• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Sumber Daya Genetik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Sumber Daya Genetik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG SUMBER DAYA GENETIK

A.Pengertian Sumber Daya Genetik

Di dalam Convention on Biological Diversity (CBD), Sumber Daya Genetik

(SDG) diartikan sebagai material genetik yang mempunyai nilai nyata atau

potensial (genetic material of actual or potential value).13

Secara teoritis, Paleroni (1994) mendefinisikan SDG sebagai kandungan

kimia benilai, enzim, atau gen yang potensial yang terdapat dalam mikroba,

tanaman, serangga, hewan mematikan dan organisme laut. sementara Putterman

mendefinisikan SDG sebagai deskripsi tentang keanekaragaman hayati yang

terdiri dari berbagai informasi genetik dan terbentuk dalam senyawa kimia dalam

spesies secara alamiah.

Adapun material genetik

yang dimaksud adalah bahan dari tumbuhan, binatang, jasad renik atau jasad lain

yang mengandung unit-unit fungsional pewarisan sifat (hereditas).

14

Kameri-Mbote (1997) mengartikan SDG sebagai pembentuk basis fisik

hereditas dan penyedia keanekaragaman genetik yang ada pada suatu populasi

atau spesies. Menurutnya, SDG terdiri dari plasma nutfah tanaman, hewan dan

organisme lainnya. 15

13

Indonesia, Undang-Undang tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati), UU Nomor

Adapun yang dimaksud dengan plasma nutfah adalah

5Tahun 1994, LN.No. 41 Tahun 1994,, TLN No. 1556, terjemahan resmi salinan naskah asli

14

Hak kekayaan Intelektual : SDGPTEBT

15

Annie Patricia Kameri-Mbote, Phillipe Cullet, The management of Genetic

(2)
(3)

substansi yang terdapat dalam kelompok makhluk hidup dan merupakan sumber

sifat keturunan yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan atau dirakit untuk

menciptakan jenis unggul atau kultivar baru.

The international Treaty on Plant Genetic Resoources for Food and

Agriculture (ITPGRFA) menjelaskan bahwa sumber daya genetik merupakan

nilai nyata atau potensial dari tumbuhan bagi pangan dan pertanian. SDG

merupakan karakter tumbuhan atau hewan yang dapat diwariskan, dapat

bermanfaat atau berpotensi untuk dimanfaatkan oleh manusia, yang mengandung

kualitas yang dapat memberikan nilai atas komponen keanekaragaman hayat,

seperti nilai ekologi, genetik, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, pendidikan,

budaya, rekreasi dan estetika keanekaragaman hayati tersebut dan komponennya.

Merujuk pada pengertian di atas, pengertian SDG ini meliputi tanaman,

hewan atau mikroba yang memiliki unit fungsional hereditas yang bernilai, baik

itu secara nyata maupun potensial. SDG mempunyai nilai multidimensi, baik itu

nilai ekologi, social, budaya, maupun ekonomi. Dalam kaitannya dengan

pemanfaatan SDG secara komersial, maka nilai ini berarti nilai ekonomi dari SDG

tersebut.

Masih menurut CBD, materi genetik dapat meliputi benih, potongan, sel

dan seluruhnya atau sebagian dari organisme yang memiliki unit fungsional

hereditas. Selain itu, DNA atau RNA yang diekstraksi dari tanaman, hewan

(4)

Menurut Pasal 2 CBD, SDG bisa berada secara in situ, yaitu di dalam

ekosistem dan habitat alaminya dan dalam jenis-jenis terdomestikasi. Istilah SDG

dan plasman nutfah digunakan bergantian untuk menggambarkan substansi

pembawa sifat keurunan. Substansi ini secara sempurna ada pada DNA.

Penggunaan sitilah SDG ada pada ketentuan UNCBD dan ITPGRFA. Sedangkan

UU No. 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman menggunakan istilah

plasma nutfah. Atau budidaya di dalam lingkungan tempat sifat-sifat khususnya

berkembang. Sedangkan lainnya berada secara ex situ, yaitu berada diluar habitat

alaminya misalnya di bank benih atau bank gen.

