• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN TEKS HUKUM WARIS ADAT REJANG DE (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN TEKS HUKUM WARIS ADAT REJANG DE (1)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN TEKS HUKUM WARIS ADAT REJANG DENGAN KONTEKS HUKUM WARIS MENURUT PANDANGAN ISLAM

Naskur

Abstract

The aim of this paper is to introduce the principle and techniques of the systemic functional approach to language, in order to analyze and explain how meanings are made in everyday linguistic interactions. The systemic approach is increasingly being recognized as providing a very useful descriptive and interpretative framework for viewing language as a strategic, meaning making resource. This paper focuses on the analysis of authentic products of social interaction in this case texts, considered in relation to the cultural and social context. Consequently, the most generalize application of this study is to understand the quality of texts: why a text means what it does, and why it is valued as it is.

Key words: systemic functional approach, language as strategic meaning.

Pendahuluan

Suku bangsa Rejang terkenal dengan Adat dan Hukum Adatnya sendiri. Kearifan Adat Rejang telah mampu memesoan perhatian dunia ilmu pengetahuan. Di dalam penjelmaan dan pelaksanaannya, Adat Rejang telah menjadi dasar hukum dan tata tertib kehidupan suku bangsa Rejang. Adat Rejang mengatur bukan saja hubungan orang perorangan dengan keluarga, tetapi juga hubungan masyarakat dengan masyarakat hukum adatnya.

Meskipun adat lazimnya tidak tertulis dan hanya disampaikan secara lisan dari generasi ke generasi, namun adat mampu memperlihatkan kekokohan jati dirinya sebagai adat yang ditaati. Pertanyaan yang dapat diajukan sekarang : Apa yang dimaksud dengan Adat? Adat merupakan cara hidup manusia yang terus mengalami perkembangan menurut zaman dan oleh kaena itu adat harus disimak dari masa ke masa. Untuk mengetahui adat Rejang, maka perlu diketahui tentang sejarah sukubangsa Rejang.

(2)

Utara di Propinsi Bengkulu dan Kabupaten Lahat dan Kabupaten Musi Ulu di Propinsi Sumatra Selatan.

Menurut sumber tertulis J.W van Royen1 suku bangsa Rejang tinggal di Lebong. Lebong adalah suatu wilayah di propinsi Bengkulu yang terletak 100 kilometer darikota Bengkulu arah ke gunung. Lebong merupakan suatu daerah dataran tinggi yang letaknya sangat strategis, dilingkari oleh bukit-bukit dan gunung-gunung serta mempunyai lembah-lembah yang luas, subur dan indah; tempat asal yaitu ulu dusun Tapus dan dua sungai yaitu sungai Musi dan sungai Ketahun.

Untuk membahas kearifan lokal suku Rejang yang berupa Hukum Waris Adat Rejang penulis artikel menggunakan pendekatan Sistemik Fungsional yakni sebuah pendekatan yang mengkaji bahasa dengan memfokuskan dua cara yaitu:1) bagaimana orang menggunakan bahasa; dan 2) bagaimana struktur bahasa itu digunakan. Pendekatan ini menggambarkan bagaimana orang menggunakan bahasa untuk mencapai tujuan yang tepat sesuai dengan konteks budaya pemakainya, melalui konsep genre. Genre adalah suatu langkah, yang berorientasi kepada tujuan, kegiatan yang mempunyai tujuan di mana si pembicara terlibat dalam budayanya. Genre juga merujuk pada pengertian bagaimana sesuatu pekerjaan dilakukan dan bahasa digunakan untuk mencapai tujuan. Dalam mengkaji penggunaan bahasa, pendekatan sistemik fungsional (selanjutnya disingkat PSF) melihat bahwa ada dua hal penting yaitu:

1) perilaku berbahasa itu ada orientasi tujuan

2) dalam perilaku berbahasa terkandung adanya situasi dan budaya yang satu sama lain saling berkaitan.

