• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TINGKAT PENGANGGURAN DAN PERTUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH TINGKAT PENGANGGURAN DAN PERTUM"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TINGKAT PENGANGGURAN DAN PERTUMBUHAN

PENDAPATAN DOMESTIK BRUTO (PDB) TERHADAP TINGKAT

INFLASI DI INDONESIA TAHUN 1980-2013

WIWID SUNDARI

Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta

Email :

wiwid_sundari@yahoo.com

Pembimbing :

Tony S. Chendrawan, ST.,SE., M.Si

ABSTRACT

Economic problems be the subject of the most by the economy is the issue of unemployment and inflation .While in macro economic indicators there are three main issues being the main issues , and that problem gross domestic product gdp , unemployment and inflation .Third problem they have a relationship that cannot be separated , so that sufficiently interesting to become the basis for research .

The main purpose of this research is to analyze the influence of unmployment and GDP growth to the inflation in Indonesia. This research used time seris data from 1980 until 2013. The method that used is Ordinary Least Square (OLS).

The estimated showed that unmployment did not have significant influence to the inflation in Indonesia and have negatively influence to the inflation in Indonesia. But GDP growth have significant influence to the inflation in Indonesia and have positively influence to the inflation in Indonesia. The R-Squared is 64%, it means that independent variable can explain the dependent variable as much as 36 percent. While 36% are explained by variables are not include in estimation model. F-statistic is bigger than F table, it means that unmployment dan GDP growth together affected on inflation in Indonesia,

significantly α = 2,5%.

Keywords : Unemployment,GDP growth, Inflation

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Inflasi merupakan permasalahan yang dihadapi oleh hampir di setiap negara, dimana inflasi dapat menggambarkan apakah

kondisi perekonomian dalam

keadaan stabil atau tidak. Inflasi dan pengangguran yang sangat tinggi pernah terjadi pada saat

depresi ekonomi Amerika Serikat pada tahun 1929-1930. Depresi

memperlihatkan bahwa sisi

penawaran (supply side) tidak mampu mengatasi sisi permintaan

(demand side), karena kedua sisi

baik sisi penawaran maupun sisi

permintaan lumpuh (tidak

berfungsi). Perusahaan

(2)

dan pengangguran besar-besaran, sedangkan dari sisi permintaan, masyarakat tidak memiliki daya

beli karena tidak memiliki

pendapatan. Oleh karena itu, depresi merupakan suatu bencana yang terjadi di dalam ekonomi dimana kegiatan produksi terhenti akibat adanya inflasi yang tinggi dan pada saat yang sama terjadi pengangguran yang tinggi pula.

Inflasi sebagai salah satu indikator

yang menunjukkan tingkat

penciptaan nilai kesejahteraan di suatu negara. Faktor utama yang menghambat laju ekonomi dan peningkatan nilai kesejahteraan di negara ASEAN adalah adanya tingkat inflasi. Inflasi di negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia berada pada taraf yang mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir tingkat inflasi di Indonesia cukup tinggi di bandingkan negara di kawasan

ASEAN. Tingkat inflasi di

Malaysia dan thailand cenderung meningkat pada tahun 2010 dan

2011 namun kembali turun.

Begitupun dengan negara Filipina,

tingkat inflasinya cenderung

fluktuatif dalam 5 tahun terakhir

namun tidak mencapai 5%.

Indonesia mengalami tingkat

inflasi yang berfluktuatif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012

tercatat tingkat inflasi di

Indonesia sebesar 4,3% dan

meningkat di tahun 2013 menjadi 8,4%. Persiapan negara-negara

ASEAN dalam menyongsong

Masyarakat Ekonomi Asean

(MEA) dipengaruhi oleh tekanan persekonomian yang diakibatkan oleh tingginya tingkat inflasi

dengan tingkat pertumbuhan

ekonomi yang belum mencapai kapasitas yang optimal.

Di negara Indonesia pernah

mengalami inflasi yang sangat tinggi yang mencapai 650% yaitu

pada zaman pemerintahan

Ir.Soekarno (Orde Lama) yang

berdampak pada banyaknya

jumlah uang beredar di

masyarakat. Seiring dengan

berjalannya waktu saat ini kondisi

perekonomian di Indonesia

semakin stabil setelah dahsyatnya goncangan krisis finansial (1998)

yang merembet pada krisis

kepercayaan, ekonomi Indonesia

mulai bergerak dan bangkit

kembali.

Pengangguran juga menjadi

masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah pengangguran

ini sangatlah kompleks dan

berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek

lainnya. Pengangguran terus

menjadi masalah fenomenal di

belahan dunia, khususnya

Indonesia yang merupakan negara berkembang. Pengangguran telah

membuat pertumbuhan ekonomi melambat. Pengangguran yang

terjadi dalam suatu negara

memang perlu dilihat sebagai suatu masalah yang sangat serius, karena saat ini pengangguran

membuat banyak masyarakat

Indonesia mengalami kesusahan

dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya. Pengangguran memicu

meningkatnya kemiskinan di

Indonesia. Pengangguran yang

(3)

inilah yang membuat sulitnya

dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya, sehingga angka

kemiskinan selalu ada.