SDG merupakan karakter tumbuhan atau hewan yang dapat diwariskan,

dapat bermanfaat atau berpotensi untuk dimanfaatkan oleh manusia, yang

mengandung kualitas yang dapat memberikan nilai atas komponen keragaman

hayati seperti nilai ekologi, genetik, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan,

pendidikan, budaya, rekreasi dan estetika keanekaragaman hayati tersebut dan

komponennya. SDG berarti tumbuhan, hewan, atau mikrobiologi yang memiliki

unit fungsional hereditas yang bernilai, baik itu secara aktual maupun potensial.

Nilai SDG bersifat multidimensi, baik itu nilai ekologi, sosial budaya, maupun

ekonomi.16

Dalam kaitan ini sumber daya genetika ini bisa dimanfaatkan untuk

kultivar dan pemuliaan secara modern, kultivar atau pemuliaan tradisional,

16

(5)

penyediaan genetika tertentu (breeding line, mutan, dan seterusnya), spesies

domestik yang memiliki hubungan dengan spesies liarnya, varian genetika dari

spesies sumber daya liar (Dunster, 1996). Dengan demikian, jelaslah jika

membahas mengenai sumber daya genetika, yang dibahas adalah aspek ekonomi

dari sumber daya tumbuhan dan hewan dimaksud.

Potensi komersial yang melibatkan sumber daya genetik dan pengetahuan

tradisional terkait telah berkembang sangat cepat dalam dua dekade terakhir

seiring dengan perkembangan yang pesat dari industri bioteknologi.

Perkembangan ilmu bioteknologi telah mendorong pengembangan potensi

ekonomi, pemanfaatan dan komersialisasi SDG.

Kerugian global SDG dan degradasi ekosistem, akan berpengaruh pada

ketahanan pangan dan gizi, penyediaan dan akses terhadap air dan kesehatan

masyarakat miskin pedesaan, serta keseluruhan kesejahteraan orang di seluruh

dunia, termasuk generasi sekarang dan masa depan. PT-SDG, inovasi dan praktek

masyarakat adat dan lokal memberikan kontribusi penting untuk konservasi dan

pemanfaatan berkelanjutan SDG dan aplikasi yang lebih luas dapat mendukung

kesejahteraan sosial dan penghidupan yang berkelanjutan.

Dengan demikian, SDG sebagai sumber daya alam/kekayaan alam

Indonesia dalam penguasaan oleh negara harus memberikan kemakmuran rakyat

yang secara sederhana dapat dikongkretnya antara lain dalam pemerataan

(6)

adanya akses pendidikan dan kesehatan yang terjangkau. Akhirnya, SDG untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat dapat terwujud.

B. Jenis-Jenis Sumber Daya Genetik

Sumber daya genetik (SDG) atau plasma nutfah mencakup semua spesies

tanaman, hewan, jasad renik maupun mikroorganisme, serta ekosistem dimana

spesies tersebut menjadi bagian daripadanya yang mempunyai kemampuan untuk

menurunkan sifat dari satu generasi ke generasi berikutnya.

1. Tanaman

Pada tanaman, sumber daya genetik terdapat dalam biji, jaringan, bagian

lain tanaman, serta tanaman muda dan dewasa. Banyak spesies tanaman di

Indonesia memiliki keanekaragaman sember daya genetik tinggi dan

persebarannya meliputi berbagai daerah. Setiap daerah di Indonesia memiliki

beberapa sumber daya genetik yang khas dan berbeda. Contohnya beberapa

varitas padi yang khas. Ragam genetik sebagai modal dasar pembentukan

varietas. Keragaman antar jenis, antar populasi, dan antar individu dalam populasi

merupakan ragam genetik atau keragaman sifat sebagai pembentuk varietas pada

tanaman.

Varietas tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies

yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah,

biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat

membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu

(7)

Untuk dapat varietas dianggap seragam apabila sifat-sifat utama atau

penting pada varietas tersebut terbukti seragam meskipun bervariasi sebagai

akibat dari cara tanam dan lingkungan yang berbeda-beda. Sedangkan suatu

varietas dianggap stabil apabila sifat-sifatnya tidak mengalami perubahan setelah

ditanam berulang-ulang, atau untuk yang diperbanyak melalui siklus perbanyakan

khusus, tidak mengalami perubahan pada setiap akhir siklus tersebut.

Yang dimaksud dengan varietas yang apabila diperbanyak tidak

mengalami perubahan adalah varietas tersebut tetap stabil di dalam proses

perbanyakan benih atau propagasi dengan metode tertentu, misalnya produksi

benih hibrida, kultur jaringan, dan stek.

