• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Dalam Bisnis Waralaba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Dalam Bisnis Waralaba"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Bahan bacaan (compilation), mata kuliah Pengantar Ilmu Administrasi Bisnis Oleh Marlon

Sihombing Tahun 2009 Prog. Adm bisnis FISIP USU

Elly,2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar . Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Kian, Kwik. 2005. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori Dan Contoh Kasus. Jakarta : Prenada Media Group.

Lebacqz, Karen. 1986. Teori – Teori Keadilan. Bandung : Nusa Media.

P. Lindawaty. 2004. Franchise Pola Bisnis Spektakuler Dalam Perspektif Hukum & Ekonomi. Bandung : Cv Utomo.

Sutedi, Adrian. 2008. Hukum Waralaba. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Soemartono,Gatot. 2006. Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Umar, Husein. 2008. Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Widjaja,Gunawan. 2001. Seri Hukum Bisnis Waralaba. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Wijayanti, Asri.2011. Strategi Penulisan Hukum. Bandung : CV . Lubuk Agung.

B. Tesis dan Skripsi

Tesis, Bambang Tjatur Iswanto, Perlindungan Hukum Terhadap Franchisee

Dalam Perjanjian Franchise Di Indonesia, Program Pasca Sarjana, Ilmu

Hukum,UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2007 Tesis, Nurin, Pelaksanaan Perjanjian Bisnis Waralaba Serta Perlindungan

(5)

Tesis, Krisyalia, Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Usaha Waralaba, Univeristas Diponegoro, 2009

Tesis, Uddiyana, Perlindungan Hukum Bagi Franchisor Dalam Perjanjian

Waralaba (Franchise Agreement) Di Bidang Pendidikan, Universitas

Diponegoro, 2008

Skripsi, Gilang Antika, Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Waralaba

Dalam Perjanjian WaralabaDengan Pihak Asing Berdasarkan Peraturan Pemerintah No

42 Tahun 2007 Tentang Waralaba, Fakultas Hukum, Universitas Andalas Padang 2011.

C. Peraturan Perundang – Undangan

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.259/MPP/Kep/7/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No 12/M- DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Peraturan Pemerintah RI No.16 Tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 tentang Waralaba

Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007 tanggal 23 Juli 2007 tentang Waralaba

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor:31/M DAG/PER/8/2008 Tentang Penyelenggaraan Waralaba

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor:53/M- DAG/PER/8/2012 tanggal 24 agustus 2012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba.

(6)

D. Internet

Informasi Waralaba, http://www.waralabaku.com/regulasi.php?reg=3,

Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 12/M-DAG/PER/3/2006, diakses 24 April 2013, Jam 19.30 Wib.

http://Franchise-Indonesia.com/on epidemi-tren-konsep-bisnis-waralaba-2006, diakses 21 April 2013, Jam 10.00 Wib.

http://obrolanekonomi.blogspot.com/2013/03/definisi-teori-ekonomi-dan-tokoh tokohnya.html

, diakses 24 April, Jam 20.30 Wib.

Statushukum.com/perlindungan-hukum.html diakses 16 April 2013, Jam 15.00 Wib.

http://lawmetha.wordpress.com/2011/05/19/metode-penelitian-hukum-normatif/, diakses 18 April2013, Jam 19.00 Wib.

http://indocashregister.com/waralaba/ diakses pada tanggal 08 Mei 2013, jam 17.52 Wib

http://www.konsultanwaralaba.com/about/ diakses pada tanggal 08 Mei 2013 Jam 17.54 Wib

http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/kuliner/12/04/24/m2zi7s-roy-allen

pendiri-warung-tegal-amerika diakses pada tanggal 09 Mei 2013, jam 13.40 wib

http://infosos.wordpress.com/kelas-xii-ips/modernisasi-dan-globalisasi/ diakses pada tanggal 16 Mei 2013, Jam 17.00 wib

http://forum.kompas.com/urban-life/34622-10-perilaku-konsumen-indonesia.html

diakses pada tanggal 16 Mei 2013, jam 19.30 wib

http://en.wikipedia.org/wiki/A%26W_Restaurants di akses tanggal 14 Juni, Jam 15.43 wib

(7)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian

Berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini, maka metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan suatu bentuk penulisan yang mendasarkan pada karakteristik ilmu hukum yang normatif.30 Strategi penulisan hukum berdasarkan penelitian hukum normatif meliputi tiga tahap yaitu pengumpulan bahan hukum, perumusan masalah dan pembuatan kerangka berpikir.31

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu menggambarkan gejala - gejala di lingkungan masyarakat terhadap suatu kasus yang diteliti. Menurut Travers (1978), metode deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab – sebab dari suatu gejala tertentu.32 Pendekatan yang

dilakukan yaitu pendekatan kualitatif yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Digunakan pendekatan kualitatif oleh penulis bertujuan untuk mengerti atau memahami gejala yang diteliti. Peneliti melakukan penelitian dengan tujuan untuk menarik azas

– azas hukum yang dapat dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun hukum positif tidak tertulis.33 Dengan metode ini diharapkan dapat memberikan gambaran dengan jelas tentang

perlindungan hukum dalam praktik bisnis waralaba.

3.2 Lokasi Penelitian

30 Asri Wijayanti, Strategi Penulisan Hukum, Lubuk Agung, Bandung, 2011, hal 43 31 Ibid, hal 65

32Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisni, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,2008.hal 22

(8)

Pada penelitian kualitatif yang diteliti adalah suatu situasi sosial tertentu. Sebagai tempat penelitian, peneliti mengambil lokasi penelitian pada Restoran Khas Amerika A&W di Jalan Jend. Gatot Subroto No. 30 Lantai 1 No. 58,59 Plaza Medan Fair Medan.

3.3 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak sebuah kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial.

Oleh karena itu, untuk dapat menentukan batasan yang lebih jelas agar penulis dapat menyederhanakan pemikiran atas masalah yang sedang penulis teliti, maka penulis menemukan konsep – konsep antara lain:

1. Perlindungan Hukum

Menurut Hadjon, ahli hukum administrasi negara Universitas Airlangga Surabaya perlindungan hukum bagi rakyat meliputi dua hal, yakni:

a. Perlindungan Hukum Preventif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.

b. Perlindungan Hukum Represif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian sengketa.

Secara konseptual, perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat Indonesia merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila.

(9)

merasa aman. Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan – tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik yang bersifat represif (pemaksaan), baik secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.34

2. Bisnis

Bisnis ialah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pada masa dulu, kegiatan bisnis ini dilakukan pada tingkat keluarga secara tertutup. Keluarga – keluarga pada saat itu menanam tanaman guna memenuhi kebutuhan makanan, membuat pakaian sendiri, membuat rumah sendiri dengan bantuan tetangga dan sebagainya. Usaha mereka terbatas pada bidang yang sangat kecil. Pada saat itu belum terpikirkan oleh mereka untuk membuat usaha yang bersifat komersial, dengan meminjam modal untuk produksi berskala besar.

Kemudian muncul Revolusi Industri yang membawa perubahan secara drastis dan sangat penting. Adanya mesin uap menimbulkan perubahan pada pertanian yang tadinya menggunakan bajak, dengan tenaga sapi, kerbau, sekarang digganti dengan traktor dan buldozer yang beretnaga luar biasa. Kemudian muncul pula tenga kerja yang mulai menerima upah, sehingga penghasilan keluarga bertambah dan mereka mampu membeli barang lain yang dibuat oleh orang lain pula. Akhirnya ekonomi bertumbuh pesat dan memberi peluang berkembangnya pabrik – pabrik, perdagangan besar, eceran, dan perusahaan – perusahaan.

