BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan
Teori keagenan (agency theory) merupakan teori yang dikembangkan
oleh Jensen dan Meckling (1976), yang menjelaskan hubungan keagenan
didefenisikan sebagai sebuah kontrak antara prinsipal (principal) dan agen
(agent). Hubungan keagenan terjadi apabila pemilik usaha (principal)
mendelegasikan wewenangnya kepada pihak manajer (agent) dan
kemakmuran pemilik dipengaruhi oleh keputusan yang diambil oleh
manajemen.
Pendelegasian wewenang dari pemilik kepada manajemen kadang kala
menimbulkan masalah, dalam artian bahwa kepentingan antara pemilik dan
manajemen berbeda. Dalam hal lain, pemilik tidak dapat secara sempurna
dan mudah untuk memonitor segala tindakan ataupun keputusan dari
manajemen dan juga pemilik tidak dapat memiliki informasi yang dimiliki
agen secara keseluruhan. Masalah yang muncul ini menyebabkan adanya
agency problem yang merupakan kemungkinan perilaku oportunistik atas
manajemen yang berkerja untuk memberikan kemakmuran kepada pemilik.
Hal ini dikarenakan antara prinsipal dan agen memiliki kesempatan yang
Anthony dan Govindarajan (2009) juga memiliki pendapat yang sama
dengan Jensen dan Meckling mengenai teori agensi. Mereka berasumsi
antara individu satu dengan lainnya, bertindak karena terdapat motivasi
untuk mencapai kepentingan masing-masing sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antara principal dan agent. Pihak manajemen (agent)
menginginkan kompensasi yang tinggi atas pekerjaannya, berupa gaji,
tunjangan, bonus, ataupun insentif lainnya yang diharapkan dari pemilik
usaha (principal) sehingga memacu manajemen dalam meningkatkan
kinerjanya. Sedangkan pemilik usaha (principal) mengharapkan adanya
pengembalian yang menguntungkan atas modal yang telah dikeluarkan
dalam menjalankan perusahaannya.
Jensen dan Meckling (1976) memunculkan biaya keagenan (agency
cost) guna untuk mengatasi konflik keagenan. Agency cost terjadi untuk
melindungin kepentingan pemilik dan untuk mengurangi kemungkinan
bahwa agen berprilaku menyimpang. Agency cost dibagi menjadi beberapa
bagian, yaitu (1) monitoring costs, yang merupakan biaya yang dikeluarkan
pemilik usaha (principal) untuk memonitor perilaku dan kinerja dari
manajemen (agent); (2) bonding costs, merupakan pembatasan yang
diberikan kepada manajemen (agent), berupa hukuman yang diberikan
kepada manajemen karena menyimpang dari kepentingan pemilik ataupun
biaya yang diberikan kepada manajemen karena tercapainya kepentingan
pemilik; (3) residual loss, merupakan kerugian yang muncul karena adanya
adanya pengorbanan yang berupa berkurangnnya kemakmuran dari pemilik
usaha (principal).
Untuk meminimalkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen
ini, maka muncullah kebutuhan akan adanya pihak ketiga yang independen.
Seorang auditor ditunjuk untuk menjadi pihak ketiga dengan tujuan
memeriksa dan memberikan jaminan terhadap laporan keuangan yang
dibuat oleh pihak manajemen dan hasilnya akan diserahkan kepada pemilik
usaha. Audit atas laporan keuangan merupakan salah satu bentuk
pengawasan kepada manajemen oleh pemilik usaha, hasil audit inipun
berguna untuk meminimalkan kesenjangan informasi antara pemilik usaha
(principal) dengan manajemen (agent). Adanya auditor sebagai pihak ketiga
antara prinsipal dan agen, diharapkan agar hasil audit yang diberikan juga
berkualitas dan dapat dipercaya, karena hasil audit inilah yang nantinya
akan diandalkan sebagai informasi bagi pemilik usaha maupun manajemen
dalam mengambil keputusannya masing-masing.