Sebelum krisis ekonomi tahun 1997, tingkat pengangguran di

indonesia pada umumnya

dibawah 5 persen dan pada tahun 1997 sebesar 4,69 persen. Tingkat pengangguran sebesar 4,69 persen masih merupakan pengangguran dalam skala yang wajar. Indonesia masuk kedalam salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

yang besar. Jumlah penduduk

yang tidak disertai dengan

penambahan lapangan pekerjaan

semakin membuat tingginya

tingkat pengangguran di

Indonesia. Apalagi setelah terjadi krisis ekonomi di Indonesia yang membuat tingkat pengangguran

semakin meningkat. Dengan

adanya krisis ekonomi tidak

jarang antara peningkatan

angkatan kerja baru dengan

lapangan kerja yang semakin

rendah, tetapi juga terjadi

pemutusan hubungan kerja

(PHK). Inilah yang membuat pengangguran di Indonesia dari tahun ke tahun meningkat.

Dalam perekonomian suatu

negara terdapat suatu indikator yang digunakan untuk menilai

apakah perekonomian

berlangsung dengan baik atau buruk. Indikator dalam menilai

perekonomian tersebut harus

dapat digunakan untuk

mengetahui total pendapatan yang diperoleh semua orang dalam perekonomian. Indikator yang pas dan sesuai dalam melakukan pengukuran tersebut adalah Gross Domestic Product (GDP). Produk Domestik Bruto atau GDP (Gross Domestic Product) diartikan

sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari Produk Nasional Bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang

bekerja di negara tersebut.

(4)

Tabel 1.1 Tingkat Presentase Inflasi, pengangguran dan PDB di Indonesia Periode Tahun 1980-2013

Tahun Inflasi Pengangguran PDB

1980 17,7 1,66 9,88

1981 12,6 2,7 7,93

1982 9,3 3,01 2,25

1983 11,9 2 4,19

1984 10,4 2 6,98

1985 5,66 2,14 2,46

1986 8,83 2,70 5,87

1987 8,9 2,62 4,93

1988 5,47 2,85 5,78

1989 5,97 2,81 7,46

1990 5,97 2,55 7,24

1991 9,52 2,62 6,95

1992 4,94 2,74 6,46

1993 9,77 2,78 6,5

1994 9,24 4,36 7,54

1995 8,64 7,24 8,22

1996 6,47 4,87 7,82

1997 11,1 4,69 4,7

1998 77,6 5,46 -13,13

1999 2 6,36 0,79

2000 9,4 6,08 4,92

2001 12,55 8,10 3,64

2002 10,03 9,06 4,5

2003 5,16 9,67 4,78

2004 6,4 9,86 5,03

2005 17,11 11,24 5,69

2006 6,6 10,28 5,5

2007 6,59 9,11 6,35

2008 11,06 8,39 6,01

2009 2,78 7,87 4,63

2010 6,96 7,14 6,22

2011 3,79 6,56 6,49

2012 4,3 6,14

6,26

(5)

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa tingkat inflasi, pengangguran dan PDB yang terjadi di Indonesia mengalami fluktuasi yang tidak stabil setiap tahunnya. Inflasi pada tahun

1998 mencapai angka 77,6 dan

Pertumbuhan PDB di Indonesia mengalami minus pada tahun yang mencapai -13,13 yang dikarenakan terjadinya krisis ekonomi besar-besaran dan inflasi yang sangat tinggi. Sehingga pertumbuhan PDB melambat, namun seiring dengan berjalannya waktu perekonomian di

Indonesia mulai bangkit dari

keterpurukan. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan PDB dari tahun ke tahun yang semakin stabil. Dari tabel tersebut dapat dilihat juga bahwa

pengangguran di Indonesia

mengalami fluktuatif di setiap

tahunnya. Pada tahun 2005

merupakan pengangguran tertinggi hingga mencapai 11,24 persen namun terus menurun pada tahun berikutnya dan stabil pada tahun 2011 hingga 2013.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apakah pengangguran

berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia?

2. Apakah pertumbuhan PDB

berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia?

3. Apakah pengangguran dan

pertumbuhan PDB berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Mengetahui besanya pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat

pertumbuhan PDB terhadap

inflasi di Indonesia

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Dapat memberikan ilmu

pengetahuan yang lebih tentang hubungan tingkat pengangguran dan tingkat pertumbuhan PDB terhadap inflasi di Indonesia dan

semoga menjadi acuan bagi

penelitian-penelitian sejenis

berikutnya.

2.

KERANGKA TEORITIS DAN

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Inflasi

Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga

yang berlaku dalam suatu

perekonomian (Sadono Sukirno). Kenaikan satu atau dua barang tidak bisa disebut sebagai inflasi,

kecuali jika kenaikan harga

barang tersebut mempengaruhi harga barang lain untuk naik, karena inflasi bersifat umum dan

berlangsung secara

terus-meenerus.

• Menurut kaum moneteris inflasi

merupakan fenomena moneter,

dimana penyebab utamanya

kerena pertumbuhan jumlah uang

beredar berpengaruh terhadap

output dan kesempatan kerja.

• Menurut kaum klasik sama

dengan kaum moneteris, yaitu

inflasi merupakan fenomena

moneter, bedanya didalam kaum klasik penyebab utama inflasi

adalah kenaikan atau

pertumbuhan jumlah uang

(6)

• Menurut kaum strukturalis

mengatakan bahwa inflasi

merupakan sesuatu yang tidak

dapat dihindarkan oleh

perekonomian yang sedang

berkembang.

• Menurut Keynes inflasi terjadi

karena pertumbuhan jumlah uang beredar yang pesat yang akan menyebabkan harga meningkat secara terus-menerus dengan laju yang tinggi.