Contoh Situasi 1: Hukum Waris Menurut Adat Rejang2

Di kalangan suku bangsa Rejang di wilayah Lebong, jika si suami atau suami istri mati, maka anak lelaki yang tertua mempusakai harta peninggalan mendiang. Jika tidak ada anak lelaki yang tertua, maka harta peninggalan itu jatuh kepada anak perempuan tertua, jika sama sekali tidak ada anak, maka harta peninggalan itu jatuh kepada ahli waris si suami. Lazimnya di wilayah Lebong anak-anak mendiang ahli waris dan

1Van Royen, “ De Palembangsche Marga en haar grond” dalam Hukum Adat Rejang oleh Siddik

Abdullah. (Jakarta : Balai Pustaka, 1980), h. 29

(3)

bahagian masing-masing sama, kecuali anak lelaki yang tertua yang mendapat lebih dari yang lain-lain. Dasar pemberian di atas adalah sesuai dengan cara berpikir mereka; di tempat anak yang tertua itulah mereka adik beradik berkumpul untuk membicarakan dan memupakatkan segala sesuatu yang penting mengenai suku mereka; ke sana pulalah mereka kembali, jika di kemudian hari mereka tidak mempunyai tempat lain lagi.

Kedudukan istimewa anak yang tertua tersebut di dalam istilah adat Rejang dinamakan tuban beun ’bagian lebih’. Lazimnya ahli waris yang lain tidak menaruh keberatan terhadap tuban beun tersebut, karena siapa di antara mereka keberatan, maka si anak tertua menurut adat dapat menuntut pelapin baw ’upah’ dengan meminta uang sejumlah 24 rial dari tiap-tiap ahli waris yang keberatan. Pelapin baw ini merupakan upah dari adik-adiknya mendukung kakak yang tertua.

Pada contoh 1 kelompok etnis Rejang di Bengkulu akan cepat mengidentifikasi aspek dalam teks tentang hukum waris ini.

I) Mereka akan dapat mengidentifikasi topik, yakni teks ini membicarakan tentang apa. Dalam contoh 1 teks tentang pembagian hukum waris terjadi apabila salah satu dari orang tua atau orang tua meninggal dunia maka harta jatuh ke tangan anak tertua. Ketika kita bicara tentang suatu ”teks membicarakan tentang apa” ( a text is about) itu artinya kita sedang bicara tentang bidang (field) dari teks itu. Bidang dalam suatu teks dapat dikenali secara langsung melalui unsur-unsur leksikal yang digunakan di dalam teks yang dipertuturkan itu. Pada contoh 1, kata-kata tuban beun dan pelapin baw, menunjukkan kepada pembaca atau pendengar bahwa teks itu hanya dipahami oleh etnis Rejang yang menggunakan bahasa Rejang dalam pembagian harta warisan. Sebuah unsur leksikal indeks (indexical item) yaitu sebuah kata yang menunjukkan suatu tempat yang disebut di dalam teks, ditunjukkan dengan kata-kata: Di kalangan suku bangsa Rejang di wilayah Lebong, jika si suami atau suami istri mati, maka anak lelaki yang tertua mempusakai harta peninggalan mendiang.

(4)

pembicara dan mitra bicara tidak berbicara langsung saling berhadapan, tetapi mereka sedang berbicara melalui teks hukum tertulis meskipun ada juga teks hukum itu tidak selalu hadir dalam bentuk tulisan. Ketika kita bicara tentang peran bahasa, artinya kita sedang bicara tentang mode teks (the mode of text). III) Ada aspek hubungan antara pembicara dan mitra bicara. Contoh 1

menunjukkan adat dan pendukung adat yang tinggal di wilayah Rejang Bengkulu akan menyelesaikan masalah warisan. Ketika kita membahas hubungan antara pembicara dan mitra bicara berarti kita sedang membicarakan tenor (tenor of text). Dalam bahasa Rejang, tenor ditunjukkan dengan penggunaan ungkapan sopan antar adat dan pendukung adat ketika melakukan pembagian harta warisan (politeness expression). Kedudukan istimewa anak yang tertua tersebut di dalam istilah adat Reja ng dinamakan tuban beun ’bagian lebih’.

IV) Apa yang sudah kita bahas di atas adalah gambaran register dari suatu teks. Register menggambarkan secara langsung konteks situasional di mana teks dihasilkan. Register yang telah digambarkan pada contoh 1 adalah register yang menggambarkan pembagian harta warisan dari suatu keluarga yang kedua orang tuanya sudah wafat. Meskipun kita telah mengetahui teks dari sudut pandang pada ”situasi tertentu peristiwa itu terjadi” tetapi masih ada hal lain yang dapat kita bicarakan di dalamnya, yaitu genre. Martin (1984: 25) sebagaimana dikutip oleh Eggins (1994: 26) mengemukakan a genre is a staged, goal oriented, purposeful activity in which speakers engage as members of our culture. Genres are how things get done, when langua ge is used to accomplish them.

