• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Tekanan Darah Pada Pasien Psoriasis Vulgaris Di Poliklinik Kulit & Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Tekanan Darah Pada Pasien Psoriasis Vulgaris Di Poliklinik Kulit & Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis

2.1.1. Deskripsi Umum / Definisi

Psoriasis merupakan suatu penyakit inflamasi kronik pada kulit, dengan dasar genetik yang kuat, disertai adanya perubahan secara kompleks pada pertumbuhan dan perkembangan epidermal, diikuti perubahan biokimia, imunologi, abnormalitas vaskular, serta sistem saraf yang masih belum diketahui bagaimana hubungannya (Gudjonsson et al., 2008).

Psoriasis ditandai dengan adanya lesi berupa makula eritem berbatas tegas, ditutupi oleh skuama kasar berlapis, berwarna putih seperti mika, disertai fenomena tetesan lilin dan tanda Auspitz (Siregar, 2000).

2.1.2. Etiologi

Menurut Siregar (2000), Ada beberapa faktor predisposisi dan pencetus yang dapat menimbulkan penyakit ini.

Faktor – faktor predisposisi :

1. Faktor herediter bersifat dominan autosomal dengan penetrasi tidak lengkap. 2. Faktor – faktor psikis, seperti stress dan gangguan emosi.

3. Infeksi lokal. Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga, tuberkulosis paru, dermatomikosis, artritis, dan radang menahun ginjal.

4. Penyakit metabolik, seperti diabetes mellitus yang laten. 5. Gangguan pencernaan, seperti obstipasi.

(2)

Faktor – faktor provokatif yang dapat mencetuskan atau menyebabkan penyakit ini bertambah hebat ialah :

1. Faktor Trauma. Gesekan dan tekanan pada kulit sering dapat menimbulkan lesi psoriasis pada tempat trauma, dan ini disebut fenomena Koebner.

2. Faktor infeksi. Infeksi streptokokus di faring dapat merupakan faktor pencetus pada penderita dengan presdisposisi psoriasis. Pada bentuk psoriasis ini, sebaiknya dilakukan apusan tenggorokan untuk mencari infeksi lokal. Apabila infeksi tenggorokan sembuh, biasanya psoriasisnya juga akan sembuh.

3. Obat – obatan. Obat kortikosteroid merupakan obat bermata dua. Pada permulaan, kortikosteroid dapat menyembuhkan psoriasis, tetapi apabila obat ini dihentikan penyakit akan kambuh kembali, bahkan lebih berat daripada sebelumnya menjadi psoriasis pustulosa atau generalisata. Obat lain seperti antimalaria (klorokuin) dan obat antihipertensi betablocker dapat memperberat penyakit psoriasis.

4. Sinar ultraviolet dapat menghambat pertumbuhan sel – sel epidermis, tetapi apabila penderita sensitif terhadap sinar matahari, malahan penyakit psoriasis akan bertambah hebat karena reaksi isomorfik.

5. Stres psikologis. Pada sebagian penderita, faktor stres dapat menjadi faktor pencetus. Penyakit ini sendiri dapat menyebabkan gangguan psikologis pada penderita, sehingga menimbulkan satu lingkaran setan, dan hal ini memperberat penyakit. Sering pengobatan psoriasis tidak akan berhasil apabila faktor stres psikologis ini belum dapat dihilangkan.

(3)

2.1.3. Patogenesis

Dalam proses terjadinya psoriasis, faktor genetik dan faktor imunologi merupakan dua hal penting yang memiliki pengaruh besar terhadap perjalanan penyakit ini.

1. Faktor genetik

Hal yang menyokong adanya faktor genetik adalah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA (Human Leukocyte Antigen). Psoriasis tipe I (awitan dini, bersifat familial) berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II (awitan lambat, bersifat nonfamilial) berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27 (Djuanda, 2010).

2. Faktor Imunologi

(4)

Berikut gambar yang dapat menjelaskan bagaimana pengaruh faktor imunologi terhadap kejadian psoriasis.

Gambar 2.1. : Pengaruh faktor imunologi terhadap Psoriasis vulgaris.

