• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUBUNGAN INFLASI DAN PENGANGGUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS HUBUNGAN INFLASI DAN PENGANGGUR"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUBUNGAN INFLASI DAN PENGANGGURAN

DI INDONESIA PERIODE 1985-2008:

PENDEKATAN KURVA PHILIPS

Oleh:

SRI MULYATI H14050975

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

SRI MULYATI. Analisis Hubungan Inflasi dan Pengangguran di Indonesia Periode 1985-2008: Pendekatan Kurva Phillips (dibimbing oleh TANTI NOVIANTI)

Teori kurva Phillips menunjukkan hubungan negatif antara inflasi dan pengangguran. Penerapan teori kurva Phillips ini di Indonesia diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai

hubungan inflasi dan tingkat pengangguran di Indonesia. Namun, adanya penerapan inflation targeting dengan tujuan mencapai tingkat inflasi yang rendah dalam jangka panjang ternyata dihadapkan pada kebijakan RAPBN 2009 yang salah satu tujuannya adalah mengurangi tingkat pengangguran.

Tingkat pengangguran Indonesia rata-rata sebelum krisis selama periode tahun 1985-1996 adalah 3,3 persen, kemudian selama pasca krisis periode tahun 1997-2008 tingkat pengangguran naik menjadi 8,09 persen. Dengan demikian, antara periode sebelum dan sesudah krisis 1997 telah terjadi perubahan rata-rata tingkat pengangguran lebih dari dua kali lipatnya. Rata-rata tingkat inflasi Indonesia sebelum krisis dari tahun 1985-1996 relatif rendah yaitu masih berkisar satu digit sebesar 7,9 persen per tahun. Namun, ketika terjadi krisis, tahun 1998 tingkat inflasi mencapai 58,3 persen dan setelah tahun 1998 tingkat inflasi mencapai dua digit sekitar 10 persen.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap pengangguran di Indonesia melalui pendekatan kurva Phillips mulai dari tahun 1985 hingga tahun 2008. Penelitian ini menggunakan metode regresi berganda Ordinary Least Square (OLS) dan Granger Causality Test. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat pengaruh krisis ekonomi 1997-1998 dengan menggunakan Chow Breakpoint Test.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien inflasi yang positif dan tidak signifikan. Jumlah angkatan kerja signifikan berpengaruh terhadap tingkat pengangguran. Peningkatan angkatan kerja sebesar 1 persen menyebabkan tingkat pengangguran meningkat sebesar 7.79 persen dari jumlah pengangguran sebelumnya, asumsi ceteris paribus. Tingkat pengangguran tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran saat ini. Jika tingkat pengangguran tahun lalu meningkat sebesar 1 persen, maka tingkat pengangguran tahun sekarang bertambah 0.57 persen dari jumlah tahun sebelumnya, asumsi ceteris paribus. Uji kausalitas Granger menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan kausalitas antara

(3)

pertanian dan sektor informal yang menyerap tenaga kerja saat krisis membuat tingkat pengangguran tidak meningkat tajam setajam peningkatan inflasi.

Pengangguran dan inflasi yang tidak memiliki hubungan kausalitas ini memberikan kesimpulan bahwa pelaksanaan inflation targeting tidak memberikan trade off pada RAPBN 2009. Selain itu, pemerintah perlu memperlambat laju pertumbuhan penduduk salah satunya dengan cara menggalakkan kembali program Keluarga Berencana (KB) karena hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan jumlah angkatan kerja berpengaruh terhadap naiknya tingkat pengangguran. Peningkatan sektor-sektor potensial seperti misalnya sektor pertanian dan peningkatan

infrastruktur yang bersifat padat karya perlu dikembangkan karena mampu mengurangi jumlah pengangguran.

(4)

ANALISIS HUBUNGAN INFLASI DAN PENGANGGURAN

DI INDONESIA PERIODE 1985-2008:

PENDEKATAN KURVA PHILLIPS

Oleh:

SRI MULYATI H14050975 Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Sri Mulyati

Nomor Registrasi Pokok : H14050975 Departemen/Mayor : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Hubungan Inflasi dan Pengangguran di Indonesia Periode 1985-2008: Pendekatan Kurva Phillips

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing, Tanti Novianti, SP, M.Si. NIP. 19721117 199802 2 001 Mengetahui,

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009 Sri Mulyati

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sri Mulyati lahir pada tanggal 9 Januari 1988 di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan H. Nanda Suwanda, SE dan Hj. Rahayu Ningsih. Penulis memulai sekolah pendidikan di SDN Balonggandu 3 pada tahun 1993. Pendidikan formal kemudian dilanjutkan ke SMP Negeri 1 Jatisari dan SMA Negeri 1 Cikampek. Kemudian, penulis melanjutkan studi pada tahun 2005 di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama kuliah penulis memperoleh berbagai prestasi baik di bidang akademis maupun non akademis. Beberapa prestasi akademis yang pernah diraih adalah menjadi peringkat 3

(8)

Untuk seorang Ayah pekerja keras…

Untuk seorang Ibu penuh kasih sayang…

Menyertakan setiap ketulusan dan

kebanggaan…

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Hubungan Inflasi dan Pengangguran di Indonesia Periode 1985 – 2008 : Pendekatan Kurva Phillips”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:

1. Tanti Novianti, SP, MSi sebagai Dosen Pembimbing yang telah dengan sabar dan baik memberikan bimbingan baik secara materi maupun moril.

