Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh: Salma Nadiyah NIM: 11150490000039
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
D'BESTO CHICKEN & BURGER PUSAT. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui jenis sistem bisnis yang digunakan d’BestO chicken & burger, mengetahui jenis syirkah yang digunakan pada bisnis d’BestO dan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pihak d’BestO jika pihak franchisee melakukan wanprestasi, serta pola penyelesaian sengketa jika terjadi wanprestasi.
Jenis penelitian pada penelitian skripsi ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif yaitu penulis melakukan pengamatan dan menganalisis secara langsung data yang diperoleh dari lapangan, baik data berupa tulisan ataupun lisan. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian yuridis empiris.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan bisnis d’BestO chicken & burger sudah pernah terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh pihak franchisee. Hal ini disebabkan bahwa pihak franchisee membuka resto lain pada saat sedang bekerja sama dengan pihak d’BestO. Sudah jelas hal tersebut dilarang dalam perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger. Jenis syirkah yang terdapat pada bisnis d’BestO adalah syirkah inan dan syirkah abdan.
Kata Kunci: Waralaba, Syirkah, Perlindungan Hukum.
Pembimbing: Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H Daftar Pustaka: 1988 sampai dengan 2019.
KATA PENGANTAR
ﻢﺴﺑ ﷲ ﻦ ٰﻤﺣّﺮﻟا ﻢﯿﺣّﺮﻟا
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat, berkah dan hidayah-Nya kepada Penulis. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Dengan Rahmat serta pertolongan Allah SWT, Alhamdulillah Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Franchisor Dalam Bisnis Waralaba d’BestO Chicken & Burger Pusat”. Banyak pihak yang membantu Penulis dalam menyelsaikan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu perkenankan Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Para Pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, kepada yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. AM. Hasan Ali, M.A. dan Dr. Abdurrauf, Lc., M.A., selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan arahan dan saran yang terbaik untuk Penulis.
3. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan semangat, arahan, dukungan serta meluangkan waktu untuk memberikan masukan yang baik kepada Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Bapak senantiasa selalu dalam lindungan Allah SWT.
4. Kepada Drh. Evalinda Amir selaku Pemilik d’BestO Pusat, Bapak Yudi selaku Business Development, Ibu Anggita selaku Human Capital Management (HCM), dan Ibu Rossa selaku Human Resource Development (HRD), d’BestO Chicken & Burger yang telah mengizinkan dan banyak membantu Penulis untuk meneliti di Kantor Pusat d’BestO Jakarta Selatan.
memperkenalkan Penulis dengan Drh. Evalinda Amir selaku Pemilik d’BestO Pusat.
7. Kepada abangku Shah Reza Andiat P.N, terima kasih atas semangat dan dukungannya selama ini.
8. Kepada teman-teman seperjuangan Hukum Ekonomi Syariah Angkatan 2015, sahabat-sahabatku Raidah SulistyaRini, Mufrida Zahrah, Ika Surandari, Atikah Rahmah, Hanniatus Solikhah, Cahya Utami Aldana, Nadia Ulfa, Nabilla Gammaning Tyas, Naziha Zaidah, yang selalu memberikan semangat untukku.
9. Serta teman-teman yang tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas doa-doa terbaiknya.
Jakarta, 02 September 2019
Salma Nadiyah
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITA UJIAN SKRIPSI ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR SKEMA ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Kerangka Teori dan Konseptual ... 11
F. Metode Penelitian ... 12
G. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BISNIS WARALABA A. Pengertian Waralaba ... 17
B. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Waralaba ... 17
C. Unsur-Unsur Terkait Waralaba ... 17
D. Perjanjian Waralaba Menurut Hukum Perdata ... 19
1. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian ... 20
3. Asas-asas dalam Hukum Islam ... 26
F. Kriteria, Format dan Klausul Dalam Perjanjian Waralaba ... 28
G. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Waralaba ... 29
H. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Bisnis Waralaba ... 32
I. Wanprestasi 1. Bentuk-bentuk Wanprestasi ... 34
2. Akibat-akibat Wanprestasi ... 34
J. Pola Penyelesaian Sengketa Bisnis ... 35
K. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... 36
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG BISNIS WARALABA D’BESTO CHICKEN & BURGER A. Gambaran Umum Tentang Waralaba d’BestO Chicken & Burger 1. Tentang d’BestO Chicken & Burger ... 43
2. Sejarah Pendirian d’BestO Chicken & Burger... 43
3. Visi dan Misi d’BestO Chicken & Burger ... 44
4. Budaya Kerja d’BestO Chicken & Burger ... 45
5. Profil dan Ijin Usaha d’BestO Chicken & Burger ... 45
B. Jenis Perjanjian Kerjasama d’BestO Chicken & Burger ... 46
C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian d’BestO Pusat ... 47
D. Jenis Sengketa Yang Terjadi Pada Perjanjian d’BestO Chicken & Burger ... 49
BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN BISNIS WARALABA D’BESTO
CHICKEN & BURGER
A. Analisis Sengketa Pada Bisnis d’BestO Chicken & Burger
1. Analisis Pelaksanaan Sistem Bisnis d’Besto Chicken & Burger ... 50 2. Analisis Tentang Kasus Wanprestasi Di D’BestO Chicken & Burger ... 67 B. Analisis Perlindungan Hukum Bagi Pihak Franchisor Bila Terjadi Wanprestasi yang Dilakukan Oleh Pihak Franchisee Dalam Pelaksanaan Bisnis d’BestO Chicken & Burger ... 68 C. Analisis Pola Penyelesaian Sengketa Bila Terjadi Wanprestasi
yang dilakukan Pihak Franchisee Dalam Pelaksanaan Bisnis d’BestO Chicken & Burger ... 70 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan ... 73 2. Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara ... 80 2. Surat Keterangan Bukti Penelitian ... 85
Tabel 4.1 Perbedaan antara Kemitraan dan Swakelola ... 53
DAFTAR SKEMA
Skema 1.1 Total Pertumbuhan Data Perusahaan Franchise & Businnes Opportunity Pertahun ... 3
Skema 1.2 Data Nilai Investasi Di Bisnis Franchise & Businnes Opportunity ... 3 Skema 1.3 Data Franchise & Businnes Opportunity Berdasarkan Bidang Usaha .. 3 Skema 1.4 Kerangka Teori dan Konseptual ... 11
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Perdagangan di Indonesia saat ini banyak didominasi oleh perdagangan barang dan jasa. Salah satu kerjasama barang dan jasa yang menjadi trend saat ini adalah bisnis waralaba. Maraknya perdagangan barang dan jasa dengan sistem waralaba, karena sistem tersebut lebih menguntungkan baik pihak pemberi waralaba (franchisor) maupun pihak penerima waralaba (franchisee). Di dalam data waralaba di Indonesia yang dicantumkan oleh majalah franchise terdapat beberapa jenis-jenis usaha dibidang waralaba, yaitu:1
Jenis Franchise Franchise Makanan dan Minuman
Franchise Pendidikan Franchise Otomotif
Franchise Travel dan Jasa Kurir Franchise Hiburan
Franchise Kecantikan dan Kesehatan Franchise Property
Franchise Mini Market Franchise Laundry
Tabel 1.1 Jenis- Jenis Franchise
Usaha waralaba sebenarnya sudah lama dikenal di Eropa dengan nama franchise. Kata franchise sebenarnya berasal dari bahasa Perancis yang berarti bebas, atau lebih lengkapnya yaitu, bebas dari hambatan (free from servitude). Dalam bidang bisnis, franchise berarti kebebasan yang diperoleh seorang wirausaha untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu diwilayah tertentu.2
1
Semua Tipe Franchise, Majalah Franchise Indonesia, diakses dari https://www.majalahfranchise.com/, pada tanggal 02 Desember 2018 pukul 11.00 WIB.