2.1.2.Independensi Auditor
Menurut Mulyadi (2009 : 26) menjelaskan bahwa
independensi berarti sikap mental bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Sesuai dengan Standar Umum kedua SA seksi 220 menyatakan
“dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam
kedua ini mengharuskan auditor agar dapat mempertahankan sikap
independen, yang berarti bahwa seorang auditor tidak boleh mudah untuk
dipengaruhi dalam menjalankan tugasnya. Seorang auditor tidak dibenarkan
untuk memihak terhadap pihak manapun, agar auditor tersebut dapat
mempertahankan kebebasan pendapatnya. Penunjukan auditor pada sebuah
perusahaan, sering dilaksanakan oleh dewan komisaris, rapat umum
pemegang saham, atau komite audit, hal ini guna untuk menekankan
independensi auditor dari menejemen.
Indepensi auditor merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi, agar
seorang auditor mampu menghasilkan laopran audit yang handal dan
berkualitas bagi pihak yang memerlukan hasil audit tersebut.
2.1.3.Kualitas Audit
Menurut Hartadi (2012) “kualitas merupakan komponen
profesionalisme yang benar-benar harus dipertahankan oleh akuntan publik
profesional”. Independensi merupakan komponen yang harus dipertahankan,
karena dengan adanya sikap yang independen pada seorang akuntan publik,
maka dia akan lebih mengutamakan kepentingan publik diatas kepentingan
manajemen ataupun kepentingan auditor itu sendiri dalam pembuatan
laporan audit.
Al-Thuneibat et al (2011) menyatakan “tujuan dasar proses audit
adalah untuk mempertinggi kualitas proses pelaporan keuangan melalui
penyediaan audit dengan perbaikan kualitas”. Hal ini menegaskan bahwa
Agar dapat menghasilkan audit laporan keuangan yang berkualitas, seorang
auditor harus memiliki sikap independen yang berarti mengutamakan
kepentingan publik, tanpa berpihak pada pihak manapun.
Menurut De Angelo (1981) kualitas audit adalah
“kemungkinan/probabilitas auditor mampu mengungkapkan dan
melaporkan suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi
kliennya”.Pengungkapan dan pelaporan pelanggaran adalah sikap yang
membutikan bahwa auditor itu independen dan dengan adanya sikap yg
independen ini, kita menyimpulkan bahwa auditor tersebut mampu
melakukan audit laporan keuangan yang memiliki kualitas.
Selain sikap independen ini, seorang auditor juga harus mampu
melaksanakan tugasnya dengan berpedoman pada standar auditing dan kode
etik akuntan publik yang releven untuk tercapainya hasil audit yang baik
dan berkualitas. Sebuah hasil audit laporan keuangan yang berkualitas akan
menambah nilai dari sebuah perusahaan, hasil audit ini akan dijadikan tolak
ukur bagi para investor dalam melakukan investasi dan juga menjadi alat
dalam mengambil keputusan bagi pihak manajemen.
2.1.4.Spesialisasi Auditor
Siregaret al. (2011) menjelaskan bahwa seorang auditor yang
memiliki spesialisasi dan keahlian spesifik pada industri akan cenderung
mempunyai kemampuan untuk mendeteksi kesalahan atau ketidaknormalan,
tersebut. Seorang auditor dalam melakukan audit laporan keuangan dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitasnya jika memiliki keahlian spesifik.
Demi meningkatkan kualitas hasil audit laporan keuangan, akuntan
publik harus bisa melakukan spesialisasi auditor pada saat mengaudit.
Kusharyanti (2003) menjelaskan bahwa seorang auditor berfungsi sebagai
pihak yang mampu memastikan integritas atas angka-angka akuntansi yang
terdapat didalam laporan keuangan.Akuntan sebagai pihak yang
memberikan kepastian harus memiliki pengetahuan yang tidak hanya
berkaitan dengan pengauditan dan akuntansi saja, melainkan seorang auditor
juga harus memiliki pengetahuan mengenai jenis industri klien. Pada saat
seorang auditor mengaudit perusahan perbankan, walaupun prinsip yang
digunakan sama dengan mengaudit perushaan manufaktur, namun ada
perbedaan dalam hal sifat bisnis, prinsip akuntansi, sistem akuntansi, dan
peraturan pajak yang berlaku. Karena adanya perbedaan inilah seorang
auditor diharuskan memiliki pengetahuan mengenai karakteristik insudtri
tertentu yang dapat mempengaruhi kualitas dari hasil audit laporan
keuangan.
