• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor -Faktor yang Berhubungan Dengan Tindakan Ibu Dalam Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi (9 -12 Bulan) di Puskesmas Pangkalan Susu Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor -Faktor yang Berhubungan Dengan Tindakan Ibu Dalam Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi (9 -12 Bulan) di Puskesmas Pangkalan Susu Kabupaten Langkat"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku

2.1.1 Pengertian

Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi sangat luas. Benyamin Bloom (1908) dikutip Notoatmodjo (2012) seorang ahli psikologi pendidikan membedakan adanya 3 area, wilayah, ranah atau domain perilaku, yakni kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi tersebut mempunyai bentuk bermacam-macam yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2 yakni dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit), dan dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit). Bentuk perilaku ini dapat diamati melalui sikap dan tindakan, namun demikian tidak berarti bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakan saja, perilaku juga dapat bersifat potensial, yakni dalam bentuk pegetahuan, motivasi dan persepsi.

Menurut Lawrence Green (1993) dalam Notoatmodjo (2014), bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor, yakni faktor perilaku dan faktor diluar perilaku, selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau dibentuk dari 3 faktor :

(2)

2. Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana.

3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat

2.1.2 Perilaku Kesehatan

Semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun tidak langsung yang diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2014) perilaku adalah keyakinan mengenai tersedianya atau tidaknya kesempatan dan sumber yang diperlukan. Menurut Benjamin Bloom dikutip Notoatmodjo (2014), perilaku ada 3 domain : perilaku, sikap dan tindakan.

Menurut Roger dikutip Notoatmodjo (2014), menjelaskan bahwa sebelum orang menghadapi perilaku baru dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:

a. Awareness (kesadaran dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap struktur atau obyek).

b. Interest (dimana orang tersebut adanya ketertarikan).

c. Evaluation (menimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut). d. Trial (dimana orang telah mencoba perilaku baru).

(3)

2.1.3 Faktor yang Memengaruhi Perilaku

a. Faktor Genetik: Perilaku terbentuk dari dalam individu itu sendiri sejak ia dilahirkan.

b. Faktor Eksogen: Meliputi faktor lingkungan, pendidikan, agama, sosial, faktor-faktor yang lain yaitu susunan saraf pusat persepsi emosi.

c. Proses Belajar: Bentuk mekanisme sinergi antara faktor heriditas dan lingkungan dalam rangkat terbentuknya perilaku (Notoatmodjo, 2014).

2.1.4 Bentuk Perilaku

a. Perilaku Pasif: Perilaku yang sifatnya tertentu, terjadi dalam diri individu dan tidak bisa diamati. Contoh : berfikir dan bernafas

b. Perilaku Aktif: Perilaku yang sifatnya terbuka berupa tindakan yang nyata dan dapat diamati secara langsung (Kholid, A. 2012)

2.1.5 Pembagian Perilaku ke dalam 3 Domain (Kewarasan)

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang over (over behavior)

b. Sikap (Attitude)

(4)

bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan akan tetapi merupakan predisposisi tindakan sikap perilaku.

c. Praktik/practice

Setelah seseorang mengetahui stimulasi atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapatan terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahuinya (Priyoto, 2015)

2.1.6 Beberapa Teori Perubahan Perilaku

Teori Determinan Terbentuknya Perilaku yaitu: 1. Teori Lawrence Green

Menurut Lawrence Green bahwa perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan dimana kesehatan ini dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor, yaitu:

- Faktor predisposisi: yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan keyakinan dan nilai-nilai

- Faktor pendukung: yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak bersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Misalnya: Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban.

(5)

2. Teori WHO

WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah :

1. Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek kesehatan)

2. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain 3. Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang

menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu

4. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang 5. Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka

apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya

(6)

umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan umat manusia (Notoatmodjo, 2014)

3. Teori “PRECED-PROCEED” (1991)

Teori ini dikembangkan oleh Lawrence Green (Kholid.A, 2012), yang dirintis sejak tahun 1980. Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behavior causes). Selanjutnya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang dirangkum dalam akronim PRECEDE : Predisposing, Enabling, dan Reinforcing Causes in Educational Diagnosis and Evaluation. Precede ini adalah merupakan arahan dalam menganalisis atau diagnosis dan evaluasi perilaku untuk intervensi pendidikan (promosi) kesehatan. Precede adalah merupakan fase diagnosis masalah.