2 Linda Firdawati, “Perjanjian Waralaba Menurut Hukum Islam”, Jurnal ASAS,
Vol. 3, No. 1 (Januari,2011), h., 40.
1
Di Indonesia transaksi bisnis berjenis waralaba mulai marak karena selain biaya murah dan bahannya sudah disediakan. Banyak jenis waralaba yang kini muncul di Indonesia, salah satunya seperti aneka ragam fast food (makanan siap saji).3 Jenis-jenis waralaba yang terdapat di Indonesia, yaitu:
No. Daftar Waralaba Makanan
1. Kentucky Fried Chicken (KFC) 2. McDonalds
3. Kebab Turki Baba Rafi 4. D’Besto Chicken & Burger 5. Jco Donuts & Coffe
6. Pecel Lele Lela 7. Sabana Fried Chicken 8. Ayam Bakar Wong Solo 9. Wendy’s Burger
10. Richeese Factory 11. Roti John
12. Hoka-Hoka Bento 13. Burger King
14. California Fried Chicken (CFC) 15. BreadTalk
16. Es Teller 77
17. Soto Seger Mbok Giyem 18. Kuch2HoTahu
Tabel 1.2 Daftar Waralaba Makanan
Serta jenis usaha waralaba dibidang maknan lainnya yang terdapat di Indonesia.
3 H. Syahrani, “Bisnis Waralaba Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Bisnis
Syariah”, Jurnal AT-TARADHI Jurnal Studi Ekonomi, Vol. 3, No. 2, (Desember 2012),
h., 131.
3
Skema 1.1 Total Pertumbuhan Data Perusahaan Franchise & Businnes Opportunity Pertahun
Skema 1.2 Data Nilai Investasi Di Bisnis Franchise & Businnes Opportunity
Dari data grafik tersebut, jika dikelompokan berdasarkan nilai investasi di bisnis Franchise dan Business Opportunity (BO) di indonesia , tercatat investasi bisnis dimulai dengan angka kurang dari 10 juta sampai dengan 100 milyar. 4
Skema 1.3 Data Franchise & Businnes Opportunity Berdasarkan Bidang Usaha
4
Media Profile Majalah Info Franchise Indonesia, Majalah Franchise
Indonesia, diakses dari
http://www.majalahfranchise.com/res/fiona/drive/uploads/Company%20Profile%20Majal ah%20Franchise.pdf/ , pada tanggal 09 Desember 2018 pukul 16.52 WIB.
Bidang usaha food and beverages masih menjadi pemain dengan jumlah terbanyak di bisnis Franchise dan Business Opportunity (BO) di Indonesia.
Dengan melihat data tersebut dapat dijelaskan bahwa perkembangan dan potensi usaha waralaba di Indonesia sangat menggiurkan. Perkembangan industri waralaba di Indonesia tidak lepas dari meningkatnya publikasi dan sosialisasi yang dilakukan berbagai kalangan termasuk media massa, ditambah berbagai fasilitas dan stimulasi yang diberikan pemerintah dan dunia perbankan. Kegiatan yang berkaitan dengan usaha waralaba seperti ajang pameran adalah semakin mengedukasi publik untuk terjun ke dunia bisnis waralaba.5
Faktor lain yang mengakibatkan meningkatnya bisnis waralaba juga dipicu oleh cara pandang pengusaha-pengusaha lokal yang menganggap waralaba sebagai alternatif paling cepat dalam mengembangkan usaha. Satu hal yang perlu dicatat di sini adalah bahwa perkembangan usaha waralaba yang sangat menggembirakan ini masih didominasi oleh pemain pemain asing. Berdasarkan data riset yang pernah dilakukan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), pengusaha lokal lebih cenderung memilih franchise asing karena dinilai lebih dapat diandalkan, terbukti telah berhasil dan berpengalaman.6
Format waralaba merupakan salah satu bentuk kerjasama bisnis yang banyak dilirik pengusaha baik itu pengusaha pemula ataupun pengusaha yang sudah berpengalaman. Mengingat usaha yang diwaralabakan adalah usaha-usaha yang sudah teruji dan sukses dibidangnya, sehingga dianggap dapat menjamin mendatangkan keuntungan. Faktor ini kemudian menjadi magnet untuk menarik animo masyarakat secara luas. Melalui format waralaba seseorang tidak perlu memulai usaha dari nol, karena telah ada sistem yang terpadu dalam bisnis waralaba, yang memungkinkan seorang franchisee menjalankan usaha dengan baik.7
5 Sudarmiatin, M.Si , “Praktik Bisnis Waralaba (Franchise) di Indonesia,
Peluang Usaha dan Investasi”,(April, 2011), h., 15.
6
Sudarmiatin, M.Si , “Praktik Bisnis Waralaba (Franchise) di Indonesia,
Peluang Usaha dan Investasi”,(April, 2011), h., 15.
7 Maratun Shalihah, “Konsep Syirkah Dalam Waralaba”, Jurnal Ahkam Vol.
XII, No.2 (Desember, 2016), h., 143.
5
Pada dasarnya waralaba merupakan sebuah perjanjian mengenai metode pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen. Franchisor dalam jangka waktu tertentu memberikan lisensi kepada franchisee untuk melakukan usaha pendistribusian barang atau jasa di bawah nama identitas franchisor dalam wilayah tertentu. Usaha tersebut harus dijalankan sesuai dengan prosedur dan cara yang ditetapkan franchisor. Franchisor memberikan bantuan (assistance) terhadap franchisee. Sebagai imbalannya franchisee membayar jumlah uang berupa initial fee dan royalty.8
Suksesnya bisnis waralaba disebabkan karena waralaba ini kombinasi dari pengetahuan dan kekuatan usaha bisnis yang sudah ada. Pihak franchisor memberikan lisensi menggunakan suatu hak kekayaan intelektual seperti hak cipta, merek, paten, rahasia dagang kepada pihak franchisee. Pihak franchisee berkewajiban membayar royalty fee terhadap pihak franchisor. Penyelenggaraan waralaba diatur dalam pasal 5 Peraturan Mentri Perdagangan Republik Indonesia nomor 53/M-DAG/PER/8/2012.
Format usaha yang dilakukan dalam usaha waralaba bila ditinjau dari bisnis syariah merupakan pengembangan dari bentuk Syirkah.9 Syirkah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi modal dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.10 Terdapat dua jenis syirkah yang masing-masing memiliki ciri khasnya dalam hal perjanjian, yaitu syirkah Al-Amlak dan syirkah Al-Uqud.
Hal-hal yang diatur di dalam hukum dan undang-undang harus ditaati oleh para pihak di dalam perjanjian waralaba. Tetapi tidak menutup kemungkinan jika salah satu pihak di dalam perjanjian waralaba melakukan penyimpangan atau tidak melakukan sesuatu sesuai yang telah diperjanjikan. Jika salah satu pihak
8 Budi Prasetyo, “Perspektif Hukum Islam Terhadap Bisnis Waralaba
(Franchise)”, Jurnal Hukum dan Dinamika Masyarakat Vol.4, No. 2 (April, 2007), h., 217.