Teori Tentang Inflasi

Pada dasarnya terdapat 3 (tiga) teori tentang inflasi yaitu :

1. Teori Kuantitas yaitu teori yang menganalisis peranan dari i) Jumlah uang bererdar, dan ii) ekspektasi masyarakat mengenai

kemungkinan kenaikan harga

(peranan psikologis).

Jumlah uang beredar. Menurut

teori ini, pertumbuhan volume

uang yang beredar sangat

dominan terhadap kemungkinan timbulnya inflasi. Kenaikan harga yang tidak dibarengi dengan pertumbuhan jumlah uang beredar sifatnya hanya sementara. Dengan

demikian menurut teori ini,

apabila jumlah uang tidak

ditambah kenaikan harga akan berenti dengan sendirinya.

Ekspektasi . berdasarkan teori ini

walaupun jumlah uang bertambah tetapi masyarakat belum menduga

adanya kenaikan, maka

pertambahan uang beredar hanya akan menambah simpanan atau

uang kas karena belum

dibelanjakan. Dengan demikian harga barang-barang tidak naik. Jika masyarakat menduga bahwa

dalam waktu dekat harga barang akan naik, masyarakat cenderung membelanjakan uangnya karena khawatir akan penuruan nilai uang, sehingga akan memicu inflasi.

2. Teori Inflasi Keynes

Menurut Keynes inflasi pada

dasarnya disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara

permintaan masyarakat (demand) terhadap barang-barang dagangan (stock), dimana permintaan lebih banyak yang tersedia, sehingga terdapat gap yang disebut dengan

inflationaty gap.

3. Teori Struktrural

Teori ini dilandaskan kepada struktur perekonomian dari suatu

negara (umumnya negara

berkembang). Menurut teori ini, inflasi disebabkan oleh :

Ketidak-elastisan penerimaan ekspor. Hasil ekspor meningkat

namun lambat bila dibandingkan

dengan pertumbuhan sektor

lainnya. Peningkatan hasil ekspor

yang lambat antara lain

disebabkan karena harga barang

yang diekspor kurang

menguntungkan dibandingkan

dengan kebutuhan barang-barang

impor yang harus dibayar.

Dengan kata lain daya tukar barang-barang negara tersebut semakin memburuk.

Ketidak-elastisan Supply produksi bahan makanan. Terjadi

ketidakseimbangan antara

pertumbuhan produksi bahan

makanan jumlah penduduk,

sehingga mengakibatkan

kelonjakan kenikan harga bahan

(7)

menimbulkan tuntuan kenaikan upah dari kalangan buruh/pegawai tetap akibat kenaikan biaya hidup. Kenaikan upah selanjutnya akan meningkatkan biaya produksi dan mendorong terjadinya inflasi.

Dapat disebut inflasi jika terdapat tiga faktor dibawah ini, yaitu :

1. Kenaikan harga 2. Bersifat umum

3. Berlangsung secara

terus-meenerus

2.1.1. Keterkaitan antara inflasi dan pengangguran

Teori Kurva Philips

Kurva Philips adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara

tingkat pengangguran dengan

tingkat inflasi di sebuah negara. Menurut Kurva Philips, hubungan

keduanya adalah berbanding

negatif. Jadi ketika inflasi naik, maka pengangguran turun. Dan

ketika inflasi turun, maka

pengangguran naik jumlahnya.

2.1.2. Faktor-faktor yang menyebabkan inflasi adalah sebagai berikut :

1. Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan-perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa.

2. Para pekerja diberbagai kegiatan ekonomi menuntut kenaikan upah

3. Kenaikan harga-harga barang

yang diimpor

4. Penambahan penawaran uang

yang berlebihan tanpa diikuti oleh

pertambahan produksi dan

penawaran barang

5. Kekacauan politik dan ekonomi sebagai akibat pemerintahan yang kurang bertanggung jawab

2.1.3. Jenis-jenis inflasi

Inflasi dapat digolongkan menjadi 4(empat) golongan, yaitu :

1. Inflasi Ringan ( kenaikan harga-harga barang <10% )

2. Inflasi Sedang ( kenaikan harga-harga barang antara 10%-30% ) 3. Inflasi Berat ( kenaikan

harga-harga barang antara 30%-100% )

4. Hiperinflasi (kenaikan

harga-harga barang berada di >100% )

2.1.4. Adapun jenis-jenis inflasi, berdasarkan kepada sumber atau penyebab kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi biasanya dibedakan kepada 3(tiga) bentuk berikut :

1. Inflasi tarikan permintaan

Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat. kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat

pendapatan yang tinggi dan

selanjutnya menimbulkan

pengeluaran yang melebihi

kemampuan ekonomi

mengeluarkan barang dan

jasa.pengeluaran yang berlebihan ini akan menimbulkan inflasi. 2. Inflasi desakan biaya

Inflasi ini berlaku dalam masa

perekonomian berkembang

dengan pesat ketika tingkat

pengangguran sangat rendah.

Apabila perusahaan masih

menghadapi permintaan yang

(8)

negara, maka otomatis harga-harga barang produksi pun akan mengkikuti tren tersebut dan mengakibatkan terjadinya inflasi. 3. Inflasi diimpor

Inflasi dapat juga bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang diimpor. Inflasi ini akan terwujud apabila barang-barang impor yang

mengalami kenaikan harga

mempunyai peranan yang penting

dalam kegiatan pengeluaran

perusahaan-perusahaan.

2.1.5. Dampak inflasi

Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung

parah atau tidaknya inflasi.