(10)

Semua manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka, dan kebutuhan ini harus dipenuhi, yaitu berupa kebutuhan akan makanan, pakaian, perumahan, dalam istilah populernya kebutuhan akan sandang, pangan dan papan, mulai dari bentuk sederhana sampai bentuk yang mewah, canggih dan sangat mahal dengan segala perlengkapannya. Semua kebutuhan ini dipenuhi melalui kegiatan bisnis. Jadi salah satu tujuan utama dari bisnis ialah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan (need and wants) manusia . Tujuan lain dari bisnis ialah memperoleh keuntungan, sehingga mereka berani memikul resiko menanam modal dalam kegiatan bisnis.35

3. Waralaba

Secara bebas dan sederhana, waralaba didefinisikan sebagai hak istimewa (privilege) yang terjalin dan atau diberikan oleh pemberi waralaba (franchisor) kepada penerima waralaba

(franchise) dengan sejumlah kewajiban atau pembayaran. Dalam format bisnis, pengertian

waralaba adalah pengaturan binsis dengan sistem pemberian hak pemakaian nama dagang oleh

franchisor kepada pihak independen atau franchisee untuk menjual produk atau jasa sesuai

dengan kesepakatan36 .

Pengertian waralaba berdasarkan PP No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.

Waralaba bukanlah suatu industri yang baru dikenal, meskipun legalitas yuridisnya baru dikenal di Indonesia pada tahun 1997 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah RI No.16 Tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 tentang WARALABA, dan Keputusan Menteri Perindustrian

35 Bahan bacaan (compilation), mata kuliah Pengantar Ilmu Administrasi Bisnis Oleh Marlon Sihombing, Tahun 2009 Prog.

Adm bisnis FISIP USU

(11)

dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang KETENTUAN DAN TATA CARA PELAKSANAAN PENDAFTARAN USAHA WARALABA 37.

Bisnis Waralaba merupakan salah satu cara untuk mempercepat meraih keuntungan, itu sebabnya tidak mengherankan jika bisnis ini selalu mebangkitkan gairah bisnis pelakunya. Namun dibandingkan dengan waralaba dalam negeri, waralaba luar negeri cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data Primer, merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian yang diperoleh melalui :

a. Wawancara Mendalam (Depth – Interview), yakni dengan mengajukan pertanyaan

pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan atau pihak yang berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian.

b. Observasi, yaitu dengan cara mengamati secara langsung dan mencatat segala gejala – gejala yang ditemukan di lapangan serta menjaring data yang tidak terjangkau.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber ke dua atau sumber sekunder untuk mendukung data primer. Hal ini dilakukan melalui:

a. Studi Kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui buku – buku ilmiah, jurnal dan lain sebagainya yang berkaitan dengan penelitian.

(12)

b. Dokumentasi, yaitu dengan menggunakan catatan – catatan yang ada dalam lokasi penelitian serta sumber – sumber lain yang relevan dengan masalah penelitian.

3.5Informan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, maka dalam penelitian ini tidak dikenal adanya sampel, melainkan informan. Hal ini dibutuhkan untuk dapat memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai permasalahan penelitian yang sedang dibahas.

Adapun informan dalam penelitian ini adalah supervisor,dan asisten manager dari Restoran Khas Amerika A&W di Jalan Jend. Gatot Subroto No. 30 Lantai 1 No. 58,59 Plaza Medan Fair Medan.

3.6Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa kualitatif yaitu melalui pengumpulan data baik primer maupun sekunder, selanjutnya data-data yang diperoleh tersebut kemudian dianalisis.

Dalam penelitian kualitatif, teknik analisis data lebih banyak dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Tahapan dalam penelitian kualitatif adalah tahap memasuki lapangan dengan

grand tour dan minitour question. Dalam hal ini peneliti akan mencoba mencari dan menyusun

(13)

Tujuan analisis dalam penelitian adalah untuk membatasi penemuan-penemuan hingga menjadi suatu data yang teratur dan tersusun serta lebih berarti. Setelah data dianalisis menggunakan teknik analisa kualitatif maka terjawablah rumusan masalah dan tercapainya tujuan penelitan yang telah dirumuskan.

3.7 Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Definisi Konsep, dan Sistematika Penulisan

BAB II : METODE PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan: Bentuk Penelitian, Lokasi Penelitian, Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisa Data.

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan: gambaran umum atau karakteristik lokasi penelitian yang mencakup sejarah singkat, visi dan misi, tugas dan fungsi,serta struktur organisasi.

BAB IV: PENYAJIAN DATA

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang data-data yang diperoleh pada saat penelitian, dan membuatnya pada data penelitian ini.

BAB V: ANALISIS DATA

(14)

BAB VI: PENUTUP

(15)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Umum Perusahaan

Pada suatu panas di bulan Juni tahun 1919 di Lodi, California seorang pengusaha yang bernama Roy Allen berhasil meciptakan suatu minuman dingin berwarna krem atau lebih dikenal dengan nama Rootbeer. Allen memperoleh rumus untuk Rootbeer dari seorang apoteker ahli farmasi saat keduanya bertemu di Arizona. Rasanya memang khas. Selain itu, formula unik yang digunakannya membuat minuman itu beraroma khas, yang merupakan paduan dari sari tumbuh-tumbuhan, rempah-rempah dan beberapa campuran yang hingga kini tetap menjadi rahasia milik perusahaan.

Dengan keberhasilan Rootbeer yang pertama kali didirikan di Lodi, Allen segera membuka gerai kedua yang berdiri di dekat Sacramento. Lebih dari 70 tahun kemudian, A&W

Rootbeer menjadi penjual Rootbeer nomor satu di dunia, dan sampai saat ini terdapat ratusan

gerai restoran A&W di seluruh dunia.

A&W merupakan inisial nama belakang pendirinya, Roy Allen, yang kemudian memutuskan berkongsi dengan Frank Wright. A&W sendiri awalnya bukanlah sebuah restoran cepat saji sebagaimana yang kita saksikan saat ini. A&W pada awalnya terkenal sebagai merek minuman rasa sarsaparila, atau lebih dikenal dengan nama Rootbeer.

4.1.2 Sejarah Perkembangan Perusahaan

(16)

maka pada tahun 1922, Allen menjadikan Frank Wright , salah seorang bekas karyawannya di Lodi, California, menjadi mitra kerjanya dalam memperluas jaringan minuman khas sarsaparila tersebut. Dari sinilah kemudian muncul merk A&W, yang merupakan inisial dari dua nama mereka yakni "Allen & Wright". Minuman dan kedai itu pun akhirnya dinamai A&W Rootbeer, hingga saat ini.

Sejalan dengan bermitranya Allen dan Wright, A&W kemudian tidak hanya menjual produk minuman, melainkan juga makanan seperti burger, kentang, nugget, roti, waffle dan yang sejenisnya. Kombinasi yang kemudian semakin mendatangkan sukses kedua rekan kerja ini.

Penerapan logo A&W pun dilakukan sekitar tahun 1919 tersebut. Allen yang cerdas memulai pencitraan dengan memasang logo A&W pada gelas dan mug mereka. Dalam perkembangannya A&W mengalami beberapa kali perubahan, baik perubahan kepemilikan perusahaan maupun logo. Logo pertama A&W semula berupa lingkaran donat, inisial A&W, dengan tulisan "ice cold rootbeer" di dalamnya. Sebuah anak panah menancap tepat di tengah lingkaran donat tersebut. Logo ini juga memiliki beberapa versi, yakni hitam putih, hitam merah yang diperkenalkan 1948 dan seringkali disebut Red & Black Bulls Eye, serta dan coklat oranye yang diperkenalkan pada 1961, dengan nama "Brown & Orange Bulls Eye".

(17)

Semakin berkembangnya bisnis A&W Rootbeer Company tersebut, pada 1956 A&W mulai semakin dikenali di dunia dan memasuki negara Kanada. Kanada merupakan gerai pertama A&W diluar Amerika Serikat, tepatnya di daerah Winnipeg, Manitoba.

Saat berulang tahun ke-75 yaitu pada tahun 1994, A&W kembali berganti logo. Bentuk donat semula diubah oval dengan tetap menggunakan inisial A&W di tengahnya. Simbol anak panah juga dilepas, sehingga A&W lebih simpel dan mudah diingat. Kini setelah lebih dari 90 tahun, A&W menjadi salah satu restoran cepat saji terbesar di dunia.