2. M.P. Hutagaol, Ph.D sebagai Dosen Penguji Utama, serta Jaenal Effendi, MA sebagai Dosen Penguji Komdik yang telah memberikan berbagai masukan dan saran dalam perbaikan skripsi ini.

3. H. Nanda Suwanda, SE dan Hj. Rahayu Ningsih sebagai orang tua serta seluruh keluarga penulis atas kesabaran, perhatian dan kasih sayang yang tak terhingga bagi penulis.

4. Kakak kelas dan semua staf Dept. Ilmu Ekonomi: teh Dian V., teh Heni, Teh Diyaniati, Teh Lea, A Dado, dan A Irwan, A Heri, Bu Astrid, Bu Tini, Mbak Ati, Mas Anto, Mas Dede, Mas Ryan, dan Mas Anwar.

5. Keluarga „kedua : Rizki Wijaya, Tia, Sahata, Erwin, Yuda, Ilham, Wahyu, Maria, Aji, Ema, ‟ Rini, Tami, Tanjung, Merlynda, Ristia, Rian, Niar, Salam dan semua sahabat IE 42, Hipotesa 2008 dan FEMous Theatre.

Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Bogor, Agustus 2009

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 8

2.1. Pengangguran ... 8

2.2. Inflasi ... 9

2.3. Kurva Phillips ... 12

2.4. Inflation Targeting Framework ... 14

2.5. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ... 16

2.6. Penelitian Terdahulu ... 18

2.7. Kerangka Pemikiran ... 19

2.8. Hipotesis Penelitian ... 21

III. METODE PENELITIAN ... 22

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 22

3.2. Metode Analisis ... 22

3.2.1. Ordinary Least Square (OLS) ... 22

3.2.2. Uji Asumsi OLS ... 24

3.2.3. Uji Stabilitas Parameter ... 29

3.2.4. Uji Kausalitas Granger ... 30

IV. GAMBARAN UMUM PENGANGGURAN DAN INFLASI DI INDONESIA ... 32

4.1. Gambaran Pengangguran di Indonesia ... 32

(11)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

5.1.Uji Ekonometrika dengan OLS ... 38

5.1.1. Hasil Estimasi dan Pembahasan ... 36

5.1.2. Uji Asumsi OLS ... 39

5.1.3. Uji Stabilitas Parameter ... 43

5.1.4. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) ... 44

5.2. Analisis Hubungan Inflasi dan Pengangguran di Indonesia ... 44

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

6.1. Kesimpulan ... 52

6.2. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(12)

DAFTAR TABEL Nomor Halaman

4.1. Pengangguran dan Rata-rata Pertumbuhan Periode Sebelum dan

Sesudah Krisis ... 33

5.1. Hasil Regresi Model ... 38

5.2. Uji Heteroskedastisitas ... 40

5.3. Uji Autokorelasi ... 40

5.4. Matriks Korelasi ... 41

5.5. Hasil Uji Klein ... 42

5.6. Uji Bias Spesifikasi Model ... 42

5.7. Hasil Uji Stabilitas Parameter ... 43

(13)

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman

(14)
(15)

1.3. Inflasi dan Tingkat Pengangguran di Indonesia ... 6

2.1. Cost Push Inflation ... 10

2.2. Demand Pull Inflation ... 11

2.3. Kurva Phillips ... 13

2.4. Bagan Kerangka Pemikiran... 18

4.1. Pekerja Berdasarkan Sektor dalam Persen (2004-2008) ... 34

4.2. Perkembangan Inflasi 1985-2008 ... 36

5.1. Hasil Uji Normalitas ... 41

(16)

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman

1. Data Variabel yang Digunakan ... 57

2. Hasil Regresi Model ... 59

3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 59

4. Hasil Uji Autokorelasi ... 61

5. Hasil Uji Normalitas ... 61

6. Hasil Uji Multikolinearitas ... 62

7. Hasil Uji Klein ... 62

8. Hasil Uji Ramsey RESET ... 64

9. Hasil Uji Chow Breakpoint ... 65

(17)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penggangguran merupakan masalah yang cukup fundamental dalam perekonomian suatu negara, baik negara berkembang atau negara maju sekalipun. Ketika krisis global yang melanda sejak awal 2008, negara adidaya seperti Amerika Serikat menghadapi kesulitan dalam mengatasi pengangguran akibat resesi ekonomi terutama dari sektor-sektor industri utama. Menurut data yang diperoleh dari Bureau of Labor Statistics USA (2009), hingga Juli 2009 pengangguran di Amerika Serikat telah mencapai 14.5 juta jiwa dengan tingkat pengangguran sebesar 9.4 persen dan diduga akan terus meningkat.

Pada saat terjadi depresi ekonomi Amerika Serikat tahun 1929, terjadi inflasi yang tinggi dan diikuti dengan pengangguran yang tinggi pula. Berdasarkan pada fakta itulah A.W. Phillips mengamati hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran di Inggris. Dari hasil pengamatannya, ternyata ada hubungan yang erat antara inflasi dengan tingkat pengangguran, dalam arti jika inflasi tinggi, maka pengangguran akan rendah. Hasil pengamatan Phillips ini dikenal dengan Kurva Phillips.