9 Sutedi, Andrian, Hukum Waralaba (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), h., 42. 10 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Teori dan Praktek (Jakarta: Gema
Insani Press dengan Tazkia Cendikia, 2001), h., 90.
tidak melakukan hal tersebut akan menimbulkan wanprestasi. Akibat adanya wanprestasi ini akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak tersebut. Maka pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi kepada pihak yang membuat kerugian.
Di dalam perjanjian waralaba d’Besto chicken & burger ini juga tidak menutup kemungkinan akan timbulnya sengketa antara para pihak dikemudian hari. Maka dari itu para pihak, baik franchisor maupun franchisee harus melaksanakan perjanjian yang telah dibuat, karena jika salah satu pihak tidak melaksanakan hak dan kewajibannya maka akan timbulah suatu sengketa.
Berdasarkan penjelasan dan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penyusunan skripsi tentang “Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Franchisor Dalam Bisnis Waralaba Makanan Di D’BestO Chicken & Burger Pusat Jakarta Selatan.” Karena pihak yang dirugikan oleh pihak yang tidak beritikad baik wajib mendapatkan perlindungan hukum.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah
Bertolak dari latar belakang di atas, dapat di identifikasikan beberapa masalah yang sering timbul di dalam perjanjian waralaba, yaitu:
a. Pemutusan perjanjian waralaba secara sepihak oleh franchisor sebelum berakhirnya kontrak.
b. Pihak franchisee tidak memenuhi prestasi sama sekali.
c. Pihak franchisee memenuhi prestasi, tetapi tidak sebagaimana mestinya.
d. Pihak franchisee memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya.
e. Pihak franchisee memenuhi prestasi, tetapi melakukan yang dilarang dalam perjanjian.
7
2. Pembatasan Masalah
Dari uraian latar belakang dan identifikasi masalah di atas, untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembatasannya lebih terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis. Adapun batasan masalah terhadap penelitian ini mengenai “Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Franchisor dalam Bisnis Waralaba Makanan Di d'BestO Chicken & Burger Pusat Jakarta Selatan.
3. Perumusan Masalah
a. Bagaimana perjanjian waralaba d’BestO chicken & burger Pusat ditinjau dari hukum perdata dan hukum bisnis syariah?
b. Apakah di dalam perjanjian waralaba d’BestO chicken & burger sudah memberikan perlindungan hukum bagi pihak franchisor? c. Bagaimana pola penyelesaian sengketa apabila pihak franchisee
melakukan wanprestasi di dalam perjanjian waralaba d’BestO chicken & burger?
C. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian:
1. Menganalisis pandangan hukum perdata dan hukum bisnis Syariah terhadap bisnis waralaba dibidang makanan.
2. Menganalisis akibat hukum yang timbul bila terjadi wanprestasi didalam perjanjian waralaba d’BestO chicken & Burger serta pola penyelesaian sengketa bila terjadi wanprestasi yang dilakukan pihak franchisee.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi Akademisi yaitu:
a. Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi bahan untuk penelitian selanjutnya.
b. Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi informasi bagi masyarakat yang ingin berbisnis dengan jenis waralaba. 2. Manfaat bagi Praktisi yaitu:
a. Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi referensi bagi lembaga-lembaga yang terkait.
b. Dengan adanya penelitian ini menjadi referensi bagi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan terkait bisnis dengan cara waralaba.
E. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai tinjauan teori tentang Perlindungan Hukum terhadap Perjanjian Franchise. Penulis akan memaparkan tentang pengertian waralaba, franchisor, franchisee. Kemudian penulis akan melanjutkan pembahasan teori tentang perjanjian waralaba menurut hukum perdata, asas-asas dalam perjanjian, bentuk dan akibat wanprestasi serta proses penyelesaian sengketa dalam bisnis waralaba.
a. Teori Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif.11
Suatu perlindungan hukum memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan
11 Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Investor di Indonesia,
(Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003), h.,14.
9
hukum tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.12
b. Teori Perjanjian
Perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata buku ke III Pasal 1313 yang berbunyi “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
2. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti. 13 Istilah-istilah yang penulis akan jelaskan yaitu:
a. Waralaba / Franchise, adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.14
b. Franchisor (pemberi waralaba), adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan atau menggunakan HAKI atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba. 15
c. Franchisee (penerima waralaba), adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan menggunakan HAKI atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki franchisor (pemberi waralaba).16
12 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), h. 74. 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986),
h.,133.
14 Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah – Republik Indonesia, tentang
Waralaba.
15
Rizal Calvary Marimbo, Rasakan Dahsyatnya Usaha Franchise (Jakarta: PT Else Media Komputindo,2007) h., 5.
16 Rizal Calvary Marimbo, Rasakan Dahsyatnya Usaha Franchise (Jakarta: PT
Else Media Komputindo,2007) h., 5.
d. Perjanjian waralaba, adalah perjanjian tertulis antara franchisor dengan franchisee. Perjanjian tersebut merupakan dokumen pemberi franchise karena dipersiapkan oleh pemberi franchise dan mencantumkan apa yang diinginkan pemberi franchise.17
e. Syirkah, adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat.18
f. Kontrak innominaat, adalah kontrak-kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang di dalam praktik kehidupan masyarakat seperti kontrak karya, leasing, franchise, kontrak joint-venture, kontrak production sharing, kontrak rahim (surrogated mother) dan lainnya.19
g. Wanprestasi, menurut kamus hukum berarti kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.20
h. Litigasi, adalah proses penyelesaian sengketa yang dibawa ke pengadilan. Semua pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk mempertahankan hak-haknya. 21
i. Non Litigasi, adalah penyelesaian sengketa di luar pengadilan ditempuh dengan menggunakan Alternative Dispute Resolution (ADR).22
17 Iman Sjahputra Tunggal, Franchising: Konsep dan Kasus, (Jakarta:
Harvarindo, 2005), h., 55.
18
Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, (Bandung: FOKUSMEDIA, h., 14.
19 Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h., 1.
20 Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1996),
h.,110.
21
Fitrotin Jamilah, Strategi Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Yogyakarta: MedPress Digital, 2014), h., 109.
22Iswi Hariyani, dkk, Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2018), h., 2.
11
Skema 1.4 Kerangka Teori dan Konseptual
Franchisor
Perjanjian Franchise
Hak dan Kewaiban Franchisee (Keputusan Mentri Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPP/Kep/1997) Hak dan Kewaiban Franchisor
(Keputusan Mentri Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPP/Kep/1997)
Persoalan yang sering timbul dalam perjanjian waralaba
1. Pihak franchisee tidak memenuhi prestasi sama sekali
2. Pihak franchisee memenuhi prestasi, tetapi tidak sebagaimana mestinya
3. Pihak franchisee memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya.
4. Pihak franchisee memenuhi prestasi, tetapi melakukan yang dilarang dalam perjanjian.
Akibat Hukum Bila Terjadi Cidera Janji Wanprestasi
Penyelesaian sengketa
Non Litigasi
Waralaba Syirkah / Musyarakah
(UU NO.42 Tahun 2007) (Fatwa DSN-MUI No. 8 Tahun 2000)
Franchisee
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analisis. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mendasarkan data-data penelitiannya pada data-data kualitatif. Penelitian kualitatif dapat menghasilkan informasi yang deskriptif yaitu memberikan gambaran menyeluruh dan jelas terhadap situasi sosial yang diteliti.23 Penelitian kualitatif merupakan proses penyusunan, mengkategorisasikan data kualitatif, mencari pola atau tema, dengan maksud memahami maknanya.