Tabel 1: Logo A&W dari awal terbentuk hingga logo akhir

1921- Huruf A&W ditulis dalam huruf besar pada sebuah cangkir kaca .

1948- Logo Red & Black Bulls Eye pada latar belakang putih .

1961-Logo Brown & Orange Bulls Eye pada latar belakang putih.

1968- Logo Orange & Brown oval pada latar belakang putih.

1969- Logo Orange & Brown oval diberi warna kuning berlian, dengan kata-kata “75 tahun” dan “Authenctic sejak 1919”

(18)

1995- Kembali ke logo Orange & Brown oval dengan latar belakang warna putih.

SUMBER : http://en.wikipedia.org/wiki/A%26W_Restaurants

http://www.awrootbeer.com/hist_logo.htm di akses tanggal 14 Juni, Jam 15.43 Wib

Secara khusus di Indonesia, pada tahun 1985 seorang pengusaha bernama Mr. Zaina, membeli A&W dari negara asing dengan lisensi merk dan bersertifikat halal secara internasional. Hingga sekarang ada sekitar 200 gerai A&W yang tersebar di Indonesia sejak tahun 1985, antara lain di Jakarta, Bandung, Bali, Surabaya dan Medan.

Restoran A&W Plaza Medan Fair Medan berdiri di atas nama PT. Biru Fast Food Nusantara pada tahun 1985 dan pada tahun 2012 berubah nama menjadi PT. Prima Usaha Era Mandiri. Pada awalnya bahan baku di Restoran A&W Plaza Medan Fair Medan berasal dari Amerika (import), tetapi sejak 3 tahun terakhir ini, yaitu mulai tahun 2010 bahan baku tersebut diperoleh dari supplier lokal. Perkembangan bisnis Restoran A&W Plaza Medan Fair Medan mengalami kesuksesan yang cukup baik, terbukti dengan semakin bertambah banyak pelanggan setia yang menjadi konsumen A&W, dan berasal dari berbagai segmen masyarakat.

4.1.3 Visi dan Misi Perusahaan a. Visi

Menjadi retsoran terbaik dan menjadi pemimpin restoran dalam kategori fast food . b. Misi

1. Mendapat keuntungan yang tinggi

(19)

3. Memberikan produk yang berkualitas kepada customer 4. Menjaga kebersihan area restoran dan equipment

4.1.4 Struktur Perusahaan

(20)

SUSUNAN KEPEMIMPINAN A&W MEDAN FAIR

GAMBAR 3.1 : Strukur Organisasi Restoran Khas Amerika A&W Plaza Medan Fair Medan Sumber : Supervisor (Risdo. S) Restoran Khas Amerika A&W Plaza Medan Fair Medan (27 Mei 2013)

(21)

4.1.5 Deskripsi Tugas dan Fungsi Bidang

Adapun tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian yang ada dalam struktur organisasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Manager

Manager adalah posisi tertinggi dalam struktur organisasi Restoran Khas Amerika A&W Plaza Medan Fair Medan. Wewenang dan tanggung jawab dari manager adalah sebagai berikut:

a. Briefing : Memberikan pengarahan terhadap bawahan

b. Administrasi : Memberikan laporan akan proses operasional restoran c. Brankas (Menyimpan dan mengambil uang)

d. Production (Menangani Stock Restoran)

e. Operasioanal ( pengawasan terhadap proses operasional restoran) f. Pembagian kerja karyawan

g. Pelaporan Penjualan 2. Asisten Manager

Wewenang dan tanggung jawab Asisten Manager adalah membantu manager, dan menggantikan tugas manager jika berhalangan hadir atau sibuk.

3. Supervisor (Supervisi)

Wewenang dan tanggung jawab dari supervisor adalah sebagai berikut: a. Administrasi

b. Check in and check out (baik barang ataupun karyawan)

c. Production (Stock Level) : ending, expired, used, day

(22)

f. Menentukan/ mengatur hari kerja g. briefing

4. Dining

Dining seperti waitress yang memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Menarik tamu dengan melakukan greeting

b. Cleaning area

c. Clean as to go : Jika menggunakan sesuatu harus langsung dibersihkan

d. Clean up table : Jika tamu telah meninggalkan restoran, dining bertugas dan harus segera

membersihkan meja tamu tersebut. e. Menjaga service/pelayanan

5. Chasier

Tugas dan tanggung jawab Chasier adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan pencapaian sales

b. Meningkatkan NS (sales)/CU (Customer) c. Menghitung transaksi

d. Taking order/promosi

e. Menerima pesanan

f. Melakukan transaksi dengan customer 6. Kitchen

Tugas dan tanggung jawab dari Kitchen adalah sebagai berikut: a. Memasak semua produk yang dipesan pembeli

(23)

d. Labeling : Memberikan label pada produk yaitu nama produk, tanggal save, tanggal expired.

7. Prepation

Tugas dan tanggung jawab pada bagian prepation hampir sama dengan kitchen yaitu: a. Melakukan persiapan

b. Memasak nasi (tidak memasak menu) c. Menjaga product quality

d. Membuat MC (Marianet chicken)

e. Production

f. Labeling

g. Menyimpan produk yang dikirim ke prepation ke bagian kitchen 8. Stocker

Tugas dan tanggung jawab stocker adalah:

a. Bagian gudang (biasanya penyimpanan bahan kering)

b. Packaging (in out packaging)

c. Membuat tepung/meracik

d. Ekspedisi baik bahan kering maupun bahan basah (produk yang akan dijual). 4.2Penyajian Data

4.2.1 Data Tentang Praktik Pelaksanaan Bisnis Waralaba 1. Pertanyaan: Bagaimana prosedur pendaftaran waralaba?

Jawaban:

(24)

Perdangan pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba (STPUW).

b. Pendaftaran tersebut dilakukan dengan cara mengisi daftar isian permintaan STPUW yang dapat diminta secara cuma-cuma di Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri atau di Kantor Wilayah Deperindag setempat dan dilakukan dalam waktu selambat-lambatnya tiga puluh hari kerja terhitung mulai tanggal berlakunya perjanjian waralaba, dapat dilihat di pasal 10 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004, sebagaima telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.

c. Daftar isian permintaan STPUW dibuat dalam rangkap dua ditandatangani oleh

franchisee atau franchisee lanjutan dan kuasanya. Daftar isian permintaan STPUW yang

telah diisi dan ditandatangani diserahkan kepada pejabat yang berwenang menerbitkan STPUW dengan dilengkapi fotocopi masing-masing satu eksemplar terdiri atas:

1. Perjanjian franchise beserta keterangan tertulis.

2. Surat Izin Usaha Perdagangan atau Surat Izin Usaha dari Departemen Teknis lainnya.38

2. Pertanyaan: Apa persyaratan yang harus dimiliki suatu usaha apabila ingin

diwaralabakan?

Jawaban:

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.42 Tahun 2007 tentang Waralaba dalam pasal 3 ada 6 syarat, yaitu:

a. Memiliki ciri khas usaha

Suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah

38Hasil wawancara dengan Asisten Manager Restoran Khas Amerika A&W Plaza Medan Fair Medan (Joni) pada tanggal 28

(25)

ditiru dibandingkan dengan usaha lain sejenis, dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud. Misalnya sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari pemberi waralaba.

b. Terbukti sudah memberikan keuntungan

Menunjuk pada pengalaman pemberi waralaba yang telah dimiliki yang kurang lebih 5 tahun dan telah mempunyai kiat – kiat bisnis untuk mengatasi masalah – masalah dalam perjalanan usahanya, dan ini terbukti dengan masih bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan menguntungkan.

c. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan / atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis.

Usaha tersebut sangat mebutuhkan standar secara tertulis supaya penerima waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama / Standard Operasional Prosedur.

d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan

Mudah dilaksanakan sehingga penerima waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat melaksanakannya dengan baik sesuai dengan bimbingan operasional dan manajemen yang berkesinambungan yang diberikan oleh pemberi waralaba.

e. Adanya dukungan yang berkesinambungan

Dukungan dari pemberi waralaba kepada penerima waralaba secara terus – menerus seperti bimbingan operasional, pelatihan dan promosi.