(18)

0

Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2009 memiliki tujuan salah satunya adalah meningkatkan penyerapan tenaga kerja atau pengurangan tingkat pengangguran. Tingkat pengangguran Indonesia rata-rata sebelum krisis selama periode tahun 1985-1996 adalah 3.32 persen, kemudian selama pasca krisis periode tahun 1997-2008 tingkat

pengangguran naik menjadi 8.09 persen (ILO, 2009). Dengan demikian, antara periode sebelum dan sesudah krisis 1997 telah terjadi perubahan rata-rata tingkat pengangguran lebih dari dua kali lipatnya.

Sumber: ILO, 2009 (diolah)

Gambar 1.1. Tingkat Pengangguran di Indonesia 1985-2008 (persen)

(19)

Tingkat pengangguran yang cenderung meningkat sewajarnya perlu mendapat perhatian yang lebih serius dari para pengambil kebijakan, karena masalah pengangguran ini merupakan masalah fundamental yang cukup serius bagi perekonomian baik dari segi makro maupun mikro. Terlebih lagi dengan adanya krisis finansial global sejak awal 2008 yang dapat mengakibatkan kenaikan jumlah pengangguran terutama di sektor industri manufaktur dan perdagangan orientasi ekspor.

Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan. Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter. Sesuai definisi di atas, sejak berlakunya UU No. 23/1999 Indonesia sebenarnya dapat dikategorikan sebagai "Inflation Targeting Lite Countries".

Sumber: Depkeu, 2008

(20)

Pemerintah berkoordinasi dengan BI telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK untuk tahun 2006, 2007, dan 2008 masing-masing sebesar 8 persen, 6 persen, dan 5 persen dengan deviasi masing-masing 1 persen. Penetapan lintasan sasaran inflasi ini sejalan dengan keinginan untuk mencapai sasaran inflasi jangka menengah panjang sebesar 3 persen agar Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara Asia lainnya. Pemerintah dan Bank Indonesia telah sepakat menetapkan sasaran inflasi 2008-2010 sebesar 5 persen untuk 2008; 4.5 persen (2009); dan 4 persen (2010) dengan deviasi 1 persen. Target inflasi 2008 yakni 5 persen dengan deviasi 1 persen tersebut sesuai dengan target APBN 2008 yakni 6 persen.

Gambar 1.1. menunjukkan bahwa sejak awal ditetapkannya Inflation Targeting Framework pada tahun 2005 sebesar 6 persen dengan deviasi 1 persen, inflation targeting baru dapat berjalan secara efektif pada kuartal IV tahun 2006, yaitu sebesar 5.5 persen dengan deviasi 1 persen. Hal ini dibuktikan bahwa pada bulan Oktober 2006 tingkat inflasi mencapai 6.29 persen dan

November 2006 mencapai 5.27 persen.

(21)

1.2. Perumusan Masalah

Penerapan teori kurva Phillips di Indonesia diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai hubungan inflasi dan tingkat pengangguran di Indonesia. Hal ini diperlukan karena adanya hubungan yang terjadi antara inflasi dan pengangguran dapat berimplikasi terhadap kebijakan yang dapat dijalankan baik oleh otoritas fiskal maupun moneter. Penerapan inflation targeting dengan tujuan pencapaian tingkat inflasi yang rendah dalam jangka panjang ternyata dihadapkan pada kebijakan RAPBN 2009 yang salah satu tujuannya adalah mengurangi tingkat

pengangguran. Jika hubungan negatif antara inflasi dan pengangguran yang dinyatakan dalam kurva Phillips memang terjadi, adanya hubungan negative tersebut dapat menjadikan kedua kebijakan di atas tidak efektif, sehingga dampak kebijakan yang terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan.

(22)

0

Sumber: ILO (2009) dan IFS (2009), diolah

(23)

Dari pemaparan sebelumnya, maka dirumuskanlah beberapa permasalahan yang akan diteliti, yaitu:

1) Apakah teori kurva Phillips memang berlaku di Indonesia dan bagaimana pengaruh inflasi terhadap pengangguran di Indonesia?

2) Bagaimana pengaruh krisis ekonomi 1997-1998 terhadap tingkat pengangguran di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1) Menganalisis apakah teori kurva Phillips memang berlaku di Indonesia dan bagaimana pengaruh inflasi terhadap pengangguran di Indonesia.

(24)

1.4. Manfaat Penelitian

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Bab ini akan mencoba memberikan uraian teori-teori yang berhubungan dengan studi secara umum yang dapat memberikan pemahaman tentang hubungan pengangguran dan inflasi di Indonesia. Selain itu, ditambahkan juga beberapa kajian terdahulu, kerangka pemikiran konseptual serta hipotesis yang berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini. 2.1. Pengangguran

Penduduk usia kerja adalah penduduk berusia di atas 15 tahun. Penduduk usia kerja dibagi menjadi dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Tenaga kerja atau man power terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labor force terdiri dari (1) golongan yang bekerja, dan (2) golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan (Belante, 1990).