Menurut Fitriany (2012) kantor akuntan publik yang memiliki banyak
klien dalam industri yang sama akan memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang lebih baik mengenai internal kontrol perusahaan, resiko bisnis
perusahaan, dan juga risiko audit pada industri tersebut. Auditor yang
memiliki spesialisasi dalam industri tentunya memiliki pemahaman yang
spesialisasi, dan tentunya hasil audit laporan yang dihasilkan juga pasti
berbeda.
Auditor yang memiliki spesialisasi dalam bidang tertentu akan lebih
memungkinkan untuk mendeteksi adanya kesalahan, kekeliruan maupun
penyimpangan dalam melakukan audit, dibandingkan dengan auditor yang
tidak memiliki spesialisasi.
2.1.5.Ukuran Perusahaan Klien
Pada umumya ukuran perusahaan biasanya diukur dengan total aset,
pendapatan, penjualan, atau jumlah karyawan dari perusahaan klien.
Perusahaan yang besar pasti memiliki aktivitas operasional dan pendapatan
yang tinggi. Karena aktivitas operasional yang tinggi inilah maka
perusahaan besar tentunya memiliki sistem pengendalian internal yang lebih
memadai dibandingkan dengan perusahanan yang lebih kecil dan memiliki
aktivitas operasional yang tidak terlalu tinggi. Keputusan ketua Bapepam
No. Kep. 11/PM/1997 menjelaskan bahwa perusahaan kecil dan menengah
berdasarkan aktiva (kekayaan) adalah badan hukum yang memiliki total
aktiva tidak lebih dari seratus milyar, sedangkan perusahaan besar adalah
badan hukum yang total aktivanya diatas seratus milyar.
Nugrahani (2013) membagi ukuran perusahaan menjadi tiga bagian
yaitu perusahaan besar (large firms); perusahaan menengah (medium firms);
dan perusahaan kecil (small firms). Total asset perusahaan merupakan
ukuran yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam penelitian ini untuk
Bagi perusahaan besar peningkatan kualitas audit sangat bermanfaat
positif untuk membuktikan kepada para investor bahwa pengendalian
internal dari perusahaan tersebut terbukti bagus. Pada perusahaan kecil
peningkatan kualitas audit akan lebih memberikan manfaat positif kepada
para investor, karena hasil audit atas laporan keuangan tersebut
membuktikan bahwa sistem pengendalian internal dari perusahaan kecil
tersebut juga tidak kalah dengan perusahaan besar, dan ini berdampak pada
peningkatan kepercayaan para investor untuk berinvestasi di perusahaan
tersebut.Perusahaan kecil membutuhkan auditor yang memiliki sikap
independensi dalam mengaudit laporan keuangan mereka. Semakin besar
suatu perusahaan, maka semakin tinggi pula minat perusahaan tersebut
dalam memilih auditor yang memegang teguh sikap independensi, agar
laporan keuangan yang diaudit memiliki peningkatan kualitas audit.