(5)

Pembesaran dan pemanjangan papil dermis menyebabkan epidermo-dermal bertambah luas dan menyebabkan lipatan di bawah lapisan stratum spinosum bertambah banyak. Proses ini juga menyebabkan masa pertumbuhan kulit menjadi lebih cepat dan masa pertukaran kulit menjadi lebih pendek dari normal, dari 28 hari menjadi 3-4 hari. Stratum granulosum tidak terbentuk dan di dalam stratum korneum terjadi parakeratosis. Dengan pemendekan interval proses keratinisasi sel epidermis dan stratum basalis menjadi stratum korneum, proses pematangan dan keratinisasi gagal mencapai proses yang sempurna. Selain proses keratinisasi terganggu, proses biokimiawi di dalam masing-masing sel berubah. Dengan mikroskop elektron dapat dilihat, di dalam sel epidermis, produksi tonofilamen keratin dan butir-butir keratohialin berkurang dan adenosin 35 monofosfat (AMP siklik) pada lesi psoriasis berkurang. Ini sangat penting dalam pengaturan aktivitas mitosis sel epidermis (Siregar, 2000).

2.1.4. Gambaran Klinis

Psoriasis memiliki ciri khas atau disebut tanda klasik yaitu lesi yang berwarna kemerahan (eritema), berbatas tegas lesi ditutupi oleh skuama kasar berlapis, berwarna putih seperti mika.

Lesi dari psoriasis ini memiliki predileksi di daerah scalp, kuku, permukaan ekstensor dari ekstremitas atas dan bawah, regio umbilikal, dan juga sakrum (James et al., 2006). Biasanya, lesi bersifat simetris, walau terkadang dijumpai unilateral (Gudjonsson et al., 2008). Perasaan subjektif seperti rasa gatal atau terbakar juga sering dikeluhkan oleh penderita (James et al., 2006).

(6)

Psoriasis yang menyerang kuku jari tangan dan kaki memberi gambaran berupa lubang kecil pada kuku yang disebut pits. Warna kuku menjadi kabur dan bagian kuku bebas agak terpisah dari dasarnya oleh karena terbentuk zat tanduk subungual. Umumnya, kelainan kuku dimulai dari bagian distal dan menyebar ke bagian proksimal, hingga terjadi onikolisis. Mukosa hampir tidak pernah terkena penyakit ini, kemungkinan karena pertumbuhan epitel mukosa mirip dengan petumbuhan kulit yang psoriasis (Siregar, 2000).

Gambar 2.2. : Karakteristik kulit pada Psoriasis vulgaris.

(7)

2.1.5. Diagnosis

Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, tanda Auspitz dan fenomena Koebner (isomorfik). Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores (Djuanda, 2010). Dibawah skuama tersebut, pada lapisan kulit terdapat eritem homogen yang mengkilat, akan dijumpai tanda perdarahan apabila terjadi pelepasan atau trauma pada kulit akibat adanya vasodilatasi dari pembuluh darah dibawahnya. Hal tersebut dikenal sebagai Auspitz’s sign (Gudjonsson et al., 2008). Trauma pada kulit penderita psoriasis, misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis dan disebut fenomenon Koebner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu (Djuanda, 2010).

Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu dianggap khas, sedangkan yang terakhir tidak khas, hanya sekitar 47% yang positif dan didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus dan veruka plana juvenilis (Djuanda, 2010). Fenomena Koebner biasa terjadi setelah 7-14 hari pasca trauma. (Gudjonsson et al., 2008).

Pemeriksaan histopatologi juga memegang peranan yang penting dalam penegakkan diagnosa psoriasis. Pada plak psoriasis, foci neutrofil berjumlah sangat banyak dan biasanya membentuk mikroabses munro pada stratum korneum. Lapisan granular menghilang akibat parakeratosis. Pada plak yang telah berkembang sempurna, dapat dijumpai akantosis epidermal dengan pemanjangan rete ridges, penipisan dermal papillae, dan juga pelebaran dari pembuluh darah kapiler dalam dermal papillae. Dua hal yang disebutkan sebelummya memiliki pengaruh besar terhadap penemuan Auspitz’s sign (James et al., 2006).

2.1.6. Bentuk Klinis

(8)

2.1.6.1. Psoriasis Vulgaris

Bentuk ini ialah yang lazim terdapat karena itu disebut vulgaris, dinamakan pula tipe plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak. Tempat predileksinya seperti yang telah diterangkan diatas.

2.1.6.2. Psoriasis Gutata

Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili.

2.1.6.3. Psoriasis Inversa (psoriasis fleksural)

Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor sesuai dengan namanya.

2.1.6.4. Psoriasis Eksudativa

Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering tetapi pada bentuk ini kelainanya eksudatif seperti dermatitis akut.