Dapat disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan dari individu untuk mengambil keputusan/bertindak, dan situasi yang memungkinkan ia berperilaku/bertindak atau tidak berperilaku/tidak bertindak (Notoatmodjo, 2014).

4. Teori “THOUGHTS AND FEELING”

(7)

Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk pegetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).

a. Pengetahuan

Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. b. Kepercayaan

Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

c. Sikap

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain:

1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. 2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada

pengalaman orang lain.

(8)

2.1.7 Bentuk Perubahan Perilaku (Priyoto, 2015) Adapun perubahan perilaku terdiri dari:

a. Perubahan Alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah, sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat didalamnya yang akan mengalami perubahan.

b. Perubahan Rencana (Planed Change)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. c. Kesediaan Untuk Berubah (Readiness To Change)

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam masyarakat maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian lagi sangat lambat untuk menerima perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda

2.1.8 Strategi Perubahan Perilaku (Notoadmodjo, 2014) Strategi perubahan perilaku yaitu:

1. Menggunakan Kekuatan / Kekuasaan

(9)

2. Pemberian Informasi

Dengan memberikan informasi-informasi penyuluhan dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya di pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

3. Diskusi Partisipasi

Dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak searah tetapi dua arah. Hal ini masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimannya. Diskusi partisipasi adalah salah satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi dan pesan-pesan kesehatan

2.1.9 Tindakan

Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlakukan faktor pendukung/ suatu kondisi yang memungkinkan (Priyoto, 2015).

Menurut Priyoto (2015), Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu : 1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (Guided response)

(10)

3. Mekanisme (Mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adopsi (Adoption)

Adaptasi adalah praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.1.10 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perubahan Perilaku

Menurut Teori Green (1980), WHO (1984), dan Teori Caplan (1976), perilaku dipengaruhi oleh faktor :

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposisng factors)

a. Umur

Umur diartikan dengan masa hidup seseorang atau sejak dilahirkan atau diadakan. Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Dewi dan Wawan, 2010).

b. Pengetahuan

(11)

penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Secara teori pengetahuan akan menentukan perilaku seseorang. Secara rasional seorang ibu yang memiliki pengetahuan tinggi tentu akan berpikir lebih dalam bertindak, dia akan memperhatikan akibat yang akan diterima bila dia bertindak sembarangan. Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Adapun faktor ekstrinsik meliputi pendidikan, pekerjaan, keadaan bahan yang akan dipelajari. Sedangkan faktor intrinsik meliputi umur, kemampuan dan kehendak atau kemauan. Dengan meningkatkan dan mengoptimalkan faktor intrinsik yang ada dalam diri dan faktor ekstrinsik diharapkan pengetahuan ibu akan meningkat (Notoatmojo, 2014).

(12)

(2010), tahap penilaian perilaku adalah sebagai berikut dapat menggunakan pertanyaan–pertanyaan seputar pengetahuan dari pada ibu.

Pengetahuan merupakan proses belajar dengan menggunakan pancaindera yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan ketrampilan.Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara dan kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dan subyek penelitian atau responden, untuk mengetahui secara kualitas tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu:

1. Tingkat pengetahuan baik 2. Tingkat pengetahuan cukup

3. Tingkat pengetahuan kurang (Dewi dan Wawan, 2011). c. Pendidikan

(13)

d. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut (Koentjaraningrat, 1983 dikutip Maulana, 2014). Sikap ibu ini dipengarui oleh beberapa faktor-faktor, yang menjelaskan bahwa sikap ini memiliki tiga komponen pokok (Allport, 1954 dalam Maulana, 2014) :

1. Kepercayaan atau keyakinan ide dan konsep terhadap suatu obyek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kencenderungan untuk bertindak.

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh,dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, keyakinan dan emosi memegang peranan penting, beranjak dari pengetahuan ibu baik yang didapat dari pengalaman orang lain, media elektronik atau cetak yang semakin modern memungkinkan informasi kesehatan cepat tersampaikan dan ibu untuk berfikir dan berusaha supaya anaknya diberikan makanan pendamping sesui dengan waktu yang tepat. Metode yang digunakan untuk mengukur sikap antara lain obseevasi,kuesioner dan wawancara, pengukuran sikap dilakukan dengan tahapan

1. Tentukan sikap apa yang akan diukur.

(14)

4. Buat instrumen pengukuranya.

Pengukuran sikap tidak dapat dilakukan secara langsung, melainkan melalui beberapa perbuatan nyata yang mencerminkan sikap pendapat, persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang ada dimasyarakat .