2.1.6.Auditor Switching
Menurut Giri (2010) yang menjelaskanbahwa dengan adanya kasus
Enron yang melibatkan kantor akuntan publik (KAP) internasional Arthur
Anderson (AA) maka di Indonesia dilakukan peraturan tindakan pergantian
auditor secara wajib. Penerapan ketentuan tentang adanya rotasi mandatory
ini dengan tujuan supaya dapat meningkatkan independensi auditor baik
secara tampilan maupun secara fakta. Rotasi mandatory ini diharapkan
dapat berpengaruh signifikan pada praktik pengauditan yang dilakukan oleh
Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan rotasi mandatory di
Indonesia dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
423/KMK.06/2002 yaitu “pemberian jasa audit umum atas laporan
keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh KAP paling lama untuk 5
(lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling
lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut”.Kemudian peraturan tersebut
di revisi dengan mengeluarkan KMK No. 359/KMK.06/2003 dan dilakukan
revisi kembali pada tahun 2008 menjadi KMK NO. 17/KMK.01/2008
tentang Jasa Akuntan Publik yaitu “pemberian jasa audit umum atas laporan
keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6
(enam) tahun buku berturut-turut dan oleh Akuntan Publik paling lama 3
(tiga) tahun buku berturut-turut”.Peraturan rotasi mandatory auditor di
Indonesia yang pertama kali diperkenalkan oleh KMK ini menimbulkan
berbagai pro-kontra dikalangan praktisi akuntan publik.
Wajib rotasi dapat menjaga sikap independensi auditor yang akhirnya
dapat meningkatkan kualitas audit laporan keuangan.Dilain sisi, adanya
tenure yang panjang dapat menyebabkan keakraban yang berlebihan antara
auditor dengan klien, sehingga kemungkinan besar menghasilkan prosedur
audit yang tidak memadai dan memiliki ketergantugan dengan hasil audit
tahun sebelumnya. Auditor switching menjadi jalan untuk memperbaiki
keakraban yang berlebihan ini, sehingga auditor dapat melakukan audit
dengan sikap yang independen untuk tercapainya laporan audit yang
meningkatkan kepercayaan para pengguna laporan keuangan terhadap
auditor tersebut.
Penelitian Kurniasih (2014) memberi kesimpulan bahwa variabel
rotasi audit memiliki pengaruh secara signifikan positif terhadap kualitas
audit. Hasil penelitian ini semakin memperkuat bahwa dengan adanya
auditor switching dapat meningkatkan independensi seorang auditor yang
juga berkaitan dengan peningkatan kualitas dari audit suatu laporan
keuangan perusahaan.
2.1.7.Audit Fee
Gammal (2012) menjelaskan bahwa fee audit dapat didefenisikan
sebagai jumlah biaya (upah) yang dibebankan oleh auditor untuk proses
audit kepada perusahaan yang diaudit (auditee). Biasanya untuk
menentukan besarnya audit fee yang akan ditanggungkan kepada auditee,
dilakukan kontrak kesepakatan antara kedua pihak sesuai dengan waktu
dilakukannya proses audit, layanan, dan jumlah staf yang dibutuhkan untuk
proses audit. Audit feediputuskan sebelum dilakukannya audit atas laporan
keuangan tersebut.
Penelitian yang dilakukan Kurniasih (2014) membuat kesimpulan
bahwa variabel audit fee memiliki pengaruh signifikan positif terhadap
kualitas audit. Hasil kesimpulan ini menjelaskan audit fee yang dibebankan
kepada perusahaan atas jasa yang dilakukan oleh auditor yang memiliki
sikap independensi dalam melakukan audit akan berpengaruh terhadap
independen yang tinggi, dipercaya dapat menghasilkan audit laporan
keuangan yang berkualitas, dan juga dalam menghasilkan laporan audit
yang berkualitas inilah, auditor akan meminta audit fee yang lebih besar
kepada perusahaan yang diaudit (auditee).
Besarnya audit fee tidak terdapat pada peraturan manapun, dan hanya
dapat ditentukan melalui kesepakatan antara akuntan publik dengan pihak
klien atas jasa audit yang diberikan. Auditor mengharapkan audit fee yang
sesuai dengan jasa yang telah diberikan, dan klien menginginkan audit fee
yang tidak terlalu besar, sehingga tetap menguntungkan klien. Pada
umumnya di Indonesia pengungkapanaudit fee masih bersifat voluntary
disclosure (sukarela) yang artinya perusahaan bisa menyatakan besaran
audit fee pada laporan keuangan mereka ataupun tidak menyatakannya sama
sekali.
