Modal Sosial dan Kesehatan
Mental
Kesehatan Mental Komunitas
Rizqy Amelia Zein
Modal sosial
• Pendekatan sistem (ecological theory – Brofenbrenner), dapat menggambarkan
pengaruh social network terhadap individu.
– Dalam sosiologi, social network merupakan bagian dari konsep modal sosial (social capital).
• Modal sosial merupakan konstruk yang menghubungkan antara social ties dengan
struktur sosial yang lebih luas.
– Social ties dapat berupa ikatan keluarga, kerabat, tetangga, atau orang lain yang memiliki shared
interest dengan kita (extended community)
• Cognitive social capital merupakan konsep modal sosial dalam skala individual yang
merupakan “…values, attitudes, and beliefs that produces co-operative behavior.” (Colleta & Cullen 2000).
• Beberapa ahli lebih menyukai mendefinisikan modal sosial dengan pendekatan
institusional/struktural.
Structural social capital
(1)
• Dalam Sosiologi, modal sosial terlalu sering digunakan, sehingga menjadi panacea
untuk menjelaskan disintegrasi sosial di era posmodern.
• Modal sosial digunakan di berbagai konteks, seperti international development
(World Bank 2003), demokrasi dan good governance (Putnam 1993), dan tentunya dalam diskursus population health (Kawachi, et al. 1997).
• Dalam pendekatan struktural, modal sosial melibatkan tiga elemen kunci, yaitu trust
Structural social capital
(2)
• Pierre Bourdieu– ‘the aggregate of the actual or potential resources which are linked to possession of a durable
network of more or less institutionalised relationships of mutual acquaintance or recognition’ (Bourdieu 1986).
– Modal sosial, dalam asumsi Bourdieu, merupakan kapasitas individu untuk melakukan power exercise,
mendapatkan kuasa/pengaruh atas orang lain.
• James Coleman
– ‘social capital is the set of resources that inhere in family relation and in community social
organization and that are useful for the cognitive and social development’ (Coleman 1994).
– Konsep modal sosial Coleman berfokus pada kinship dan neighbourhood.
• Robert Putnam
– ‘features of social life – networks, norms, and trust – that enable participants to act together
more effectively to pursue shared objective’ (Putnam 1996).
– Modal sosial dalam konsepsi Putnam dianalogikan sebagai ‘social glue’ yang merekatkan
Modal sosial dan kesehatan mental (1)
• Mayoritas peneliti kesehatan mental mengadopsi konsep modal sosial (Putnam)
tanpa disertai pemikiran kritis dan mengasumsikan modal sosial dapat dimanfaatkan oleh semua anggota komunitas, tanpa terkecuali.
• Padahal, modal sosial memiliki dua elemen.
– Structural (‘…regulated networks that foster mutually beneficial relationships..’) vs cognitive
elements (‘…value system that is shared by members of a community and fosters participation in social relationship) (Tew 2005).
– Bridging (‘..links diverse groups and people – weak ties and outward focus..’) vs bonding social
Modal sosial dan kesehatan mental (2)
• Banyak studi menyebutkan modal sosial berperan penting dalam meningkatkan
motivasi individu untuk mengadopsi perilaku sehat (Campbell, Wood & Kelly 1999).
• Rendahnya level trust (komponen kognitif) dan group membership (komponen
struktural) dalam suatu komunitas, diasosiasikan dengan tingginya angka kematian (Kawachi, et al. 1997).
• Di Rusia, modal sosial (dioperasionalisasi dengan mengukur level trust pada
pemerintahan daerah, partisipasi politik, angka kriminalitas & perceraian, konflik di tempat bekerja) dapat memprediksi angka mortalitas dan harapan hidup (Kennedy, et al. 1998).
• Modal sosial (diukur dengan neighbourhood perception) berkorelasi kuat dengan
Bonding
vs
bridging social capital
(1)
• Bonding social capital yang baik dapat berdampak positif bagi kesehatan mental
individu.
– Relasi dekat yang sehat dan adanya mutual responsibility dapat berefek adanya komitmen untuk
melindungi individu/anggota komunitas yang rentan.
• Norma sosial dan trust yang intens terbentuk dalam komunitas, akan mendorong
help-seeking behavior.