(26)

Hak kekayaan intelektual yang terkait dengan usaha seperti merek, hak cipta atau paten atau lisensi dan / atau rahasia dagang sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang berwenang. Berdasarkan UU Tentang HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) yaitu: UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Hak Merk. 39

3. Pertanyaan: Apa keuntungan dan kerugian bisnis waralaba?

Jawaban:

1. Keuntungan bagi franchisee:

a. Model yang diperlukan untuk usaha waralaba lebih sedikit dibandingkan dengan usaha mandiri yang independen.

b. Kerapkali tidak harus memiliki pengetahuan temiliki pengetahuan tentang bisnis yang akan digeluti

c. Karena franchisor melakukan pelatihan.

d. Risiko bisnis berkurang karena nama dan produk franchisor sudah dikenal dan mempunyai goodwill .

e. Adanya hak untuk mengelola bisnis yang sudah mapan dan memiliki identitas atau merek dagang yang legal dan populer sehingga tidak harus mengembangkan ide dan citra produk atau jasa yang memerlukan waktu dan tenaga.

f. Franchisee hanya memerlukan proses belajar yang singkat, tujuan yang terarah, serta

kekuatan dalam kegiatan promosi yang efisien.

g. Produk atau jasa yang sudah terkenal serta merek dagang yang sudah besar.

39

(27)

h. Memperoleh pendampingan manajemen dan dukungan promosi. i. Memperoleh pelatihan manajemen.

j. Adanya kemudahan melakukan pinjaman kepada pihak ketiga, bila waralabanya sudah teruji dipasar.

k. Memiliki sistem pemasaran yang telah teruji. l. Risiko kegagalan bisnis yang relatif rendah. 2. Kerugian bagi franchisee adalah:

a. Meski usaha milik sendiri, kebijakan umumnya masih ditentukan oleh franchisor sehinga untuk membentuk sistem yang baku memerlukan proses yang birokratis. b. Biasanya franchisor mengontrol berbagai aspek pengoperasian bisnis, bahkan terlalu

membatasi.

c. Untuk mendapatkan hak waralaba, franchisee harus mempertimbangkan sumber dana untuk pembayaran royalti yang tinggi.

d. Keberhasilan dari setiap unit waralaba individu tergantung pada bekerjanya perusahaan induk (franchisor).

e. Kebijakan franchisor tidak selalu disampaikan kepada franchisee secara kontinyu serta perlu kreativitas dan pemahaman sendiri dalam segi manajemen usaha.

3. Keuntungan bagi franchisor adalah:

a. Modal sepenuhnya berasal dari franchisee, yang juga dipakai untuk menjalankan usaha tersebut.

b. Franchisor menerima persentase dari penghasilan kotor dan tidak memiliki kaitan

(28)

c. Franchisee atau orang yang ditunjuk franchisee terjun sendiri menangani operasional

usahanya.

d. Franchisee membayar biaya pelatihan.

e. Usaha dapat cepat berkembang tetapi dengan menggunakan modal dan motivasi dari

franchisee.

f. Jumlah karyawan franchisor relatif lebih sedikit. 4. Kerugian bagi franchisor adalah:

a. Jika ada kenaikan dari segi biaya, biasanya franchisor tidak mudah untuk meyakinkan franchisee.

b. Bisa menghancurkan reputasi franchisor jika franchisee yang dipilih ternyata tidak tepat.

c. Mengingat ikatan waralaba biasanya untuk jangka yang lama, maka apabila

franchisor ingin mengakhiri perjanjian waralaba secara sepihak, misalnya karena ada

kejadian yang tidak terantisipasi , tidak mudah mengakhiri perjanjian waralaba tanpa alasan-alasan yang sah.

4. Pertanyaan: Bagaimana mekanisme dan proses pelaksanaan perjanjian waralaba dalam

praktik dalam rangka pengembangan kerja sama bisnis yang saling menguntungkan?

Jawaban:

Perjanjian waralaba mengatur hubungan hukum antara pemberi waralaba dengan

(29)

waralaba secara ekslusif, serta tidak boleh dilanggar maupun diabaikan oleh penerima lisensi. Hal ini mengakibatkan bahwa waralaba cenderung bersifat eksklusif. Seorang atau suatu pihak yang menerima waralaba tidaklah dimungkinkan untuk melakukan kegiatan lain yang sejenis atau yang berada dalam suatu lingkungan yang mungkin menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha waralaba yang diperoleh olehnya dari pemberi waralaba.

Berdasarkan pengertian di atas maka dalam pembuatan perjanjian atau kontrak harus dibuat secara terang dan sejelas-jelasnya hal ini disebabkan saling memberi kepercayaan dan mempunyai harapan keuntungan bagi kedua pihak akan diperoleh secara tepat. Karena itu perjanjian waralaba merupakan suatu dokumen yang di dalamnya berisi suatu transaksi yang dijabarkan secara terperinci. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang waralaba, menyebutkan bahwa waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia.

Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis dalam bahasa asing, perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Sebelum pembuatan perjanjian waralaba pemberi waralaba atau kuasanya wajib mendaftarkan prospektus penawaran waralaba sebelum membuat perjanjian waralaba dengan penerima waralaba. Pemberi waralaba juga harus memberikan prospektus penawaran waralaba kepada calon penerima waralaba paling singkat 2 (dua) minggu sebelum penandatanganan perjanjian waralaba.

(30)

keuangan, jumlah tempat usaha, daftar penerima waralaba, hak dan kewajiban pemberi dan penerima waralaba.

5. Pertanyaan: Apa saja yang dimuat dalam perjanjian waralaba?

Jawaban:

a. Hak yang diberikan oleh franchisor pada franchisee. Hak yang diberikan meliputi anatara lain penggunaan metode atau resep yang khusus, penggunaan merek, nama dagang, jangka waktu, perpanjangan serta wilayah kegiatan dan hak yang lain.

b. Kewajiban dari franchisee sebagai imbalan atas hak yang diterima dan kegiatan yang dilakukan oleh franchisor pada saat franchisor melakukan usaha.

c. Hal yang berkaitan dengan kasus penjualan hak franchisee kepada pihak lain. Bila franchisee tidak ingin meneruskan sendiri usaha tersebut dan ingin menjualnya kepada pihak lain, maka suatu tata cara perlu disepakati sebelumnya.

d. Hal yang berkaitan dengan pengakhiran perjanjian kerjasama. Perjanjian waralaba memuat klausula nama dan alamat para pihak, jenis hak atas kekayaan intelektual, kegiatan usaha, hak dan kewajiban semua pihak. Perjanjian tersebut juga mencantumkan wilayah usaha, jangka waktu perjanjian, tata cara pembayaran imbalan, kepemilikan dan ahli waris, penyelesaian sengketa, tata cara perpanjangan dan pemutusan perjanjian.40

6. Pertanyaan: Apa yang menjadi hak dan kewajiban franchisor dan franchisee dalam

perjanjian waralaba?

Jawaban:

Secara umum kewajiban franchisor dapat dirumuskan sebagai berikut:

40

(31)

a. Memberikan semua informasi yang berhubungan dengan hak atas kekayaan intelektual serta penemuan dan ciri khas usaha misalnya sistem manajemen dan cara penjualan dan penataan serta distribusi yang merupakan karakteristik khas yang menjadi objek waralaba.

b. Memberikan bantuan pembinaan, bimbingan dan pelatihan kepada franchisee.

Hak franchisor dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Melakukan pengawasan jalannya pelaksanaan waralaba.

b. Memperoleh laporan-laporan secara berkala atas jalannya kegiatan usaha

franchisee.

c. Mewajibkan franchisee untuk menjaga kerahasiaan hak atas kekayaan intelektual serta penemuan dan ciri khas usaha.

d. Mewajibkan agar franchisee tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha yang diwaralabakan.

e. Menerima pembayaran royalti dalam bentuk, jenis dan jumlah yang dianggap layak olehnya.