Apabila inflasi ringan, justru akan berpengaruh positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja,

menabung dan mengadakan

investasi. Sebaliknya dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat

terjadi hiperinflasi keadaan

perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan menjadi

lesu. Orang menjadi tidak

bersemangat bekerja, menabung atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka semakin merosot dari waktu ke waktu.

Secara umum inflasi dapat

mengakibatkan :

a. Berkurangnya investasi di suatu

negara

b. Mendorong kenaikan suku bunga

c. Mendoorng penanaman modal

yang bersifat spekulatif

d. Kegagalan pelaksanaan

pembangunan

e. Ketidakstabilan ekonomi

f. Defisit neraca pembayaran

g. Merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat

2.1.6. Cara mengatasi inflasi

Cara mengatasi inflasi harus dimulai dari penyebab terjadinya inflasi agar solusi atau kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah

dapat tepat terlaksana dan

menemukan solusi jalan

keluarnya. Secara teoritis, untuk mengatasi inflasi relatif mudah, yaitu dengan cara mengatasi

pokok pangkalnya, yaitu

mengurangi jumlah uang beredar.

Berikut ini kebijakan yang

diharapkan dapat mengatasi

inflasi :

1. Kebijakan moneter

Bank sentral melakukan kebijakan

untuk mengurangi penawaran

uang dan menaikkan suku bunga dan membatasi kredit. Kebijakan moneter ini akan mengurangi investasi dan pengeluaran rumah tangga (konsumsi).

2. Kebijakan fiskal

Kementrian keuangan perlu

mengurangi pengeluaran dan

menaikkan pajak individu dan

perusahaan. Langkah tersebut

dapat tersebut mengurangi

pengeluaran pemnerintah,

mengurangi investasi dan

mengurangi pengeluaran rumah tangga.

(9)

a. Menaikkan hasil produksi. Pemerintah memberikan subsidi

kepada industri untuk lebih

produktif dan menghasilkan

output yang lebih banyak,

sehingga harga akan menjadi turun.

b. Kebijakan upah. Pemerintah

menghimbau kepada para buruh agar tidak menuntut kenaikan upah pada saat terjadi inflasi.

c. Pengawasan harga. Kebijakan

pemerintah dengan menentukan harga maksimum bagi barang-barang tertentu.

2.2. Pengangguran

Pengangguran adalah penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan atau yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum memulai bekerja (BPS:2010).

•Menurut Payman J.Simanjuntak

Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja , berusia angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari

dua hari selama seminggu

sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan.

•Menurut Menakertrans

Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha baru, dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.

2.2.1. Jenis-jenis pengangguran

Dalam membedakan jenis-jenis pengangguran, terdapat dua cara untuk menggolongkannya, yaitu :

1. Jenis pengangguran berdasarkan penyebabnya

a. Pengangguran normal atau

friksional

Pengangguran sebanyak dua atau tiga persen tersebut dinamakan

pengangguran normal atau

pengangguran friksional. Para

penganggur ini tidak ada

pekerjaan bukan karena tidak dapat memperoleh kerja, tetapi karena sedang mencari kerja lain yang lebih baik.

b. Pengangguran siklikal

Pengangguran yang disebabkan

perkembangan ekonomi yang

sangat lambat atau kemerosotan kegiatan ekonomi.

c. Pengangguran struktural

Pengangguran yang disebabkan oleh perubahan struktur ekonomi. d. Pengangguran teknologi

Pengangguran yang disebabkan

oleh penggunaan mesin dan

kemajuan teknologi.

2. Jenis pengangguran berdasarkan cirinya

a. Pengangguran terbuka

Pengangguran terbuka terjadi

sebagai akibat dari kegiatan

ekonomi yang menurun, dari

kemajuan teknologi yang

mengurangi penggunaan tenaga kerja, atau sebagai akibat dari kemunduran perkembangan suatu indutsri.

b. Pengangguran tersembunyi

Keadaan pengangguran yang

(10)

jumlah pekerjaan melebihi dari yang diperlukan.

c. Pengangguran bermusim

Pengangguran yang tidak berlaku sepanjang waktu tetapi hanya terjadi ketika kegiatan ekonomi yang dijalankan sedang dalam keadaan tidak sibuk atau sedang

tidak menjalankan sembarang

kegiatan.

d. Setengah menganggur

(underployment)

Tenaga kerja yang melakukan kerja-kerja atau jam kerja yang jauh lebih rendah dari masa kerja yang lazim dilakukan dalam sehari atau seminggu.

2.2.2 Penyebab pengangguran

Penyebab pengangguran adalah sebagai berikut :

1. Secara umum pengangguran

disebabkan karena jumlah

angkatan kerja tidak sebanding

dengan jumlah lapangan

pekerjaan yang mampu

menterapnya.

2. Kondisi ekonomi yang sedang jatuh dapat membuat permintaan akan tenaga kerja tidak sebanding dengan penawaran tenaga kerja sehingga menyebabkan banyak PHK dan lowongan kerja baru yang langka.

3. Melamar pekerjaan yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan kemampuan diri. 4. Terlalu menuntut gaji yang besar

ketika melamar kerja sehingga bisa memberatkan perusahaan. 5. Adanya sifat malas untuk mencari

pekerjaan dan lebih suka santai-santai dirumah menikmati hidup.