Skor jawaban tentang sikap (Hidayat, 2011)

Pernyataan positif Nilai Pernyataan negatif Nilai Sangat setuju : 4 Sangat setuju : 1

Setuju : 3 Setuju : 2

Tidak setuju : 2 Tidak setuju : 3 Sangat tidak setuju : 1 Sangat tidak setuju : 4

2. Faktor Pendukung

a. Sumber informasi

Sumber informasi banyak didapatkan dari keterpaparan Media. Media pada hakikatnya adalah alat bantu yang digunakan oleh seseorang dalam menyampaikan bahan, materi, atau pesan. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan memperagakan sesuatu di dalam proses promosi agar pesan-pesandapat disampaikan lebih jelas dan masyarakat dapat menerima pesan tersebut lebih jelas dan tepat pula. Media promosi ini terdiri dari media cetak (booklet, leaflet, flyer, flif chart, poster), media elektronik (televisi, radio, video, slide, film strip), dan media papan (billboard) (Notoatmodjo, 2014).

(15)

Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan memperagakan sesuatu di dalam proses promosi kesehatan agar pesan-pesan kesehatan dapat disampaikan lebih jelas dan masyarakat dapat menerima pesan tersebut lebih jelas dan tepat pula. Media promosi ini terdiri dari media cetak (booklet, leaflet, flyer, flif chart, poster), media elektronik (televisi, radio, video, slide, film strip), dan media papan (billboard) (Notoatmodjo, 2014).

3. Faktor Pendorong

Faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Referensi itu dapat berupa dari guru, tokoh masyarakat, sosial keluarga (Priyoto, 2015).

4. Dukungan Suami

(16)

Menurut Caplan dalam Friedman (1998) bahwa komponen dukungan suami, yaitu :

1. Dukungan informasional

Suami berfungsi sebagai kolektor dan diseminator informasi munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, saran, petunjuk dan pemberian informasi. Untuk keluarga yang mempunyai bayi diberi informasi jadwal imunisasi yang ada di lingkungannya.

2. Dukungan emosional

Suami sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan belajar serta membantu penguasaan terhadap emosi, diantaranya menjaga hubungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian dan mendengarkan atau didengarkan saat mengeluarkan perasaanya.

3. Dukungan instrumental

(17)

4. Dukungan penghargaan

Suami bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah. Terjadi lewat ungkapan rasa hormat (penghargaan) serta sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga, diantaranya adalah memberikan penghargaan dan perhatian saat ibu membawa bayinya mendapatkan Imunisasi Dasar.

2.2 Imunisasi

2.2.1 Pengertian

a. Imunisasi adalah suatu upaya untuk meningkatkan kekebalan individu agar terhindar dari penyakit tertentu (Lisnawati, 2011).

b. Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukan antigen lemah agar merangsang antibody keluar sehingga tubuh dapat resistensi terhadap penyakit tertentu (Proverawati dan Andhini, 2010)

c. Imunisasi dasar merupakan imunisasi awal untuk mencapai pada kekebalan di atas ambang perlindungan (imunisasi pada bayi) yang meliputi BCG,HB0, DPT/HB 3 kali, Polio 4 kali, dan Campak 1 kali (Proverawati dan Andhini, 2010)

2.2.2 Tujuan Imunisasi

(18)

terjangkit. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular (Proverawati dan Andhini, 2010).

b. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat populasi, atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti imunisasi cacar (Ranuk, dkk dalam Lisnawati, 2011).

2.2.3 Manfaat Imunisasi

Menurut Proverawati dan Andhini, 2010, manfaat imunisasi adalah sebagai berikut :

1. Bagi Anak

Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.

2. Bagi Keluarga

Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak – kanak yang nyaman.

3. Bagi Negara

(19)

2.2.4 Jenis Imunisasi

Menurut Proverawati dan Andhini (2010), Imunisasi dibagai atas 2 macam yaitu: 1. Imunisasi Aktif

Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak.

Dalam imunisasi aktif, terdapat beberapa unsur – unsur vaksin, yaitu:

a. Vaksin dapat berupa organism yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa seperti polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen – komponen organism dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian dari organism yang dijadikan vaksin.

b. Pengawet, stabilisator, atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan – bahan yang digunakan seperti air raksa atau antibiotik yang biasa digunakan.

c. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya antigen telur, protein serum, bahn kultur sel.

(20)

melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh.

2. Imunisasi Pasif

Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang di dapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bias ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibody dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan, misalnya antibody terhadap campak.