2.1.6.5. Psoriasis Seboroik (seboriasis)

Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak, selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik.

2.1.6.6. Psoriasis Pustulosa

(9)

2.1.6.7. Eritroderma psoriatik

Eritroderma psoriatik dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema dengan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi psoriasis masih tampak samar-samar, yakni lebih eritematosa dan kulitnya meninggi.

2.2. Tekanan Darah

Tekanan darah didefinisikan sebagai tekanan hidrostatik yang dihasilkan akibat adanya penekanan pada dinding pembuluh darah (Tortora, 2012). Istilah tekanan darah yang sering dipakai sebenarnya lebih ditujukan pada tekanan arterial. Tekanan darah dipengaruhi oleh dua hal, yaitu Cardiac output (CO) dan juga Total Peripheral Resistance (TPR). Cardiac output itu sendiri ditentukan oleh Stroke volume (SV) dan Heart Rate (HR). Stroke volume dipengaruhi oleh kontraktilitas jantung, afterload, dan preload (Lee, 2011).

Gambar 2.3. : Faktor – faktor yang mempengaruhi tekanan darah.

(10)

Tekanan arteri rata-rata dapat diperoleh melalui perhitungan berikut (Sherwood, 2010) :

Tekanan arteri rata – rata = tekanan darah diastolik + 1/3 (tekanan darah 

sistolik – tekanan darah diastolik) 

 

Tekanan darah seseorang dapat diukur dengan menggunakan stetoskop dan sfigmomanometer. Pada saat melakukan pengukuran, akan didapati tekanan darah sistolik dan diastolik. Yang dimaksud dengan tekanan darah sistolik adalah tekanan darah tertinggi yang dicapai arteri selama sistol, sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan darah terendah yang dicapai arteri selama diastol (Tortora, 2012).

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa.

Klasifikasi TD TD sistolik (mmHg) TD diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99

Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 ≥ 100

Sumber : Department of Health and Human Services. 2003. The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. The National Heart, Lung, and Blood Institute, The Executive Committee.

(11)

2.3. Psoriasis terhadap peningkatan tekanan darah

Beberapa dekade belakangan ini, studi epidemiologis menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara psoriasis dan kejadian penyakit kardiovaskular dimana salah satu penyebabnya adalah akibat peningkatan tekanan darah. Hal tersebut diperkuat oleh salah satu penelitian yang dilakukan oleh Cohen et al. (2010) yang menunjukkan hasil yang cukup signifikan bahwa 38,8% pasien psoriasis menderita hipertensi dibandingkan 29,1% pada kontrol.

Berdasarkan data penelitian, dibandingkan dengan pasien hipertensi tanpa psoriasis, pasien psoriasis dengan hipertensi memiliki kemungkinan 5 kali lebih

besar untuk mendapatkan monotherapy antihypertensive regimen (95 % CI 3,607,05), kemungkinan 9,5 kali lebih besar untuk mendapatkan dual

antihypertensive regimen (95% CI 6,68 – 13,65), 16,5 kali lebih besar untuk mendapatkan triple antihypertensive regimen (95% CI 11,01 – 24.84), dan 19,9 kali lebih besar untuk mendapatkan quadruple antihypertensive regimen atau centrally-acting agent pada analisis multivariable setelah menyesuaikan berbagai faktor resiko, sehingga didapatkan kesimpulan bahwa hipertensi pada pasien psoriasis cenderung lebih sulit untuk dikontrol (Armstrong et al., 2011).

Patofisiologi terjadinya peningkatan tekanan darah pada psoriasis vulgaris belum diketahui secara pasti. Salah satu faktor yang menyumbang peran besar dalam kejadian tersebut adalah endothelin-1, yang merupakan suatu peptida yang dihasilkan oleh keratinosit akibat autokrin dari growth factor sel tersebut dan proses inflamasi pada psoriasis. Endothelin-1 memiliki efek vasokonstriksi sistemik yang sangat poten dan berkontribusi sangat besar dalam kejadian peningkatan tekanan darah (Wakkee et al., 2007).

(12)

Peningkatan kadar ACE dalam tubuh pasien psoriasis akan menyebabkan dua hal penting, yaitu peningkatan jumlah angiotensin-II (akibat banyaknya angiotensin-I yang dikonversi) dan juga inaktifasi dari bradikinin, dimana bradikinin memiliki efek vasodilatasi dari pembuluh darah yang sangat poten dengan cara meningkatkan produksi dari NO (Nitric Oxide), meningkatkan permeabilitas kapiler, dan juga menstimulasi produksi dari IL-6 dan IL-8 (Hayashi et al., 2000). Selain itu, ACE juga mendegradasi substansi P (SP), dan pada akhirnya berpengaruh terhadap perkembangan dari psoriasis.