Data kualitatif terdiri atas kata-kata yang tidak diolah menjadi angka-angka, artinya laporan-laporan itu perlu dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal-hal-hal yang penting, disusun lebih sistematis sehingga lebih mudah dikendalikan.24 Jika menggunakan analisis kualitatif, maka data yang telah terkumpul harus dipisah-pisahkan menurut kategori masing-masing dan kemudian ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban masalah penelitian.25
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris, yaitu cara yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan26
Yuridis empiris adalah suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi di masyarakat 23 Prof. Dr. sugianto, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,
2012), h.,21.
24 S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito,
1992), h., 142.
25
Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h.124
26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas
Indonesia, 1982), h., 52.
13
dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan, setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju pada identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah.27
3. Sumber Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder, yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat atau lapangan. Data primer ini diperoleh melalui:28
1) Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang akan diselidiki.29 Observasi dilakukan di Kantor Pusat d’BestO Jakarta Selatan.
2) Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan masalah yang diteliti. Wawancara ini sebagai pelengkap dalam penelitian. Wawancara dilakukan kepada Bapak Yudi selaku Business Development dan Ibu Anggita selaku Human Capital Management (HCM) di kantor pusat d’BestO Jakarta Selatan, yang bertujuan untuk mendapatkan informasi terkait bisnis waralaba yang mereka jalankan.
27 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika,
2002), h., 16.
28
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), h., 46.
29 Supardi, Metodologi Penelitian, (Mataram: Yayasan Cerdas Press, 2006),
h.,91.
b. Data Sekunder
Pengumpulan dilakukan dengan cara mengumpulkan dan meneliti peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan bahan bacaan lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data sekunder di bidang hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Bahan-bahan hukum primer, yaitu:
a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b) Fatwa DSN-MUI
c) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba.
e) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.
f) Keputusan Mentri Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPP/Kep/1997.
g) Peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.
2) Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu: a) Buku-buku tentang perjanjian. b) Buku-buku tentang waralaba. c) Buku-buku tentang syirkah d) Buku-buku tentang wanprestasi.
e) Jurnal-jurnal dan literature yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.
f) Media internet.
3) Bahan-bahan hukum tersier, yaitu: a) Kamus Hukum.
15
4. Teknik Analisis dan Pengelolaan Data
Setelah data yang diperoleh sudah terkumpul langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut sehingga diperoleh satu kesimpulan akhir.30 Dalam hal ini penulis berusaha mengumpulkan data lalu menganalisisnya dari ketentuan-ketentuan umum yang ada di dalam Hukum Perdata, Hukum Islam, serta peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan waralaba dan syirkah.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu, Kerangka Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II :TINJAUAN UMUM TENTANG BISNIS
WARALABA
Bab ini berisi tentang pengertian waralaba, pihak-pihak dalam perjanjian waralaba, unsur-unsur terkait waralaba, perjanjian waralaba menurut hukum perdata, perjanjian waralaba menurut hukum islam, kriteria, format, serta klausul dalam perjanjian waralaba, hak dan kewajiban Para Pihak dalam perjanjian waralaba, tinjauan umum tentang perlindungan hukum dalam perjanjian waralaba,
30 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 2000), h. 36-37.
BAB III :TINJAUAN UMUM TENTANG BISNIS WARALABA D’BESTO CHICKEN &
BURGER PUSAT
Bab ini berisi tentang gambaran umum tentang waralaba d’BestO chicken & burger, jenis perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger, hak dan kewajiban Para Pihak dalam perjanjian pengelolaan d’BestO chicken & burger, serta jenis sengketa yang terjadi di d’BestO chicken & burger.
BAB IV :ANALISIS PELAKSANAAN BENTUK
PERJANJIAN KERJASAMA D’BESTO
CHICKEN & BURGER PUSAT
Bab ini berisi tentang hasil dan analisis penulis, yaitu terkait analisis sengketa pada bisnis d’BestO chicken & burger, perlindungan hukum terhadap pihak franchisor bila pihak franchisee melakukan wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger, serta pola penyelesaian sengketa bila terjadi wanprestasi yang dilakukan pihak franchisee dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh penulis.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG BISNIS WARALABA A. Pengertian Waralaba
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.42 tahun 2007 tentang waralaba, waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.1
B. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Waralaba
Franchisor (pemberi waralaba) adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada franchisee (penerima waralaba).
Franchisee (penerima waralaba) adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki franchisor (pemberi waralaba).2
C. Unsur-Unsur Terkait Waralaba
Menurut International Association, franchise atau waralaba pada hakikatnya memiliki tiga unsur, yaitu:3
1. Merek
Dalam setiap perjanjian waralaba, franchisor selaku pemilik dari sistem waralabanya memberikan lisensi kepada franchisee
1
Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
2 Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun
2007 tentang Waralaba.
3 Rizal Calvary Marimbo, Rasakan Dahsyatnya Usaha Franchise, (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2004), h., 6.
17
untuk dapat menggunakan merek dagang/jasa dan logo yang dimiliki oleh franchisor.4
2. Sistem bisnis
Keberhasilan dari suatu organisasi waralaba bergantung pada penerapan sistem bisnis yang sama antara franchisor dan franchisee. Sistem bisnis tersebut berupa pedoman yang mencakup:5
a. Standardisasi produk.
b. Metode untuk mempersiapkan atau mengolah produk atau makanan, atau metode jasa.
c. Standar rupa dari fasilitas binsis. d. Standar periklnanan. e. Sistem reservasi. f. Sistem akuntansi. g. Kontrol persediaan. h. Kebijakan dagang. i. Dan lain-lain 3. Biaya
Dalam setiap format bisnis waralaba, franchisor baik secara langsung atau tidak langsung menarik pembayaran dari franchisee atas penggunaan merek dan partisipasi dalam sistem waralaba yang dijalankan. Biaya biasanya (tidak semua) terdiri atas:6
a. Biaya awal. b. Biaya royalty. c. Biaya jasa.
4
Rizal Calvary Marimbo, Rasakan Dahsyatnya Usaha Franchise, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2004), h., 7.
5 Rizal Calvary Marimbo, Rasakan Dahsyatnya Usaha Franchise, (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2004), h., 7.
6 Rizal Calvary Marimbo, Rasakan Dahsyatnya Usaha Franchise, (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2004), h., 8.
19
d. Biaya lisensi.
e. Biaya pemasaran bersama.
f. Biaya lainnya jufa berupa biaya atas jasa yang diberikan kepada franchisee, seperti biaya manajemen.