Menurut Lipsey, et al. (1997), pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu

pengangguran siklis, pengangguran friksional, dan pengangguran struktural. Pengangguran siklis adalah penganggur yang terjadi karena permintaan yang tidak memadai untuk membeli semua potensi output ekonomi, sehingga mengakibatkan senjang resesi di mana output aktual lebih kecil dari keluaran potensial. Kelompok penganggur ini juga dikatakan sebagai orang yang

(26)

akibat ketidaksesuaian antar struktur angkatan kerja berdasarkan jenis keterampilan, pekerjaan, industri atau lokasi geografis dan strutur permintaan tenaga kerja.

Mankiw (2000) menyatakan bahwa pengangguran struktural merupakan pengangguran yang disebabkan oleh kekakuan upah dan penjatahan pekerjaan. Para pekerja yang tidak dipekerjakan bukan karena mereka aktif untuk mencari pekerjaan yang cocok untuk mereka, namun pada tingkat upah yang berlaku, penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya. Sedangkan pengangguran friksional diakibatkan oleh perputaran normal tenaga kerja. Sumber penting pengangguran friksional adalah orang-orang muda yang memasuki angkatan kerja dan mencari pekerjaan (Lipsey, et al., 1997).

Mankiw (2000) menyatakan bahwa pengangguran akan selalu muncul dalam suatu perekonomian karena beberapa alasan. Alasan pertama adalah adanya proses pencarian kerja, yaitu

dibutuhkannya waktu untuk mencocokkan para pekerja dan pekerjaan. Alasan kedua adalah adanya kekakuan upah. Kekakuan upah ini dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya kebijakan upah minimum, daya tawar kolektif dari serikat pekerja, dan upah efisiensi.

2.2. Inflasi

(27)

Inflasi dapat terjadi melalui dua sisi yaitu dari sisi penawaran (cost-push inflation) dan sisi permintaan (demand-pull inflation). Pada Gambar 2.1. tampak bahwa inflasi dari sisi penawaran terjadi apabila terdapat penurunan penawaran terhadap barang-barang dan jasa karena adanya kenaikan dalam biaya produksi yang diakibatkan oleh keinginan meningkatnya tingkat upah riil pekerja karena adanya ekspektasi inflasi dimasa depan akan meningkat. Peningkatan upah ini akan membuat produsen untuk menurunkan tingkat produksinya dibawah tingkat produksi optimal sehingga penawaran agregat menurun, maka tingkat harga dan pengangguran akan meningkat.

Sumber: Lipsey, et al. (1997)

Gambar 2.1. Cost Push Inflation

(28)

harga, apabila proses tersebut terus menerus berlangsung dan akan mengakibatkan kenaikan dalam tingkat harga tanpa mengubah output dalam jangka panjang, maka kondisi ini disebut sebagai cost-push inflation.

Sementara itu, pada Gambar 2.2. tampak bahwa inflasi dari sisi permintaan (demand-pull inflation) terjadi apabila secara agregat terjadi peningkatan terhadap barang-barang dan jasa dalam memenuhi permintaan yang mendorong produsen untuk menambah dana produksi dan menyebabkan pergeseran kurva permintaan agregat. Kondisi ini secara langsung dapat mengakibatkan inflasi karena menyebabkan naiknya harga output. Peristiwa ini dinamakan demand-pull inflation (Lipsey, et al., 1997).

Sumber: Lipsey, et al. (1997)

Gambar 2.2. Demand Pull Inflation

(29)

yang biasanya dibeli rumah tangga. IHK paling banyak digunakan untuk menghitung laju inflasi, termasuk Indonesia. IHK dapat digunakan untuk menghitung laju inflasi bulanan, triwulan, semesteran dan tahunan. Perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

LIt = X 100 persen ...(2.1) 1 1 t t t IHKIHK IHK dimana:

LIt : Laju inflasi pada tahun atau periode t,

IHK : Indeks Harga Konsumen pada tahun atau periode t, IHKt-1 : Indeks Harga Konsumen pada tahun atau periode t-1,

Ramakrishnan dan Vamvakidis (2002) dalam penelitiannya mengenai peramalan inflasi di Indonesia, menyatakan bahwa fenomena inflasi lebih cenderung merupakan fenomena moneter dan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah nilai tukar, inflasi luar negeri dan pertumbuhan money supply.

2.3. Kurva Phillips

(30)

tahun-tahun dengan tingkat pengangguran tinggi cenderung disertai dengan inflasi yang rendah (Samuelson, 1985).

A.W. Phillips (1958) dalam Mankiw (2000) menggambarkan bagaimana sebaran hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agregat, maka sesuai dengan teori permintaan yaitu jika permintaan naik maka harga akan naik.

Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen

meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja maka dengan naiknya harga-harga (inflasi) maka pengangguran berkurang.

n+v Un

Pengangguran, U Inflasi,

Sumber: Mankiw, 2000

Gambar 2.3. Kurva Phillips

(31)

b) Pengangguran siklis (U-Un) c) Guncangan penawaran (v)

Persamaan kurva Phillips adalah:

=

e

- (U-U

n

) + v

………(2.1)

Di mana adalah inflasi, e adalah ekspektasi inflasi, U adalah tingkat pengangguran dan Un adalah

tingkat pengangguran alamiah (NAIRU – Non-Accelerating Inflation Rate of Unemployment). menunjukkan besarnya respon tingkat inflasi terhadap perubahan tingkat pengangguran siklis. dapat menunjukkan besarnya rasio pengorbanan (sacrifice ratio) yang terjadi. Tanda negatif sebelum parameter menunjukkan hubungan negatif antara inflasi dengan tingkat pengangguran. 2.4. Inflation Targeting Framework

Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan kerangka kerja kebijkan moneter Bank

(32)

Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan. Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter. Sesuai definisi di atas, sejak berlakunya UU No. 23/1999 Indonesia sebenarnya dapat dikategorikan sebagai "Inflation Targeting Lite Countries". Kebijakan ini dipilih dengan beberapa alasan yaitu (BI, 2008) :

1. Pemilihan kerangka kerja kebijakan moneter Inflation Targeting didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut :

a. Memenuhi prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat.

b. Sesuai dengan amanat UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2004.

c. Hasil riset menunjukkan semakin sulit pengendalian besaran moneter.

d. Pengalaman empiris negara lain menunjukkan bahwa negara yang menerapkan ITF berhasil menurunkan inflasi tanpa meningkatkan volatilitas output.

e. Dapat meningkatkan kredibilitas BI sebagai pengendali inflasi melalui komitmen pencapaian target.

(33)

menyeluruh (framework) untuk perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Fokus terhadap inflasi tidak berarti membawa perekonomian kepada kondisi yang sama sekali tanpa inflasi (zero inflation).

3. Inflasi rendah dan stabil dalam jangka panjang justru akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (suistanable growth). Penyebabnya karena tingkat inflasi berkorelasi positif dengan fluktuasinya. Manakala inflasi tinggi, fluktuasinya juga meningkat, sehingga masyarakat merasa tidak pasti dengan laju inflasi yang akan terjadi di masa mendatang. Akibatnya suku bunga jangka panjang akan meningkat karena tingginya premi resiko akibat inflasi. Perencanaan usaha menjadi lebih sulit dan minat investasi pun menurun. Ketidakpastian inflasi ini cenderung membuat investor lebih memilih investasi aset keuangan jangka pendek ketimbang investasi riil jangka panjang. Itulah sebabnya otoritas moneter seringkali berargumentasi bahwa kebijakan yang anti inflasi sebenarnya adalah justru kebijakan yang pro growth.

2.5. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN)

Sejalan dengan tema pembangunan nasional yaitu “Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan Pengurangan Kemiskinan, kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2009 diarahkan kepada upaya mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu

(34)

Sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2009, Pemerintah telah menetapkan sasaran-sasaran indikatif penurunan tingkat pengangguran menjadi 7 persen hingga 8 persen. Tantangan yang dihadapi pada tahun 2009 dalam memecahkan masalah ketenagakerjaan meliputi hal-hal sebagai berikut. Pertama, penciptaan kesempatan kerja terutama lapangan kerja formal seluas-luasnya. Tantangan ini tidak mudah untuk diatasi karena beberapa tahun terakhir ini, lapangan kerja informal masih dominan dalam menyerap tenaga kerja yang jumlahnya terus meningkat. Kedua, perpindahan pekerja dari pekerjaan yang memiliki tingkat produktivitas rendah ke pekerjaan yang memiliki produktivitas tinggi. Ketiga, peningkatan kesejahteraan para pekerja informal yang mencakup 70 persen dari seluruh pekerja (Depkeu, 2009)

Untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan tersebut, Pemerintah menempuh beberapa kebijakan sebagai berikut. Pertama, menciptakan lapangan kerja formal seluasluasnya, mengingat lapangan kerja formal lebih produktif dan lebih memberikan perlindungan social kepada pekerja

dibandingkan sektor informal. Dengan kualifikasi angkatan kerja yang tersedia, lapangan kerja formal yang diciptakan didorong ke arah industri padat karya, industri menengah dan kecil, serta industri yang berorientasi ekspor. Kedua, mendorong perpindahan pekerja dari pekerjaan yang berproduktivitas rendah ke pekerjaan yang memiliki produktivitas tinggi dengan meningkatkan kualitas dan kompetensi pekerja.

(35)

disempurnakan agar peralihan tersebut dapat terjadi. Ketiga, mendorong sektor informal melalui fasilitas kredit UMKM sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan para pekerja informal. Peningkatan ini dimaksudkan untuk memperkecil kesenjangan tingkat kesejahteraan antara pekerja informal dengan bekerja formal.

2.6. Penelitian Terdahulu

Bhanthumnavin (2002) menganalisis kurva Phillips untuk negara Thailand dengan metode OLS menggunakan dua definisi inflasi (kuartalan dan tahunan). Estimasinya menyatakan bahwa teori Kurva Phillips di Thailand baru berlaku setelah Krisis Asia tahun 1997. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa sebelum terjadinya krisis ekonomi 1997 tidak terdapat hubungan antara inflasi dan pengangguran seperti yang diungkapkan dalam Kurva Phillips. Hubungan ini negative antara inflasi dan pengangguran ini baru tejadi setelah terjadinya krisis ekonomi 1997 yang telah memberikan guncangan struktural yang kuat terhadap kapasitas perekonomian dan sektor finansial.

(36)

kenaikan biaya produksi, seperti misalnya kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), bukan karena kenaikan permintaan.

Simamare (2006) menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran

menggunakan aplikasi Hukum Okun. Metode yang digunakan adalah metode OLS untuk estimasi kuantitatifnya dengan pengangguran sebagai variabel dependen, pertumbuhan ekonomi dan angkatan kerja serta jumlah pengangguran periode sebelumnya sebagai variabel independen. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran sesuai dengan Hukum Okun.