Dalam hal perlindungan atas varietas tanaman terdapat Hak Perlindungan

Varietas Tanaman (PVT) adalah hak yang diberikan kepada pemulia dan/atau

pemegang hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau

memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk

menggunakannya selama waktu tertentu (Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor

29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman).

Perlindungan Varietas Tanaman, yang selanjutnya disingkat PVT, adalah

perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh

Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas

Tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman

(8)

Varietas yang dapat diberi PVT harus diberi penamaan yang selanjutnya

menjadi nama varietas yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa:

a) nama varietas tersebut terus dapat digunakan meskipun masa

perlindungannya telah habis;

b) pemberian nama tidak boleh menimbulkan kerancuan terhadap

sifat-sifat varietas;

c) penamaan varietas dilakukan oleh pemohon hak PVT dan didaftarkan

pada Kantor PVT;

d) apabila penamaan tidak sesuai dengan ketentuan butir b, maka Kantor

PVT berhak menolak penamaan tersebut dan meminta penamaan

baru;

e) apabila nama varietas tersebut telah dipergunakan untuk varietas lain,

maka pemohon wajib mengganti nama varietas tersebut;

f) nama varietas yang diajukan dapat juga diajukan sebagai merek

dagang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

untuk mengembangkan varietas tanaman baru dapat dilakukan melalui 2

cara yakni melalui pemuliaan tanaman klasik dan melalui bioteknologi, misal

rekayasa genetika. Varietas tanaman yang dihasilkan dari rekayasa genetika

dilindungi dengan PVT, namun proses/metode untuk menghasilkan varietas baru

dapat dilindungi dengan Paten, sepanjang persyaratan dipenuhi. Seandainya

diinginkan perlindungan ganda tersebut, maka kriteria untuk memenuhi Paten

harus diprioritaskan, karena kriteria kebaruan (novelty) pada Paten lebih sulit

(9)

memiliki nilai ekonomi, masih bersifat “rahasia” dan dilakukan upaya menjaga

kerahasiaan, apabila diinginkan, dapat pula dilindungi dengan rezim Rahasia

Dagang.

Maka sumber daya genetik (Plasma Nutfah) yang berupa keanekaragaman

tanaman perlu dilestarikan untuk dapat digunakan secara berkelanjutan.

Pelestarian sember daya genetik dilakukan melalui koleksi plasma nutfah.

Tumbuhan sebagai bahan obat-obatan PT-SDG mengenai bahan obat

antara lain dari: suku Leguminosae yang sebagian besar adalah akar/liana

mengandung air yang bermanfaat untuk pengobatan seperti untuk obat batuk.

Jenis akar kuning (Fibraureatinctoria) bermanfaat khusus untuk mengobati sakit

kuning (liver). Bagian yang digunakan adalah batang dan juga akarnya. Pasak

bumi (Eurycomalingifolia), penangkal malaria namun umumnya lebih diyakini

memberikan efek keperkasaan bagi pria. Dari famili Sterculiaceae,Scaphium

macropodum atau Empokong (istilah lokal di suku Dayak Iban), kembang

semangkok (Melayu), buahnya untuk mengurangi penyakit panas dalam. Jenis ini

mendapatkan namanya dari buahnya yang kalau direndam dalam air dingin di

mangkok maka daging buahnya akan mengembang memenuhi ruang pada

mangkok secara penuh. Jelatang (Dendrocnide stimulans) suatu tumbuhan dengan

miang-miang halus pada daun bisa menimbulkan rasa gatal dan iritasi yang sangat

menyakitkan. Namun rasa gatal ini bisa dihilangkan dengan memanfaatkan daun

tumbuhan ini sendiri dengan cara dipanaskan dan ditempel pada bagian yang

terkena miang jelatang. Kantung semar (Nephenthes ampullaria) oleh masyarakat

(10)

daunnya. Air yang terkandung dalam kantong yang masih tertutup sebagai tetes

mata untuk menyembuhkan mata merah.

2. Hewan

Pada hewan, sumber daya genetik terdapat dalam jarinngan, bagian-bagian

hewan lainya,telur, embrio. Hewan hidup, baik yang muda maupun yang dewasa.