(5)

1) Genre kesusasteraan (literary genre) : cerpen, novel, roman, autobiografi, balada, soneta, fabel, tragedi.

2) Genre tulisan populer (popular written genre) : artikel surat kabar, laporan dalam majalah, resep makanan

3) Genre pendidikan (eductional genre): perkuliahan, laporan essay, seminar, buku teks

4) Genre kegiatan sehari-hari (everyday genre) : jual-beli; mencari informasi; menceritakan kisah cerita; gosip; membuat janji; bertukar pendapat; wawancara; chating dengan teman.

Dengan mempelajari bagaimana orang menggunakan bahasa maka kita dapat mengetahui :

a) perilaku bahasa yang berorientasi pada tujuan (linguistic behavior is goal oriented)

b) perilaku bahasa yang terjadi dalam koteks situasi dan konteks budaya, yang berhubungan dengan penilaian sesuai atau tidak sesuai dengan budaya (linguistic behavior takes place within both a situation and a culture, in relation to which it can be evaluated as appropriate or appropriate).

2. Konteks Situasi dan Konteks Budaya Rejang

Apa dan bagaimana konteks situasi dan konteks budaya? Konteks situasi dan konteks budaya dapat digunakan untuk memahami bagaimana orang menggunakan bahasa untuk menjalankan kegiatan kehidupannya sehari-hari. Konteks budaya lebih sering dipakai untuk menggambarkan konteks situasi atau suatu perisitwa.

Contoh Situasi 2: Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Adat Rejang

(6)

Dalam kawin jujur, kita dapati keadaan yang hampir serupa seperti yang diterangkan di atas, walaupun pada dasarnya anak-anak mereka hanya merupakan ahli waris dari pamili bapaknya. Jika anak itu menetap di dusun ibunya, maka ia merupakan ahli waris pula dari harta peninggalan dari pamili ibunya. Tetapi apabila ia kembali lagi berdiam di dusun ayahnya, maka harta pusaka yang diperolehnya dari pihak pamili ibunya itu harus ditinggalkannya di dusun ibunya, jika harta itu masih ada.3

Contoh 2 ini mudah dikenali oleh penutur jati bahasa Rejang yang menganut hukum adat Rejang sebagai teks tentang pembagian harta waris atau dapat disebut sebagai genre hukum waris dalam budaya orang Rejang. Secara deduktif teks ini dapat ditafsirkan sebagai teks dalam kebudayaan Rejang, hal itu dapat diketahui melalui bahasa dan istilah yang digunakan, dan tujuan yang hendak dicapai, serta konteks situasi peristiwa itu terjadi. Di dalam peristiwa ini ada dua tenor variabel, yaitu P1 (Hukum Adat) dan P2 (penganut hukum adat dalam hal ini masyarakat).

Contoh 1 dan contoh 2 memperlihatkan genre dan register merupakan dua tingkat abstraksi yang berbeda. Genre atau konteks budaya dilihat secara lebih abstrak dan umum – kita dapat mengenali sebuah genre khusus bahkan dapat juga kita tidak secara yakin mengetahui suatu konteks situasi.

Genre dapat dipikirkan sebagai kerangka umum yang dapat memberi gambaran interaksi khusus yang bersesuaian dengan konteks situasi tertentu yang digunakan di dalamnya. Berikut ini, kita dapat mempertimbangkan teks yang lengkap, dengan 3 kata yang dihilangkan dan semua unsur teks dihadirkan. Ketika membaca teks ini kita langsung dapat menyebutkan secara tepat situasi yang sedang berlangsung.

Contoh Situasi 3:

Penjelasan Hukum Adat tentang warisan :

Hubungan hukum waris dengan hukum perkawinan mempengaruhi susunan ahli waris dan hubungan dengan hukum kesanaksaudaraan yang menjadi pangkal bertolak bagi susunan ahli waris, yaitu di sanak mewarisi hanya dari orang-orang yang sesuku dengannya.

