• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Dalam Bisnis Waralaba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Dalam Bisnis Waralaba"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Dewasa ini dengan kehidupan manusia yang semakin canggih disertai pengaruh

perkembangan modernisasi, menimbulkan tuntutan kebutuhan hidup yang semakin besar. Di era

globalisasi sekarang ini, kemajuan di berbagai bidang berkembang dengan pesat. Secara umum

globalisasi merupakan suatu proses pengintegrasian manusia dengan segala macam

aspek-aspeknya ke dalam satu kesatuan masyarakat yang utuh dan yang lebih besar. Globalisasi

perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana

negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kesatuan yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan

batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan

dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.1

Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk

Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.

Dampak postif globalisasi antara lain, mudah memperoleh informasi dan ilmu

pengetahuan, mudah melakukan komunikasi, mobilitas tinggi, menumbuhkan sikap

kosmopolitan dan toleran, memacu untuk meningkatkan kualitas diri, mudah memenuhi

kebutuhan. Adapun dampak negatif dari globalisasi adalah informasi yang tidak tersaring,

membuat tidak kreatif karena perilaku konsumtif, membuat sikap menutup diri atau bepikiran

sempit, banyak meniru perilaku yang buruk, mudah terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai

dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu negara.

(2)

Arus modernisasi dan globalisasi adalah sesuatu yang pasti terjadi dan sulit untuk

dikendalikan, terutama karena begitu cepatnya informasi yang masuk keseluruh belahan dunia,

hal ini membawa pengaruh bagi seluruh bangsa di dunia, termasuk di dalamnya bangsa indonesia

. Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, maka dunia menjadi sempit, ruang

dan waktu menjadi sangat relatif, dan dalam banyak hal batas-batas negara sering menjadi kabur

bahkan tidak relevan.2

Modernisasi adalah proses perubahan masyarakat beserta dengan kebudayaannya dari hal-hal

yang bersifat tradisional menuju modern. Globalisasi pada hakikatnya merupakan suatu kondisi

meluasnya budaya yang seragam bagi seluruh masyarakat di dunia. Modernisasi dan globalisasi

sebagai suatu perkembangan baru memunculkan pengaruh-pengaruh yang menguntungkan

maupun merugikan. Melalui modernisasi dan globalisasi akan terjadi suatu aliran ilmu

pengetahuan, teknologi dan budaya-budaya khususnya dari negara-negara maju menuju ke

negara-negara berkembang dan terbelakang.

Dengan munculnya modernisasi di era globalisasi sekarang ini, menimbulkan sebuah

konsekuensi persaingan dari segi ekonomi. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk dapat

meningkatkan perekonomian adalah dengan melakukan sebuah usaha atau bisnis. Bisnis adalah

suatu kerja sama dengan pihak lain untuk mencapai suatu tujuan bersama yaitu profit yang

setinggi–tingginya, dimana dalam hal ini tentunya ada sebuah hubungan yang terjalin dengan pihak lain. Dalam melakukan hubungan dengan pihak lain diperlukan ketentuan agar kerja sama

bisa terjalin dengan baik, dan tujuan dapat tercapai sesuai harapan. Oleh karena itu, dengan

adanya ketentuan–ketentuan, maka diperlukan peran hukum dalam lalu lintas bisnis.

Hukum bisnis atau Business Law (dalam bahasa Inggris), menurut Kwik Kian Gie adalah

keseluruhan dari peraturan-peraturan hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang

(3)

mengatur hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian–perjanjian maupun perikatan–perikatan yang terjadi dalam praktik bisnis.3 Modernisasi turut mempengaruhi dinamika hukum bisnis di

Indonesia. Salah satu objek kajian hukum bisnis tersebut adalah timbulnya objek kajian hukum

bisnis mengenai bisnis waralaba.