Model yang digunakan Simamare (2006) kemudian digunakan untuk mengestimasi hubungan inflasi dan pengangguran di Indonesia dengan mengganti variabel pertumbuhan ekonomi dengan inflasi, mengubah jumlah pengangguran sebagai persentase, serta mengubah jumlah angkatan kerja sebagai bentuk logaritma naturalnya. Selain itu, penulis juga menggunakan analisis uji kausalitas Granger untuk melihat hubungan kausalitas antara inflasi dan pengangguran. 2.7. Kerangka Pemikiran

(37)

telah dilakukan banyak peneliti untuk berbagai negara. Persentase peningkatan pada inflasi seharusnya mampu mengurangi tingkat pengangguran.

Analisis yang dilakukan untuk Indonesia berdasarkan pada teori kurva Phillips dan permasalahan penelitian, yaitu bagaimana pengaruh inflasi terhadap tingkat pengangguran di Indonesia.

Pengujian secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dan uji kausalitas Granger, dengan asumsi-asumsi tertentu. Tingkat pengangguran diperlakukan sebagai variabel dependen dan inflasi sebagai variabel independen. Gambar 2.4. merupakan bagan kerangka pemikiran sebagai gambaran penelitian.

(38)

2.8. Hipotesis Penelitian

Dari tinjauan teori dan penelitian terdahulu di atas disusunlah beberapa hipotesis sementara, yaitu:

1) Sesuai dengan teori kurva Phillips, terdapat hubungan yang negatif antara pengangguran dan inflasi

(39)

III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu data tingkat pengangguran (UN) dan Angkatan Kerja (AK) yang berasal dari ILO (International Labor Organization), serta data inflasi (INF) yang diperoleh dari IFS (IMF,

International Financial Statistic). Data yang digunakan adalah data time series tahunan dari tahun 1985 sampai tahun 2008. Semua data yang diestimasi adalah dalam bentuk logaritma natural kecuali data yang sudah dalam bentuk persen.

3.2. Metode Analisis data

Tahap pengolahan data dilakukan dengan alat bantu perangkat lunak atau software untuk membantu proses penelitian. Software KILM 5th Edition digunakan untuk pencarian data dari

ILO, software IFS-CD room untuk pencarian data inflasi dari IMF, serta untuk pengolahan datanya dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Eviews 5.1. Metode analisis yang digunakan adalah dengan Ordinary Least Square (OLS) dan Granger Causality Test. 3.2.1. Ordinary Least Square (OLS)

(40)

merupakan salah satu metode sederhana dengan analisis regresi yang kuat dan populer, dengan asumsi-asumsi tertentu (Gujarati, 1997). Model yang digunakan merupakan hasil modifikasi dari model yang digunakan oleh Simamare (2006) dengan mengganti variabel pertumbuhan ekonomi dengan inflasi, mengubah jumlah pengangguran sebagai persentase, serta mengubah jumlah angkatan kerja sebagai bentuk logaritma naturalnya.

UNt = λ1 INFt + λ2 LNAKt + λ 3 UNt-1 + et ………. (3.1)

Di mana:

UNt = Tingkat pengangguran tahun t (dalam persen),

INFt = Tingkat Inflasi per tahun t (persen),

LNAKt = Jumlah angkatan kerja tahun t (dalam persen),

UNt-1 = Jumlah pengangguran tahun t-1 (persen), λ1,2,3 = Slope atau kemiringan,

et = Residual

Jumlah pengangguran tahun tertentu merupakan jumlah dari pengangguran tahun sebelumnya dan angkatan kerja baru yang menjadi pengangguran. Kedua variabel tersebut diduga berpengaruh positif terhadap tingkat pengangguran, sehingga digunakan dalam model sebagai variabel

independen. Karena UNt-1 merupakan lag dari UNt maka jumlah observasi dalam OLS berkurang

satu, dari 24 untuk periode 1985-2008 menjadi 23 untuk periode 1986-2008.

Seberapa baik garis regresi mencocokkan data (Goodness of fit) dapat diukur melalui koefisien determinasi R2. Jika seluruh data berada pada garis regresi, maka terjadi kecocokan sempurna dan

(41)

nilai R2, maka semakin baik variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen. 3.2.2. Uji Asumsi OLS

Tujuan dari analisis regresi bukan hanya mendapatkan parameter atau penaksir, tetapi juga membuktikan apakah penaksir tersebut sesuai dengan nilai sebenarnya. Dengan asumsi-asumsi dapat dilihat bahwa penaksir OLS adalah penaksir tak bias linear terbaik. Manurung, Manurung, dan Saragih (2005) dalam Simamare (2006) menyebutkan asumsi-asumsi yang digunakan yaitu: 1) Nilai rata-rata bersyarat dari unsur gangguan populasi et, tergantung kepada nilai-nilai tertentu

variabel yang menjelaskan Xt adalah nol. Asumsi ini menyatakan bahwa tiap nilai variabel

dependen Yt yang berhubungan dengan suatu Xt tertentu didistribusikan di sekitar nilai rata-rata,

sehingga nilai et yang berhubungan dengan setiap Xt, memiliki rata-rata nol. Asumsi ini

merupakan salah satu sifat dari fungsi regresi dan dapat diabaikan karena penyimpangan yang terjadi hanya berdampak pada koefisien intersep yang bias.

