cincau hijau ini umumnya disajikan dalam gelas/mangkuk yang diberi air gula dan dapat pula ditambahkan santan kelapa atau sesuai selera. Cincau hijau cukup banyak mengandung klorofil yang merupakan senyawa antioksidan, antiperadangan dan antikanker.

(23)

daun cincau sering dimanfaatkan sebagai obat penyakit diare. Dan seiring perkembangan zaman, daun cincau kemudian lebih sering diolah menjadi sajian minuman nikmat dengan dicampur santan dan air gula.

2.5.2 Manfaat Cincau Hijau

Berdasarkan riset yang dilakukan Departemen Gizi dan Masyarakat Institut Pertanian Bogor memperlihatkan bahwa klorofil cincau merupakan yang tertinggi di antara 3 daun hijau lain. Dengan kandungan klorofil yang tinggi, menciptakan manfaat cincau hijau sebagai berikut :

1. Sebagai antioksidan alami

Dengan kandungan klorofil yang tinggi, menciptakan manfaat cincau hijau sebagi antioksidan alami. Di dalam tubuh, klorofil dapat dengan mudah meresap ke aliran darah sebab punya struktur molekul yang menyerupai hemoglobin. Klorofil memberikan elektron-elektron bebas untuk menangkal radikal bebas.

2. Sebagai antibiotik

Ini juga berkat klorofil yang dimiliknya. Ekor molekul klorofil punya sifat takut air (hidrofobik) sehingga membuatnya sering-sering mengangkat zat polutif dari dinding-dinding sel. Dengan diangkatnya zat tersebut, maka sumbatan pada pembuluh darah bisa dikurangi.

2.5.3 Proses Pengolahan Minuman Cincau Hijau

(24)

Cara pembuatan cincau hijau adalah sebagai berikut : 1. Daun cincau hijau dipilih yang agak tua dan utuh. 2. Daun disangrai hingga lunak/ layu.

3. Direndam dengan air bersih +/- 5 menit..

4. Direndam dengan air yang sudah masak sambil diremas-remas dengan tangan.

5. Campurkan larutan Ca(OH)2 yang biasa disebut dengan kapur sirih ke dalam air cincau hijau sebagai pengental. Kandungan kalsium pada kapur sirih akan bereaksi dengan pati dari tepung sehingga makananakan bertekstur lebih padat dan keras.

6. Peras daun yang sudah diremas-remas tersebut sambil disaring dan ditampung dalam wadah/loyang.

7. Diamkan pada suhu kamar hingga kental dan berbentuk gel. 8. Cincau siap disajikan.

Biasanya cincau disajikan dengan air asam (air gula yang dicampur dengan perasan jeruk nipis) dan bisa juga dengan air santan dicampur dengan gula merah.

Cara membuat minuman cincau hijau santan adalah sebagai berikut : 1. Rebus santan, daun pandan, vanili dan garam sampai mendidih sambil diaduk

agar santannya tidak menggumpal.

2. Rebus gula merah, air, vanili, gula pasir, garam, dan sehelai pandan sampai gula merahnya larut dalam air lalu dinginkan.

(25)

5. Cincau hijau santan siap disajikan.

Cara membuat minuman cincau hijau asam adalah sebagai berikut : 1. Rebus air, pewarna orange secukupnya, dan gula pasir sampai mendidih. 2. Setelah mendidih, diamkan hingga dingin.

3. Masukkan cincau hijau ke dalam gelas saji.

4. Campurkan dengan air gula yang sudah masak, lalu tambahkan air perasan jeruk nipis.

5. Cincau hijau asam siap disajikan.

2.6 Kualitas Air

2.6.1 Persyaratan Kualitas Air Minum

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar ¾ bagian tubuh kita terdiri atas air, tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Air yang dimanfaatkan dalam kehidupan perlu diperhatikan kualitas dan kuantitasnya berdasarkan syarat-syarat kesehatan agar terhindar dari penyakit yang banyak disebabkan oleh air yang terkontaminasi bakteri.

Menurut Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010, secara garis besar persyaratan kualitas air minum dapat digolongkan dengan empat syarat, yaitu : 1. Syarat Fisika

(26)

2. Syarat Kimia

Air minum yang dikonsumsi tidak mengandung zat-zat kimia organik dan anorganik melebihi standar yang ditetapkan, pH pada batas minimum dan maksimum (6,5 – 8,5) dan tidak mengandung air zat kima beracun sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

3. Syarat Mikrobiologi

Air minum yang aman harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi Escherichia coli atau koliform tinja dengan standar 0 dalam 100 ml air

minum.