2.2.5 Lima Imunisasi Dasar

Dalam Pedoman Imunisasi di Indonesia, edisi ke lima (2014) ada lima jenis imunisasi yaitu:

1. Imunisasi Bacillus Celmette-Guerin (BCG) a. Fungsi

(21)

hati, atau selaput otak (Proverawati dan Andhini, 2010). Menurut Nufareni, 2003 dikutip oleh Proverawati dan Andhini (2010) mengatakan bahwa imunisasi BCG tidak mencegah infeksi TB tetapi mengurangi resiko TB berat seperti meningitis TB atau TB miliar.

b. Jadwal pemberian

Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi baru lahir sampai usia 12 bulan,tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila imunisasi ini berhasil, maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan dip aha kanan atas. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam (Lisnawati, 2011).

c. Kemasan

Kemasan dalam ampul, beku kering, 1 box berisi 10 ampul vaksin. Setiap 1 ampul vaksin dengan 4 ml pelarut (Proverawati dan Andhini, 2010).

d. Cara pemberian dan dosis

(22)

disuntikan secara intracutan di daerah lengan kanan atas. Disuntikan ke dalam lapisan kulit dengan penyerapan pelan-pelan (Proverawati dan Andhini, 2010).

e. Kontra indikasi

Imunisasi BCG tidak boleh diberikan pada kondisi: seorang anak menderita penyakit kulit yang berat atau menahun, seperti eksim, furunkolosis dan sebagainya. Serta tidak boleh diberikan pada anak yang sedang menderita TBC (Proverawati dan Andhini, 2010).

f. Efek samping

Setelah diberikan imunisasi BCG, reaksi yang timbul tidak seperti pada imunisasi dengan vaksin lain. Imunisasi BCG tidak menyebabkan demam. Setelah 1-2 minggu diberikan imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan khusus, karena luka ini akan sembuh dengan sendirinya secara spontan. Kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak atau leher. Pembesaran kelenjar ini terasa padat, namun tidak menimbulkan demam (Proverawati dan Andhini, 2010).

2. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis danTetanus) 1. Fungsi

Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit sekaligus, yaitu Difteri, Pertusis, Tetanus.

(23)

napas bagian atas. Penularannya bisA karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi bakteri difteri. Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam lebih kurang 380C, mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring atau tonsil, tidak mudah lepas dan mudah berdarah, leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena pembengkakan kelenjar di leher dan sesak napas disertai bunyi (stridor). Pada pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri. Difteri disebabkan oleh bakteri yang ditemukan di hidung, tenggorokan, dan mulut (Proverawati dan Andhini, 2010).

Pertusis merupakan penyakit infeksi saluran nafas yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis. Sering dikenal dengan Batuk Seratus Hari atau Batuk rejan. Gejalanya khas yaitu batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking. Penularan umumnya terjadi melalui udara (batuk/ bersin). Pencegahan paling efektif adalah dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan Tetanus dan Difteri sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan (Lisnawati, 2011).

(24)

punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha. Infeksi Clostridium Tetaniyang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada urat syaraf disekitar area luka dan dibawa ke system syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka. Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala yang mulai timbul pada dua minggu pertama kehidupan (Lisnawati, 2011). Masa inkubasi biasanya 3-21 hari, walaupun rentang waktu bias satu hari sampai beberapa bulan. Hal ini tergantung pada cirri, letak dan kedalaman luka. Rata – rata masa inkubasi adalah 10 hari. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14 hari. Pada umumnya, makin pendek masa inkubasi biasanya karena luka terkontaminasi berat, akibatnya makin berat penyakitnya dan makin jelek prognosisnya. Cara pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian tetanus toxoid bersama – sama diphtheria toxoid dan vaksin pertusis dalam kombinasi vaksin DPT (Lisnawati, 2011).

2. Kemasan

Dipasaran terdapat 3 kemasan sekaligus dalam bentuk kemasan tunggal bagi tetanus, dalam bentuk kombinasi DT (Difteri dan Tetanus) dan kombinasi ketiganya atau dikenal dengan vaksin tripel (Proverawati dan Andhini, 2010).