Indonesia seharusnya bangga mempunyai sumber daya genetik hewan yang cukup

banyak dan beragam seperti kambing gembrong, domba garut, atau sapi bali

Pengelolaan sumber daya genetik hewan bisa dilakukan melalui kegiatan

pemanfaatan dan pelestarian sumber daya genetik hewan misalnya

pembudidayaan, pemuliaan, eksplorasi, konservasi dan penetapan kawasan

pelestarian. Sementara untuk mencegah kemungkinan pengambilan secara ilegal

rumpun atau galur terbentuk di suatu wilayah, pemerintah memberikan

perlindungan hukum melalui penetapan dan pelepasan rumpun atau galur ternak.

Pengaturan ini dilakukan untuk menjamin adanya pelestarian dan pemanfaatan

berkelanjutan sumber daya genetik hewan

Ternak lokal merupakan sumber genetik unik yang seharusnya dapat

dimanfaatkan pengembangannya dan dijadikan sebagai sumber ketahanan pangan

nasional. Ternak mempunyai kontribusi dalam hal ketahanan pangan baik di

tingkat rumah tangga maupun industri. Untuk itu, negara perlu segera

menerapkan langkah-langkah konservasi karena banyak ternak lokal yang telah

punah. Beberapa ternak lokal yang perlu diperhatikan sebagai sumber plasma

(11)

Kerbau Benuang, Domba Ekor Tipis, Kambing PE, Kambing Saburai, ayam

kampung di seluruh Indonesia, Itik Tegal, dan beberapa ternak lain. Pelestarian

ternak lokal sebagai plasma nutfah dapat dilakukan melalui pengembangan model

pembibitan sederhana untuk mempertahankan dan meningkatkan potensi genetik

ternak.

Penelitian terhadap sumber daya genetik hewan akan dapat menghasilkan

kekayaan intelektual. Kekayaan intelektual tidak hanya merujuk pada

pelindungan secara ekonomi, namun terdapat perlidungan secara moral bagi

pencipta/penemunya. Di bidang biologi bentuk kekayaan intelektual sangat

beragam, mencakup semua bentuk materi maupun informasi yang diperoleh

dalam penelitian.

Hak atas kekayaan inteektual yang terkandung dalam bidang niologi

khususnya dalam penelitian mengenai sumber daya genetil, tercakup di dalamnya

hak paten, aplikasi paten, sertifikat PVT, hak cipta, dan semua invensi, perbaikan

suatu proses, temuan yang dapat dilindungi oleh hukum formal maupun tidak,

termasuk di dalamnya adalah seluruh know-how, rahasia dagang, rencana dan

prioritas penelitian, hasil-hasil penelitian dan laporan, model komputer dan

simulasi terkait, plasma nutfah, kultur, galur sel, tanaman, bagian tanaman, biji,

polen, protein, peptida, senyawa metabolit, sekuens DNA dan RNA, gen, probe,

plasmid dan informasi yangberkaitan dengan itu.17

17

(12)

UU peternakan 2009 jo 2014 menyatakan bahwa pemanfaatan dan

pelestarian keanekaragaman hayati diselenggarakan peternakan dan kesehatan

hewan dengan menerapkan asas kemanfaatan dan keberlanjutan, keamanan dan

kesehatan, kerakyatan dan keadilan, keterbukaan dan keterpaduan, kemandirian,

kemitraan dan keprofesionalan. 18

3. Mikroorganisme/Mikroba

Oleh karena itu pemanfaatan di bidang

peternakan terus berlanjut dan meningkat sehingga dapat meningkatkan daya

saing bangsa dan kesetaraan dengan bangsa lain yang lebih maju. Prinsip keadilan

ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan

harus dapat memberikan peluang dan kesempatan yang sama secara proporsional

kepada semua warga negara. Dari 6 (enam) indikator terdapat 2 (dua) indikator

yang terpenuhi, 1 (satu) indikator yang cukup terpenuhi dan 3 (tiga) indikator

yang tidak terpenuhi.

Sumber daya genetik mikroba adalah sumber daya genetika yang

berkaitan dengan jasad renik atau mikroba seperti bakteri, archaea, virus,

protozoa, kapang, dan ragi. Berdasakan genetiknya mikroba dikelompokkan

menjadi: 1. Mikroba wild type (galur liar), adalah mikroba hasil isolasi dari

alam dengan teknik mikrobiologi yang ada dan bukan mikroba hasil modifikasi

genetika; 2. Mikroba transgenik/hasil rekayasa genetika adalah mikroba yang

memiliki tambahan informasi genetik dari luar, dan mempunyai kemampuan

untuk mewariskan sifat genetik yang telah berubah itu secara stabil pada

18

(13)

keturunannya melalui proses rekayasa genetika.