Beberapa tahun belakangan ini konsep bisnis waralaba telah menjadi salah satu trend yang

memberi warna baru dalam dinamika perekonomian Indonesia. Pewaralabaan adalah perikatan

dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas

kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh pihak lain dengan

suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan dalam rangka penyediaan dan atau

penyediaan barang atau jasa.4 Secara sederhana, waralaba adalah penjualan paket usaha yang

komprehensif yang siap pakai yang mencakup merk dagang, material dan pengelolaan

manajemen.5

Salah satu faktor yang melatar belakangi pengusaha untuk memilih model bisnis waralaba di

Indonesia adalah perilaku konsumen. Adapun perilaku konsumen secara umum di indonesia

adalah:

1. Berpikir jangka pendek, sebagian besar konsumen Indonesia hanya berpikir jangka pendek

dan sulit untuk diajak berpikir jangka panjang, salah satu cirinya adalah dengan mencari

yang serba instant.

2. Tidak terencana, hal ini tercermin pada kebiasaan impulse buying, yaitu membeli produk

yang kelihatannya menarik (tanpa perencanaan sebelumnya).

3. Suka berkumpul, masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaan suka berkumpul (sosialisasi).

3 Kwik Kian Gie, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005,Hal 6

4Informasi Waralaba, http://www.waralabaku.com/regulasi.php?reg=3, PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI No.

12/M-DAG/PER/3/2006,di akses pada tanggal 24 April 2013, Jam 19.30 Wib

5http://Franchise-Indonesia.com/on epidemi-tren-konsep-bisnis-waralaba-2006, diakses pada tanggal 21 April 2013, Jam 10.00

(4)

4. Berorientasi pada konteks, konsumen indonesia cenderung menilai dan memilih sesuatu dari

tampilan luarnya. Dengan begitu, konteks-konteks yang meliputi suatu hal justru lebih

menarik dibandingkan hal itu sendiri.

5. Suka buatan luar negeri, sebagian konsumen Indonesia juga lebih menyukai produk luar

negeri daripada produk dalam negeri.

6. Gengsi, konsumen Indonesia banyak yang ingin cepat naik “status” walau belum waktunya. Saking pentingnya urusan gengsi, mobil-mobil mewah pun tetap laris terjual di negeri kita

pada saat krisis ekonomi sekalipun.

Masyarakat kita mengukur kesuksesan dengan materi dan jabatan sehingga mendorong

untuk saling pamer6

Karena bisnis waralaba begitu menarik dan menguntungkan bagi pengusaha kecil atau

pengusaha lokal. Pemerintah memandang perlu mengatur bisnis tersebut. Waralaba di

definisikan sebagai hak istimewa (privilege) yang terjalin dan atau diberikan oleh pemberi

waralaba (franchisor) kepada penerima waralaba (franchisee) dengan sejumlah kewajiban atau

pembayaran . Dalam format bisnis, pengertian waralaba adalah pengaturan bisnis dengan sistem

pemberian hak pemakaian nama dagang oleh franchisor kepada pihak independen atau

franchisee untuk menjual produk atau jasa sesuai dengan kesepakatan.7

Waralaba adalah suatu sistem kerjasama antara produsen dengan jasa yang sangat kuat.

Amerika menciptakan sistem ini dan saat ini telah berkembang hampir keseluruh negara di

dunia. Peluang yang diberikan kepada para pengusaha kecil dari waralaba adalah untuk bertahan

dan memperoleh kesejahteraan pada pasar yang lebih kompetitif. Caranya adalah dengan

(5)

menggabungkan kekuatan dan keunggulan yang dimiliki dengan dedikasi dan inisiatif para

pemilik bisnis individu.