2.3. Produk Domestik Bruto (PDB)

Menurut McEachern (2000: 146) Gross Domestik Product artinya mengukur nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang berada dalam suatu negara selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. GDP juga dapat digunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke waktu atau untuk

membandingkan beberapa

perekonomian pada suatu saat. Gross domestic product hanya mencakup barang dan jasa akhir, yaitu barang dan jasa yang dijual kepada pengguna yang terakhir .Untuk barang dan jasa yang

dibeli untuk diproses dan

kemudian dijual lagi tidak

dimasukkan dalam hitungan GDP,

hal ini dilakukan untuk

menghindari masalah

penghitungan ganda (McEachern, 2000: 147). Perhitungan ganda dapat menyebabkan hasil dari

perhitungan GDP tidak

menunjukan hasil yang

sebenarnya, sehingga dalam

perhitungan tersebut hanya

dilakukan perhitungan satu kali untuk setiap produk.

Menurut Mankiw (2007: 23) ada dua tipe Gross Domestik Produk, yaitu sebagai berikut:

1. GDP dengan harga berlaku atau GDP nominal, yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pada tahun tersebut.

(11)

dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun lain.

2.3.1. Perhitungan PDB

PDB dapat dihitung dengan

memakai tiga pendekatan, yaitu

pendekatan pengeluaran,

pendekatan pendapatan dan

pendekatan produksi

(Kunawangsih dan Antyo, 2006: 35).

1. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

PDB adalah jumlah semua

pengeluaran untuk konsumsi

rumah tangga dan lembaga swasta

yang tidak mencari untung,

konsumsi pemerintah,

pembentukan modal tetap

domestik bruto, perubahan

stok/inventori, dan ekspor neto di suatu negara pada suatu periode (biasanya setahun).

Secara umum, komponen dalam penghitungan PDB berdasarkan

pengeluaran adalah sebagai

berikut:

1) Konsumsi rumah tangga dan

lembaga swasta yang tidak

mencari untung (C)

2) Investasi, yakni pembentukan

modal tetap domestik bruto

ditambah perubahan inventori (I)

3) Konsumsi pemerintah (G)

4) Ekspor netto, yakni ekspor dikurangi impor (X-M)

PDB Pengeluaran = C+I+G+(X-M)

2. Pendekatan Pendapatan

(Income Approach)

PDB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut di dalam proses produksi di suatu negara

pada jangka waktu tertentu

(biasanya setahun). Balas jasa faktor produksi tersebut adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan. Dalam pengertian PDB termasuk pula penyusutan barang modal tetap dan pajak tidak langsung neto.

Jumlah semua komponen

pendapatan ini per sektor disebut

sebagai nilai tambah bruto

sektoral. PDB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).

PDB Pendapatan =

sewa + upah + bunga + laba.

Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.

Secara teori PDB dengan

pendekatan pengeluaran dan

pendapatan harus menghasilkan angka yang sama (Kunawangsih dan Antyo, 2006: 35). Sehingga

walaupun menggunakan dua

metode dan data berbeda namun hasil akhirnya tetap menunjukan PDB dari negara tersebut. Hal ini yang kemudian menjadi alasan

mengapa PDB biasanya

digunakan sebagai tolak ukur kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat dalam suatu negara.

3. Pendekatan Produksi

(12)

PDB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi pada suatu jangka waktu

tertentu, biasanya setahun.

Menurut metode ini, PDB

adalah total output (produksi)

yang dihasilkan oleh suatu

perekonomian.

Cara

penghitungan dalam praktik

adalah dengan membagi-bagi

perekonomian

menjadi

beberapa

sektor

produksi

(industrial

origin).

Jumlah

output masing-masing sektor

merupakan

jumlah

output

seluruh perekonomian. Hanya

saja, ada kemungkinan bahwa

output yang dihasilkan suatu

sektor perekonomian berasal

dari output sektor lain. Atau

bisa juga merupakan input bagi

sektor ekonomi yang lain lagi.

Dengan kata lain, jika tidak

berhati-hati

akan

terjadi

penghitungan ganda (double

counting) atau bahkan multiple

counting.

Akibatnya

angka

PDB

bisa

menggelembung

beberapa kali lipat dari angka

yang

sebenarnya.

Untuk

menghindari hal tersebut, maka

dalam

perhitungan

PDB

dengan metode produksi, yang

dijumlahkan

adalah

nilai

tambah

(value

added)

masingmasing sektor. Rumus

perhitungan PDB pendekatan

produksi adalah:

Y = (PXQ)1 + (PXQ)2 +...(PXQ)n

Keterangan :

Y = Pendapatan Nasional P = harga

Q = kuantitas

2.4. Kerangka Pemikiran

2.5. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori yang telah dipaparkan maka dapat disajikan hipotesis yaitu diduga:

1. Pengangguran berpengaruh

negatif terhadap inflasi di

Indonesia.

2. Pertumbuhan PDB berpengaruh

positif terhadap inflasi di

Indonesia.

3.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Analisis

Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode regresi linier sederhana. Model ini dipilih atas

dasar karena penelitian ini

PG (X1)

Pert. PDB (X2)

(13)

dirancang untuk mengetahui pengaruh, arah dan kekuatan hubungan dari variable bebas terhadap variable terikat serta

untuk menestimasi dan

memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel terikat

(dependent variable) berdasarkan

nilai variabel bebas (independen

variable) yang diketahui objek

dalam penelitian ini adalah

pengangguran dan pertumbuhan PDB sebagai variabel bebas dan inflasi sebagai variabel terikat.