(32)

Kewajiban franchisee dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Melaksanakan seluruh instruksi yang diberikan oleh franchisor guna melaksanakan hak atas kekayaan intelektual serta penemuan dan ciri khas usaha misalnya merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba.

b. Memberikan keleluasaan kepada franchisor untuk melakukan pengawasan maupun inspeksi berkala maupun secara tiba-tiba, guna memastikan franchisee telah melaksanakan waralaba yang diberikan dengan baik.

c. Memberikan laporan-laporan baik secara berkala maupun atas permintaan khusus dari

franchisor.

d. Membeli barang modal tertentu maupun barang-barang tertentu lainnya dalam rangka pelaksanaan waralaba dari franchisor.

e. Menjaga kerahasiaan hak atas kekayaan intelektual serta penemuan dan ciri khas. f. Melakukan pendaftaran waralaba

g. Melakukan pembayaran royalti dengan jumlah yang telah disepakati bersama.

h. Jika terjadi pengakhiran waralaba, maka wajib mengembalikan seluruh data, informasi, maupun keterangan yang diperoleh.

Hak franchisee dapat dirumuskan sebagai berikut :

(33)

b. Memperoleh bantuan dari franchisor atas segala macam cara pemanfaatan dan penggunaan hak atas kekayaan intelektual serta penemuan dan ciri khas usaha misalnya sistem manajemen dan cara penjualan dan penataan dan cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba.

4.2.2 Data Tentang Restoran Khas Amerika A&W Plaza Medan Fair Medan 7. Pertanyaan: Siapakah pemilik Restoran A&W Plaza Medan Fair Medan?

Jawaban:

Pada tahun 1985 seorang pengusaha bernama Mr. Zaina, membeli A&W dari negara asing dan menjadi milik indonesia, dengan lisensi merk dan bersertifikat halal secara internasional. Hingga sekarang A&W telah menjadi milik Indonesia dengan 200 gerai A&W yang tersebar di Indonesia sejak tahun 1985.41

8. Pertanyaan: Masalah seperti apa yang pernah terjadi dalam Restoran A&W Plaza Medan

Fair Medan dan seperti apa penyelesaiannya?

Jawaban:

Permasalahan yang sering terjadi adalah pada sistem kerja karyawan yang bekerja tidak sesuai dengan SOP yang ditetapkan oleh restoran, dan konsekuensinya adalah dengan pemotongan bonus Rp.25.000,-.42

9. Pertanyaan: Seperti apa production dalam Restoran A&W Plaza Medan Fair Medan?

Jawaban:

Bahan baku (Frozen Product) 80% berasal dari Jakarta, dimana yang termasuk Frozen

Product adalah seperti kentang, nugget, roti, waffle, juga termasuk ayam jenis spicy

41

Hasil wawancara dengan Supervisor Restoran Khas Amerika A&W Plaza Medan Fair Medan (Risdo. S) pada tanggal 30 Mei 2013

42

(34)

diproduksi dari jakarta. Adapun bahan yang diproduksi sendiri di Medan adalah Soft Mix

(ice cream strawberry dan coklat, toping) dan juga ayam lokal atau disebut dengan ayam

golden.43

10.Bagaimana sistem administrasi dalam Restoran A&W Plaza Medan Fair Medan?

Bagian administrasi adalah menjadi tugas manager, dimana manager akan mengirimkan laporan per hari akan aktivitas Restoran A&W Plaza Medan Fair Medan setiap harinya ke kantor pusat di Jakarta. Untuk laporan secara menyeluruh dan mendatail tentang Restoran A&W Plaza Medan Fair Medan biasanya dilakukan di akhir bulan.44

11.Pertanyaan: Seperti apa sistem bagi hasil dalam Restoran A&W Plaza Medan Fair

12.Pertanyaan: Berapa lama jangka waktu perjanjian waralaba hingga diperbaharui pada

Restoran A&W Plaza Medan Fair Medan?

Jawaban:

Jangka waktu perjanjian diperbaharui adalah 1x 5 tahun.46

13.Pertanyaan: Bagaimana pelaksanaan praktik bisnis waralaba pada A&W Plaza Medan

Fair Medan? Apakah telah sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati?

43

Hasil wawancara dengan Supervisor Restoran Khas Amerika A&W Plaza Medan Fair Medan (Fauzi) pada tanggal 30 Mei 2013

44

Hasil wawancara dengan Supervisor Restoran Khas Amerika A&W Plaza Medan Fair Medan (Fadli) pada tanggal 30 Mei 2013

45

Hasil wawancara dengan Supervisor Restoran Khas Amerika A&W Plaza Medan Fair Medan (Risdo. S) pada tanggal 30 Mei 2013

46

(35)

Jawaban:

Sejauh ini praktik bisnis waralaba yang dilakukan oleh Restoran A&W Plaza Medan Fair Medan berjalan dengan baik , dan belum pernah tejadi masalah atau sengketa apa pun, baik seperti pemutusan kontrak, bagi hasil atau pun wanprestasi, dari hal ini terbukti bahwa praktik bisnis waralaba yang dilakukan oleh Restoran A&W Plaza Medan Fair Medan telah dijalankan sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.47

14. Pertanyaan: Dalam melakukan perjanjian A&W Plaza Medan Fair Medan dengan

pihak franchisor apakah langsung oleh A&W Plaza Medan Fair Medan atau melalui

Restoran A&W Jakarta (Pusat)?

Jawaban:

Perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh para pihak adalah perjanjian yang disepakati dari kantor pusat di Jakarta, yang kemudian di jalankan di A&W Plaza Medan Fair Medan. Oleh karena itu A&W Plaza Medan Fair Medan di wajibkan mengirimkan laporan secara rutin tentang segala aktivatas A&W Plaza Medan Fair Medan ke kantor pusat di Jakarta.48

4.2.3 Data Tentang Perlindungan Hukum Dalam Bisnis Waralaba

15.Pertanyaan: Bagaimana penyelesaian jika terjadi sengketa antara kedua belah pihak

menyangkut kontrak perjanjian yang telah disepakati sebelumnya?

47

Hasil wawancara dengan Supervisor Restoran Khas Amerika A&W Plaza Medan Fair Medan (Risdo. S) pada tanggal 30 Mei 2013

48

(36)

Jawaban:

Menurut jalur hukum ada empat ( 4 ) cara yang dapat ditempuh untuk menyelesaikannya, yaitu :

1. Jalur Pengadilan

2. Jalur arbitrase ( perwasitan ) 3. Jalur negosiasi ( perundingan ) 4. Mediasi

Pengadilan adalah Lembaga resmi kenegaraan yang diberi kewenangan untuk mengadili, memeriksa, dan memutus perkara berdasarkan hukum acara dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.49

Arbitrase adalah cara penyelesian sengketa perdata swasta di luar pengadilan umum yang didasarkan pada kontrak arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa, di mana pihak penyelesai sengketa dipilih oleh para pihak yang bersangkutan yang terdiri dari orang – orang yang tidak berkepentingan dengan perkara yang bersangkutan, orang – orang mana akan memeriksa dan memberi putusan terhadap sengketa tersebut. Dasar hukum arbitrase terdapat pada UU No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.50

Bahwa menurut hukum dianggap wajar apabila dua orang atau pihak yang terlibat dalam suatu sengketa mengadakan persetujuan dan menunjuk pihak ketiga untuk memutus sengketa.

Sengketa atau beda pendapat dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan itikad baik dan mengesampingkan penyelesaian litigasi di Pengadilan Negeri, dimana sengketa tersebut hanya pada dunia bisnis saja seperti masalah

(37)

perdagangan, perindustrian, keuangan dan sebagainya. Para pihak dalam perjanjian yang menghendaki agar penyelesaian sengketa yang timbul akan diselesaikan dengan arbitrase dapat mempergunakan salah satu dari dua cara yang dapt membuka jalan timbulnya perwasitan, yaitu :

1. Dengan mencantumkan klausul dalam perjanjian pokok, yang berisi bahwa penyelesaian sengketa yang mungkin timbul akan diselesaikan dengan peradilan wasit.

