Relasi
power
dan
mental illness
Kesehatan Mental
Komunitas
Rizqy Amelia Zein
Pengantar
• Mental illness selalu dikaitkan dengan relasi power yang tidak
setara. Episode mental illness biasanya erat kaitannya dengan
power dan perasaan tidak berdaya (powerlessness).
– Contoh: episode trauma dan abuse sebagai trigger gangguan mental. – Insiden mental illness lebih banyak dialami oleh individu dari kelompok
marjinal (wanita, miskin, etnis minoritas)
• Faktor lain seperti opresi, pengalaman merasakan ketidakadilan,
ekslusi sosial atau penyiksaan yang dilakukan oleh orang lain dengan power yang lebih tinggi biasanya diasosiasikan dengan kemungkinan menderita mental illness yang lebih besar.
• Episode psychoticism juga secara metaforis menyiratkan power
relation yang unequal dan perasaan tidak berdaya.
– Pasien meyakini bahwa ada kekuatan diluar dirinya yang mengontrol
…cont’d
• Proses pemulihan ODGM juga erat kaitannya dengan relasi power.
Proses pemulihan sangat ditentukan bagaimana ODGM
meneguhkan kembali posisinya (reclaiming) ditengah keluarga,
masyarakat, bahkan sistem ekonomi, dimana sebelumnya mereka mengalami ekslusi.
• Sehingga menanamkan perasaan berdaya (a sense of
empowered), adalah kunci pemulihan ODGM, sehingga mereka kembali menjalani a socially meaningful life.
• Dalam terapi, ODGM akan sangat terbantu apabila…
– Terapis mampu menanamkan kapasitas ODGM untuk melakukan kontrol atas
dirinya, membantu klien untuk mengarahkan dirinya pada tujuan-tujuan hidup yang lebih positif, sembari mengelola dorongan negatif.
– Klien juga dapat diarahkan untuk mengambil peran aktif dalam terapi,
..cont’d
• Bahasan mengenai power diabaikan dalam pendekatan biomedis.
– Mental illness, menurut pendekatan biomedis adalah patologi internal, yang
sumbernya adalah kegagalan individu untuk mengelola dorongan irasionalnya. Bukan produk relasi power.
• Cara kita menangani ODGM juga relevan dengan isu power.
– Memasung ODS adalah bentuk power exercise. Memasung biasanya ditujukan
agar ODS ‘tidak menganggu’ stabilitas sosial.
– Relasi antara dokter, terapis, perawat dan pasien RSJ menggambarkan relasi
Power
(?)
• Power sering diatribusi sebagai atribut individual; “…sesuatu yang
‘dimiliki’ seseorang” (Westwood, 2002)
• Max Weber mendefinisikan power sebagai “…the capacity of an
individual to realise his will’, potentially ‘even against the opposition of others’ (1968).
• Pendekatan yang lebih kritis mendefinisikan power sebagai
outcome dari relasi sosial antar individu. Pendekatan ini digawangi oleh Michel Foucault.
• Masyarakat kita prinsipnya juga tersusun atas relasi power ini. Ada
kelompok yang statusnya dominan, memiliki akses yang lebih baik untuk mendapatkan alokasi sumberdaya, bahkan memiliki
legitimasi untuk menindas kelompok yang lain.
Foucauldian; represif vs produktif
Sovereign
Power Disciplinary Power
‘dimiliki’ Suatu teknik/aksi, dapat dilatih
Represif Produktif Relasinya
top-down Bekerja dalam konteks yang mikro, dalam kehidupan sehari-hari melalui relasi
Bourdieu
• Power yang opresif menghasilkan kelas dan kesenjangan. Power
semacam ini adalah akar systematic racism dan diskriminasi sosial. Menciptakan the privileged dan the other.