3.2. Sumber Data

Sumber data berasal dari data sekunder yang diperoleh dari Bank Indonesia dan Badan Pusat

Statistik mengenai Laporan

tahunan pertumbuhan PDB,

pengangguran dan inflasi, jurnal-jurnal ilmiah dan literatur-literatur lain yang berkaitan dengan topik penelitian ini. Referensi studi kepustakaan diperoleh melalui jurnal-jurnal penelitian terdahulu. Tempat penelitian ini adalah di Indonesia dengan pengambilan

data tahunan melalui Bank

Indonesia dan BPS untuk

pengambilan data penelitian.

Waktu penelitian adalah dari 1980 sampai dengan 2013.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kuantitatif yaitu data yang diukur dalam suatu skala numerik (angka). Data kuantitatif ini berupa data runtut waktu (time series) yaitu data yang disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu. Penelitian diproses dengan pengumpulan data yaitu mengunjungi website

Bank Indonesia dan BPS terkait untuk mengambil data sekunder.

3.4. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala

sesuatu yang menjadi objek

penelitian, sedangkan definisi

operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan memberikan arti (Moh. Nazir, 2003). Jadi variabel penelitian ini meliputi

faktor-faktor yang berperan dalam

peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Dalam penelitian ini

digunakan dua jenis variabel

penelitian, yaitu variabel terikat

dan variabel bebas. Variabel

bebasnya yaitu pengangguran dan

pertumbuhan PDB terhadap

tingkat inflasi di Indonesia

sebagai variabel terikatnnya.

3.5. Metode Analisis Regresi Berganda

Untuk menganalisis hubungan antara variabel dependen dan independen, maka pengolahan data dilakukan dengan metode analisis regresi berganda. Dalam analisis ini dilakukan dengan bantuan program Eviews Untuk

menganalisis hubungan antar

variabel dependen dan

independen, maka pengelolaan data dilakukan dengan metode analisis dengan model Ordinary

Least Square (OLS). Metode OLS

digunakan untuk memperoleh

estimasi parameter dalam

menganalisis pengaruh

variabel-variabel independen terhadap

(14)

popular, dengan asumsi-asumsi tertentu (Gujarati, 2003).

Adapun persamaan regresi yaitu:

INF = α +β 1PG+β 2PDB+ε

Keterangan :

INF = Inflasi

PG = Pengangguran

PDB = Produk Domestik

Bruto (PDB)

Α = Intercept

β 1,β 2 = Koefisien regresi

ε = Standar Eror

Model dalam penelitian ini

adalah:

Inflasi = f(Pengangguran, PDB)

Dalam penelitian ini meliputi

pengujian serempak (uji-f),

pengujian individu (uji-t) dan pengujian ketepatan perkiraan (R2) dan uji asumsi klasik yang

meliputi uji normalitas,

multikolinieritas,heteroskedastisit as dan autokorelasi.

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

ESTIMASI MODEL PENELITIAN

Dependent Variable: INFLASI Method: Least Squares Date: 06/19/15 Time: 17:04 Sample: 1980 2013

Included observations: 34

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 26.84223 3.512604 7.641691 0.0000 PENGANGGURAN -0.450846 0.460332 -0.979393 0.3350 PDB -2.698624 0.359540 -7.505758 0.0000

R-squared 0.645245 Mean dependent var 10.38500 Adjusted R-squared 0.622358 S.D. dependent var 12.39329 S.E. of regression 7.616004 Akaike info criterion 6.982478 Sum squared resid 1798.109 Schwarz criterion 7.117157 Log likelihood -115.7021 Hannan-Quinn criter. 7.028407 F-statistic 28.19212 Durbin-Watson stat 2.111469 Prob(F-statistic) 0.000000

Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk

menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal Ghozali

(2005). Dalam software EViews

normalitas sebuah data dapat

diketahui dengan membandingkan nilai Jarque-Bera (JB) dan nilai Chi Square tabel. Uji JB didapat dari histogram normality.

(15)

H1 : Data tidak berdistribusi normal

Jika hasil dari JB hitung > Chi Square tabel, maka H0 ditolak

Jika hasil dari JB hitung < Chi Square tabel, maka H0 diterima

Nilai probability 0,150324 dengan

tingkat α 2,5%. Yang berarti nilai probability 0,150324 lebih besar dari

α 0,025 yang berarti error term terdistribusi normal.

Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan

menguji apakah dalam model

regresi

terjadi

ketidaksamaan

variance

dari

residual

satu

pengamatan ke pengamatan yang

lain Ghozali (2005). Jika varians

dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain tetap, maka

disebut homoskedastisitas dan jika

berbeda

disebut

heteroskedastisitas.

Heteroskedasticity Test: White

F-Dengan menggunakan metode white

untuk melihat ada tidaknya

heteroskedastisitas diketahui nilai probability Obs*R-Squared 0,0306

lebih besar dari α 0,025 yang berarti

tidak terdapat heteroskedastisitas

pada model regresi.

Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas ini bertujuan

untuk menguji apakah dalam

0 O bs ervations 34

Mean 4.25e-15 Median -0.674437 Maxim um 18.26857 Minim um -19.84294 S td. D ev. 7.381609 S kew nes s 0.151222 K urtos is 4.607409

(16)

model regresi panel ditemukan

adanya korelasi antar variabel

independen.

Untuk

menguji

masalah multikolinearitas dapat

melihat matriks korelasi dari

variabel

bebas,

jika

terjadi

koefisien korelasi lebih dari 0,8

maka terdapat multikolinearitas

(Gujarati, 2006). Model yang baik

adalah model yang tidak terjadi

korelasi

antar

variabel

independennya.