(7)

Jika seseorang meninggal dunia, maka pada umumnya ia meninggalkan harta dan harta itu disebut dalam hukum adat Rejang diberi istilah hartoa pusako atau sako. Harto pusako ini pada umumnya terdiri dari ladang, sebidang kebun atau sebidang sawah, sebuah rumah dengan pekarangannya, perkakas rumah tangga, perkakas dapur, beberapa ternak dan barang-barang perhiasan.

. Kata-kata yang digunakan dalam paparan di atas dapat menjadi petunjuk bahwa interaksi itu terjadi antara Hukum Adat dan pemegan hukum adat itu, dengan demikian spesifikasi variabel register yang dapat digambarkan sbb:

Field : tentang pembagian warisan

Mode : keterangan adat bisa tertulis bisa tidak tertulis, pengatur dan yang diatur tidak berhadapan muka

Tenor : adat/masyarakat

Dengan cara menganalisis teks seperti itu kita dapat mengetahui tujuan teks, situasi teks dan budaya yang ada dalam teks- melalui bahasa yang digunakan oleh orang. Analisis teks tentang hukum waris menurut Hukum Adat Rejang:

Hukum Adat memberitakan bahwa: Hubungan hukum waris dengan hukum perkawinan mempengaruhi susunan ahli waris dan hubungan dengan hukum kesanaksaudaraan yang menjadi pangkal bertolak bagi susunan ahli waris, yaitu di sanak mewarisi hanya dari orang-orang yang sesuku dengannya.

Jika seseorang meninggal dunia, maka pada umumnya ia meninggalkan harta dan harta itu disebut dalam hukum adat Rejang diberi istilah hartoa pusako atau sako. Harto pusako

Masyarakat yang diberi penjelasan : menyimak dengan seksama dan patuh Penjelasan Adat tentang harta pusaka

Hukum Adat : Harto pusako ini pada umumnya terdiri dari ladang, sebidang kebun atau sebidang sawah, sebuah rumah dengan pekarangannya, perkakas rumah tangga, perkakas dapur, beberapa ternak dan barang-barang perhiasan.

(8)

Hukum Adat : Pembagian Harto Pusako

Untuk menentukan siapa ahli waris dari sipewaris, hukum waris adapt Rejang memakai pedoman:

a) garis pokok keutamaan artinya garis hukum yang menunjukkan perikutan kelompok-kelompok keluarga dari si pewaris perikutan menurut keutamaannya dan,

b) garis pokok penggantian

Garis Pokok Keutamaan pembagian harto pusako seperti berikut:

1) kelompok ke satu yaitu semua keturunan si pewaris menurut sistim garis keturunan di tempat yang besangkutan. Jika semuanya ini telah dipanggil dan dihimpunkan, maka dipakailah garis pokok penggantian untuk menetukan siapa ahli waris. Jika tidak ada terdapat kelompok ke satu ini yang berarti bahwa semua keturunannya sudah mati, maka pindah ke:

2) kelompok kedua yaitu orang tua si pewaris, yaitu ayah ibunya. Kelompok kedua ini sebanyak-banyakya terdiri dari dua orang dan baru diperlukan apabila kelompok ke satu telah punah; pada kelompok ini tidak diperlukan garis pokok penggantian. Jika kelompok kedua ini tidak ada lagi, maka pindah ke

3) kelompok ke tiga 4) kelompok ke empat 5) kelompok ke lima

Yang dimaksud dengan garis pokok penggantian ialah menyaring orang-orang yang termasuk sekelompok keutamaan itu. Dengan menghimpun orang-orang sekelompok tersebut, masih belum diketahui siapa ahli waris yang sebenarnya; baru setelah memakai garis pokok penggantian dapat diketahui siapa ahli waris yang sebenarnya yang akan mewarisi harto pusako. Cara menyaring itu adalah dengan mengambil setiap orang yang tidak mempunyai penghubung dengan si pewaris atau orang yang tidak lagi penghubung dengan si pewaris.

(9)

dari si pewaris^harta apa saja yang dapat diwariskanharga^penjelasan hukum adat rejang^masyarakat rejang^pedoman pembagian harta waris”.

Pernyataan struktur skematik ini merupakan gambaran sebuah struktur skematik khusus mengenai teks pembagian harta waris, yang bersifat aktual, merupakan contoh genre khusus. Simbol untuk menggambarkan struktur skematik.