2) Varians bersyarat dari et adalah konstan atau homoskedastik. Asumsi homoskedastisitas dari

disturbance term error adalah selisih atau spread (scedasticity) bernilai sama atau equal (homo). Heteroskedastisitas, yaitu varians Yt yang tidak sama, memberikan konsekuensi varians tidak

(42)

yang semakin besar, yang sebenarnya tidak perlu, sehingga penaksir OLS kurang efisien. Pendeteksian ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan White’s General Heteroskedasticity Test (cross term). Pengujian dilaksanakan dengan melihat nilai Probability (Obs*R-squared) yang dihasilkan. Tolak H0 maka regresi model tersebut mengalami gejala

heteroskedastisitas. Begitu pula sebaliknya, jika terima H0 maka regresi model tidak tersebut

mengalami gejala heteroskedastisitas.

Kriteria uji: Hipotesis nol H0 : θi = 0 Hipotesis alternatif H1 : θi ≠ 0 Kaidah menolak hipotesis nol:

Probability (Obs*R-squared) < taraf nyata (α)

3) Tidak ada autokorelasi dalam gangguan. Masalah autokorelasi yang timbul juga tidak menunjukkan varians minimum walaupun BLUE sehingga tidak efisien, selang keyakinan menjadi lebar secara tak perlu, dan pengujian arti (signifikan) kurang kuat. Uji autokorelasi dilakukan dengan melihat probability (Obs*R-squared) pada Breusch-Godfrey (BG) Test. Apabila nilai probability (Obs*R-squared) lebih besar dari taraf nyata tertentu, maka regresi model tidak mengalami autokorelasi. Bila nilai probability (Obs*R-squared) lebih kecil dari taraf nyata tertentu, maka regresi model mengalami autokorelasi.

(43)

Hipotesis alternatif H1 : ρi ≠ 0 Kaidah menolak hipotesis nol:

Probability (Obs*R-squared) < taraf nyata (α)

4) Variabel yang menjelaskan adalah nonstokastik (yaitu, tetap dalam penyampelan berulang) atau, jika stokastik, didistribusikan secara independen dari gangguan et. Analisis regresi

merupakan penaksiran nilai rata-rata satu variabel dependen atas dasar nilai yang tetap variabel-variabel independen. Maka variabel-variabel-variabel-variabel yang menjelaskan ini diasumsikan mempunyai nilai yang tetap atau nonstokastik. Sekalipun variabel eksplanatoris mungkin sebenarnya stokastik, namun dapat diasumsikan bahwa variabel yang menjelaskan tersebut adalah tertentu dan hasil analisis regresi adalah tergantung pada nilai tertentu ini. Jika variabel explanatory ini bersifat random, maka setidaknya didistribusikan secara independen dari faktor gangguan et. Asumsi ini

dapat dianggap terpenuhi karena salah satu sifat fungsi regresi menujukkan bahwa residual tidak berkorelasi dengan variabel eksplanatoris.

(44)

sehingga tidak dapat menaksir koefisien secara akurat. Pendeteksian multikolinearitas, dilakukan mengikuti kaidah umum, yaitu:

a. Koefisien determinasi rendah dan probabilitas dari nilai statistik t tinggi. b. Koefisien korelasi antara variabel eksplanatoris tinggi, yaitu │0.8│atau lebih.

6) et didistribusikan secara normal. Untuk ukuran sampel meningkat sampai tak terbatas, penaksir

OLS didistribusikan secara normal, sehingga penggunakan asumsi kenormalan tidak harus digunakan. Namun untuk ukuran sampel kecil, asumsi kenormalan menjadi penting untuk

maksud pengujian hipotesis dan peramalan. Uji normalitas dapat dilakukan dengan Jarque-Berra (JB) test. Jika probabilitas yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata (α), maka asumsi residual terdistribusi dengan normal diterima. Jika probabilitas yang diperoleh lebih kecil dari taraf nyata (α), maka asumsi residual terdistribusi dengan normal ditolak.

Kriteria uji: Hipotesis nol H0 : residual terdistribusi normal Hipotesis alternatif H1 : residual tidak terdistribusi normal

Kaidah menolak hipotesis nol: Probability (JB test) < taraf nyata (α)

7) Model regresi linear dalam parameter. Parameter yang digunakan yaitu dalam bentuk pangkat satu.

(45)

9) Variabilitas dalam variabel eksplanatoris. Nilai variabel eksplanatoris untuk sejumlah observasi N tidak sama.

10) Model regresi dispesifikasikan dengan benar. Penetuan model dalam OLS lebih mengacu kepada landasan teori yang digunakan. Uji bias spesifikasi model dapat dilakukan dengan Ramsey Regression Specification Error Test (RAMSEY RESET). Jika probabilitas dari nilai statistik F signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi α, maka kesimpulan yang diperoleh yaitu model mengalami kesalahan spesifikasi. Sebaliknya, model regresi dispesifikasikan dengan benar jika probabilitas dari nilai statistik F tidak signifikan secara statistik pada tingkat

signifikansi α.