4. Syarat Radioaktif

Air minum yang akan dikonsumsi hendaknya terhindar dari kemungkinan terkontaminasi radiasi radioaktif melebihi batas maksimal yang diperkenankan.

2.6.2 Kualitas Bakteriologis Air

Sarana air di alam umumnya mengandung bakteri, baik air hujan, air tanah, air danau maupun air sungai. Jumlah dan jenis bakteri bervariasi dan berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Idealnya air bersih tidak mengandung patogen, harus juga bebas dari bakteri yang menunjukkan indikasi pengotoran tinja. Terdapatnya organisme koli tinja, terutama Escherichia coli lebih meyakinkan adanya tanda-tanda pengotoran tinja (Fardiaz, 1992).

(27)

benar-benar suci hama atau tidak. Karena itulah, untuk mengukur apakah air minum bebas dari bakteri atau tidak, pegangan yang dipakai adalah Escherichia coli. Tergantung cara pemeriksaan yang dilakukan, jumlah Escherichia coli yang

dibenarkan terdapat dalam sumber air minum bermacam-macam.

Menurut Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010, persyaratan kualitas air minum dengan standar koli tinja adalah 0 per 100 ml air. Standar tentang syarat kualitas air ini digunakan sebagai parameter terhadap hasil pemeriksaan di laboratorium.

2.6.3 Bakteri Indikator Polusi

Bakteri indikator polusi atau indikator sanitasi adalah bakteri yang dapat digunakan sebagai petunjuk adanya polusi feses atau kotoran manusia atau hewan, karena organisme tersebut merupakan organisme komensal yang terdapat di dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan ( Fardiaz, 1992).

Air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari patogen. Akan tetapi analisis rutin yang dilakukan terhadap semua jenis patogen dianggap tidak praktis karena berbagai alasan, di antaranya yaitu (Fardiaz, 1992) :

1. Bermacam-macam uji diperlukan untuk mengetahui ada atau tidaknya semua jenis mikroorganisme patogen.

2. Uji-uji yang diperlukan untuk mengidentifikasi patogen pada umumnya terlalu kompleks dan memerlukan waktu relatif lama.

3. Jumlah patogen yang terdapat di dalam contoh seringkali terlalu kecil sehingga diperlukan contoh dalam jumlah besar untuk dapat mendeteksinya. 4. Beberapa uji patogen sensivitasnya terlalu rendah sehingga patogen yang

(28)

5. Beberapa uji patogen seperti uji virus, ganggang atau parasit memerlukan keahlian tertentu dan peralatan yang sangat mahal.

6. Kemungkinan bahaya yang dapat timbul dalam mengisolasi dan menguji mikroorganisme patogen.

Mikroorganisme yang digunakan sebagai indikator polusi kotoran adalah bakteri yang tergolong dalam Escherichia coli, streptokokus fekal, dan Clostridium perfringens. Dari ketiga mikroorganisme tersebut, Escherichia coli

merupakan bakteri yang paling tidak dikehendaki kehadirannya di dalam air minum maupun makanan. Hal ini karena bila dalam sumber air ditemukan bakteri Escherichia coli, maka hal ini dapat menjadi indikasi bahwa air tersebut telah

mengalami pencemaran oleh feces manusia atau hewan-hewan berdarah panas.

2.7 Escherichia coli

Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora

yang secara normal ada dalam saluran pencrnaan manusia dan hewan berdarah panas. Escherichia coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang memperoleh makanan berupa zat organik dari lingkungannya karena tidak dapat menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya (Kusuma, 2010).

Escherichia coli juga merupakan bakteri indikator kualitas air karena

(29)

Klasifikasi Escherichia coli berdasarkan sifat-sifat virulensinya (Arisman, 2008) :

1. Escherichia coli Enteropatogenetik (EPEC)

EPEC menyebabkan diare yang parah pada bayi, meskipun mekanismenya belum dapat dijelaskan. Hal ini dapat ditularkan melalui makanan bayi dan makanan tambahan yang terkontaminasi melalui alat-alat dan tangan yang benar diabaikan. EPEC yang menyerang terutama pada bayi dan anak, menyebabkan diare berair.

2. Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEC)

ETEC adalah penyebab utama traveller’s diarrhea (diare petualang, ditularkan lewat air dan makanan) dan infantile diarrhea (diare pada anak serta bayi, yaitu penyakit yang mirip dengan kolera) di negara berkembang (miskin). Diare pada kasus ini berupa watery diarrhea, dengan tingkat keparahan berkisar dari ringan sampai parah.

3. Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC)

EIEC menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis. Sering terjadi pada anak-anak di negara berkembang dan para wisatawan yang menuju ke negara tersebut. Menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mikosa usus. Cukup membahayakan karena dapat menyebabkan penyakit disentri. Biasanya ditandai dengan tinja yang mengandung darah. 4. Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)

(30)

ginjal dari monyet hijau Afrika. Bentuk diare sangat berat dan dengan sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginjal akut, anemia hemolitik mikriangiopatik, dan trombositopenia.

5. Escherichia coli Enteroagregatif (EAEC)

Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat sedang berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas pelekatannya pada sel manusia. Bahaya terbesar sehubungan dengan air minum apabila air tersebut telah tercemar oleh buangan atau kotoran manusia atau hewan berdarah panas. Bila pengotoran semacam itu baru saja terjadi, dan bila hal tersebut disebabkan oleh penderita atau pembawa penyakit menular seperti demam usus atau disentri, air tersebut kemungkinan mengandung bibit-bibit penyakit yang masih hidup.

2.8 Penyakit- Penyakit yang Disebabkan oleh Escherichia coli

Bakteri ini dapat menyebabkan terjadinya epidemic penyakit-penyakit saluranpencernaan makanan, seperti kolera, tipus, disentri, diare, dan penyakit cacing. Bibitpenyakit ini berasal dari feses manusia yang menderita penyakit-penyakit tersebut.Indikator yang menunjukkan bahwa air rumah tangga sudah dikotori feases adalahdengan adanya Escherichia coli dalam air tersebut, karena dalam feses manusia baiksakit maupun sehat terdapat bakteri ini.

Beberapa penyakit yang sering timbul akibat bakteri Escherichia coli adalah :

a. Penyakit diare

Escherichia coli yang menyebabkan diare sangat sering ditemukan di

(31)

dengan frekuensi 4 kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai : muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, serta darah dan lendir dalam kotoran.

b. Infeksi saluran kemih

Penyebab yang paling lazim dari infeksi saluran kemih dan merupakan penyebab infeksi saluran kemih pertama pada kira-kira 90% wanita muda. Gejala : sering kencing, disuria, hematuria, dan piura. Kebanyakan infeksi ini disebabkan oleh Escherichia coli dengan sejumlah tipe antigen O. c. Sepsis

Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, Escherichia coli dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan sepsis. Bayi yang baru lahir dapat sangat rentan terhadap sepsis Escherichia coli karena tidak memiliki antibodi IgM. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi saluran kemih.

d. Meningitis

Escherichia coli merupakan salah satu penyebab utama meningitis pada

bayi. Escherichia coli dari kasus meningitis ini mempunyai antigen KI. Antigen inibereaksi silang dengan polisakarida simpai golongan B dari N meningtis.Mekanisme virulensi yang berhubungan dengan antigen KI tidak diketahui.

2.9 HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

Menurut Suklan yang dikutip oleh Sudarmaji (2005), HACCP (Hazard Analisys Critical Control Point) adalah suatu alat (tools) yang digunakan untuk

(32)

tepat dalam pengawasan, dengan menitikberatkan pada pencegahan dan pengendalian proses dari pada pengujian produk akhir yang biasanya dilakukan dalam cara pengawasan tradisional.

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah suatu konsep pendekatan sistematis terhadap identifikasi dan penilaian bahaya dan resiko yang berkaitan dengan pengolahan, distribusi dan penggunaan produk makanan, termasuk pendefenisian cara pencegahan untuk pengendalian bahaya (Santi, 2015).

HACCP dan titik pengendalian kritis terdiri dari 7 elemen sebagai berikut : 1. Identifikasi bahaya dan penilaian tingkat bahaya dan resiko (analisis bahaya). 2. Penentuan Titik Pengendalian Kritis (CCP : Critical Control Point ) yang

dibutuhkan untuk mengendalikan bahaya.