– Suatu studi di US menyebutkan individu yang tinggal di komunitas dengan modal sosial yang baik
Bonding
vs
bridging social capital
(2)
• Namun, bonding social capital, justru kurang bekerja dengan baik untuk merekatkan
masyarakat yang majemuk, karena cenderung membuat masyarakat menjadi intoleran dengan perbedaan.
– Hal ini menjelaskan mengapa angka kejadian Skizofrenia yang dialami individu yang berasal dari
etnis minoritas di US (Latina, African-American, Asian-American), cenderung lebih tinggi ketika mereka tinggal di daerah yang mayoritas ditinggali orang kulit putih (Boydell, et al. 2001).
– Oleh karena itu, bonding social capital tidak selalu dianggap sebagai public good, terutama dalam
masyarakat yang majemuk.
• Sebaliknya, bridging social capital cenderung lebih baik untuk menimbulkan social
inclusion, karena mendorong individu membentuk relasi sosial dengan individu yang berasal dari kelompok sosial yang bervariasi.
– Suatu studi menyebutkan, bridging social capital berguna bagi ODGM untuk mendapatkan
Structural
vs
cognitive social capital
• Structural social capital merupakan interaksi dinamis antara trust, social network,
dan social norms yang menjadi modalitas terjadinya social/collective action (partisipasi dalam kerangka civil society) (Putnam 1995).
• Cognitive social capital komponen modal sosial pada level individual (trust yang
dimiliki seseorang dalam interaksinya dengan orang lain, reciprocity dalam relasi sosial) (Harpham 2008).
• Dalam kesehatan mental, cognitive social capital yang lebih banyak digunakan untuk
menjelaskan emergence dan re-emergence persoalan kesehatan mental.
– Misalnya, suatu studi menyebutkan lemahnya cognitive social capital, yang dioperasionalisasi
Cognitive social capital
• Social ties, merupakan konstruk turunan dari cognitive social capital, merupakan
komponen utama dalam membentuk individu yang sehat mental (Kawachi & Berkman 2001).
• Individu dengan intergrasi sosial yang baik, akan meningkatkan harapan hidupnya
sampai dengan lima tahun lebih lama (Berkman & Syme 1979)
• Dukungan sosial ditemukan sebagai buffering effect, mencegah depresi (Brown, et
al. 1986), dan perceived lack of support meningkatkan peluang individu menderita simtom neurotik.
• Dalam berbagai masalah kesehatan mental, dukungan sosial dan social ties besar
Kritik (1)
• Modal sosial sering diasumsikan sebagai public good, padahal kenyataannya tidak
sesederhana itu.
– Terutama pada bonding social capital, dimana masalah sosial (seperti prasangka dan diskriminasi)
justru sering muncul dalam masyarakat majemuk.
• Konsep modal sosial, meskipun amat membantu untuk menyelesaikan persoalan
epidemiologis yang kaitannya dengan isu kesenjangan geografis/sosioekonomi dalam pelayanan kesehatan, cenderung kurang mengakomodasi aspek diversitas masyarakat.
• Dalam studi epidemiologis, peneliti cenderung mengasumsikan modal sosial sebagai
proxy konteks sosial dimana individu tsb menjalani kehidupannya.
– Contohnya, peneliti mengasumsikan bahwa hanya orang miskin yang tinggal di area kumuh
Kritik (2)
• Asumsi ini rentan menjadi ecological fallacy.
– Kesalahan logika akibat mengasumsikan tiadanya diferensiasi kelas dalam satu lokasi yang
spesifik.
– Padahal kota besar seperti Jakarta atau Surabaya, ada banyak lokasi dimana kelas sosial anggota
masyarakatnya cenderung bercampur.
• Ecological fallacy merupakan sumber bias peneliti, terutama ketika ia
menginvestigasi kaitan antara domisili dengan kualitas interaksi individu dengan jejaring sosialnya.
– Relasi sosial merupakan prediktor utama atas emergence dan re-emergence persoalan kesehatan
Kritik (3)
• Mengoperasionalisasi (mengukur) konsep modal sosial bukan pekerjaan mudah.
– Pengukuran yang dilakukan di banyak studi cenderung simplistik, meniadakan kompleksitas
konsep asalnya.
• Penggunaan desain cross-sectional survey dalam menginvestigasi kaitan antara
modal sosial dengan kesehatan (mental) bukan pilihan yang tepat secara metodologi.
– Tidak ada model pengukuran modal sosial yang sifatnya ekologis, seperti teorinya.