Angiotensin-II dipercaya memiliki efek vasokonstriksi yang sangat kuat pada kapiler pembuluh darah dalam tubuh dan juga sintesis dari IL-6 dan IL-8 yang memilik efek proinflamasi (Kranzhofer et al., 1999). Hal tersebut turut memberi peranan penting dalam peningkatan tekanan darah pada pasien psoriasis.

Gambar 2.4. : Angiotensin II menghasilkan Oksidatif stress.

(13)

NADPH oksidase juga ikut teraktivasi oleh berbagai stimulus patofisiologis, termasuk peningkatan angiotensin-II, untuk menghasilkan radikal oksigen bebas (O2-) yang akan menghasilkan senyawa peroksinitrit (OONO-). Peristiwa tersebut akan menyebabkan destruksi dari NO pada endotel pembuluh darah (endothelium-dependent vasodilatation loss), mengaktivasi respon inflamasi yang pada akhirnya akan menyebabkan hipertensi (Sowers, 2002), dan juga memperparah kondisi dari psoriasis itu sendiri.

Selain mediator – mediator inflamasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, faktor-faktor lain seperti riwayat merokok, riwayat hipertensi pada keluarga dan penggunaan obat-obatan oleh responden juga dapat mempengaruhi tekanan darah pada pasien psoriasis vulgaris.

Penelitian yang dilakukan oleh Naldi et al. (2005) menunjukkan bahwa setiap orang yang memiliki riwayat merokok 1,6 kali lebih beresiko untuk terjadinya psoriasis vulgaris. Merokok itu sendiri juga dapat meningkatkan kadar oksidatif LDL, menurunkan kadar HDL di sirkulasi darah, disfungsi endotel, serta meningkatkan platelet adhesiveness, yang akan menyebabkan vasokonstriksi sehingga mempercepat terjadinya plak aterosklerotik, dan pada akhirnya beresiko untuk meningkatkan tekanan darah (Strom & Libby, 2011).

Seseorang yang memiliki riwayat hipertensi pada keluarganya juga memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami peningkatan tekanan darah di kemudian harinya, terutama first-degree family members. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, terdapatnya faktor keturunan yang berhubungan dengan kejadian hipertensi seperti diabetes mellitus dan peningkatan kadar kolesterol serum. Kedua, keluarga memiliki budaya dan gaya hidup yang tidak jauh berbeda, seperti konsumsi garam yang tinggi, aktifitas fisik yang kurang, riwayat merokok serta mengkonsumsi alkohol. Ketiga, adanya interaksi antara genetik dan faktor lingkungan disekitarnya (Tozawa et al., 2001).

(14)

Gambar

Gambar 2.1.  :  Pengaruh faktor imunologi terhadap Psoriasis vulgaris. Sumber  : Nestle, F.O., Kaplan, D.H., Barker, J., 2009
Gambar 2.2. : Karakteristik kulit pada Psoriasis vulgaris. Sumber  : Schön, M.P., Boehncke, W.H., 2005
Gambar 2.3. :  Faktor – faktor yang mempengaruhi tekanan darah.
Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa.
+2

Referensi

Dokumen terkait

“Untuk permasalahan atau ham batan yang berasal dari masyarakat atau umat, maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan mengutamakan yang namanya musyawarah dalam

Pada hari ini Minggu tanggal 30 bulan September tahun 2012, pukul 13.00 WIB bertempat di Kantor Wilayah Kementerian Provinsi Agama DKI Jakarta, Pokja Pengadaan

[r]

[r]

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

Undangan pembuktian kualifikasi nomor Sti.06/ULP/Pokja.MP/028/X/2016 tanggal 08 Oktober 2016 dengan berita acara pembuktian kualifikasi nomor Sti.06/ULP/Pokja.MP/033/X/2016

Judul Makalah : rl'he Effects Of rrhe rrraining Method Of Super Set And Compound Set With Resting Intervals Of 30 And 120 Seconds Between The Sets To&#34;'ards I-Iealth

Rancangan pengembangan produk yang akan dilaksanakan sebagai berikut: (1) merumuskan tujuan penggunaan produk yaitu untuk menambah kreatifitas pendidik dan