D. Perjanjian Waralaba Menurut Hukum Perdata
Perdagangan dengan menggunakan konsep waralaba dibangun atas dasar perjanjian, yaitu perjanjian antara franchisor sebagai pemberi hak dan franchisee sebagai penerima hak. Perjanjian diatur dalam KUH Perdata buku ke III Pasal 1313 yang berbunyi “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara pihak franchisor dengan pihak franchisee. Perjanjian tersebut merupakan dokumen pemberi waralaba karena dipersiapkan oleh pemberi waralaba dan mencantumkan apa yang diinginkan pemberi waralaba.7 Perjanjian waralaba termaksud kedalam perjanjian innominaat yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007. Kontrak innominaat adalah kontrak-kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang di dalam praktik kehidupan masyarakat seperti kontrak karya, leasing, franchise, kontrak joint-venture, kontrak production sharing, kontrak rahim (surrogated mother) dan lainnya.8
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 12/M-DAG/PER/3/2006 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, dijelaskan pengertian perjanjian waralaba, yaitu:
Pasal 1 ayat (6): ”Perjanjian waralaba adalah perjanjian secara tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba utama”.
7 Iman Sjahputra Tunggal, Franchising: Konsep dan Kasus, (Jakarta:
Harvarindo, 2005), h., 55.
8 Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2003), h., 1.
Pasal 1 ayat (7): ”Perjanjian waralaba lanjutan adalah perjanjian secara tertulis antara penerima waralaba utama dengan penerima waralaba lanjutan”.
Dapat dirumuskan bahwa, perjanjian waralaba dalam Peraturan Menteri Perdagangan tersebut menegaskan bahwa pemberian waralaba dapat dilakukan dengan pemberian hak lebih lanjut kepada franchisee utama untuk mewaralabakannya kembali kepada franchisee lanjutan. Dalam prekteknya lebih dikenal dengan istilah Master Franchisee, dan kesepakatan pemberian waralabanya dibuat dalam Master Franchise Agreement.
Pada umumnya perjanjian waralaba berlaku sampai 5 tahun, tetapi tidak menutup kemungkinan perjanjian tersebut akan diperpanjang. Dalam prakteknya, pihak franchisor dapat membatalkan perjanjian waralaba lebih awal jika pihak franchisee tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai yang tercantum didalam perjanjian waralaba yang sudah mereka sepakati.
1. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu:
a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. c. Suatu hal tertentu.
d. Suatu sebab yang halal.
Syarat nomor satu dan nomor dua merupakan “syarat subjektif”, sedangkan syarat nomor tiga dan nomor empat merupakan “syarat objektif”. Dari keempat syarat sah suatu perjanjian tersebut, apabila tidak terpenuhinya syarat subjektif maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
21
Sedangkan bila syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum.9
2. Asas-asas dalam Perjanjian a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan pada para pihak. Di dalam asas ini orang bebas dengan siapa saja ia akan mengadakan perjanjian, bebas tentang apa yang diperjanjikan dan bebas untuk menentukan syarat-syarat dalam perjanjian tersebut.10 Ruang lingkup asas kebebasan berkontrak yaitu:11
1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat suatu perjanjian.
2) Kebebasan untuk memilih dengan siapa ia akan membuat suatu perjanjian.
3) Kebebasan untuk memilih kausa dari suatu perjanjian yang akan dibuatnya.
4) Kebebasan untuk menentukan objek dalam suatu perjanjian.
5) Kebebasan untuk menentukan bentuk dari suatu perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
6) Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan Undang-undang yang bersifat opsional.
b. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan sesuai Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Bahwa salah satu syarat sahnya
9 Faturrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di
Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013, Cet.2), h., 40.
10
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h.,31.
11 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang
Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut
Bankir Indonesia, 1993), h., 47.
perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme ini menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.12Asas konsensualisme ini mempunyai hubungan yang cukup erat dengan asas kebebasan berkontrak yang terdapat dipasal 1338 ayat (1).13
c. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat dari suatu perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang telah dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya suatu undang-undang.14 Para pihak tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang sudah mereka buat. Asas ini dapat disimpulkan sesuai pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”
d. Asas Itikad Baik
Asas itikad baik dapat disimpulkan sesuai Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata. Pasal tersebut berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Maksudnya yaitu perjanjian tersebu dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan. Asas itikad baik merupakan asas bahwa para pihak harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan keyakinan dan
12 Salim H.S., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2003), h., 10.
13
Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), h., 37.
14 Salim H.S., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2003), h., 10.
23
kepercayaan antara para pihak. 15 Terdapat dua macam itikad baik, yaitu:16
1) Itikad baik pada waktu mulai berlakunya suatu hubungan hukum. Itikad baik di sini berupa anggapan seseorang bahwa syarat-syarat yang diperlukan telah terpenuhi. Dalam konteks ini hukum memberikan perlindungan kepada pihak yang beritikad baik, sedangkan pihak yang beritikad tidak baik harus menanggung resiko dan harus bertanggung jawab atas perbuatannya, itikad baik disini bersifat subjektif dan statis.
2) Itikad baik pada waktu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang tertulis dalam hubungan hukum. Itikad baik ini terletak pada suatu tindakan yang akan dilakukan oleh kedua belah pihak. Pengertian itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) BW, dan bersifat objektif dan dinamis, mengikuti situasi disekitar perbuatan hukum tersebut.
e. Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang akan membuat kontrak dan melakukannya hanya untuk kepentingan perseorangan.17 Hal ini diatur dalam pasal 1315 dan pasal 1340 KUH Perdata.
Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Maksudnya adalah seseorang
15
Salim H.S., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h., 11.
16 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung: Sumur, 1992),
h.,56-62.
17 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung: Sumur, 1992),
h.,56-62.
yang mengadakan perjanjian itu hanya untuk kepentingannya sendiri.
Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya”. Maksudnya adalah bahwa suatu perjanjian hanya berlaku bagi para pihak yang telah membuatnya namun ketentuan itu ada pengecualiannya.
Dalam pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan pasal 1318 KUH Perdata mengatur tentang ruang lingkupnya yaitu dirinya sendiri, ahli warisnya, dan orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.
E. Perjanjian Waralaba Menurut Hukum Islam
Perjanjian waralaba merupakan pengembangan dari bentuk kerjasama syirkah. Syirkah atau Musyarakah menurut istilah adalah keikutsertaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dengan sejumlah modal yang ditetapkan berdasarkan perjanjian untuk bersama-sama menjalankan suatu usaha dan pembagian keuntungan atau kerugian sesuai dengan bagian yang telah ditentukan.18
Menurut kompilasi hukum ekonomi syari’ah, syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat.19
1. Rukun dan Syarat Syirkah a. Rukun Syirkah
Adapun yang menjadi rukun syirkah menurut ketentuan syariat islam, yaitu:
1) Sighat (Ijab dan Qabul)
18 Ismail, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer (Bogor: Ghalia Indonesia,
2012), h., 151.
19Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah,
(Bandung: FOKUSMEDIA, 2008), h., 14.
25
2) Pihak-pihak yang mengadakan serikat 3) Objek akad
b. Syarat Syirkah
Adapun yang menjadi syarat syirkah, yaitu:20
1) Sighat atau ijab dan qabul harus diungkapkan secara tegas dan menunjukkan tujuan akad yang jelas.
2) Mitra syirkah harus berkompeten dalam menjalankan amanat.
3) Keuntungan bisa berbentuk persentase atau nisbah. 4) Penentuan pembagian keuntungan tidak boleh dalam
jumlah nominal, karena bertentangan dengan subtansi syirkah.