2. Dengan suatu perjanjian tersendiri, di luar perjanjian pokok dibuat secara khusus bila timbul sengketa dalam melaksanakan perjanjian pokok ( akta kompromis ). Akta kompromis ini ditulis dalam suatu akta dan ditandatangani para pihak . Jika para pihak tidak dapat menandatangani, akta kompromis harus dibuat di muka notaris dan saksi – saksi. Akta kompromis berisi pokok – pokok dari perselisihan, nama dan tempat tinggal para pihak, nama dan tempat tinggal wasit.

Sementara itu yang dimaksud dengan negosiasi adalah suatu proses tawar –menawar atau pembicaraan untuk mencapai suatu kesepakatan terhadap masalah tertentu yang terjadi di antara para pihak.

Negosiasi dilakukan jika :

a. Telah ada sengketa antara para pihak

b. Belum ada sengketa karena masalahnya belum pernah dibicarakan

Dikatakan kembali bahwa ada dua dua tahap yang harus dilakukan oleh negosiator dalam melakukan negoisasi terhadap kontrak, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Pada tahap pelaksanaan negosiator harus melakukan hal – hal sebagai berikut :

1. sedapat mungkin memimpin organisasi

(38)

3. menetapkan apa saja yang hendak dicapai dalam organisasi

4. menyelesaikan point – point yang mudah untuk diselesaikan terlebih dahulu atau menunda hal

– hal yang rumit untuk diselesaikan

5. memberikan argumentasi yang logis serta analogi untuk menjelaskan posisi / pandangan.

Negosiasi ini bisa sederhana yang hanya dilakukan para pihak yang berkepentingan, dan bisa juga kompleks melibatkan negosiator khusus seperti advokad, penasihat hukum, lawyer, disini para pihak telah mempunyai negosiator sendiri.

Selanjutnya, mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan, yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak-pihak.

16.Pertanyaan: Bagaimana perkembangan hukum waralaba sejak franchise A&W dibeli

oleh Mr Zaina pada tahun 1985 hingga saat ini?

Jawaban:

Sejauh ini menurut informan yang penulis wawancarai, perkembangan hukum di Restoran A&W Plaza Medan Fair berjalan cukup baik, terbukti dari tidak adanya permasalahan hukum hingga sekarang ini menyangkut usaha waralaba yang dijalankan di Restoran A&W Plaza Medan Fair. 51

17.Pertanyaan: Apabila terjadi perselisihan menyangkut perjanjian antara franchisor

dengan franchisee perlindungan hukum seperti apa yang diterima oleh franchisee?

51

(39)

Jawaban:

Franchisee perlu memperoleh perlindungan hukum dari pemutusan perjanjian secara

sepihak oleh franchisor hal ini dikarenakan adanya perjanjian baku yang dibuat hanya oleh satu pihak saja yaitu pihak franchisor. Dengan adanya pemutusan sepihak yang tidak sesuai dengan perjanjian, maka franchisor telah melakukan wanprestasi. Oleh karena itu pihak franchisee dapat meminta ganti rugi sejumlah uang atau pelaksanaan perjanjian kembali. Penyimpangan yang dilakukan franchisor ini menimbulkan wanprestasi, yang berakibat kerugian pada franchisee. Konsekuensi yuridis dari tindakan wanprestasi adalah timbulnya hak dari pihak yang dirugikan untuk menuntut ganti rugi kepada pihak yang merugikan.

Pasal 8 PP No 42 tahun 2007 tentang Waralaba, menyebutkan franchisor wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, pembinaan, bimbingan, operasional, managemen, pemasaran, penelitian dan pengembangan kepada franchisee secara berkesinambungan. Sehingga apabila franchisee mengalami kesulitan dalam memasarkan franchisenya, maka franchisor bersedia melakukan pembinaan. Dalam Pasal 7 PP No. 42 Tahun 2007 menyebutkan bahwa

franchisor wajib mendaftarkan prospektusnya, yang memberitahu tentang identitas franchisor,

sejarah kegiatan usahanya, struktur organisasi franchisor, laporan keuangan, jumlah tempat usaha, daftar franchisee serta hak dan kewajiban para pihak. sehingga franchisee dapat mengetahui secara jelas tentang franchise yang akan mereka pilih sebagai usahanya.

(40)

18.Pertanyaan: Bagaimana pengaturan bisnis waralaba di indonesia?

Jawaban:

a. Peraturan Pemerintah RI No. 16 tahun 1997 Tanggal 18 Juni 1997 Tentang Waralaba yang kini telah dicabut dengan dikeluarkannya peraturan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007 tanggal 23 Juli 2007 Tentang Waralaba

Waralaba menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No 16 tahun 1997 adalah “perikatan

dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu

imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang dan atau jasa”.

Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007 pasal 1 ayat ( 1 ) menyebutkan pengertian waralaba adalah: “hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan / atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan / atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba”.

Dalam franchise ada dua pihak yang terlibat yaitu franchisor atau pemberi waralaba dan

(41)

b. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259 / Kep/ 7 / 1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba dan dinyatakan tidak berlaku lagi dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan RI No.12 / M – DAG / PER / 3 / 2006 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba Peraturan Menteri Perdagangan RI No.12 / M – DAG / PER / 3 / 2006, menegaskan kembali bahwa pemberian waralaba dapat dilakukan dengan pemberian hak lebih lanjut kepada penerima waralaba utama untuk mewaralabakannya kembali kepada penerima waralaba lanjutan. Dalam praktek seringkali disebut dengan Master

Franchise yang menjadi kesepakatan pemberian waralabanya dibuat dalam suatu perjanjian

penerima waralaba lanjutan. Dalam pasal 1 ayat ( 4 ) memberikan pengertian bahwa penerima waralaba utama ( Master Franchise ) adalah penerima waralaba yang melaksanaan hak membuat perjanjian waralaba lanjutan yang diperoleh dari pemberi waralaba dan berbentuk Perusahaan Nasional. Selanjutnya dalam pasal 1 ayat ( 5 ) menjelaskan lebih lanjut tentang penerima waralaba lanjutan adalah badan usaha atau perorangan yang menerima hak memanfaatkan dan / atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba melalui penerima waralaba utama.

(42)

tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna agar tidak timbul sengketa di kemudian hari.

4.3 Analisis Data

4.3.1 Analisis Praktik Pelaksanaan Bisnis Waralaba

Usaha waralaba atau yang disebut juga dengan nama franchise merupakan suatu perjanjian penjualan produk/jasa dengan merek dagang Pemberi Waralaba (franchisor), dimana

franchisor membantu Penerima Waralaba (franchisee) dibidang pemasaran, manajemen dan

bantuan tehnik lainnya, dan atas hal tersebut Penerima Waralaba (franchisee) membayar fee atau royalti atas penggunaan merek Pemberi Waralaba (franchisor).

Bisnis waralaba merupakan salah satu cara untuk mempercepat meraih keuntungan, itu sebabnya tidak mengherankan jika bisnis ini selalu membangkitkan gairah bisnis pelakunya. Namun dibandingkan dengan waralaba dalam negeri, waralaba luar negeri cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek yang sudah diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.

(43)

franchisor dan menerapkannya dalam usaha yang sejenis, sehingga menjadi kompetitor bagi

franchisor.

Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu adalah kepastian hukum yang mengikat bagi Pemberi Waralaba (franchisor) maupun Penerima Waralaba (franchisee).

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, pengertian waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Dengan cara waralaba perusahaan melakukan pengembangan pasar tanpa harus mengeluarkan investasi baru, bahkan dapat memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk turut serta menjalankan usahanya.

Perusahaan sebagai pemberi waralaba akan mengendalikan penerima waralaba dalam menjalankan usahanya, yaitu dengan memberikan dukungan sepenuhnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba menjelaskan bahwa suatu waralaba memiliki kriteria-kriteria yang khusus yaitu:

a. Memiliki ciri khas usaha, yaitu suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha lain sejenis, dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud. Misalnya, sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari Pemberi Waralaba.