Pengelompokkan lain adalah Mikroba Patogen adalah mikroorganisme

yang bersifat patogen atau mampu menimbulkan penyakit. Berdasarkan tingkat

bahayanya mikroba patogen dibagi menjadi 4 group:

a. Grup 1 : mikroba yang biasanya tidak menimbulkan penyakit pada

manusia.

b. Grup 2 : mikroba yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia tetapi

biasanya tidak menyebar dalam masyarakat dan telah tersedia cara

pencegahan dan

c. pengobatannya.

d. Grup 3 : mikroba yang dapat menyebabkan penyakit manusia yang

parah, dapat menyebar pada masyarakat, tetapi ada pencegahan dan

pengobatan yang efektif.

e. Grup4 : mikroba yang dapat menyebabkan penyakit manusia yang

parah, mempunyai daya penyebaran tinggi pada masyarakat dan tidak ada

cara pencegahan dan pengobatannya

Berdasarkan prinsip bioetik (Universal Declaration on Bioethics and

Human Rights), bahwa dalam setiap keputusan dan praktek yang berkaitan

dengan pemanfaatan mikroba secara umum, maka bagi pelaku perlu

memperhatikan hal-hal berikut. Pemanfaatan mikroba tersebut harus

menghormati harkat manusia dan hak asasi manusia. Pemanfaatan mikroba

tersebut harus memprioritaskan kepentingan kemanusiaan daripada kepentingan

(14)

kepentingan apapun harus memperhatikan keamanan kemanusiaan dan

lingkungan pada umumnya.

Pemanfaatan mikroba tersebut harus dilaksanakan dengan mengacu pada

persamaan, keadilan, dan kesetaraan dalam masyarakat global maupun lokal.

Konvensi Keragaman Hayati (CBD) mengakui kedaulatan setiap negara dalam

melindungi sumberdaya alamnya termasuk kekayaan mikroba di dalamnya, dan

setiap negara mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan bagian keuntungan

yang adil (fair and equitable benefit sharing) dari pengelolaan dan eksploitasi

kekayaan hayati mikrobanya. Fair and equitable benefit sharing membawa

konsekuensi pada hak akses setiap negara pada sumber daya hayati termasuk

mikrobanya yang harus dilakukan secara mutual dalam material transfer

agreement jika eksploitasi mikroba itu merupakan kerjasama bilateral ataupun

multilateral.

Pemanfaatan mikroba harus memperhatikan dan tidak merugikan

lingkungan dan keragaman biodiversitas yang ada, sehingga pemanfaatan

tersebut dapat melindungi kepentingan generasi mendatang yang memerlukan

lingkungan sehat dan kekayaan sumber daya alam. Penggunaan rekayasa genetika

pada mikroba tidak boleh merusak lingkungan dan menurunkan keberlanjutan

alam dengan cara:

a. a. Mempengaruhi keseimbangan ekologi yang dapat menimbulkan

(15)

b. Menyebabkan kerusakan pada makhluk hidup yang tidak terlibat

merusak biodiversitas.

c. Menimbulkan permasalahan baru.

d. Menimbulkan perubahan dalam komposisi makanan di dalam tanah

maupun proses geokimia.

Indonesia mempunyai diversitas mikroorganisme yang tinggi karena

merupakan daerah tropis yang berkelembaban tinggi, banyak daerah vulkanik

baik di darat maupun di laut. Laut yang luas juga menjadi habitat yang berpotensi

besar untuk mikroba potensial. Akan tetapi informasi tentang biodiversitas

mikroba asli Indonesia masih sangat kurang. Mikroba potensial:

hyperthermophiles (penghasil enzim tahan panas), mikroba penghasil

antibiotik atau senyawa bioaktif lainnya yang bernilai komersial tinggi. Maka: a.

Perlu wadah yang mempunyai otoritas internasional dalam menerima deposit

hasil isolasi para periset; b. Perlu aturan yang jelas dan tersosialisasikan termasuk

MTA yang jelas dan transparan untuk mencegah biopiracy.