2. Macam-Macam Syirkah
Di dalam hukum islam terdapat beberapa macam-macam syirkah, yang masing-masing memiliki ciri khasnya dalam hal perjanjian. Para ulama fiqih membagi syirkah menjadi dua bentuk, yaitu:
a. Syirkah al- Amlak (perserikatan dalam kepemilikan)
Syirkah al- Amlak adalah persekutuan kepemilikan dua orang atau lebih terhadap suatu barang tanpa di dahului oleh transaksi syirkah.21
b. Syirkah al- Uqud (Syirkah kontrak atau kesepakatan)
Syirkah al- Uqud adalah kesepakatan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam syarikat modal untuk usaha, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama.22
20
Harun, Fiqih Muamalah, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017), h., 186.
21 Hasbiyallah, Sudah Syar’ikah Muamalahmu? Panduan Memahami
Seluk-Beluk Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Salma Idea, 2014, Cet. Pertama), h., 106
22 Hasbiyallah, Sudah Syar’ikah Muamalah mu? , Panduan Memahami
Seluk-Beluk Fiqih Muamalah, ( Yogyakarta : Salma Idea, Cetakan Pertama, 2014), h., 106.
3. Asas-asas Perjanjian dalam Hukum Islam
Di dalam hukum islam terdapat asas-asas dari suatu perjanjian. Asas ini sangat berpengaruh pada status akad. Ketika asas ini tidak terpenuhi, maka akan mengakibatkan batal atau tidak sahnya akad yang dibuat. Asas-asas tersebut saling berkaitan. Asas-asas tersebut yaitu: 23
a. Kebebasan (Al-Hurriyah)
Asas kebebasan merupakan prinsip dasar dalam hukum islam dan prinsip dasar dari hukum perjanjian. Pihak-pihak yang melakukan akad mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian, baik dari segi isi yang diperjanjikan, menentukan pelaksanaan dan persyaratan-persyaratan, melakukan perjanjian dengan siapa saja, maupun dalam bentuk perjanjiannya tertulis ataupun lisan dan menetapkan cara penyelesaian sengketa bila terjadi sengketa dalam perjanjian tersebut. Konsep kebebasan (al-hurriyah) dalam KUH Perdata disebut dengan asas kebebasan berkontrak dan asas pacta sunt servanda.
b. Persamaan atau Kesetaraan (Al- Musawah)
Bahwa dalam asas ini kedua belah pihak yang melakukan perjanjian mempunyai kedudukan yang sama antara satu dan yang lain. Asas kesamaan atau kesetaraan sering dinamakan juga asas keseimbangan para pihak dalam suatu perjanjian. Tetapi terdapat keadaan dimana salah satu pihak memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan pihak lainnya, seperti hubungan pihak pemberi fasilitas (franchisor) dengan penerima fasilitas (franchisee). Hal terpenting dalam pelaksanaan asas ini, karena dalam perkembangannya diakui 23 Faturrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di
Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013, Cet.2), h., 15-25.
27
bahwa perlu ada ketentuan untuk melindungi para pihak yang kedudukannya lebih lemah.
c. Asas Keadilan (Al’Adalah)
Asas keadilan yaitu di mana para pihak yang melakukan suatu akad dituntut untuk berlaku benar dalam memenuhi perjanjian yang telah mereka buat dan memenuhi semua kewajiban yang telah mereka buat. Asas ini berkaitan erat dengan asas kesamaan, meskipun keduanya tidak sama, dan merupakan lawan dari kezaliman.
d. Asas Kerelaan atau Konsensualisme (Al-Ridhaiyyah)
Asas ini menyatakan bahwa segala bentuk transaksi yang dilakukan harus atas dasar kerelaan antara para pihak dalam hukum islam, kerelaan antara para pihak yang berakad dianggap sebagai persyaratan bagi terwujudnya segala
transaksi. Apabila segala sesuatu tidak terpenuhi asas ini, maka sana saja dengan memakan sesuatu dengan cara yang bathil. e. Kejujuran dan Kebenaran (Ash-Shidiq)
Kejujuran merupakan suatu etika dalam hukum islam. Islam dengan tegas melarang penipuan serta kebohongan dalam bentuk apapun. Jika asas kejujuran ini tidak dijalankan, maka akan merusak pada legalitas akad yang sudah mereka buat. f. Kemanfaatan (Al- Manfaat)
Kemanfaatan antara lain berkaitan dengan objek akad. Bahwa dalam akad yang dilakukan oleh para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi para pihak dan tidak boleh menimbulkan kerugian.
g. Tertulis (Al- Kitabah)
Sesuai dengan QS. AL- Baqarah ayat 282-283, bahwa akad yang dilakukan benar-benar dalam kebaikan bagi semua pihak yang akan melakukan akad, sehingga akad itu harus dibuat secara tertulis (kitabah).
F. Kriteria, Format, dan Klausul dalam Perjanjian Waralaba 1. Kriteria Usaha Waralaba
Menurut ketentuan Bab II tentang kriteria, Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang waralaba, franchisor harus memenuhi kriteria sebagai berikut:24
a. Memiliki ciri khas usaha.
b. Terbukti sudah memberikan keuntungan.
c. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis.
d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan.
e. Adanya dukungan yang berkesinambungan. f. Hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar. 2. Format dalam Perjanjian Waralaba
Menurut ketentuan Bab III tentang perjanjian waralaba, Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang waralaba, di atur mengenai format dan substansi dalam perjanjian waralaba, yaitu:25
(1) Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dengan pemerima waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia.
(2) Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis dalam bahasa asing. Perjanjian tersebut harus diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.
24 Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007
tentang Waralaba.
25 Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007
tentang Waralaba.
29
3. Klausul dalam Perjanjian Waralaba
Menurut ketentuan Bab III tentang perjanjian waralaba, Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang waralaba, Perjanjian franchise memuat klausul paling sedikit:26
a. Nama dan alamat para pihak. b. Jenis Hak kekayaan intelektual. c. Kegiatan usaha.
d. Hak dan kewajiban para pihak.
e. Bantuan, fasilitas, bimbingan oprasional, pelatihan dan pemasaran yang diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba.
f. Wilayah usaha.
g. Jangka waktu perjanjian. h. Tata cara pembayaran imbalan.
i. Kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris. j. Penyelesaian sengketa.
k. Tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian.
G. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Waralaba
1. Hak Franchisor Menurut Keputusan Mentri Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPP/Kep/1997 tanggal 30 juli 1997 adalah:27
a. Melakukan pengawasan jalannya waralaba.
b. Memperoleh laporan berkala atas jalannya usaha waralaba franchisee tersebut.
c. Melaksanakan inspeksi pada usaha franchisee untuk memastikan semua berjalan sebagaimana mestinya.
26 Pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007
tentang Waralaba.