3. Cara pemberian dan dosis

(25)

tengah luar atau subcutan dalam dengan dosis 0,5 CC. Pemberian vaksin DPT dilakukan tiga kali mulai bayi umur 2 bulan sampai 4 bulan dengan interval 4 minggu. Imunisasi ini diberikan 3 kali karena pemberian pertama antibody dalam tubuh masih sangat rendah, pemberian kedua mulai meningkat dan pemberian ketiga diperoleh cukupan antibodi. Daya proteksi vaksin difteri cukup baik yaitu sebesar 80-90%, daya proteksi tetanus 90-95% akan tetapi daya proteksi vaksin pertusis masih rendah yaitu 50-60%, oleh karena itu, anak-anak masih berkemungkinan untuk terinfeksi batuk seratus hari atau pertusis, tetapi lebih ringan (Proverawati dan Andhini, 2010).

4. Efek samping

Pemberian imunisasi DPT memberikan efek sampingan ringan dan berat, efek ringan seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan demam sedangkan efek berat bayi menangis hebat karena kesakitan selama kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati dan shock (Proverawati dan Andhini, 2010).

4. Imunisasi Polio

(26)

paralitik, dengan rentang waktu antara 3-35 hari. Reservoir satu-satunya adalah manusia, dan sumber penularan biasanya penderita tanpa gejala (inapparent infection) terutama anak-anak (Pedoman imunisasi di Indonesia, edisi ke lima, 2014).

Penularan terjadi dari orang ke orang melalui orofecal, virus lebih mudah dideteksi dari tinja, dalam jangka waktu panjang dibandingkan dari secret tenggorokan. Di daerah denga sanitasi lingkungan yang baik penularan lebih sering terjadi melalui secret faring dari pada melalui rute orofecal. Cara pencegahan dengan memberikan imunisasi polio (OPV/Oral Polio Vaccine) yang sangat efektif memproduksi antibodi terhadap virus polio. Satu dosis OPV menimbulkan kekebalan terhadap ketiga tipe virus polio pada sekitar 50% penerima vaksin. Dengan 3 dosis OPV, 95% penerima vaksin akan terlindungi dari ancaman poliomyelitis,diperkirakan seumur hidup. Dosis ke empat akan meningkatkan serokonversi sehingga 3 dosis OV. Disamping itu, virus yang ada pada OPV dapat mengimunisasi orang – orang disekitarnya dengan cara penyebaran sekunder. Hal ini dapat memutuskan rantai penularan polio (Proverawati dan Andhini, 2010).

5. Imunisasi Campak

(27)

radang tracheo bronchitis yakni daerah tenggorokan saluran napas bagian atas (Pedoman imunisasi di Indonesia, edisi ke lima, 2014).

Penyakit campak secara klinik dikenal memiliki tiga stadium, yaitu (Depkes RI, 2005) :

a. Stadium kataral, berlangsung selama 4-5 hari disertai panas malaise, batuk, fotofobia (takut terhadap suasana terang atau cahaya), konjunctive dan coryza. Menjelang akhir stadium kataral timbul bercak berwarna putih kelabu khas sebesar ujung jarum dan dikelilingi eritema, lokasi disekitar mukosa mulut.

b. Stadium erupsi, dengan gejala batuk yang bertambah serta timbul eritema di mana-mana. Ketika erupsi berkurang maka demam makin lama makin berkurang. c. Stadium Konvalesen.

Pencegahan penyakit campak dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi campak yang menggunakan vaksin yang mengandung virus campak yang dilemahkan.

6. Imunisasi Hepatitis B

(28)

dijumpai baru terdeteksi 6-9 bulan kemudian (Pedoman imunisasi di Indonesia, edisi ke lima, 2014).

2.2.6 Jadwal dan Dosis Pemberian Imunisasi

Dalam Pedoman Imunisasi Di Indonesia, ada terdapat jadwal Program Imunisasi Nasional tahun 2014.

1. Jadwal Program Imunisasi Nasional 2014

Tabel 2.1. Jadwal Pemberian Imunisasi

Umur Antigen

0 Bulan (Lahir) HB 0 (Unijet)

1 Bulan BCG Polio 1 2 Bulan DPT 1 / HB 1 Polio 2 3 Bulan DPT 2 / HB 2 Polio 3

4 Bulan DPT 3 / HB 3 Polio 4 9 Bulan CAMPAK

2. Dosis dan Cara Pemberian Vaksin

Tabel 2.2 Dosis dan Cara Pemberian Vaksin

Vaksin Dosis Pemberian

BCG 0,05 ml Intra Cutan (sub kutan)

HB 0 0,5 ml Intra Muscular (otot) Polio 2 tetes Oral (mulut)

(29)

2.2.7 Kontraindikasi Imunisasi

Kontraindikasi imunisasi adalah :

a. Analfilaksis atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih dari 380C merupakan kontraindikasi pemberian DPT, Hepatitis B-1 dan Campak. b. Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda dan gejala

AIDS, sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan.

c. Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi ketika bayi sudah sehat (Proverawati dan Andhini, 2010).