Simbol Makna

X^Y Langkah X permulaan langkah Y (siapa ahli waris)

*Y Langkah Y sebuah langkah sebelum pembagian harta warisan

(X) Langkah X yang bersifat pilihan

┘X Langkah X adalah langkah kegiatan

┘{X^Y} Langkah X dan Y keduanya adalah langkah kegiatan yang sesuai dengan

yang dipedoman X dan Y

3. Hubungan antara Genre/Register/Bahasa

Konteks situasi atau register

Diagram di atas menunjukkan bahwa genre adalah satu dari dua tingkat konteks: konteks budaya (genre), bersifat lebih abstrak, lebih umum dari pada konteks situasi (register); genre direalisasikan melalui bahasa (encoded); proses realisasi genre dalam bahasa disaranakan melalui realisasi register.

Salah satu dimana register disaranakan dalam realisasi genre adalah dengan cara mengisi hal-hal khusus yang berhubungan dengan penggunaan situasi yang khusus dan genre khusus. Contoh: genre essay universitas (the expository genre) dapat dikenali melalui penilaian bentuk budaya lintas disiplin ilmu. Kita dapat menemukan bahwa essay dalam sosiologi memiliki ciri umum dengan essay dalam psikologi, atau linguistik, atau

(10)

sejarah. Singkatnya, semua essay itu memperlihatkan tingkatan khusus atau struktur skematik (schematic structure).

Perhatian yang kedua adalah genre yang disaranakan melalui register dalam istilah genre potensial dari suatu budaya tertentu (genre potential of a particular culture). Genre potential mengacu semua kegiatan kebahasaan (linguistically-achieved activity) yang dikenal dengan kebermaknaan (kesesuaian) dalam suatu kebudayaan. Genre potensial dapat digambarkan sebagai kemungkinan konfigurasi variabel-variable register yang terdapat dalam suatu kebudayaan di suatu waktu tertentu. Contoh, berikut ini adalah konfigurasi variabel-variabel register yang menggambarkan register yang berterima dalam kebudayaan Rejang;

Field Pembagian harta waris

Tenor Hukum Adat/masyarakat

Mode Berhadapan (face-to-face)

Dalam kebudayaan Rejang, dan kebudayaan Islam ada konfigurasi register yang tidak sama yaitu genre pembagian harta waris. Genre yang lain yang dapat digambarkan dengan cara yang tidak sama itu ialah genre pembagian hukum waris menurut pandangan agama Islam.

Implikasi penting dalam skema di atas adalah bahwa baik register maupun genre direalisasikan melalui bahasa. Artinya bahwa kita hanya akan tahu bahwa kita mempunyai register atau genre dengan melihat bagaimana cara bahasa digunakan, misalnya melalui pola-pola makna, kata struktur kalimat dan bunyi bahasa sebagai dimensi kontekstual yang diekspresikan.

Sebuah teks dapat diidentifikasi kedalam suatu genre khusus, atau genre yang dikarateristisasikan, melalui acara-cara analisis genre yang direalisasikan dalam bahasa. Dua dimensi untuk merealisasikan genre adalah sebagai berikut:

1) struktur skematik adalah tingkat dan orientasi tujuan genre diungkapkan secara lingusitik melalui suatu unsur struktur secara fungsional di dalam teks

(11)

3. Struktur Skematik

Dengan merujuk teks 3, di kalangan masyarakat Rejang hukum waris mempunyai hubungan dengan hukum perkawinan. Karena dengan adanya perkawinan akan terbentuk susunan ahli waris. Di dalam budaya Rejang jika seseorang meninggal dunia umumnya ia meninggalkan harta pusaka. Menurut adat Rejang harta pusaka meliputi sebidang ladang, kebun, sawah rumah, perkakas rumah tangga, ternak dan barang perhiasan. Misalnya, kalau kita hendak membagi harta pusaka itu kita tidak boleh sembarangan tetapi diatur oleh hukum adat tentang warisan.

Konvensi sosial masyarakat Rejang telah menentukan setiap anggota masyarakat dalam menjalankan suatu aktivitas harus selalu melalui tahap-tahap dan tahu adat. Tata cara adat atau tahap-tahap ini disebut dengan struktur skematik dari sebuah genre (schematic structure of a genre). Istilah schematic structure ini secara sederhana merujuk kepada susunan tahap-tahap genre, yang dalam istilah Martin (1985b:251) sebagai berikut:

Schematic structure represents the positive contribution genre makes to a text: a way of getting from A to B in the way a given culture accomplishes whatever the genre in question in functioning to do in that culture.

