BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di laboratorium pelumas, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMGB “LEMIGAS”) yang berlokasi di Jalan Ciledug Raya Kav.109, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.Waktu percobaan dilakukan pada tanggal 7 Maret hingga 20 Mei2016.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
1. Hot Plate
Berfungsi untuk memanaskan sampel.
2. Magnetik Stirrer
Berfungsi untuk mengaduk sampel. 3. Timbangan Digital
Berfungsi untuk menimbang bahan yang akan digunakan.
4. Beakerglass
Berfungsi sebagai wadah sampel pada saat proses blending.
5. Fume Hood
Berfungsi sebagai tempat pada saat proses blending 1 sampel M-0,1 yang berfungsi sebagai penyedot gas H2
6. Pipet Tetes
O yang menguap.
Berfungsi untuk memindahkan sejumlah base oil dan aquades dalam
sekala milliliter. 7. Spatula
Berfungsi sebagai alat pemindah bahan MoS2
8. Botol Sampel
dan surfaktan SDS kedalam beakerglass.
9. Tissu/Majun
Berfungsi untuk melap peralatan yang kotor dan bahan yang tumpah. 3.2.2 Bahan
1. HVI 60(base oil group I)
Berfungsi sebagai minyak lumas dasar.
2. HVI 95 (base oil group I)
Berfungsi sebagai minyak lumas dasar. 3. Yubase 8 (base oil group III)
Berfungsi sebagai minyak lumas dasar. 4. LZ 7075 (aditif indeks viskositas improver)
Berfungsi sebagai pemodifikasi viskositas yaitu pembesaran polimer sesuai dengan peningkatan temperature untuk mencegah pengenceran oli.
5. LZ 19010(aditif paket)
Berfungsi sebagai aditif paket yaitu memiliki multifungsi. 6. Viscoplex PP(aditif penurun titik tuang)
Berfungsi sebagai pour point depressant yaitu membungkus krista lilin sehingga mencegah pembekuan pelumas pada suhu rendah.
7. MoS2
Berfungsi sebagai aditif friction modifier yaitu membentuk lapisan yang menempel dibidang yang dilumasi sehingga mengurangi gesekan.
(aditif nano pemodifikasi gesekan)
8. SDS(surfaktan Sodium Dodecyl Sulfate)
Berfungsi sebagai aditif polaritas yaitu membungkus partikel nano MoS2
.
sehingga mencegah pengendapan.
3.3 Penandaan Sampel Uji
Tabel 3.1 Penandaan sampel ujii
No Kode Sampel Keterangan
6 2H95 HVI 95 + 0,01 % MoS2 + 0,01 % SDS
3.4 Proses Formulasi
Untuk mendapatkan campuran tertentu antara minyak lumas dasar dengan aditif, dilakukan proses formulasi. Formulasi mencakup spesifikasi sebagaimana dipersyaratkan dalam standar SAE dan API Service.Formula minyak lumas disusun dengan menggunakan kalkulasi teoritis.Walaupun sudah banyak teori yang merumuskan persamaan perhitungannya, nilai yang dihasilkan masih berbeda dengan hasil analisis laboratorium.Oleh karena itu, perhitungan secara matematis digunakan sebagai panduan dalam menentukan konsentrasi formula.Karakteristik físika kimia minyak lumas sendiri ditentukan dengan analisis laboratorium.
Tabel 3.2Formulasi pembuatan pelumas SAE 10W-30(Sampel M)
Tabel 3.3 Formulasi pembuatan pelumas SAE 10W-30 + 0,1% MoS2 + 0,2% SDS(sampel M-0,1)
No Komposisi Konsentr
asi (%wt)
Ada 2 jenis alat uji yang akan digunakan untuk karakterisasi sifat perlindungan keausan pelumas dalam penelitian ini, yaitu mesin uji four-ball, dan HFRR.
3.5.1 Uji Four-Ball
Pengujian dilakukan di Laboratorium Pelumas, KP3 Teknologi Aplikasi Produk PPPTMBG “Lemigas”. Mesin uji four-ball dapat digunakan untuk pengujian sesuai dengan ketentuan ASTM D 4172 untuk karakteristik ketahanan terhadap keausan dari minyak lumas. Minyak lumas hasil formulasi, diuji karakteristik perlindungan keausannya menggunakan metode uji ASTM D 4172 “Standard Test Method for Wear Preventive Characteristics of Lubricating Fluid (Four-Ball Method)”.
Gambar 3.1 Mesin Uji Four-Ball Merk Stanhope Seta (kiri) dan skematis (kanan)
3.5.2 Uji HFRR
Pengujian dilakukan di Laboratorium Bahan Bakar Minyak dan Gas, KP3 Teknologi Aplikasi Produk PPPTMBG “Lemigas”. Mesin uji HFRR lebih tepat digunakan untuk pengujian lubrisitas minyak diesel yang digunakan pada kendaraan bermesin diesel. Uji HFRR dilakukan dalam penelitian ini yaitu untuk mengukur koefisien friksi, diameter goresan benda uji dan sifat pelapisan film. Uji HFRR sesuai dengan ketentuan ASTM D 6079.