Pendapatan dari audit fee sangatlah bervariasi, hal ini dikarenakan
adanya perbedaan fee dari satu klien dengan klien lainnya. Kadangkala
kredibilitas antar sesama akuntan publik dapat rusak, apabila tidak adanya
kesepakatanfee antara klien dengan auditor. Artinya apabila klien tidak
setuju dengan jumlah audit fee dari auditor yang satu, maka klien akan pergi
mencari akuntan publik lain, yang memiliki audit fee yang lebih rendah, dan
hal inilah yang dapat merusak kredibilitas antar akuntan publik.
Berdasarkan surat keputusan ketua umum Institusi Akuntan Publik
Fee Audit menjelaskan dalam menetapkan audit fee, akuntan publik harus
mempertimbangkan hal-hal berikut :
1. Kebutuhan klien;
2. Tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties);
3. Independensi;
4. Tingkat keahlian (levels of expertise);
5. Tanggung jawab yang melekat pada pekerjaan yang dilakukan;
6. Tingkat kompleksitas pekerjaan;
7. Banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan
oleh akuntan publik dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan;
8. Basis penetapan fee yang disepakati.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Ada banyak penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berkaitan
dengan kualitas audit. Terdapat persamaan dan perbedaan variabel antara
beberapa penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan diteliti oleh peneliti.
Al-Thuneibat et al(2011) meneliti perusahaan-perusahaan yang listing di Amman
Stock Exchange pada periode 2002-2006. Variabel-variabel yang mereka analisis
adalah hubungan antara lamanya tenure dengan audit quality serta pengaruh
ukuran KAP terhadap hubungan tersebut. Untuk mengukur kualitas audit, mereka
menggunakan pendekatan akrual diskresioner sedangkan ukuran KAP diukur
dengan cara melakukan perhitungan terhadap nilai pasar dari saham. Setelah
melakukan penelitian mereka menyimpulkan bahwa tenure berpengaruh secara
Penelitian yang dilakukan Fitriany (2012) dengan variabel independen yang
terdiri dari client importance, tenur dan spesialisasi audit serta kualitas audit
sebagai variabel dependen, dilakukan perusahaan yang listing di BEI pada periode
praregulasi rotasi (1999-2001) dan periode pasca regulasi rotasi (2004-2008).
Penelitian yang menggunakan tiga model yang terletak pada variabel client
importance ini berkesimpulan bahwa adanya regulasi rotasi telah mengakibatkan
tenure akuntan publik berpengaruh negatif terhadap kualitas audit, sedangkan
untuk spesialisasi audit pada masa praregulasi berpengaruh positif signifikan
terhadap kualitas audit.
Hartadi (2012) meneliti pengaruh fee audit, rotasi kantor akuntan publik
(KAP), dan reputasi auditor terhadap kualitas audit di bursa efek Indonesia,
dengan menggunakan data dari laporan audit keuangan perusahaan manufaktur
yang tergabung dalam LQ-45 dari tahun 2004-2010. Hasil penelitian ini
menghasilkan kesimpulan bahwa berdasarkan uji statistik menggunakan regresi
linear berganda, terdapat pengaruh yang signifikan antara fee audit terhadap
kualitas audit, sementara rotasi kantor akuntan publik (KAP) dan reputasi auditor
tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Panjaitan (2014) meneliti tentang pengaruh tenure, ukuran KAP dan
spesialisasi auditor terhadap kualitas audit. Penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling untuk menentukan jumlah populasi yang akan diteliti yang
terdiri dari 193 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun
2010-2012. Penelitian ini berkesimpulan bahwa audit tenure dan spesialisasi auditor
tidaak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit atas pemeriksaan
laporan keuangan pada perusahaan-perusahaan.
Pada penelitian yang dilakukan Kurniasih (2014) tentang pengaruh fee
audit, audit tenure, dan rotasi audit terhadap kualitas audit, dengan menggunakan
populasi yang terdiri dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun
2008-2012. Populasi dan sampel penelitian ini berjumlah 230 perusahaan yang
terdiri dari peruashaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada periode 2008-2012.