Dengan terjemahan bebas sebagai berikut; struktur skematik merepresentsikan genre kontribusi positif yang ada dalam teks: cara mendapatkan sesuatu dari A ke B dengan cara yang ditentukan oleh suatu budaya genre apapun yang difungsikan untuk menjalankan suatu aktivitas dalam budaya itu.

Martin menunjukkan bahwa alasan bahwa setiap genre memiliki langkah karena kita tidak selalu dapat membuat semua makna yang kita inginkan. Setiap langkah dalam genre memberi kontribusi sebagian dari semua makna yang harus dibuat untuk mendapatkan genre yang lengkap.

Dengan menggambarkan struktur skematik genre kita sampai pada konsep dasar analisis linguistik: yaitu constituency dan labelling. Dua konsep ini penting ketika kita mulai menggambarkan :

(12)

3.1 Konstituensi (Constituency)

Konstituensi merujuk pada pengertian bahwa sesuatu itu dibangun dari sesuatu yang lain. Konstituensi mengacu kepada satu bagian atau unsur atau seluruh bagian atau unsur yang berhubungan satu sama lain. Misalnya dalam hukum waris adat Rejang ”Jika si pewaris pada waktu matinya meninggalkan anak yang semuanya masih hidup, maka anak-anak itulah satu-satunya ahli waris. Cucu, piut, buyut dan seterusnya tidak merupakan ahli waris karena masih ada penghubungnya dengan si pewaris, yaitu anak-anak yang masih hidup itu. Pembahagian untuk semua anak-anak itu, baik lelaki maupun perempuan tertua atau pun bungsu pada dasarnya adalah sama rata. Anak perempuan yang kawin jujur selama masa perkawinannya, harus melepaskan hak warinya atas bagiannya sedang bila ia kawin semendo tambik anak beradat atau semendo rajo-rajo, ia tetap menjadi ahli waris.

Pembagian harta warisan menurut hukum ada Rejang dapat dipahami sebagai pembagian yang dipilah ke dalam sejumlah konstituen atau bagian. Dengan cara yang sama, sebuah genre dibangun oleh beberapa lapisan. Ketika kita menggambarkan struktur skematik dari sebuah genre, maka yang kita gambarkan itu tidak lain adalah struktur konstituent itu sendiri – struktur secara keseluruhan, interaksi yang lengkap terdiri dari beberapa bagian. Secara umum dapat digambarkan bahwa sebuah genre terdiri dari konstituent awal (beginning), tengah (middle), dan akhir (end).

Tujuan deskripsi ini adalah untuk mengidentifikasi bagian-bagian yang berhubungan sebagai satu kesatuan, satu kesatuan itu hanya dapat dicapai functional labelling. Berikut ini penjelasan tentang functional labelling.

2.4.2 Fungsi Penamaan (Functional Labelling)

Teks tentang pembagian harta waris dapat dipahami sebagai dua unsur dasar berdasarkan kriteria berikut:

1) Kriteria formal, kita dapat membagi teks dalam beberapa bagian berdasarkan perbedaan bentuk unsur-unsurnya. Pendekatan ini menekankan adanya kesamaan setiap unit konstituen

(13)

teks dibagi ke dalam perbedaan fungsi masing-masing tingkat. Uraian ini dapat dilihat ke dalam bentuk tabel sbb:

Tingkat Formal (Formal Stages) Pembagian harta waris menurut hukum adat Rejang

P

An1 An 2 † An3 An 4 †

C F I

X J K

A B E

Y D G H

Sumber: Abdullah Siddik ,1980: 339 Keterangan Bagan

P → orang tua An1 → anak pertama

(14)

ayahnya ¼. Pembagian semacam ini dinamakan: berbagi menurut jurai dan dasarnya sama rata, demikian juga dalam cabang jurai pembagiannya sama rata.