Spesifikasi bola uji adalah terbuat dari baja AISI E-52100 Grade 24 per ANSI B3.12, diameter of 6,00 mm, memiliki tingkat kekerasan Rockwellhardness
skala “C” (HRC) nomor 58 – 66 menurut Metode Uji E 18, dan kekasaran
permukaan kurang dari 0,05 μm Ra. Cakram uji berukuran 10 mm dari baja AISI
E-52100 memiliki tingkat kekerasan Vickers hardness “HV 30,” sesuai spesifikasi E 92, nomor skala 190-210, dilapis dengan kekasaran permukaan kurang dari 0,02
μm Ra. Gambar mesin uji dan diagram skematis mesin uji HFRR disajikan pada
Gambar 3.2.
3.5.3 Uji Viskositas kinematik 1000 3.5.4 Uji CCS
C
3.6 Diagram Alir
3.6.1 Diagram Alir pembuatan pelumas SAE 10W-30(Sampel M)
Pengadaan Aditif: LZ 7075, LZ 19010,
Viscoplex
Persiapan bahan dan formulasi
Pengadaan Base Oil: HVI 60, HVI 95, Yubase 8
Pengujian
Cold Cranking Simulator
(Viskositas pada suhu rendah) untuk grade 10W
Analisa Data.
±50oC, ±330rpm, ±60menit
Ya
Viskositas kinematik pada suhu 100oC untuk grade 30
HFRR(koefisien friksi, diameter goresan benda uji,
film)
3.6.2 Diagram Alir pembuatan Pelumas SAE 10W-30+0,1% MoS2 + 0,2 % SDS (Sampel M-0,1)
Pengadaan Aditif: LZ 7075, LZ 19010, Viscoplex,
MoS2, SDS
Persiapan Alat, Bahan
Pengadaan Base Oil: HVI 60 Yubase 8
Pengujian
Four Ball HFRR
Korosi Bilah Tembaga
Selesai Pengambilan Data
Blending 1
103±2oC, ±330rpm,
±180menit di fume hood
Formulasi: HVI 60 + MoS2 + SDS +
aquades
Formulasi:
Blending 1 + HVI 60 + Yubase 8 + LZ 7075 + LZ 19010 +
Viscoplex
Blending 2
±50oC, ±330rpm, ±60menit
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik perlindungan keausan dari uji four-ball
Sebagai dasar analisa, pengujian dilakukan terhadap ketiga base oil tanpa aditif MoS2.Untuk menentukan konsentrasi optimum aditif MoS2 dan surfaktan SDS digunakan 2 jenis base oil yaitu HVI 95 dan Yubase 8.Nano aditif MoS2 divariasikan dengan 6 konsentrasi yang berbeda.Kemudian konsentrasi yang paling optimum, selanjutnya di uji coba menggunakan base oil HVI 60. Setelah dilakukan perhitungan, besar rata-rata diameter luka dari masing-masing base oildengan dan tanpa aditif MoS2 disajikan pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Diagram batang hasil uji four-ball scar diameter penentuan konsentrasi optimum MoS2 dan SDS(warna hitam mewakili base oil HVI 60, warna biru mewakili base oil HVI 95, warna merah mewakili base oil Yubase8).
Dari gambar diatas terlihat bahwa penambahan nano aditif MoS2 ke dalam masing-masing base oil memberikan pengaruh yang baik yaitu dengan menurunkan diameter luka bola uji. Sampel 1H60 menunjukkan hasil yang terbaik menggunakan base oil HVI 60 dengan konsentrasi 0,1% berat MoS2 + 0,2% berat SDS. Menggunakan base oil HVI 95 dan Yubase8, secara berurut pada sampel 6H95 dan 6Yu8 menunjukkan hasil terbaik dengan konsentrasi MoS2 dan SDS
0,72
Hasil Uji Fourball Scar DiameterPenentuan
yang sama. Tetapi ada 2 sampel dengan base oil Yubase8 menghasilkan diameter
luka bola uji yang lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan aditif MoS2 yaitu pada sampel 4Yu8 dan 5Yu8.Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan aditif MoS2
Jika konsentrasi aditif MoS
adalah temperature kerja, kondisi lingkungan terutama kelembaban, ukuran dan tingkat kemurnian.