27 Lukman Hakim, Info Lengkap Waralaba, (Yogyakarta: Media Pressindo,
2008), h., 64.
d. Sampai batas tertentu, mewajibkan franchisee dalam hal-hal tertentu membeli barang-barang tertentu dari franchisor.
e. Mewajibkan franshisee merahasiakan HAKI, penemuan, atau ciri khas usaha waralaba tersebut.
f. Mewajibkan franchisee untuk tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa atau apa saja yang bisa menimbulkan persaingan usaha baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha waralaba tersebut.
g. Menerima pembayaran royalty fee.
h. Meminta dilakukannya pendaftaran atas waralaba yang diberikan kepada franchisee.
i. Jika waralaba berakhir, franchisor berhak meminta kepada franchisee untuk mengembalikan semua data, informasi maupun keterangan yang diperoleh franchisee selama masa pelaksanaan waralaba.
j. Jika waralaba berakhir, franchisor berhak melarang kepada franchisee untuk memanfaatkan lebih lanjut semua data, informasi maupun keterangan yang diperoleh franchisee selama masa pelaksanaan waralaba. k. Jika waralaba berakhir, franchisor berhak untuk
mewajibkan franchisee untuk tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa atau apa saja yang bisa menimbulkan persaingan usaha baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha waralaba tersebut.
l. Pemberian waralaba, kecuali yang bersifat eksklusif, tidak menghapuskan hak franchisor untuk tetap memanfaatkan, menggunakan, atau melaksanakan sendiri HAKI, penemuan, atau ciri khas waralaba tersebut.
31
2. Kewajiban Franchisor menurut Keputusan Mentri Perindustrian dan Perdagangan No.259/MPP/Kep/1997 tanggal 30 juli 1997 adalah:
a. Memberikan segala macam informasi yang berhubungan dengan HAKI, penemuan, atau ciri khas waralaba.
b. Memberikan bantuan pada franchisee berupa pembinaan, bimbingan, dan pelatihan kepada franchisee.
3. Hak Franchisee menurut Keputusan Mentri Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPP/Kep/1997 tanggal 30 juli 1997 adalah:28
a. Memperoleh segala macam informasi yang berhubungan dengan HAKI, penemuan, atau ciri khas waralaba.
b. Memperoleh bantuan dari franchisor atas segala macam cara pemanfaatan dan penggunaan HAKI, penemuan, atau ciri khas waralaba.
4. Kewajiban Franchisee menurut Keputusan Mentri Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPP/Kep/1997 tanggal 30 juli 1997 adalah:
a. Melaksanakan seluruh instruksi yang diberikan oleh franchisor kepadanya guna melaksanakan HAKI, penemuan, atau ciri khas usaha waralaba tersebut.
b. Memberikan keleluasaan kepada franchisor untuk melakukan pengawasan dan inspeksi berkala maupun secara tiba-tiba guna memastikan bahwa franchisee telah melaksanakan waralaba yang digunakan dengan baik.
c. Memberikan laporan berkala ataupun khusus atas permintaan franchisor.
d. Sampai batas tertentu, membeli barang modal atau barang-barang tertentu dari franchisor.
28 Lukman Hakim, Info Lengkap Waralaba, (Yogyakarta: Media Pressindo,
2008), h.,6.
e. Menjaga kerahasiaan HAKI, penemuan atau ciri khas usaha waralaba tersebut, baik selama ataupun setelah berakhirnya masa pemberian waralaba.
f. Melaporkan segala pelanggaran HAKI, penemuan, atau ciri khas usaha waralaba tersebut yang terjadi dalam praktik. g. Tidak memanfaatkan HAKI, penemuan, atau ciri khas
usaha waralaba tersebut selain dengan tujuan melaksanakan waralaba yang diberikan.
h. Melakukan pendaftaran waralaba.
i. Tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, atau apa saja yang bisa menimbulkan persaingan usaha, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha waralaba tersebut.
j. Melakukan pembayaran royalty fee yang telah disepakati bersama.
k. Jika waralaba berakhir, mengembalikan semua data, informasi, maupun keterangan yang diperoleh franchisee selama pelaksanaan waralaba.
l. Jika waralaba berakhir, tidak lagi memanfaatkan lebih lanjut semua data, informasi, maupun keterangan yang diperoleh franchisee selama pelaksanaan waralaba.
m. Jika waralaba berakhir, tidak lagi melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, atau apa saja yang bisa menimbulkan persaingan usaha baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha waralaba tersebut.
H. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba
Bisnis franchise dibangun atas dasar perjanjian, oleh karena itu para pihak di dalam perjanjian waralaba harus mengetahui apa saja isi perjanjian franchise tersebut. Para pihak di dalam perjanjian waralaba wajib mematuhi hal-hal yang telah diperjanjikan dan melaksanakan
33
perjanjian dengan itikad baik. Apabila ada salah satu pihak yang tidak mematuhi dan tidak melaksanakan perjanjian dengan baik maka pihak tersebut tidak beritikad baik. Pihak yang diperlakukan dengan tidak baik serta mendapatkan kerugian yang disebabkan oleh salah satu pihak, maka pihak tersebut akan mendapatkan perlindungan hukum.
Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Terdapat dua jenis perlindungan hukum, yaitu: 29
1. Perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan hukum preventif adalah perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran sereta memberikan batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban dalam melakukan bisnis waralaba. Hal ini terdapat di dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah terjadinya suatu pelanggaran.
Perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu sengketa antara para pihak yang melakukan perjanjian waralaba. Pihak franchisee diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan sebelum suatu aturannya sudah mendapat bentuk yang sudah pasti (defentif). 30
2. Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan suatu sengketa antara para pihak. Penanganan perlindungan hukum represif dalam menyelesaikan sengketa ini dilakukan oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia.
29
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, (Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003), h.,20.
30 Putu Prasmita Sari dan I Gusti Ngurah Parwata, “Perlindungan Hukum Para
Pihak Dalam Perjanjian Bisnis Franchise”, Jurnal Kertha Semaya, Vol.1 No. 05, (2016), h., 3.
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan terakhir yang dapat berupa sanksi kepada para pihak seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila terjadi sengketa.31
I. Wanprestasi
Menurut kamus hukum, wanprestasi adalah kelalaian, kealpaan, cidera janji, serta tidak menepati kewajibannya dalam suatu perjanjian.32 Wanprestasi timbul akibat kelalaian atau kealpaan atau kesalahan dari salah satu pihak yang tidak dapat memenuhi prestasinya seperti apa yang telah ditentukan dalam perjanjian
1. Bentuk-bentuk Wanprestasi
Terdapat dua bentuk timbulnya wanprestasi, yaitu: 33 a. Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri. b. Adanya keadaan memaksa (overmacht).
2. Akibat-akibat Wanprestasi
Akibat wanprestasi yang dilakukan pihak debitur atau franchisee, dapat menimbulkan kerugian bagi pihak kreditur atau franchisor. Sanksi atau akibat-akibat hukum bagi pihak debitur atau franchisee yang melakukan wanprestasi ada 4 macam, yaitu:34
a. Franchisee atau debitur diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh kreditur atau franchisor (Pasal 1243 KUH Perdata).
b. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian (Pasal 1267 KUH Perdata).
31 Putu Prasmita Sari dan I Gusti Ngurah Parwata, “Perlindungan Hukum Para
Pihak Dalam Perjanjian Bisnis Franchise”, Jurnal Kertha Semaya, Vol.1 No. 05, (2016), h., 3.
32 Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1996),
h.,110.
33
P. N. H Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, Edisi Pertama, 2015), h., 292.
34 P. N. H Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, Edisi
Pertama, 2015), h., 293.
35
c. Peralihan risiko kepada franchisee atau debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat 2 KUH Perdata). d. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka
hakim (Pasal 181 ayat 1 HIR).