(44)

bisnis untuk mengatasi masalah-masalah dalam perjalanan usahanya, dan ini terbukti dengan masih bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan menguntungkan. c. Memiliki standar atas pelayanan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara

tertulis. Cara ini supaya Penerima Waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama (Standard Operational Procedure).

d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan, sehingga Penerima Waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat melaksanakannya dengan baik sesuai dengan bimbingan operasional dan manajemen yang berkesinambungan yang diberikan oleh Pemberi Waralaba.

e. Adanya dukungan yang berkesinambungan dari Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba secara terus menerus seperti bimbingan operasional, pelatihan, dan promosi. f. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar, adalah Hak Kekayaan Intelektual yang

terkait dengan usaha seperti merek, hak cipta, paten, dan rahasia dagang, sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang berwenang.

(45)

4.3.2 Pelaksanaan Perjanjian Bisnis Waralaba Pada Restoran Khas Amerika A&W Plaza Medan Fair Medan

Dalam bisnis waralaba, hubungan antara franchisor dan franchisee dibangun atas dasar perjanjian. Hubungan tersebut dituangkan dalam suatu bentuk perjanjian yang disebut dengan Perjanjian Waralaba. Perjanjian Waralaba merupakan dokumen yang di dalamnya seluruh transaksi dijabarkan secara bersama. Perjanjian Waralaba harus secara tepat menggambarkan janji- janji yang dibuat dan harus adil, serta pada saat yang bersamaan menjamin bahwa ada kontrol yang cukup untuk melindungi integritas sistem.

Sebagai suatu transaksi yang melahirkan perjanjian, waralaba selalu melibatkan dua pihak. Kedua belah pihak tersebut memiliki kepentingan yang berdiri sendiri dan kadangkala bertolak belakang, meskipun secara konseptual dapat dikatakan bahwa kedua belah pihak tersebut, yaitu pemberi lisensi dan pemberi waralaba maupun penerima lisensi dan penerima waralaba, pasti akan mencari keuntungan yang besarnya. Maksud untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya ini dapat menjadi salah satu sumber perbedaan kepentingan dan perselisihan diantara kedua belah pihak. Keuntungan yang besar hanya dapat dicapai oleh kedua belah pihak apabila kedua belah pihak dapat menjalin sinergisme bisnis yang saling menguntungkan. Perjanjian waralaba ini merupakan bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada para pihak, dan perjanjian tersebut merupakan perjanjian baku timbal balik karena masing – masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang mengedepankan prinsip yang saling menguntungkan.

Pendirian waralaba dapat terwujud karena adanya kesepakatan kedua belah pihak antara

franchisor dengan franchisee. Dan bentuk perjanjian waralaba di Indonesia dilaksanakan sesuai

(46)

Buku Tiga Bab II antara lain Tentang Perikatan dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian yang mengandung konsekwensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak dimana satu pihak adalah yang wajib berprestasi ( debitur ) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi ( kreditur ). Jadi disini baik pemberi waralaba maupun penerima waralaba keduanya berkewajiban untuk memenuhi prestasi tertentu.

Para pihak yang membuat kontrak telah sepakat dan berkesesuaian dalam kemauan dan saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak tanpa ada paksaan, kekeliruan, dan penipuan. Pelaksanaan perjanjian yang dibuat para pihak yang sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1320 KUH Perdata yaitu sebagai berikut :

a. Adanya kesepakatan dari para pihak yang membuat perjanjian artinya untuk membuat perjanjian tidak boleh ada paksaan, tidak boleh ada penipuan dan tidak boleh ada kekhilafan. Jika perjanjian itu dibuat dengan tidak adanya kesepakatan maka perjanjian itu dapat dibatalkan

b. Para pihak cakap ( wenang ) bertindak dalam hukum, artinya pihak – pihak yang membuat perjanjian cakap ( wenang ) untuk membuat perjanjian seperti sudah dewasa, tidak berada dalam pengampuan ( gila, pemabok, penjudi dan sebagainya)

(47)

d. Sebab yang halal artinya perjanjian yang dibuat tidak bertentangan dengan Undang – Undang, agama, ketertiban umum, dan kesusilaan.

Kesepakatan dari para pihak adalah asas esensial dari Hukum Perjanjian yang mengandung

arti “kemauan” ( will ) para pihak untuk saling berprestasi dan ada kemauan untuk saling

mengikatkan diri. Kemauan ini menimbulkan kepercayaan bahwa perjanjian itu dipenuhi. Asas konsensualisme berhubungan erat dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan

mengikat yang terdapat dalam pasal 1338 ayat ( 1 ) KUH Perdata yang menyebutkan “semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang

membuatnya“ Asas kebebasan berkontrak tidak mempunyai arti tidak terbatas, akan tetapi

terbatas oleh tanggung jawab para pihak dengan meletakkan kedudukan yang seimbang di antara para pihak dengan prinsip saling memberikan keuntungan. Maksud dari pasal tersebut adalah memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :

1. Membuat atau tidak membuat perjanjian 2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun

3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya 4. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

Perjanjian waralaba dapat dikatakan suatu perjanjian yang tidak bertentangan dengan undang – undang, agama, ketertiban umum, dan kesusilaan. Artinya perjanjian waralaba tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan perlindungan yang berlakudan, oleh karena itu perjanjian tersebut menjadi undang–undang bagi mereka yang membuatnya, dan mengikat kedua belah pihak.

(48)

58,59 Plaza Medan Fair Medan, sejauh ini belum pernah terjadi perselisihan, sengketa atau permasalahan hukum, baik seperti pemutusan kontrak, wanprestasi, perlindungan hukum antara

franchisor dan franchisee maupun masalah dalam hal bagi hasil. Hal ini membuktikan bahwa

perjanjian bisnis waralaba di Restoran Khas Amerika A&W Plaza Medan Fair Medan dijalankan sesuai prinsip-prinsip hukum yang berlaku.

4.3.3 Analisis Perlindungan Hukum Dalam Bisnis Waralaba

Waralaba bukanlah suatu industri baru bagi Indonesia. Legalitas yuridisnya sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1997 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah RI No.16 Tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 tentang Waralaba (PP Waralaba), yang kini telah dicabut dengan dikeluarkannya peraturan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007 tanggal 23 Juli 2007 Tentang Waralaba.

Kemudian disusul dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 259/MPP/Kep/7/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba (KepMen Waralaba) dan telah diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No 12/M-DAG/PER/3/2006.

Selain itu terdapat dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba, dan telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor:53/M-DAG/PER/8/2012 tanggal 24 agustus 2012.

(49)

sebagai berikut: Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.

Rumusan tersebut di atas tidak jauh berbeda dari rumusan yang diberikan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: Nomor:53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Rumusan mengenai waralaba tersebut dengan tegas menyatakan bahwa pemberian waralaba adalah suatu bentuk pemberian hak dan atau kewenangan dari satu pihak tertentu (Pemberi Waralaba) kepada pihak lainnya (Penerima Waralaba) untuk suatu jangka waktu tertentu, menjalankan usaha, termasuk menjual atau memperdagangkan produk-produk dalam bentuk barang dan jasa, dengan memanfaatkan atau mempergunakan Hak Kekayaan Intelektual, dengan imbalan dalam bentuk pembayaran royalty, sebagaimana diatur dalam perjanjian

waralaba tersebut.

(50)

sedangkan dalam pemberian waralaba, Penerima Waralaba melaksanakan segala sesuatunya

berdasarkan pada “arahan” atau “petunjuk” atau “instruksi” yang telah ditetapkan atau digariskan

oleh Pemberi Waralaba.

Hak kekayaan intelektual dalam pemberian waralaba dengan beranjak pada rumusan, pengertian, kosep dan konsepsi waralaba di Indonesia yang telah dijelaskan di atas dapat diketahui bahwa dalam pemberian waralaba senantiasa terkait pemberian hak untuk menggunakan dan atau memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual tertentu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk:

1. Merek, baik yang meliputi merek dagang maupun merek jasa, ataupun indikasi asal (indication of origin) tertentu.

2. Suatu bentuk format, formula, ciri khas, metode, tata cara, prosedur, sistem dan lain sebagainya yang bersifat khas yang terkait dengan, dan yang tidak dapat dipisahkan dari setiap output atau produk yang dihasilkan dan selanjutnya dijual, diserahkan atau diperdagangkan dengan mempergunakan merek dagang, merek jasa atau indikasi asal tersebut di atas, yang dinamakan dengan Rahasia Dagang.