Bahwa Mikroorganisme baik yang telah ada di alam atau hasil rekayasa

genetika merupakan subject matter yang patentable (lihat TRIPs Pasal 27(3).

Namun, mikroorganisme dinilai bukan merupakan suatu invensi, sehingga

seharusnya merupakan subject matter yang tidak dapat dipatenkan.

C. Dasar Hukum Sumber Daya Genetik

Rujukan utama pengaturan SDG Indonesia, tentu saja konstitusi negara

(16)

dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menjadi rujukan pengaturan SDG di Indonesia

yang berbunyi: ”Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat”.

Berdasarkan ketentuan dalam UUD 1945 tersebut maka pengelolaan

sumberdaya alam harus berorientasi kepada konservasi sumber daya alam

(natural resource oriented) untuk menjamin kelestarian dan keberlanjutan fungsi

sumber daya alam, dengan menggunakan pendekatan yang komprehensif dan

terpadu.

Istilah sumber daya alam sendiri secara yuridis dapat ditemukan di dalam

Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR RI/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan

Negara Tahun 1999-2004, khususnya Bab IV Arah Kebijakan Huruf H Sumber

Daya Alam dan Lingkungan Hidup Angka 4, yang menyatakan:

”Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan

lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi

dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang yang pengusahaannya

diatur dengan undang-undang.”

Selanjutnya Tap MPR IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan

Pengelolaan SDA menegaskan kembali fungsi negara sebagai pengelola sumber

daya alam. Ketetapan ini menugaskan DPR bersama sama dengan Presiden untuk

(17)

untuk mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan,

pemanfaatan dan pemeliharaan sd agraria dan SDA; serta memelihara

keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik untuk generasi

sekarang maupun generasi mendatang dengan tetap memperhatikan daya tampung

dan dukung lingkungan.19

Lalu kemudian pada tahun 1994, dengan semakin meningkatnya

pemahaman mengenai kepemilikan SDG di tingkat Internasional, Indonesia

kemudian meratifikasi UNCBD melalui UU No. 5 Tahun 1994. Di dalam

UNCBD ini diatur beberapa poin penting terkait SDG diantaranya adalah:

Selanjutnya, prinsip pengelolaan SDG ini diterjemahkan dalam tidak

kurang dari 28 peraturan setingkat UU dan berbagai peraturan pelaksananya.

Namun peraturan yang terkait dengan SDG ini masih bersifat sektoral.

Sebelum meratifikasi United Nation Convention on BiologicalDiversity

(UNCBD) melalui UU No. 5 Tahun 1994, Indonesia sudahmenetapkan adanya

hak berdaulat Negara Indonesia atas SDG yang berada di zona ekonomi eksklusif

(ZEE) ada tahun 1983. Dalam Konsideran UU No 5 Tahun 1983 tentang ZEEI

menegaskan bahwa sumber daya hayati dan non hayati di ZEE adalah modal dan

milik bersama bangsa Indonesia sesuai dengan wawasan nusantara. Dengan

kedaulatan tersebut maka negara memiliki hak eksploitasi, ekslorasi, pengelolaan,

pelestarian SDA (baik hayati maupun nonhayati termasuk juga SDG) di zona

tersebut.

19

(18)

1. Pasal 3 menyebutkan bhawa setiap negara memiliki kedaulatan untuk

mengekploitasi sumber daya alamnya sesuai dengan kebijakan

pembangunan lingkungannya sendiri dan tanggung jawab untuk menjamin

kegiatan kegiatan yang dilakukan didalam yurisdiknya tidak menimbulkan

kerusakan terhadap lingkungan negara lain atau kawasan di luar batas

yurisdiksi nasionalnya.

2. adanya kewajiban negara anggota konvensi untuk tunduk pada peraturan

uu nasional dgn menghormati dan mempertahankan pengetahuan,

inovasi-inovasi dan praktik-praktik masyarakat asli dan lokal yang mencerminkan

gaya hidup berciri tradisional (secara eksplisit mengakui kontribusi

masyarakat asli dan setempat terhadap konservasi keanekaragaman hayati

dan pasal ini juga menghendaki adanya pembagian keuntungan yang

adil).20

3. adanya akses untuk transfer teknologi dan bioteknologi antar negara

anggota khususnya dari negara maju ke negara berkembang.