(46)

3.2.3. Uji Stabilitas Parameter

Metode yang digunakan untuk menguji stabilitas parameter regresi adalah chow breakpoint test (Gujarati, 1997). Dasar dari uji ini adalah untuk melihat apakah terdapat perbedaan hasil regresi atau perubahan struktural dari dua periode waktu, yaitu periode 1985-1996 dan periode 1997-2008. Langkah yang dilakukan yaitu dengan menghitung statistik F dengan formula:

...(3.2) Di mana:

RSST = residual sum squares dari hasil regresi untuk periode 1986-2008,

RSSP = residual sum squares dari hasil regresi untuk periode 1986-1996 ditambah residual sum

squares dari hasil regresi untuk periode 1997-2008, K = jumlah parameter, yaitu tiga,

N1 = jumlah observasi untuk periode 1986-1996, yaitu sebelas, N2 = jumlah observasi untuk periode 1997-2008, yaitu dua belas.

(47)

3.2.4. Uji Kausalitas Granger

Granger (1969) dalam Gujarati (1997) mempostulasikan bahwa suatu variabel X dikatakan menyebabkan variabel lain, Y, apabila Y saat ini dapat diprediksi lebih baik dengan menggunakan nilai-nilai masa lalu X. Uji ini secara umum digunakan untuk menguji hubungan kausalitas antara 2 variabel.

Uji kausalitas Granger menyatakan bahwa jika nilai masa lalu dari variabel Y secara signifikan memberikan pengaruh peramalan pada nilai variabel lainnya; Xt+1, maka Y dikatakan Granger cause X dan begitu pula sebaliknya. Pengujian tersebut didasarkan pada regresi berikut ini: ………....………….. (3.3)

………..……. (3.4)

Di mana Yt dan Xt adalah variabel yang akan diuji, dan ut dan vt adalah white noise errors yang

tidak berkorelasi satu sama lain, dan t menunjukkan periode waktu dan k an l adalah jumlah lag. Hipotesis nol (HO) adalah αl = δl = 0 untuk seluruh l dengan hipotesis alternatif (H1) adalah selain

HO. Bila koefisien αl secara statistik signifikan tetapi δl tidak signifikan, maka X menyebabkan Y

dan demikian sebaliknya. Tetapi bila αl dan δl keduanya signifikan maka terdapat kausalitas dua

(48)
(49)

IV. GAMBARAN UMUM PENGANGGURAN DAN INFLASI DI INDONESIA

4.1. Gambaran Pengangguran di Indonesia

Negara berkembang seperti Indonesia selalu dihadapkan oleh masalah besarnya jumlah penduduk, terutama penduduk berusia muda. Hal ini menjadi salah satu faktor utama besarnya jumlah angkatan kerja di Indonesia. Jumlah angkatan kerja (labor force) di Indonesia setiap tahun bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Dumairy (1996) mengungkapkan bahwa pertumbuhan angkatan kerja yang cepat akan membawa beban bagi perekonomian, yakni penciptaan lapangan kerja. Jika lapangan pekerjaan baru tidak dapat menampung angkatan kerja baru, maka sebagian angkatan baru yang tidak tertampung tersebut menjadi pengangguran baru. Jumlah pengangguran di Indonesia tahun 2008 mencapai 9.3 juta jiwa dari 112 juta jiwa angkatan kerja atau sekitar 8.3 persen dari total angkatan kerja (ILO, 2009). Selain itu, angka

pengangguran di Indonesia adalah terbesar di ASEAN, yakni menyumbang 60 persen dari total pengangguran di ASEAN (Menkokesra, 2007).

Tingkat pengangguran Indonesia rata-rata sebelum krisis selama periode tahun 1985-1996 adalah 3.32 persen, kemudian selama pasca krisis periode tahun 1997-2008 tingkat pengangguran naik menjadi 8.09 persen (ILO, 2009). Dengan demikian, antara periode sebelum dan sesudah krisis 1997 telah terjadi perubahan rata-rata tingkat pengangguran lebih dari dua kali lipatnya. Selain itu, tingkat pengangguran di Indonesia juga memiliki tren yang meningkat.

(50)

Gambar

Tabel 4.1.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Keterampilan motorik halus anak yang semula rata-rata berada pada kriteria mulai berkembang (38,19 %), meningkat di siklus I menjadi berkembang sesuai harapan (68,15 %) dan siklus

Penulisan Ilmiah ini mengangkat tema e-learning berbasis web dan materi yang dijabarkan adalah materi masalah statika yang termasuk di dalam bidang mekanika teknik. Di dalam

Pokja ULP UPTP Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja – Bekasi pada Kementerian ketenagakerjaan RI akan melaksanakan Seleksi Sederhana dengan pascakualifikasi

Untuk itu perlu adanya media belajar untuk anak-anak untuk mengenal bahasa Inggris sejak dini salah satunya dengan kamus bergambar. Dengan kamus bergambar, anak-anak akan lebih

BALAI BESAR PENGEMBANGAN LATIHAN KERJA Jalan Guntur Raya No.1 Bekasi 17144 Telp.. KEMENTERIAN

Proses pengolahan nilai raport SMP yang dijalankan selama ini perlu diproses menggunakan komputer, dengan tujuan agar dapat mengatasi masalah keamanan penyimpanan data,

Jalan Guntur Raya No.1 Bekasi 17144 Telp.. KEMENTERIAN