2.3 Planing of Action (POA)

Tabel 2.3. Planing Of Action (Rencana Kegiatan)

No. Kegiatan Sasaran Waktu Tempat Tanggung Jawab

1 Peneliti menhimbau bidan danpara kader bagaimana cara memandu para ibu yang memiliki bayi(9-12 bulan) dalam mengisi kuesioner yang akan diisi.

Ibu memiliki

10-30 menit Puskesmas Pangkalan

2. Peneliti beserta Bidan Desa dan para kader mengundang ibu yang mempunyai bayi (9-12 bulan) untuk datang ke Puskesmas dengan membawabayinya dalam kegiatan

(30)

Tabel 2.3. (Lanjutan)

No. Kegiatan Sasaran Waktu Tempat Tanggung Jawab

3. Setelah dilakukan

pemeriksaan bayi sehat,Peneliti, Bidan Desa

dan para Kader memandu ibu yang memiliki bayi (9-12 bulan) untuk mengisi kuesioner yang hendak diisi oleh ibu

Gambar 2.1. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perubahan Perilaku

Sumber : Teori L Green (1980), Teori WHO (1984), Teori Caplan (1976) dalam buku Ilmu Perilaku Kesehatan Notoatmodjo (2014) dan Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik Friedman (1998)

4. Kepercayaan dan nilai/norma 5. Spesifik demografi

a. Umur

b. Pendidikan c. Pekerjaan d. Paritas

Faktor Pemungkin atau Pendukung:

1. Sumber Informasi 2. Status Ekonomi

PERILAKU

Faktor Pendorong atau Penguat: 1. Tokoh masyarakat

4. Orang penting sebagai referensi

(31)

Keterangan :

- Bold (yang diteliti)

- Dalam kasus penelitian ini variabel yang tidak di teliti menurut pendapat peneliti kurang mempunyai kemaknaan terhadap statistik pada perilaku

- Peneliti belum menemukan variabel tersebut pada penelitian orang lain yang bisa digunakan sebagai pembanding dalam pembahasan.

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi (9 -12 bulan)

Faktor Predisposisi

1. Pengetahuan 2. Pendidikan 3. Sikap

Dukungan Suami

1. Dukungan informasional 2. Dukungan penghargaan 3. Dukungan instrumental 4. Dukungan emosional

Tindakan ibu dalam pemberian imunisasi dasar pada bayi

Gambar

Tabel 2.1. Jadwal Pemberian Imunisasi
Tabel 2.3. Planing Of Action (Rencana Kegiatan)
Tabel 2.3. (Lanjutan)
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan bahwa 18 orang dari total responden yang bertempat tinggal di sekitar PLTD Siantan Hilir pada radius kurang dari 100 meter mengalami gangguan dalam kemampuan

Tujuan dari revisi produk yaitu untuk lebih menyempurnakan produk yang berupa bahan ajar yang telah divalidasi oleh para ahli dan uji coba kepada Mahasiswa.

Alat dan Sistem komunikasi yang diciptakan manusia tersebut kemudian dikenal dengan nama Teknologi Informasi atau yang lebih dikenal dengan istilah " IT

Tugas Akhir yang berjudul “Kajian Eksperimental Performansi Mesin D iesel Satu Silinder Dengan Menggunakan Supercarjer Berbahan Bakar Solar dan Campuran Solar Biodiesel

Hartika, Ruri Zain., Sumaryati., 2016, Perancangan Sistem Buka Tutup Pintu Air Otomatis Dimuara /Waduk Menggunakan Sensor Infra Red Dan Photo.. Dioda Dengan Tampilan Lcd

Karakteristik kecelakaan lalu lin- tas di Kabupaten Cilacap dari tahun 2006- 2008 menurut lokasi terjadinya sebanyak 27,30% (184 kecelakaan) terjadi di ruas jalan perkotaan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: untuk mengetahui pengaruh secara simultan variabel harga dan strategi promosi terhadap keputusan pembelian

Atribut selanjutnya yang memenuhi sifat ideal konsumen yaitu kemasan yang ditinjau dari segi bahan kemasan yang mempunyai selisih poin antara sifat ideal dan