2.4.3 Realisasi unsur-unsur struktur skematik

(realization of elements of schematic structure)

Meskipun identifikasi struktur skematik sebuah genre adalah bagian terpenting dari analisis generic, maka analisis itu tidak dapat ditampilkan secara akurat jika tidak melakukan analisis realisasi dari setiap element dari struktur skematik itu. Bagan di atas dapat dikemukakan bahwa realisasi pembagian hukum waris adat Rejang merujuk pada cara makna pembagian harta itu diekspresikan sebagai sebuah sistem semiotik. Sekarang kita menghubungkan unsur-unsur skematik itu ke dalam bahasa.

Dalam menganalisa genre bahasa- dalam hal ini kata-kata dan struktur yang digunakan oleh pembicara sangat penting, karena bahasa menampilkan suatu realisasi. Ada dua hal penting yang harus diperhatikan

1) jika genre yang memperlihatkan perbedaan cara bahasa digunakan, itu menunjukkan bahwa pembicara menggunakan pilihan leksiko-gramatikal sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Teks yang berbeda genre akan berbeda leksiko gramatikalnya, perbedaan kata dan perbedaan struktur. Contoh tipe kata-kata yang digunakan dalam genre pembagian harta waris tidak akan sama dengan kata-kata yang digunakan dalam genre yang digunakan dalam pembagian harta waris menurut hukum Islam.

2) Setiap genre terdiri dari sejumlah tapahan fungsional yang berbeda, karena perbedaan pilihan leksikogramatikalnya.

Pola-pola realisasi dapat dicontohkan melalui genre hukum waris menurut Islam 2.4.3.1 Struktur Skematik dan realisasi dalam genre hukum waris menurut Islam

Genre hukum waris menurut Islam adalah salah satu contoh genre yang memperlihatkan adanya struktur skematik dan realisasi.

Contoh 4: Hukum waris Islam

(15)

mendapat seluruh harta pusaka, baru jika tidak terdapat zaul fara’id ataupun asabah, golongan zaul arham mendapatnya.

Yang termasuk golongan asabah: 1. asabah bi nafsihi 2. asabah bi’lghairi 3. asabah ma’alghairi Cara membaginya:

1. asabah bi nafsihi adalah ahli waris yang dengan sendirinya mendapat harta waris

2. asabah bi’lghairi adalah ahli waris tidak langsung tetapi sebab orang lain seperti anak perempuan, cucu permpuan seibu sebapak dan saudara perempuan sebapak.

3. asabah ma’aalghairi, adalah ahli waris tidak langsung, tetapi bersama-sama dengan orang lain, seperti saudara perempuan seibu-sebapak bersama dengan anak perempuan atau dengan cucu permpuan, sehingga ia menjadi asabah ma’alghairi; demikian pula dengan saudara perempuan sebapak

Bila akan dianalisis secara fungsional teks di atas, maka teks ini dapat dipilah-pilah: Title : Pembagian harta pusaka

(Tahap ini adalah harta pusaka yang akan disiapkan, mungkin persiapan akan berbeda dari satu adat ke adat yang lain)

Kegiatan yang ditawarkan (enticement):

Pembagian harta pusaka menurut hukum Islam oleh orang Islam di Rejang. Tujuan: menulis atau membertahukan hukum adat ini untuk mengatur cara pembagian harta agar tidak ada perselisihan dan mencoba menerapkan pada masyarakat bagi mereka yang belum mengetahuinya.

Orang-orang yang terlibat dalam pembagian harta pusaka: Ahli waris: istri yang suaminya wafat,

Anak kandung Cucu

(16)

Metode Pembagian Harta Cara membagi

1) suami istri saling mewarisi dan bagiannya bagi suami yang tinggal adalah ½ dari harta peninggalan mendiang istri jika istri itu tidak mempunyai anak.

2) Jika almarhumah itu mempunyai anak maka bagian si suami adalah ¼ dari harta peninggalan almarhumah

3) Bagi istri yang ditinggalkan, bagiannya adalah ¼ dari harta peninggalan almarhu suami, jika lamarhum itu tidak mempunyai anak

4) Jika almarhum mempunyai anak, maka bagian si istri adalah 1/8

5) Jika seorang lelaki mapun perempuan diwarisi secara kalalah dan mempunyai saudara laki atau perempuan maka bagiannya masing-masing 1/6 dari harta peninggalan mendiang