Banyak faktor yang mendorong pengusaha untuk melakukan konsep waralaba dalam

usahanya, salah satunya karena bisnis waralaba memberikan beberapa keunggulan seperti dapat

memperluas jaringan usaha dengan cepat, menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan,

meningkatkan lapangan kerja baru, mampu mempercepat alih teknologi dan meningkatkan

peluang berusaha bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM), serta merupakan pilihan

berwiraswasta dengan risiko yang kecil.8

Konsep waralaba atau franchise muncul sejak 200 tahun sebelum Masehi. Saat itu, seorang

pengusaha Cina memperkenalkan konsep rangkaian toko untuk mendistribusikan produk

makanan dengan merk tertentu. Kemudian, di Prancis pada tahun 1200-an, penguasa negara dan

penguasa gereja mendelegasikan kekuasaan mereka kepada para pedagang dan ahli pertukangan

melalui apa yang dinamakan “diartes de franchise”, yaitu hak untuk menggunakan atau

mengolah hutan yang berada di bawah kekuasaan negara atau gereja. Sebagai imbalannya,

penguasa negara atau penguasa gereja menuntut jasa tertentu atau uang. Pemberian hak tersebut

diberikan juga kepada para pedagang dan ahli pertukangan untuk penyelenggaraan pasar dan

pameran, dengan imbalan sejumlah uang9. Namun, sebenarnya waralaba dengan pengertian yang

kita kenal saat ini berasal dari Amerika Serikat.

Konsep Waralaba dalam pengertian modern pertama kali muncul di Amerika oleh Singer

Sewing Machine Company produsen mesin jahit di Amerika Merek Singer pada Tahun 1851.

Pada saat itu, di Amerika Serikat timbul apa yang dinamakan sistem waralaba Amerika generasi

8 Ibid, hal 127

(6)

pertama, yang disebut Straight Product Franchinsing (waralaba produk murni). Pada mulanya

sistem ini berjalan dengan memberikan lisensi kepada franchisee bagi penggunaan nama pada

industri Coca–Cola, kemudian berkembang sebagai sistem pemasaran pada industri mobil

(General-Motors Industry). Kemudian, sistem waralaba ini dikembangkan oleh produsen bahan

bakar, yang memberikan hak waralaba kepada pemilik pompa bensin sehingga terbentuk

jaringan penyediaan untuk memenuhi suplai bahan bakar dengan cepat 10.

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, tepatnya pada tahun 60–70 an, waralaba mengalami

booming di Amerika Serikat. Hal ini mendorong terbentuknya International Franchise

Asociation (IFA) untuk melakukan dan menciptakan iklim industri bisnis waralaba yang dapat

dipercaya dengan cara menciptakan kode etik waralaba sebagai pedoman bagi anggota–

anggotanya. Kode etik ini dibuat karena seringnya terjadi penipuan bisnis yang mengaku sebagai

waralaba. Upaya tersebut dilanjutkan dengan membuat perangkat hukum yang memberikan

perlindungan kepada para pihak yaitu dengan membentuk Federal Trade Commission (FTC)

pada tahun 1978 .

Waralaba pada tahun 2000 mencapai 50% dari total bisnis retail yang ada di Amerika. Untuk

menciptakan dominasi kolektif beberapa agen pemasaran independen seperti, Century 21, ERA

dan Ray White ikut bergabung dan juga membentuk organisasi waralaba yang sangat kuat. Tak

jarang perusahaan konvensional merubah jaringan yang dimiliki menjadi usaha waralaba.

Menyadari bahwa keuntungan yang diberikan oleh waralaba begitu besar,

perusahaan-perusahaan besar dan para pemilik bisnis independen mengikuti trend ini.

Di Indonesia konsep bisnis waralaba mulai dikenal sejak tahun 1970-an yaitu dengan

masuknya Shaky Pisa, Wendy, KFC, Swensen, dan Burger King membuka bisnis waralaba di

(7)

Indonesia . Konsep waralaba juga mulai berkembang untuk perusahaan lokal seperti Es Teler 77

yang berhasil mengembangkan usahanya dengan lebih dari 70 cabang, Pertamina, Perusahaan

Jamu Nyonya Meneer, Salon Rudi Hadisuwarno,dan masih banyak lagi yang lainnya.