Penelitian ini menghasikan kesimpulan bahwa fee audit dan rotasi audit
berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas audit sedangkan audit tenure
berpengaruh signifikan negatif terhadap kualitas audit.
Astuti (2014) meneliti tentang analisis pengaruh audit tenure, ukuran KAP,
rotasi audit dan ukuran perusahaan klien terhadap kualitas audit pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia pada periode 2009-20012.
Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling
yang menghasilkan 136 unit analisis dari tahun 2009-2012. Penelitian yang
didasarkan pada analisis data yang menggunakan regresi logistik pada tingkat
signifikansi 5% menghasilkan kesimpulan bahwa audit tenure, ukuran kantor
akuntan publik (KAP), dan rotasi audit berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kualitas audit sedangkan ukuran perusahaan klien berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap kualitas audit pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di BEI dari tahun 2009-2012.
Untuk lebih jelasnya, berikut disajikan ringkasan dari penelitian-penelitian
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu NO. Nama
Audit Tenure berpengaruh negatif terhadap Audit Quality sedangkan Firm Size tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap Audit Quality.
Tiga model pengujian yang berbeda yang terletak pada variabel Client Importance mengakibatkan Tenure berpengaruh negatif terhadap Kualitas Audit, sedangkan spesialisasi auditor pada masa pra regulasi berpengaruh positif signifikan terhadap Kualitas Audit.
Fee Audit berpengaruh secara signifikan terhadap Kualitas Audit, sedangkan Rotasi KAP dan Reputasi Auditor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Kualitas Audit.
4. Panjaitan (2014)
Pengaruh Tenure, Ukuran KAP dan Kualitas Audit sedangkan Ukuran KAP tidak
NO. Nama
Fee Audit dan Rotasi Audit berpengaruh signifikan positif terhadap Kualitas Audit sedangkan Audit Tenure berpengaruh signifikan negatif terhadap Kualitas Audit.
6. Astuti (2014)
Analisis
Pengaruh Audit Tenure, Ukuran Kantor
Audit Tenure, Ukuran Kantor Akuntan Publik, dan rotasi audit
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kualitas Audit sedangkan Ukuran Perusahaan Klien berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kualitas Audit pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada periode 2009-20012.
Sumber : Data Diolah
2.3. Kerangka Konseptual
Menurut De Angelo (1981) yang menjelaskan bahwa kualitas audit
dijadikan sebagai probabilitas bagi seorang auditor dalam mencari dan
melaporkan adanya pelanggaran pada sistem akuntansi kliennya. Bagi para
pengguna laporan keuangan, kualitas audit dari laporan keuangan tersebut
sangatlah penting bagi mereka terutama dalam mengambil keputusan untuk
Penelitian ini memiliki kerangka konseptual yang menggambarkan secara
umum rangkaian pemikiran berdasarkan pada telaah pustaka dan penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan kualitas audit. Penelitian ini menguji
pengaruh-pengaruh antara spesialisasi auditor, ukuran perusahaan klien, auditor switching,
dan audit fee terhadap kualitas audit yang terdapat pada perusahaan properti dan
real estat yang terdaftar di BEI. Kerangka konseptual dari penelitian ini dapat
dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.4. Hipotesis Penelitian
Erlina (2008) menyatakan bahwa “hipotesis adalah proposisi yang
dirumuskan dengan maksud diuji secara empiris”.Pengujian kebenaran dari
sebuah pernyataan yang dapat dinilai benar atau salahnya yang berkaitan dengan
penjelasan sebuahfenomena disebut dengan proposisi.Hipotesis dapat diartikan
juga sebagai sebuah pengungkapan yang bersifat sementara atas penelitian yang Spesialisasi Auditor
( X1 )
Kualitas Audit
( Y ) Ukuran Perusahaan Klien
( X2 )
Auditor switching ( X3 )
Audit Fee ( X4 )
H1
H2
H3
didukung dengan landasan teori dan penelitian terdahulu tentang sebuah fenomena
yang akan dibuktikan kebenarannya.