4. bahwa penanganan biotkenologi dan pembagian keuntungan harus

mempertimbangkan prosedur keselamatan hayati untuk mencegah dampak

buruk penelitian dan pelepasan organisme bioteknologi.

Selanjutnya dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Pasal 3 menyebutkan bahwa:

20

(19)

”Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan: a. melindungi

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup; b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan

kehidupan manusia; c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup

dan kelestarian ekosistem; d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;

e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;

f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa

depan; g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan

hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia; h. mengendalikan

pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; i. mewujudkan

pembangunan berkelanjutan; dan j. mengantisipasi isu lingkungan global.”

Terlihat jelas bahwa Negara dalam hal ini pemerintah Indonesia secara

konsisten menetapkan bahwa pengaturan dan perlindungan lingkungan hidup

dalam rangka pengelolaan SDG diarahkan pada sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat antar generasi.

Dibidang tanaman, khususnya pertanian konsistensi kehadiran pemerintah

dalam hal ini negara juga nyatanya disebutkan dalam UU No. 12 tahun 1992

tentang Sistem Budi Daya Tanaman yang merupakan peraturan rujukan di bidang

pertanian. UU ini mengatur mengenai sistem pengembangan dan pemanfataan

sumberdaya alam nabati melalui upaya manusia yang dengan modal, teknologi

dan sumber daya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan

manusia secara ebih baik. Tujuannya adalah untuk meningkatkan dan

(20)

pendapatan dan taraf hidup petani, mndorong perluasan pemerataan kesempatan

berusaha. Menjadi tugas pemerintah selanjutnya dalam mengatur sstem budidaya

tanaman tersebut termasuk juga menetapkan sistem perlindungan tanaman dengan

tetap beroerientasi pada lingkungan hidup, mencegah timbulnya kerusakan

lingkungan hidup selain juga menjamin keberagaman SDG. Oleh karena itu

pengumpulan SDG, pengumpulan benih dari luar dan juga sertifikasi bagi benih

unggul haruslah mendapatkan ijin dari pemerintah.

Pengaturan mengenai benih unggul ini diatur lebih lanjut dalam PP No 44

Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman. Dalam Pasal 3 nya disebutkan bahwa

SDG dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesarnya kemakmuran rakyat.

Oleh karena itu segala kegiatan yang dapat mengancam plasma nutfah dilarang.

Hasil dari pertanian yang berupa varietas hasil tanaman terdapat pula mekanisme

perlindungannya yaitu melalui UU No 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan

Varietas Tanaman. Walaupun perlidungan melalui PVT ini lebih terlihat unsur

komersialnya dibandingkan non komersialnya, namun UU PVT ini jelas

melindungi SDG, dimana dalam Pasal 7 ayat (1) disebtukan bahwa penguasaan

dan pengelolaan varietas lokal dilakukan oleh negara, oleh karena itu pemerintah

wajib memberikan nama, mendaftarkan dan menggunakan varietas lokal

dimaksud.

Selain UU PVT, peraturan perundanganan yang berasal dari rezim HKI

lainnya yang dekat dengan pemanfataan SDG adalah UU Paten yaitu UU Nomor

14 tahun 2001 tentag Paten. Paten menurut pasal 1 angka 1 adalah hak ekslusif

(21)

teknologi, yang untuk selam waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya

ersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk

melaksanakannya. Khusus untuk mahluk hidup (termasuk SDG) berdsarkan Pasal

7 huruf (d) dan (i), tidak dapat diberikan paten, kecuali jasad renik.

Dalam penjelasan pasal 7 ini dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan

makhluk hidup mencakup manusia, hewan atau tanaman sedangkan yang

dimaksud dengan jasad renik adalah maklhluk hidup yang berukuran sangat kecil

dan tidak dapat dilihat secara kasat mata melainkan harus dengan bantuan

mikroskop, misalnya amuba, ragi, virus dan bakteri.