(51)

dan / atau rahasia dagang sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang berwenang. Berdasarkan UU Tentang HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) yaitu: UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Hak Merk.

Apabila dicermati Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, terdapat beberapa konsep perlindungan hukum terhadap usaha waralaba, yaitu:

1. Pasal 3 huruf f yang menyebutkan bahwa waralaba harus merupakan suatu hak kekayaan intelektual yang sudah terdaftar. Sehingga terdapat kepastian hukum dalam bisinis waralaba, menghilangkan keragu-raguan akan waralaba yang ditawarkan

2. Terdapatnya ketentuan yang mengharuskan dibuatnya perjanjian waralaba dalam Bahasa Indonesia

3. Keharusan pemberi waralaba untuk memberikan prospektus sebelum membuat perjanjian waralaba, sehingga sangat melindungi kepentingan calon penerima waralaba. Adanya aturan ini memberikan ruang bagi calon penerima waralaba untuk terlebih dahulu mempelajari waralaba yang bersangkutan

4. Ada keharusan untuk mencantumkan klausula minimal dalam perjanjian waralaba, hal ini akan menciptakan keseimbangan posisi para pihak dalam perjanjian sekaligus memberikan perlindungan hukum.

4.3.4 Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Waralaba

(52)

yang telah disepakati bersama / telah ditandatangani para pihak biasanya selalu disebutkan dalam suatu pasal tersendiri yang menyatakan cara bagaimana melakukan suatu penyelesaian atas suatu perselisihan atau sengketa yang timbul.

Permasalahan dalam kontrak waralaba sering terjadi ketika waralaba itu sudah berjalan. Hal ini memerlukan perhatian khusus, karena dasar sebuah waralaba adalah memberikan keuntungan bagi para pihak. Jika terjadi permasalahan maka yang menjadi rujukan pertama adalah isi dari klausul kontrak yang telah ditanda tangani oleh kedua belah pihak, yaitu pemberi waralaba dan penerima waralaba. Dari berbagai permasalahan yang timbul harus dicari jalan keluar yang terbaik agar didapatkan penyelesaian yang saling menguntungkan. Sengketa ini terjadi jika masing-masing pihak melakukan wanprestasi atau menyimpang dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam perjanjian waralaba ( franchise agreement ).

Dalam praktek di lapangan para pihak yang terlibat dalam sengketa cenderung mengenyampingkan hukum kontrak ( formal ) dan doktrin kontrak dengan alasan bahwa pengusaha saling tergantung, hidup dan bekerja dalam jaringan hubungan yang berkesinambungan bukan sebagai kompetitor melainkan sebagai usaha yang saling memberikan manfaat dan keuntungan.

Perlindungan hukum yang diberikan oleh Pemerintah melalui aturan – aturan hukum yang dibuatnya, sangat erat kaitannya dengan penegakan hukum ( rule of law) . Dalam konteks penegakan hukum terhadap bisnis waralaba, tentunya sangat ditentukan oleh peran para subyek hukum dalam mendukung berlakunya hukum melalui pemenuhan isi perjanjian, baik oleh

(53)

Terlaksananya isi perjanjian yang disepakati merupakan landasan hukum yang harus dijaga dalam memberikan pelayanan dan kenyamanan bagi kelangsungan bisnis. Seperti perjanjian pada umumnya, ada kemungkinan terjadinya wanprestasi dalam pelaksanaan Perjanjian Waralaba. Wanprestasi terjadi ketika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana tertera dalam Perjanjian Waralaba, yang menyebabkan salah satu pihak merasa dirugikan. Wanprestasi ada 3 yaitu:

1. Tidak dilaksanakan perjanjian sesuai dengan kontrak 2. Dilaksanakan perjanjian tetapi tidak sesuai dengan kontrak

3. Dilaksanakan perjanjian sesuai dengan kontrak, tetapi tidak keseluruhan.

Berdasarkan hal tersebut, maka secara khusus pihak yang dapat dirugikan dalam bisnis waralaba yaitu Pemberi Waralaba (franchisor) dan Penerima Waralaba (franchisee).

Untuk menyelesaikan sengketa, pada umumnya terdapat beberapa cara yang dapat dipilih. Cara-cara yang dimaksud adalah sebagai berikut:

(54)

1. Pengadilan,

Lembaga resmi kenegaraan yang diberi kewenangan untuk mengadili, yaitu menerima, memeriksa, mengadili dan memutus perkara berdasarkan hukum materil dan hukum formil yang berlaku.52

Apabila terjadi sengketa dari sebuah kontrak ( breach of contrac ), diselesaikan secara perdata yang harus didahului dengan adanya surat gugatan ke pengadilan di wilayah hukum tergugat berada. Selanjutnya proses di pengadilan ini diupayakan melalui usaha perdamaian oleh Hakim Pengadilan Perdata. Perdamaian bisa dilakukan di luar pengadilan atau di muka pengadilan, apabila tercapai perdamaian maka gugatan dicabut oleh penggugat. Apabila jalan perdamaian tidak berhasil diupayakan, maka proses penyelesaian lewat jalur pengadilan akan ditempuh. Mengingat akan sifat dari pemberian waralaba khususnya format bisnis, maka penyelesaian lewat forum pengadilan relatif tidak menguntungkan.

Cara ini kurang populer di kalangan pengusaha, bahkan kalau tidak terpaksa, para pengusaha pada umumnya menghindari penyelesaian sengketa di pengadilan . Hal ini kemungkinan disebabkan lamanya waktu yang tersita dalam proses pengadilan sehubungan dengan tahapan-tahapabn (banding dan kasasi) yang harus dilalui, atau disebabkan sifat pengadilan yang terbuka untuk umum sementara para pengusaha tidak ingin masalah bisnisnya dipublikasikan, ataupun karena penanganan penyelesaian sengketa tidak dilakukan oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tertentu yang dipilih sendiri.

2. Negosiasi

Cara untuk mencari penyelesaian masalah melalui diskusi (musyawarah) secara langsung antara pihak-pihak yang bersengketa yang hasilnya diterima oleh para pihak tersebut. Jadi

Gambar

Tabel 1: Logo A&W dari awal terbentuk hingga logo akhir
GAMBAR 3.1 : Strukur Organisasi Restoran Khas Amerika A&W Plaza Medan Fair Medan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum terhadap para pihak dalam perjanjian waralaba di indonesia diwujudkan

Perlindungan hukum secara preventif telah diakomodir pada oleh perjanjian waralaba Bakso Tengkleng Mas Bambang yakni dengan adanya pengaturan mengenai kewajiban dari

Dalam Pasal 14 dinyatakan bahwa jika pemberi waralaba memutuskan perjanjian sebelum berakhimya masa berlakunya perjanjian waralaba dan menunjuk penerima waralaba yang baru,

Baba Rafi Indonesia tersebut, membuat penulis tertarik untuk meneliti tentang Perlindungan Hukum Bagi Penerima Waralaba dalam Kontrak Standar pada Perjanjian Waralaba di

Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan/atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HaKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha

Perlindungan Hukum terhadap HAKI yang dimiliki oleh Pihak Pemberi Waralaba (franchisor) akan dapat lebih terlindungi apabila dalam Perjanjian Waralaba mengatur tentang

Pasal 1 ayat (7): ”Perjanjian waralaba lanjutan adalah perjanjian secara tertulis antara penerima waralaba utama dengan penerima waralaba lanjutan”. Dapat dirumuskan

Perlindungan Hukum terhadap HaKI yang dimiliki oleh Pihak Pemberi Waralaba (franchisor) akan dapat lebih terlindungi apabila dalam Perjanjian Waralaba telah