2.4.1.Pengaruh Spesialisasi Auditor terhadap Kualitas Audit
Penelitian Panjaitan (2014) menyimpulkan bahwa spesialisasi auditor
memiliki pengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit, hal ini
dikarenakan seorang auditor yang memiliki spesialisasi dalam bidang
tertentu akan lebih memungkinkan untuk menemukan adanya kesalahan,
kekeliruan maupun penyimpangan dalam melakukan audit, dibandingkan
dengan auditor yang tidak memiliki spesialisasi. Dengan adanya
kemungkinan yang lebih dalam mendeteksi kesalahan pada sebuah laporan
keuangan, maka hal ini dapat meningkatkan kualitas audit atas laporan
keuangan perusahaan.
H1 : Spesialisasi auditor berpengaruh terhadap kualitas audit.
2.4.2.Pengaruh Ukuran Perusahaan Klien terhadap Kualitas Audit Pada penelitian ini, besar kecilnya ukuran perusahaan klien dinilai dari
total asset yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Bagi perusahaan besar
peningkatan kualitas audit sangat bermanfaat positif untuk membuktikan
kepada para investor bahwa pengendalian internal dari perusahaan tersebut
terbukti bagus. Pada perusahaan kecil peningkatan kualitas audit akan lebih
memberikan manfaat positif kepada para investor, karena hasil audit atas
laporan keuangan tersebut membuktikan bahwa sistem pengendalian
besar, dan ini berdampak pada peningkatan kepercayaan para investor untuk
berinvestasi di perusahaan tersebut.
Perusahaan kecil membutuhkan auditor yang memiliki sikap
independensi dalam mengaudit laporan keuangan mereka. Semakin besar
suatu perusahaan, maka semakin tinggi pula minat perusahaan tersebut
dalam memilih auditor yang memegang teguh sikap independensi, agar
laporan keuangan yang diaudit memiliki peningkatan kualitas audit.
H2 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kualitas audit.
2.4.3.Pengaruh Auditor Switching terhadap Kualitas Audit
KMK NO. 17/KMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik
menjelaskan dalam memberi jasa audit baik KAP maupun akuntan
publiknya diwajibkan untuk melakukan pergantian, KAP paling lama untuk
6 tahun buku berturut-turut dan Akuntan Publik paling lama 3 tahun buku
berturut-turut.
Kurniasih (2014) menyimpulkan bahwa variabel rotasi audit memiliki
pengaruh secara signifikan positif terhadap kualitas audit. Hasil penelitian
ini semakin memperkuat bahwa dengan adanya auditor switching dapat
meningkatkan independensi seorang auditor yang juga berkaitan dengan
peningkatan kualitas dari audit suatu laporan keuangan perusahaan.
H3 : Auditor switching berpengaruh terhadap kualitas audit.
2.4.4.Pengaruh Audit Fee terhadap Kualitas Audit
Pada umumnya di Indonesia pengungkapan audit fee masih bersifat
besaran audit fee pada laporan keuangan mereka ataupun tidak
menyatakannya sama sekali. Besarnya audit fee tidak terdapat pada
peraturan manapun, dan hanya dapat ditentukan melalui kesepakatan antara
akuntan publik dengan pihak klien atas jasa audit yang diberikan. Auditor
mengharapkan audit fee yang sesuai dengan jasa yang telah diberikan, dan
klien menginginkan audit fee yang tidak terlalu besar, sehingga tetap
menguntungkan klien.
Kurniasih (2014) membuat kesimpulan bahwa variabel audit fee
memiliki pengaruh signifikan positif terhadap kualitas audit. Seorang
auditor akan meminta fee yang lebih tinggi jika perusahaan menginginkan
laporan audit yang berkualitas, namun perusahaan berharap auditor yang
memiliki sikap independensi tidak meminta fee yang terlalu terlalu tinggi.
Fee yang besar kadangkala dapat memacu seorang auditor dalam
menghasilkan audit laporan keuangan yang berkualitas.