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1267 KUH Perdata, maka dalam hal debitur atau franchisee melakukan wanprestasi, maka kreditur atau franchisor dapat memilih tuntutan-tuntutan haknya berupa: 35
a. Pemenuhan perjanjian.
b. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi. c. Ganti rugi saja.
d. Pembatalan perjanjian.
e. Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi. J. Pola Penyelesaian Sengketa Bisnis
Dalam melaksanakan perjanjian waralaba, baik pihak franchisor maupun pihak franchisee wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kegiatan usahanya, antara lain peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen, kesehatan, pendidikan, lingkungan, tata ruang, dan tenaga kerja, hak katas kekayaan intelektual sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.36
Di dalam bisnis waralaba tidak menutup kemungkinan akan terjadi sengketa seperti wanprestasi. Sebelum menyatakan bahwa salah satu pihak ada yang melakukan wanprestasi, maka para pihak menyelesaikan sengketa awalnya dengan cara musyawarah terlebih dahulu dan dengan memberikan somasi atau teguran kepada salah satu pihak yang melakukan wanprestasi.37 Surat teguran dilakukan paling sedikit tiga kali.38 Setelah 35 P. N. H Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, Edisi
Pertama, 2015), h., 293.
36
Pasal 6 Peraturan Mentri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
37 Lannemey,” Akibat Hukum Pemutusan Perjanjian Franchise Secara Sepihak
Oleh Franchisor Sebelum Berakhirnya Kontrak”, Vol.III, No.1, (Januari-Maret 2015), h., 21.
sudah diberikan surat teguran sebanyak tiga kali, maka si debitor dinyatakan wanprestasi.
Terdapat dua cara penyelesaian sengketa didalam suatu bisnis, yaitu penyelesaian sengketa di pengadilan (litigasi) dan penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non litigasi).
K. Tinjauan Kajian Terdahulu
1. Gusti Ayu Mirah Handayani, dkk, “Pelaksanaan Perjanjian Waralaba (Franchise) Kuch2hotahu di Denpasar” Tahun 2017”.39
Jurnal ini membahas tentang pelaksanaan perjanjian waralaba di Koch2hotahu Denpasar. Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian yuridis empiris dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber datanya didapatkan melalui data primer dan data sekunder. Objek pada penelitian ini, peneliti berfokus dibidang franchise makanan (Kuch2hotahu) di Denpasar. Dari hasil penelitian tersebut, bahwa dalam pelaksanaan perjanjian waralaba di Kuch2hotahu di Denpasar masih ada pelaksanaan yang kurang dilaksanakan dengan baik oleh salah satu pihak yaitu pihak franchisee. Pelanggaran yang dilakukan franchisee ini karena pihak franchisee menjual produk selain produk waralaba Koch2hotahu, seharusnya hanya menjual tahu crispy, tetapi pihak franchisee menjual produk lain seperti jamur crispy, kentang goreng, serta sosis goreng. Sehingga perbuatan tersebut sudah melanggar Pasal yang tercantum di dalam perjanjian franchise Kuch2hotahu, yang menyatakan bahwa franchisee tidak boleh menyediakan atau menyajikan makanan lain dan atas usaha lain selain makanan Kuch2hotahu. Dengan dilakukannya hal tersebut terjadilah wanprestasi dalam perjanjian franchise Koch2hotahu, karena
38
Salim H.S, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h., 178.
39 Gusti Ayu Mirah Handayani dkk., “Pelaksanaan Perjanjian Waralaba
(Franchise) Kuch2hotahu Di Denpasar, Jurnal Kertha Semaya, Vol.05, No.02 (April 2017), h., 3.
37
pihak franchisee tidak menjalankan isi dari perjanjian yang awalnya telah disepakati.
Persamaan penelitian ini dengan penulis adalah sama-sama membahas tentang perjanjian waralaba dalam bidang waralaba makanan. Namun yang membedakan adalah penulis lebih berfokus pada perlindungan hukum terhadap pihak franchisor dalam perjanjian waralaba di d’BestO chicken & burger bila terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh pihak franchisee.
2. Muhammad Taufiq Aldy, “Analisis Hukum Pelaksanaan Perjanjian Franchise Sate Taichan Khas Senayan Menurut Hukum Perdata”, Tahun 2018”. 40
Skripsi ini membahas tentang hak dan kewajiban para pihak di dalam perjanjian franchise serta bagaimana penyelesaian sengketa yang terjadi di dalam perjanjian tersebut. Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris, serta menggunakan pendekatan yang digunakan adalah kualitatif. Sumber datanya didapatkan melalui data primer dan data sekunder. Objek pada penelitian ini, peneliti berfokus dibidang franchise makanan. Dari hasil penelitian tersebut, di dalam pelaksanaan perjanjian Sate Taichan Khas Senayan Komplek Tasbi Medan, Perjanjian franchise yang dilaksanakan ini merupakan suatu perjanjian innominaat (tidak bernama). Menurut analisa penulis mengenai syarat sahnya perjanjian yang telah diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, sejalan dengan isi perjanjian franchise Sate Taichan Khas Senayan Komplek Tasbi Medan, dimana tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan serta ketertiban umum. Dengan demikian,
40 Muhammad Taufiq Aldy, “Analisis Hukum Pelaksanaan Perjanjian Franchise
Sate Taichan Khas Senayan Menurut Hukum Perdata”. (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2018), h.,70.
perjanjian franchise Sate Taichan Khas Senayan Komplek Tasbi Medan sesuai dengan pengaturan yang terdapat didalam pasal 1320 KUHPerdata, dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2007 tentang waralaba. Jika suatu saat terjadi sengketa maka Proses penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian Sate Taichan Khas Senayan ini adalah dilakukan dengan jalan Musyawarah antara para pihak agar menghindari perselisihan dan kerugiaan yang ditimbulkan. Namun, apabila dari musyawarah tersebut tidak dapat menyelesaikan sengketa yang ada maka dapat dilakukan penuntutan melalui domisili hukum yang dipilih yaitu melalui Pengadilan Negeri Medan.
Persamaan penelitian ini dengan penulis adalah sama-sama membahas tentang perjanjian waralaba dalam bidang makanan menurut hukum perdata. Namun yang membedakan adalah penulis lebih berfokus pada perlindungan hukum terhadap pihak franchisor dalam perjanjian waralaba di d’BestO chicken & burger bila terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh pihak franchisee.
3. Annisa Dyah Utami, “Konsep Franchise Fee dan Royalty Fee pada Waralaba Bakmi Tebet Menurut Prinsip Syariah”, Tahun 2010”.41
Skripsi ini membahas tentang konsep franchise fee dan royalty fee pada waralaba Bakmi Tebet menurut prinsip syariah. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yang terdiri dari kualitatif dan kuantitatif. Dari hasil pembahasan tersebut bahwa sistem waralaba Bakmi Tebet tidak bertentangan dengan konsep musyarakah. Kemudian dalam hal franchise fee yang ditetapkan Bakmi Tebet sepanjang tahun 2003-2007 belum memenuhi prinsip syariah, karena di dalamnya franchisor Bakmi Tebet sudah mengambil keuntungan dari penjualan bahan baku utama yang merupakan satu paket dengan 41 Annisa Dyah Utami, “Konsep Franchise Fee dan Royalty Fee pada Waralaba
Bakmi Tebet Menurut Prinsip Syariah”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).