Selain itu, hal yang tidak dapat dilepaskan dari pertanian adalah bidang

pangan. UU yang mengatur mengenai pangan ini adalah UU Nomor 7 Tahun

1996. Yang dimaksud dengan pagan adalah sesuatu yang berasal dari sumber

hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah yang dperuntukkan sebagai

makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan

pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses

penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Tujuan

diaturnya mengenai pangan ini adalah untuk pembinaan dan pengawasan demi

tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi

kepentingan kesehatan manusia, terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan

bertanggungjawab dan terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang

(22)

Untuk mendukung ketahanan pangan, pada tahun 2006 Indonesia

meratifikasi traktat internasional tentang SDG tanaman untuk pangan dan

pertanian dengan UU No. 4 tahun 2006 tentang Pengsahan InternationalTreaty on

Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (ITPGRFA).Peraturan ini

bertujuan untuk melestarikan SDG tanaman untuk pangan dan pertanian dengan

mengatur pemanfaataanya secara berkelanjutan. Selain itu juga diatur pembagian

keuntungan atas pemanfaatan ersebut secara adil dan erata, hal ini lejalan dengan

Konvensi CBD dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam

mengeksploitasi, melestraikan dan memanfaatkan SDG tanaman untuk pangan

dan pertanian.

Ketentuan lain yang terikat dengan SDG adalah peraturan bidang

kehutanan yaitu UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang kemduian

diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 20014

tentang Perubahan atas UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. UU ini

merujuk pada UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alama

Hayati dan Ekosistemnya. Tumbuhan dan satwa liar erat kaitannya dengan

ekosistem hutan, oleh karena itu peraturan-peraturan lain yang terkait dengan

tumbuhan dan satwa liar juga mendukung perlindugannya.

Selain tanaman, SDG lainnya yang tidak kalah penting adalah hewan.

Hewan dalam konteks peternakan diatur dalam UU No. 6 Tahun 1967 tentang

Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang menetapkan bahwa

hanya warganegara Indonesia atau badan hukum Indonesia yang seluruh

(23)

menyelenggarakan perusahaan peternakan. Selanjutnya, mengenai ternak ini

diatur dalam peraturan pemrintah No 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan

dan peraturan teknis lain, diantaranya peraturan menteri pertanian nomor

35/permentan/ot.140/8/2006 tentang pedoman pelestarian dan pemanfaatan

sumber daya genetik ternak.

Selain peternakan, SDG yang terkait hewan lainnya adalah perikanan. UU

yang mengaturnya adalah UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan. Menurut UU

inipemerintah melaksanakan pengelolaan sumber daya ikan secara terpadu dan

terarah dengan melestarikan sumber daya ikan beserta lingkungannya bagi

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. UU ini selanjutnya dirubah dan

dilengkapi dengan UU No 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam UU ini

pengelolaan perikanan dalam wilayah engelolaan perikanan Indonesia dilakukan

untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya

kelestarian sumber daya ikan serta untuk kepentingan penangkapan ikan dan

pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat dan/atau kearifan

lokal serta memperhatikna peran serta masyarakat.

Besarnya manfaat keanekaragaman hayati bagi kesejahteraan bangsa

Indonesia dan adanya ancaman terhadap keanekaragaman hayati telah menjadi

salah satu fokus isu strategis dalam RPJMN 2015-2019 bidang pembangunan

sumber daya alam dan lingkungan hidup. Pemerintah menyadari bahwa untuk

mendukung pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi namun tetap menjaga

(24)

penggalian potensi baru dalam pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji bivariat dengan menggunakan uji independent t test p hitung = 0,000 (p = < 0,05) menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti didapatkan data adanya Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Metode Bernyanyi Terhadap Perilaku Cuci Tangan Yang

Ketidak sesuaian yang bersifat minor bisa ditunda perbaikannya satu kali untuk paling lama dalam satu tahun apabila tindakan perbaikan secara menyeluruh tidak memungkinkan

Tujuan dari pengendalian operasi reaktor saat terjadi gangguan pada catu daya utama adalah untuk keselamatan operasi reaktor bagi operator, instalasi dan Iingkungan. Untuk itu

Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa ukuran granula pada tepung porang kasar (sampel) maupun optimasi tepung porang hasil ekstraksi metode maserasi dan maserasi ultrasonik

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

Pindad (Persero) salah satu perusahaan manufaktur yang memiliki sistem mutu yaitu Total Quality Management (TQM) dan memiliki beberapa sasaran yaitu (1) Memiliki

Di samping itu tujuan pengajaran bahasa Arab adalah untuk memperkenalkan berbagai bentuk ilmu bahasa kepada peserta didik yang dapat membantu memperoleh kemahiran berbahasa,