INFLASI PG PDB

INFLASI 1.000000 -0.023398 -0.796409

PG -0.023398 1.000000 -0.101496

PDB -0.796409 -0.101496 1.000000

Berdasarkan output yang dihasilkan tidak ada nilai yang melebihi 0,8 yang berarti data tidak mengandung multikolinearitas.

Uji Autokorelasi

Menurut Ghozali (2002), uji

autokorelasi

bertujuan

untuk

menguji apakah suatu model

regresi linier ada korelasi antara

kesalahan

pengganggu

pada

periode t dengan kesalahan pada

periode t-1 (sebelumnya), dimana

jika terjadi korelasi dinamakan

problem

autokorelasi.

Autokorelasi

muncul

karena

observasi

yang

beruntun

sepanjang waktu yang berkaitan

satu sama lain. Model regresi

yang baik adalah regresi yang

bebas dari autokorelasi. Masalah

ini

timbul

karena

residu

(kesalahan

pengganggu)

tidak

bebas dari satu observasi lainnya.

Autokorelasi

sering ditemukan

pada data time series.

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.429693 Prob. F(2,29) 0.6548

Obs*R-squared 0.978557

Prob.

Chi-Square(2) 0.6131

Hipotesis yang digunakan adalah:

Ho : tidak ada korelasi serial

H1 : ada korelasi serial

Jika p-value obs*-square <

ɑ ,

maka Ho ditolak

Karena p value

-obs*-square =

0,6131

> 0,025, maka H0

diterima

Kesimpulannya adalah dengan

tingkat keyakinan 97,5%, dapat

dikatakan bahwa tidak terdapat

autokorelasi dalam model regresi

Interpretasi Hasil Regresi

C 26.84223

PENGANGGURAN -0.450846

(17)

Inflasi = 26,84 - 0,450PG - 2,698PDB

Pada model di atas nilai konstanta sebesar 26,84, dapat diartikan bahwa apabila variabel lain konstan atau tidak mengalami perubahan, maka tingkat inflasi yang terjadi sebesar 26,84.

Tingkat pengangguran memiliki nilai koefisien sebesar -0,450 yang berarti

bahwa setiap penurunan

pengangguran akan meningkatkan

inflasi apabila variabel lain dianggap

konstan. Hal ini sesuai dengan

hipotesis yang menyatakan bahwa pengangguran dan inflasi memiliki keterkaitan yang negatif. Hal ini sesuai dengan teori kurva phillips yang menyatakan hubungan antara inflasi dan pengangguran keduanya adalah berbanding negatif. Jadi

ketika inflasi naik, maka

pengangguran turun. Dan ketika inflasi turun, maka pengangguran naik jumlahnya.

Tingkat PDB mempunyai nilai

koefisien sebesar -2,698 yang berarti

bahwa pertumbuhan PDB

mempunyai pengaruh negatif

terhadap inflasi. Artinya, apabila PDB turun maka inflasi akan naik

sebesar 2,698, cateris paribus.

Pengaruh tersebut signifikan secara statistik pada tingkat kepercayaan

97,5% dan hal ini tidak sesuai

dengan faktor penyebab inflasi

desakan biaya yang menyatakan

bahwa inflasi terjadi karena

kenaikan gaji/upah yang berarti kenaikan PDB negara yang akan menyebabkan harga-harga barang produksi akan naik sehingga akan terjadi inflasi. Hal ini tidak sesuai diduga karena apabila pendapatan gaji para pegawai naik di sebuah

negara, yang berarti juga kenaikan

PDB negara. Sehingga dengan

bertambahnya pendapatan maka

konsumsi mereka juga akan

betambah, tetapi bertambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan bertambah besar dengan pesatnya. Hal ini sesuai dengan teori konsumsi

yang dikemukakan oleh James

Dusenberry Sehingga jumlah uang beredar untuk mengonsumsi tidak terlalu besar yang pada akhirnya harga-harga barang produksi pun

tidak meningkat dan tidak

mengakibatkan terjadinya inflasi

Pengujian Secara Parsial (Uji t)

Uji t-statistik dilakukan untuk

menguji apakah pengangguran, dan tingkat PDB berpengaruh terhadap inflasi. Secara parsial Pengangguran tidak berpengaruh signifikan dan PDB berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Indonesia.

1. Pengangguran a. Df = 34-1-2 = 31

α = 2,5%

T-tabel = 2,34, T-hitung = 0,979

b. Berdasarkan data tersebut dapat

diketahui bahwa t-hitung < t-tabel (0,979 < 2,34). Hal ini menunjukan

bahwa pengangguran mempunyai

pengaruh yang tidak signifikan

secara statistik terhadap Inflasi di Indonesia

2. Pertumbuhan PDB a. Df = 34-1-2 = 31

α = 2,5%

b. T-tabel = 2,34, T-hitung 7,505 c. Berdasarkan data tersebut dapat

(18)

secara statistik pada tingkat

kepercayaan 97,5% (α = 0,025)

terhadap Inflasi di Indonesia.

Pengujian Secara Simultan (Uji F)

Untuk mengetahui apakah semua

variabel penjelas yang digunakan

dalam

model

regresi

secara

serentak

atau

bersama-sama

berpengaruh terhadap variabel

yang dijelaskan adalah uji F

statistik. Nilai f hitung dicari

dengan rumus :

Keterangan :

R

2

=

koefisien

determinasi

N

=

jumlah

observasi

k

= jumlah variabel

yang digunakan

Pada tingkat signifikansi 2,5

persen dengan pengujian yang

digunakan adalah sebagai berikut:

a. Ho ditolak apabila t hitung > t

tabel,yang

berarti

variabel

independen

(X)

berpengaruh

secara

signifikan

terhadap

variabel dependen (Y).

b. Ho diterima apabila t hitung < t

tabel, yang berarti independen (X)

tidak

berpengaruh

secara

signifikan

terhadp

variabel

dependen (Y).