Berbagai sumber menyatakan bahwa dapat dianggap sebagai pelopor Fanchise di Indonesia

ialah Pertamina, yang menjual minyak bumi (antara lain: bensin, solar) melalui pompa-pompa

bensin. Selain itu, perusahaan jamu Nyonya Meneer dapat dikategorikan pula mengembangkan

bisnisnya dengan pola Franchise. Akan tetapi, baik Pertamina maupun perusahaan jamu Nyonya

Meneer tidak pernah menyatakan bahwa sistem pemasaran mereka dilakukan secara Franchise.11 Waralaba merupakan suatu perjanjian yang bertimbal balik karena, baik pemberi waralaba

maupun penerima waralaba, keduanya berkewajiban untuk memenuhi prestasi tertentu.12 Oleh

karena itu perlu suatu peraturan hukum mengenai waralaba, tentang perlindungan hukum antara

franchisee dan franchisor.

Di Indonesia ketentuan mengenai waralaba terdapat dalam:

1. Peraturan Pemerintah RI No.16 Tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 tentang Waralaba, dan

telah diubah dengan Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007 tanggal 23 Juli 2007.

2. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

No.259/MPP/Kep/7/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba dan telah diubah dengan Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No 12/M-DAG/PER/3/2006.

3. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor:31/M-DAG/PER/8/2008

Tentang Penyelenggaraan Waralaba dan telah diubah menjadi Peraturan Menteri

(8)

Perdagangan Republik Indonesia Nomor:53/M-DAG/PER/8/2012 tanggal 24 agustus

2012.

Namun perlu diketahui, bahwa ternyata tingkat kesuksesan waralaba di Indonesia hanya

mencapai 60% saja, sedangkan di negeri asalnya, Amerika mencapai 90%. Selain itu, menurut

Amir Karamoy, Ketua Waralaba dan Lisensi Indonesia menyatakan bahwa terjadi perbedaan

tingkat kegagalan yang sangat mencolok antara waralaba lokal dibanding waralaba asing.

Tingkat kegagalan waralaba lokal berkisar antara 50-60%,sedangkan tingkat kegagalan waralaba

asing di Indonesia hanya berkisar 2%-3% saja.13 Berdasarkan survey yang pernah dilakukan oleh Kantor konsultan franchise IFBM (International Franchise Business Management) pada tahun

2011 mendapatkan hasil bahwa rata-rata hanya 20% jaringan outlet franchise yang gagal dari

para pengusaha bisnis franchise(franchisor) yang memfranchisekan bisnisnya.14

Adapun faktor penyebab kurang langgengnya waralaba lokal adalah bisa dari faktor

franchisor ataupun franchisee-nya atau faktor akumulasi dari kedua belah pihak. Dari sisi

franchisor, terkadang bisnis yang dia tawarkan belum terbukti menguntungkan, tapi sudah

ditawarkan konsep waralaba kepada calon investor. Beberapa faktor utama penyebab kegagalan

waralaba adalah kegagalan dalam meraih target penjualan yang memadai, hal ini biasanya terjadi

antara lain dikarenakan: tempat usaha yang kurang strategis, konsep pemasaran terhadap

konsumen yang belum terarah.

Faktor-faktor lainnya adalah kurangnya support dari franchisor kepada franchisee misalnya

dalam dukungan promosi, manajemen dan lain-lain, sehingga terkesan franchisee berjalan

sendirian, selain itu ada juga yang disebabkan karena naiknya harga bahan baku dan inflasi yang

berimbas pada lemahnya daya beli masyarakat secara umum. Selain itu, faktor yang tak kalah

(9)

pentingnya adalah “mindset” franchisee yang berpikir bahwa membeli waralaba itu artinya

tinggal terima untung saja dan “terlalu mengharapkan” franchisor yang bekerja, atau berharap

pada sistem yang bekerja. Padahal seharusnya franchisee itu juga ikut bekerja keras memajukan

gerainya, dan mengawasi sistem apakah sudah berjalan dengan baik atau tidak.15

Kebanyakan dari para pengusaha bisnis franchise, yang hanya berkonsentrasi pada

peningkatan teknis operasional bisnisnya saja dan sangat kurang melakukan peningkatkan dan

pengembangan entrepreneurship dari para franchisee -nya (penerima waralaba).Beberapa

franchisor lokal dengan merek yang sudah terkenal bahkan tidak mempunyai training center.