3. Spesifikasi batas kritis yang dapat menunjukkan bahwa suatu proses dapat dikendalikan pada titik pengendalian kritis (CCP) tertentu.

4. Penyusunan dan penetapan sistem pemantauan.

5. Pelaksanaan tindakan perbaikan ketika batas kritis tidak tercapai.

6. Verifikasi suatu sistem, dilakukan untuk menguji keefektifan suatu sistem. 7. Penyimpanan data atau dokumen, dilakukan agar informasi yang diperoleh

dari studi Analisis Bahaya dan Titik Pengendalian Kritis (HACCP) serta verifikasinya dapat dievaluasi kembali, diaudit atau untuk maksud-maksud lain.

Critical Control Point (CCP) atau titik pengendalian kritis dapat didefinisikan sebagai “Sebuah tahapan dimana pengendalian dapat dilakukan dan

(33)

keamanan pangan atau menguranginya hingga ke tingkat yang dapat diterima”. Dengan kata lain, CCP adalah suatu titik, prosedur atau tahapan dimana terlewatnya pengendalian dapat mengakibatkan resiko yang tidak dapat diterima terhadap keamanan pangan. Dengan demikian, jika suatu potensi bahaya telah diidentifikasi pada suatu tahapan dimana pengendalian diperlukan untuk menjamin keamanan produk, dan tidak ada upaya pengendalian lain yang ada pada tahapan ini, maka produk atauproses tersebut harus dimodifikasi pada tahapan tersebut atau pada tahap sebelum atau sesudahnya agar potensi bahaya tersebut menjadi dapat dikendalikan.

Ada dua titik pengendalian kritis:

1. Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan.

2. Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana bahaya dikurangi.

Penentuan CCP dilandaskan pada penilaian tingkat keseriusan dan kecenderungan kemunculan potensi bahaya tersebut. Penentuan CCP juga didasarkan pada hal-hal yang dapat dilakukan untuk menghilangkan, mencegah atau mengurangi potensi bahaya pada suatu tahap pengolahan.

Pemilihan CCP dibuat berdasarkan pada :

a. Potensi bahaya yang teridentifikasi dan kecenderungan kemunculannya. Hal ini dikaitkan dengan hubungannya terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan kontaminasi yang tidak dapat diterima.

(34)

c. Tujuan penggunaan produk

Analisis bahaya pada makanan atau minuman yaitu terdiri dari :

1. Bahaya biologis yang dapat dihilangkan (CCP 1) dengan pemanasan 100°C seperti Escherichia coli,Coliformdan bakterilainnya.

2. Bahaya kimia yang berasal dari penggunaan bahan tambahan makanan (BTM)seperti pewarna makanan yang berlebihan. Bahan kimia sukar dihilangkan dan kadarnya harus di bawahbatas yang ditentukan. Akan tetapi dapat dikurangi/dieliminasi (CCP 2) padasaat pengolahan.

(35)
(36)

Gambar

Tabel 2.1 Lama Penyimpanan Makanan Jadi atau Masak

Referensi

Dokumen terkait

Data curah hujan yang hilang pada bulan tertentu memiliki nilai yang jauh berbeda dari bulan-bulan yang sejenis pada tahun yang sama dengan data yang dianggap benar.. Hitung data

After analyzing the data, the findings are as follows: first, Role-Play is more effective than Direct Instruction to teach speaking; second, The students who have

[r]

Data yang didapat kemudian dianalisis oleh peneliti yang dijelaskan secara kuantitatif berupa distribusi frekuensi.Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 64 responden yang pernah

technique can improve students’ writing ski ll in terms of: (a) developing the information/ ideas appropriate with the topic provided; (b) organizing a text; (c)

Sebagai proses pengambilan keputusan, sistem pendukung keputusan pemilihan sepeda motor ini menggunakan metode forward chaining sebagai inference engine yang berfungsi

information on public participation in PPMK community empowerment in selected DKI Jakarta villages in Kampung Rawa village, Johar Baru (Central Jakarta); Kali Baru vil-

Seperti yang diungkapkan Berger (1999) yang menyatakan bahwa wanita menopause yang bekerja bisa berbagi solusi terhadap berbagai masalah seputar menopause dengan teman-teman