• Pierre Bourdieu adalah Marxist yang melihat kesenjangan lebih dari
sekedar privilege ekonomi atau sumberdaya. Kapasitas survival individu, misalnya, tidak hanya tergantung pada status sosioekonominya saja, tapi pada proses relasi yang lebih terlokalisasi, budaya, faktor geografis, dan jaringan sosial (social network). Bahkan bisa jadi karena displaced
identity.
• “…In terms of the three main dimensions of power in the western
capitalist nations – class, race and gender – there is considerable evidence to indicate that those at the powerless ends – the working class, black
people and women – tend to be more prone to psychological problems. The precise extent to which this distribution is a product of these power relations
Contoh…
The experience of the Hearing Voices movement in
the UK has been that
new members coming
to a
meeting may typically introduce themselves as
‘I’m
John. I’m a schizophrenic’
, and only later, after
much support from other group members, start to
reclaim a range of more positive identities, such as
‘I’m John. I’m a Manchester City supporter. I
am a father…’
Hearing voices then becomes
Power
yang produktif
• Mengandung dua filosofi; alliance dan solidarity (Arendt, 1963;
Surrey, 1991).
• Dengan menggelorakan semangat solidaritas pada kaum tertindas,
maka sama dengan memberi mereka ‘suara’ untuk melakukan perubahan.
• Pembentukan organisasi seperti Komunitas Peduli Schizophrenia
Internalisasi relasi
power
• Individu yang berada dalam relasi power yang sifatnya protective,
akan menginternalisasi kapasitas dan strategi untuk melakukan
self-nurturing ketika berada dalam situasi ketertindasan.
• Sedangkan individu yang berada dalam relasi power yang sifatnya
co-operative, akan menginternalisasi keterbukaan dalam menerima dan memberi dukungan bagi orang lain.
• Sebaliknya, individu yang mengalami relasi power yang collusive
dan oppressive, maka akan menginternalisasi perasaan inferior dan rendah diri, akibat pandangan bahwa dirinya adalah alien. Efeknya learned helplessness, rendahnya harga diri dan depresi.
Kewarganegaraan, rasionalitas dan
demonisasi
mental illness
• Prinsip dasar kewarganegaraan adalah partisipasi. Dalam era
Demokrasi, partisipasi masyarakat akan mendorong good
governance, atau juga yang disebut dengan demokrasi deliberatif.
• Untuk ‘diakui’ sebagai warga negara, individu harus menunjukkan
kemampuan regulasi diri, yang ditunjukkan dengan kepatuhan terhadap konsensus (hukum), menunjukkan tanggungjawab dan komitmen.
• Anggota kelompok dominan biasanya menguasai diskursus
identitas superior, bahwa kelompoknya adalah yang ‘rasional’ dan ‘bertanggungjawab’, sedangkan kelompok subordinat lainnya
memiliki karakteristik yang sebaliknya.
• Sehingga tidak heran, pada awal era demokrasi, kelompok
tertindas seperti wanita dan kulit hitam tidak boleh mengakses
…cont’d
“…In response to
situations
where processes of
self-regulation
may be seen to be
fragile
or breaking down,
modernity
has required
strategies
for
‘correcting’
deviance
and
rehabilitating
people as
rational
and
docile
subjects
. This has typically been achieved through
devolving power
to a burgeoning army of professionals,
whose role it is to
induce
and
coerce
people into
conformity within an array of medical, educational, legal,
psychological and social care discourses – ideally in away
that avoids the naked threat of force as far as possible and
within a social construction in which professionals are seen
as acting in people’s best interests…
” (Foucault, 1967,
Pemberdayaan dan pemulihan
• Restructuring power merupakan proses yang amat penting untuk
memulihkan ODGM.
– Dengan cara mempraktikkan productive dan co-operative power
• Identifikasi Pierre Bourdieu mengenai modal sosial dan kultural
dapat membantu kita untuk mengidentifikasi sumberdaya kunci yang dapat kita gunakan untuk mengubah powerlessness dan
social exclusion, menjadi empowerment dan social inclusion.
• Challenging dominant identities mungkin yang harus dilakukan