Ada juga yang tidak pernah mengunjungi outlet franchisee-nya lagi setelah pembukaan

outletnya.16 Hal yang dikemukakan diatas menjadi salah satu faktor penyebab mengapa waralaba

asing lebih cepat terkenal dan berkembang daripada waralaba lokal.

Pada penelitian ini, penulis mencoba mencari referensi yang mendukung dan berhubungan

dengan permasalahan yang diteliti. Beberapa penelitian terdahulu yang telah pernah dilakukan

adalah:

a. “Perlindungan Hukum Terhadap Franchisee Dalam Perjanjian Franchise Di Indonesia” (Bambang, 2007). Dalam penelitian ini, peneliti tertarik dengan dua aspek

pokok yang menyangkut campur tangan pemerintah/negara, kaitannya untuk melindungi

secara hukum keberadaan franchisee dalam suatu perjanjian franchise dengan membuat

peraturan tentang franchise secara khusus, mencakup aspek internal dan aspek internal17.

b. ”Pelaksanaan Perjanjian Bisnis Waralaba Serta Perlindungan Hukumnya Bagi Para

Pihak” (Nurin Dewi, 2008). Menegaskan bahwa pemerintah sebagai pemegang otoritas

15http://indocashregister.com/waralaba/ diakses pada tanggal 08 Mei 2013 jam 17.52 Wib 16http://www.konsultanwaralaba.com/about/ diakses pada tanggal 08 Mei 2013 Jam 17.54 Wib

17 Tesis,Bambang Tjatur Iswanto, Perlindungan Hukum Terhadap Franchisee Dalam Perjanjian Franchise Di Indonesia,

(10)

mempunyai kekuasaan untuk menerapkan peraturan-peraturan yang menyangkut hubungan

bisnis bagi para pihak sekaligus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

undang-undang, yaitu agar supaya undang-undang yang telah dibuat Pemerintah tersebut dapat

dilaksanakan dengan baik tanpa adanya suatu pelanggaran atau penyelewengan18.

c. “Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Usaha Waralaba” (Krisyalia, 2009) yang

menyarankan bahwa usaha bisnis waralaba sudah bukan merupakan sesuatu hal yang baru

lagi, sudah semestinya model usaha seperti demikian memiliki pengaturan yang memadai

untuk menunjang perkembangan dunia usaha, dan juga memberikan proteksi bagi

pihak-pihak dalam perjanjiannya19.

d. “Perlindungan Hukum Bagi Franchisor Dalam Perjanjian Waralaba (Franchise

Agreement) Di Bidang Pendidikan” (Uddiyana,2008) yang menyimpulkan bahwa

perlindungan hukum adalah merupakan hal yang mutlak yang harus ada dalam suatu

perjanjian. Dengan adanya perlindungan hukum ini, maka akan menjamin hak-hak yang

dimiliki oleh para pihak dapat terlaksana20.

e. “Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Waralaba Dalam Perjanjian Waralaba

Dengan Pihak Asing Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba” (Gilang, 2011). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Peraturan Pemerintah

No 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba beserta Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan No 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan waralaba, belum

memberikan perlindungan hukum yang optimal kepada pihak penerima waralaba Indonesia

18 Tesis, Nurin, Pelaksanaan Perjanjian Bisnis Waralaba Serta Perlindungan Hukumnya Bagi Para Pihak, Universitas

Diponegoro Semarang, 2008

19 Tesis, Krisyalia, Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Usaha Waralaba, Univeristas Diponegoro, 2009

20Tesis, Uddiyana, Perlindungan Hukum Bagi Franchisor Dalam Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement) Di Bidang

(11)

karena isi/klausula didalam perjanjian waralaba lebih banyak menguntungkan pihak pemberi

waralaba21.