Dependent Variable: INFLASI

Method: Least Squares

Date: 06/12/15 Time: 14:02

Sample: 1980 2013

Included observations: 34

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.684.223 3.512.604 7.641.691 0.0000

PG -0.450846 0.460332 -0.979393 0.3350

PDB -2.698.624 0.359540 -7.505.758 0.0000

R-squared 0.645245 Mean dependent var 1.038.500

Adjusted

R-squared 0.622358 S.D. dependent var 1.239.329

S.E. of

regression 7.616.004 Akaike info criterion 6.982.478

Sum squared

resid 1.798.109 Schwarz criterion 7.117.157

Log

likelihood -1.157.021 Hannan-Quinn criter. 7.028.407

F-statistic 2.819.212 Durbin-Watson stat 2.111.469

(19)

Berdasarkan hasil estimasi diatas dapat dijelaskan pengaruh variabel pengangguran dan pertmbuhan PDB secara simultan berpengaruh terhadap Inflasi.

Nilai F-statistik yang diperoleh

28,192 sedangkan F-tabel 2,32.

Dengan demikian F-statistik lebih besar dari F-tabel yang artinya bahwa pengangguran dan pertmbuhan PDB secara bersama-sama atau simultan

berpengaruh signifikan terhadap

inflasi.

Analisis Koefisien Determinasi

Nilai koefisien determinasi pada

model sebesar 64 persen. Yang

berarti, kemampuan variabel bebas yaitu pengangguran dan pertumbuhan PDB dalam menjelaskan variabel terikat yaitu inflasi sebesar 64 persen. Dan 36 persen sisanya dijelaskan oleh variabel bebas lain diluar model regresi.

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Variabel pengangguran memiliki

hubungan negatif dan tidak

signifikan terhadap inflasi dengan nilai koefisien sebesar -0,450, yang artinya bahwa apabila variabel lain konstan, maka setiap penurunan

pengangguran akan menaikkan

inflasi sebesar 0,450.

2. Variabel pertumbuhan PDB memiliki

hubungan negatif dan signifikan

terhadap inflasi dengan nilai

koefisien -2,698, artinya apabila

variabel independen lain konstan, maka setiap penurunan pertumbuhan

PDB sebesar satu rupiah akan

menaikkan inflasi sebesar 2,698.

Saran

Pemerintah diharap dapat lebih

mengendalikan laju inflasi

berdasarkan faktor yang dibahas

dalam penelitian ini yaitu,

pengangguran dan pertumbuhan

PDB. Selain itu pemerintah juga

harus menyediakan lapangan

pekerjaan yang memadai agar

pengangguran tidak semakin

meningkat dan membuat kebijakan

yang mengedepankan kepentingan masyarakat.

6. REFERENSI

Adrian Sutaijaya, (2012). Pengaruh faktor-faktor ekonomi terhadap inflasi di Indonesia.

Bank Indonesia. Laporan

Perekonomian Indonesia. Berbagai

edisi penerbitan dan

website:www.bi.go.id. Jakarta: Bank Indonesia.

Bank Indonesia. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Berbagai edisi penerbitan dan website :

Primawan Wirda Nugroho dan Maruto Umar Basuki. (2012). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia periode 2000.1-2011.4.

Ajija, Shochrul R dkk. 2011. Cara cerdas menguasai EViews. Salemba Empat. Jakarta.

Alghofari, Farid. 2010. Analisis Tingkat Pengangguran di Indonesia Tahun 1980-2007.

(20)

Mankiw, N. Gregory. 1999. Teori Ekonomi Makro Edisi Keempat. Jakarta: Airlangga

Sukirno, Sadono. 2004. Makro Ekonomi Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafika Persada

Sihombing, Ruben. 2009. Pengertian dan Dampak Inflasi.

Referensi

Dokumen terkait

Loyalitas pelanggan hanya akan tercipta jika karyawan mempunyai antusiasme tinggi dalam melayani pelanggan (Kartajaya, 2007). Fokus utama dari One to One Marketing di Bank

”Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Model Problem Based Learning (PBL) pada Siswa Kelas 5 SDN Krandon Lor 01 Suruh Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017”2. Program

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui konsumsi zat gizi dan daya terima pasien rawat inap penyakit kardiovaskular terhadap makanan yang disajikan RSUP H..

Karena negara memutuskan bahwa Tuhan yang disembah oleh bangsa Indonesia itu harus memiliki sifat “Yang Maha Esa”, maka konsekuensinya, pada awal kemerdekaan Hindu dan Buddha

Perkap Nomor:3 tahun 2017 Perubahan atas peraturan kapolri Nomor 1 th 2015 tentang pengelolaan penerimaan Negara Bukan pajak pada

PENERAPAN MODIFIKASI BOLA DAN LAPANGAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PERMAINAN KASTI (Penelitian Tindakan di Kelas VII SMPN 1 Jatiluhur

Berdasarkan pedoman penafsiran nilai koefisien korelasi menurut Sugiyono (2010: 231), nilai koefisien korelasi sebesar 0,6636 menunjukkan hubungan yang kuat antara

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mengenai Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam film &#34;Alangkah Lucunya (Negeri Ini)&#34; , maka dapat penulis simpulkan