6) Jika saudara mendiang itu dua atau lebih maka bagiannya adalah 1/3

Perbedaan Hukum Waris Menurut Pandangan Islam dan Hukum Waris Adat Rejang No Hukum Waris Menurut Islam Hukum Waris Menurut Adat Rejang 1 Hukum Islam mendudukan anak si

pewaris bersama-sama dengan

2 Suami istri saling mewarisi Suami istri tidak saling mewarisi 3 Pembagian harta ditentukan

jumlahnya

Tidak ada pembagian jumlah

4. Tipe-tipe struktur generic (Types of Generic Structure)

(17)

Ketika bahasa digunakan dengan tujuan untuk mengetahui suatu budaya, maka kita menamakan itu genre. Meskipun begitu ada hal penting yang harus diperhatikan bahwa sturktur generik tidak selalu menyatakan unsur-unsur tingkatan struktur yang digambarkan di sini. Untuk mengenalisis struktur generik harus dibedakan dua macam fungsi motivasi untuk interaksi linguistik yaitu:

1) Interaksi motivasi pragmatik (pragmatic motivation), contoh pada interaksi di hukum adat dan masyarakat pendukung adat,

2) interpersonal pragmatik (pragmatic interpersonal)

Kesimpulan

Pendekatan sistemik fungsional mengkaji semua interaksi yang berorientasi tujuan. Bahasa selalu hadir untuk mengungkapkan sesuatu dan setiap orang yang melakukan suatu kegiatan akan menggunakan bahasa. Dalam menempatkan sebuah label pada apa saja yang kita lakukan, dan dalam menganalisis bagaimana kita menggunakan bahasa dalam mengerjakan sesuatu, maka kita berarti menggambarkan sebuah genre yang sesuai dengan konteks situasi tertentu.

Genre mengenai hukum adat di tanah Rejang meskipun mengalami banyak desakan dari hukum modern maupun hukum Islam keberadaanya sampai sekarang masih bertahan. Hukum adat Rejang sampai saat ini masih dianut oleh masyarakat Rejang untuk menyelesaikan kasus yang menyangkut harta pusaka. Rejang merupakan salah satu masyrakat di Indonesia yang memiliki kearifan adat yang menggambarkan tentang keadaan sosialbudaya dengan tipe ekosistem Rejang yang unik.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. ”Aliansi Masyarakat Adat Rejang”. http://www.google.com/ diakses tanggal 9 Mei 2010.

Austin, J.L. 1962. How to Do Thing with Words. New York : Oxford University Press

Coulthard, Malcomb. 1977. An Introduction to Discourse Analysis. London: Longman Danet Brenda. 1980. Language in the Legal Process. The Hague: Mouton

Downes, William. 2004. Language and Society. London: Fontana

Eggins, Susan. 1994. An Introduction Systemic Functional Linguistics. London: Pinter Publisher

Jaspan, M.A. 1968. “Symbols at Works: Aspects of Kinetic and Mnemonic Representation in Rejang Ritual” Dalam Bijdragen tot de Taal-, Land en Volkenkunde No 123 Halaman 476-516; The Hague: Mouton

Referensi

Dokumen terkait

Dari pernyataan diatas maka dapat diketahui bahwa ibu yang menjadi responden di RSUD Syekh Yusuf Gowa banyak yang mengetahui tentang pencegahan, tetapi penelitian

〔最高裁民訴事例研究一〇七〕株式会社に対しその整理開始前に負

Arikunto (2010) menyatakan bahwa semakin mirip karakteristik sampel yang diambil, semakin baik hasil yang diperoleh dari penelitian. Pihak yang dianggap paling tepat

Hal yang menarik untuk diteliti adalah bagaimana pandangan Michael Cook terhadap fenomena Common Link serta bagaimana Cook mengaplikasikan teori The Spread of Isna>d

Rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah power tungkai dan keseimbangan dinamis secara bersama-sama memberikan kontribusi yang positif dan signifikan terhadap hasil

Penulisan Hukum dengan judul “PENYITAAN OBJEK FIDUSIA APABILA DEBITUR WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBT COLLECTOR DI PT MPM FINANCE DITINJAU DALAM PERSPEKTIF HUKUM

karena itu, kami tidak menyatakan suatu opini atas laporan keuangan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia tanggal 31 Desember 2015 dan untuk tahun yang berakhir pada

Baik faktor yang berasal dari luar maupun faktor yang berasal dari dalam sama-sama memberikan sumbangan pengaruh terhadap hasil belajar pada mata pelajaran