Salah satu bisnis waralaba cepat saji yang sedang trend sekarang ini adalah bisnis A&W.

A&W merupakan inisial nama belakang pendirinya, Roy Allen yang kemudian memutuskan

berkongsi dengan Frank Wright, bekerjasama mengembangkan usaha ini hingga mendatangkan

sukses bagi kedua rekan kerja dalam mengembangkan usaha A&W tersebut. A&W pada

awalnya bukan sebuah restoran cepat saji sebagimana yang kita saksikan saat ini. A&W mulanya

terkenal sebagai merek minuman rasa sarsaparila, atau lebih dikenal dengan nama rootbeer.

Rasanya memang khas. Selain itu, formula unik yang digunakannya membuat minuman itu

beraroma khas, yang merupakan paduan dari sari tumbuh-tumbuhan, rempah-rempah dan

beberapa campuran yang hingga kini masih dirahasiakan. Kini setelah lebih dari 75 tahun, A&W

menjadi salah satu restoran cepat saji terbesar di dunia.22

Berdasarkan uraian yang dikemukakan, waralaba merupakan suatu bentuk perjanjian bisnis.

Artinya perjanjian bersifat timbal balik, dimana pihak yang pertama memberikan suatu hak

kepada pihak lain, dan pihak lainnya melaksanakan kewajiban (prestasi). Pelaksanaan kewajiban

dalam perjanjian waralaba tersebut tentunya mendatangkan konsekuensi dalam praktik bisnis.

Konsekuensi dari pelaksanaan bisnis waralaba antara lain mengakibatkan timbulnya

perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat di dalamnya. Oleh karena itu penulis tertarik

untuk menjadikannya sebagai bahan dalam pembahasan penulisan skripsi dengan judul

21 Skripsi, Gilang Antika, Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Waralaba Dalam Perjanjian Waralaba Dengan Pihak Asing

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba, Fakultas Hukum, Universitas Andalas Padang, 2011

22http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/kuliner/12/04/24/m2zi7s-roy-allen-pendiri-warung-tegal-amerika diakses pada

(12)

“Perlindungan Hukum Dalam Bisnis Waralaba (Studi Pada Restoran Khas Amerika A&W

Plaza Medan Fair Medan)”

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana perlindungan hukum dalam pelaksanaan bisnis waralaba?

2. Bagaimana praktik pelaksanaan bisnis waralaba ?

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Yang

menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum dalam pelaksanaan bisnis waralaba.

2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan praktik bisnis waralaba.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian adalah:

1. Secara akademis, penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi baik langsung

maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Bisnis.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau saran dalam

penentuan peraturan tentang waralaba di Restoran Khas Amerika A&W Plaza Medan

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Jum'at, tanggal Sembilan Belas, bulan Agustus, tahun Dua Ribu Enam Belas, berdasarkan Berita Acara Evaluasi Dokumen Penawaran Nomor :

Sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan Pembangunan KUA Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang yang telah memasuki tahap Pembuktian Kualifikasi untuk itu kami Pokja

3' Para' P.impinan lnstansi / oPD yang memberikan pelayanan agar mengatur jam keria secara.. proposional, sehingga fungsi

KANTO R WITAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI SUTAWE SI TENGAH TAHUN ANGGARAN

Guru menyelenggarakan show case (tayangan kasus) portofolio untuk diketahui semua pihak. Observasi, Observasi dilakukan secara rinci atas semua perlakuan. Kegiatan ini

Dari siklus tersebut dapat dilihat bahwa inti dari pengukuran produktivitas adalah untuk memperbaiki produktivitas yang masih tidak sesuai dengan yang direncanakan

Setiap sekolah berbeda dalam menetapkan persyaratan calon siswa yang akan diterima. Pada umumnya persyaratan itu menyangkut aspek : umur, kesehatan, kemampuan hasil

Berdasarkan latar persoalan di atas dianggap perlu dilakukan pelatihan guru tentang bagaimana mendesain media presentasi interaktif yang dapat menciptakan