2 terlalu tinggi, maka partikel nano cenderung teraglomerasi membentuk agregat dengan ukuran partikel lebih besar dan pengendapan secara kimia terjadi.Karena kecilnya ukuran partikel nano aditif MoS2, maka semakin mudah teroksidasi menjadi MoO3 yang bersifat abrasive, terutama jika pada kondisi lingkungan dengan kelembaban tinggi dan temperature tinggi. Semakin tinggi tingkat oksidasi semakin banyak produk MoO3 yang terbentuk yang akan meningkatkan kemungkinan keausan abrasive dan meningkatnya koefisien gesek dari pelumas. Ini terlihat dari sampel 5H95 dan 5Yu8 dengan penambahan konsentrasi nano aditif MoS2 sebanyak 0,5%, terlihat indikasi adanya produk abrasive MoO3 yang mengakibatkan diameter luka bola uji justru lebih besar jika dibandingkan base oil tanpa aditif MoS2
Dari Gambar 4.1 dapat disimpulkan karakteristik perlindungan keausan
base oil grup III (Yubase8) lebih baik dari pada grup I (HVI 60 dan HVI 95). Hal ini disebabkan molekul penyusun base oil grup III lebih seragam
dibandingkangrup I sehingga base oil grup III memiliki koefisien gesekan yang lebih rendah yang berpengaruh terhadap semakin baik perlindungan keausanya. Akan tetapi setelah ditambah nano aditif MoS
. Sedangkan jika konsentrasi terlalu kecil, jumlahnya tidak mencukupi untuk membentuk gesekan menggelinding tetapi gesekan menggelincir, sehingga gesekan yang ditimbulkan menjadi lebih besar.
2, sampel dengan base oil grup I memiliki rata-rata persen perbaikan yang lebih tinggi dibandingkan sampel
dengan base oil grup III. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya base oil grup III sudah memiliki perlindungan keausan yang lebih baik sehingga ketika ditambahkan nano aditif MoS2
pada sampel 6Yu8. Hasil dari ketiga sampel diatas diperoleh dengan penambahan
0,1% aditif MoS2 + 0,2% SDS. Sedangkan beberapa sampel memberikan pengaruh buruk yaitu pada sampel 4Yu8 dan 5Yu8 dengan penurunan unjuk kerja sehingga memberikan nilai persen perbaikan yang negatif. Dari Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 disimpulkan bahwa konsentrasi aditif MoS2 optimum sebesar 0,1%
dan 0,2% untuk surfaktan SDS.
Gambar 4.2 Diagram batang perbaikan scar diameter penentuan konsentrasi optimum nano aditif MoS2 dan surfaktan SDS(dalam satuan %)
Membutuhkan 2 kali formulasi untuk menghasilkan pelumas SAE 10W-30, karena hasil uji viskositas kinematik 1000C hasil formulasi pertama tidak memenuhi standart SAE J300 Jan 2015(Tabel 2.2) untuk multigrade SAE 10W-30. Percobaan dilanjutkan pengujian scar diameterdilakukan terhadap sampel M. Dari hasil pengujian, nilai scar diameter sampel M sebesar 0,31 mm(Tabel 4.3). Hasil pengujian viskositas 1000
Tabel 4.1 Hasil pengujian viskositas 100
Cdan CCS dapat dilihat pada Tabel 4.1. 0
Cdan CCS Pelumas SAE 10W-30(Sampel M)
No Karakteristik Blending 1 Blending 2 1 Viskositas100oC(cSt) 14,63 12,30
2 CCS (cP) 6713 4733
sampel M-0,1) tidak dicantumkan aquades yang digunakan sebagai pelarut SDS,
karena aquades yang digunakan akan hilang setelah blending I selesai. Proses
blending I menggunakan suhu dan waktu yang berbeda dengan blending II, karena tujuan utama blending I adalah menghilangkan aquades yang digunakan untuk
melarutkan surfaktan SDS.Blending I menggunakan suhu 103±2oC selama 180 menit dan putaran ±330 rpm yang dilakukan di fume hood sedangkan blending II dengan suhu dan waktu yang berbeda yaitu ±50o
Untuk menjaga kualitas pelumas tidak turun saat proses blending I dengan suhu 103±2
C selama 60 menit.
o
Tadinya dihawatirkan kandungan aquades yang belum hilang akan menyebabkan reaksi kimia yang tidak diinginkan pada mesin, maka dilakukan pengujian korosi bilah tembaga metode uji ASTM D 130. Hasil pengujian menunjukan bahwa tidak terjadi korosi sama sekali pada bilah tembaga ini terlihat dari lempeng tembaga masuk klasifikasi 1a. Hasil ini menunjukan bahwa aquades yang terdapat pada pelumas jadi telah hilang dan tidak menyebabkan korosi.
C, maka hanya sedikit base oil HVI 60 yang digunakan pada blending
I karena konsentrasi HVI 60 merupakan yang terbanyak sekitar 71,2% berat total pelumas jadi. Maka dari itu total berat blendingan I hanya sekitar 10,3 % berat dari total berat pelumas jadi dengan penambahan HVI 60 sekitar 10% berat dari total konsentrasi pelumas jadi.
Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan mesin uji four-ball scar diameter ASTM D 4172 yaitu beban 40 kgf, putaran mesin 1200 rpm selama 60 menit pengujian. Dari hasil pengujian, nilai scar diameter untuk sampel M-0,1 menghasilkan 0,26 mm. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil pengujian four-ballscar diameter, viscosity, CCS, dan korosi bilah tembaga pada sampel M dan M-0,1
No KARAKTERISTIK M M-0,1
1 Four-Ball Scar Diameter(mm) 0,31 0,26 2 Viscosity 100oC(cSt) 12,30 12,47
CCS (cP) 4733 4716
Korosi Bilah Tembaga 1a
Terlihat bahwa perubahan nilai scar diameter dari sampel M-0,1 menunjukan hasil yang positif yaitu menurunkan nilai scar diameternya sekitar 16% (Gambar 4.4). Hasil ujiscar diameter dan % perubahan nilai scar diameter
Gambar 4.3 Diagram batang hasil uji scar diameter
Gambar 4.4 Diagram batang perubahan scar diameter (dalam satuan %)
4.2 Karakteristik Koefisien Gesek Dari Uji HFRR(High-Frequency Reciprocating Rig)
Selain karakterisasi sifat perlindungan keausan, karakteristik gesekan diuji juga menggunakan metode HFRR.Pada uji HFRR, koefisien friksi berbanding lurus dengan wear scar dan berbanding terbalik dengan pelapisan film.Berikut disajikan hasil uji HFRR pada Gambar 4.5, Gambar 4.6, Gambar 4.7.
0,73
Hasil Uji Fourball Scar Diameter sampel
0
% Perubahan Scar Diameter Hasil Uji Four Ball
Gambar 4.5 Diagram batang hasil pengujian wear scar uji HFRR
Dari Gambar 4.5 terlihat nilai wear scar masing-masing base oil dan pelumas setelah ditambah nano aditif MoS2.Dengan penambahan nano aditif MoS2 ke dalam pelumas memberikan hasil yang positif dengan menurunkan nilai wear scarnya ini terlihat dari sampel M(pelumas tanpa nano aditif MoS2) dan sampel M-0,1(pelumas ditambah nano aditif MoS2).
Gambar 4.6 Diagram batang hasil pengujian koefisien friksi uji HFRR
Sama hal nya uji HFRR, Gambar 4.6 juga menunjukan hasil yang positif dengan menurunkan nilai koefisien friksi pelumas SAE 10W-30 setelah ditambah nano aditif MoS2 ini terlihat dari sampel M(pelumas tanpa nano aditif MoS2) dan sampel M-0,1(pelumas ditambah nano aditif MoS2).
371 400,5
H60-0,1 H95-0,1 Y8-0,1 M M-0,1
w
H60-0,1 H95-0,1 Y8-0,1 M M-0,1
ko
Gambar 4.7 Diagram batang hasil pengujian film uji HFRR
Beda halnya dengan dengan uji pelapisan film HFRR, semakin kecil koefisien friksi maka semakin kecil juga nilai wear scarnya yang mengindikasikan semakin bagus pelumas melapisi logam dalam satuan persen (%). Untuk sampel H60-0,1 dan H95-0,1 nilai persen (%) pelapisan film sampel cukup kecil secara berurut 12% dan 8%(Gambar 4.7). Sedangkan sampel M dan sampel M-0,1 memberikan hasil yang terbaik dengan nilai pelapisan film 100%. Berikut hasil uji HFRR ditampilkan dalam bentuk Tabel(Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Hasil pengujian HFRR
KARAKTERISTIK Y8-0,1 H60-0,1 H95-0,1 M M-0,1
Pelapisan film terlihat pada Gambar 4.8, dengan stabil berada pada bagian atas terdapat 2 sampel yang menunjukan grafik sedemikian yang menunjukan pelapisan film sebesar 100% yaitu terlihat pada sampel M dan M-0,1. Sedangkan untuk sampel Y8-0,1 membutuhkan waktu sekitar 40 menit agar terjadi pelapisan yang konstan 100%, tetapi besar pelapisan rata-rata dari awal hingga akhir pengujian sampel Y8-0,1 sebesar 85%(Tabel 4.3). Untuk sampel H60-0,1 dan H95-0,1 sifat pelapisan film pada pelumas masih tergolong kecil hal ini dilihat dari grafik warna hijau dan ungu yang berada dibagian bawah dan tidak stabil.
12 8
H60-0,1 H95-0,1 Y8-0,1 M M-0,1
fi
lm (%)
Sampel
Gambar 4.8 Gabungan grafik pelapisan film uji HFRR
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisa percobaan karakterisasi sifat perlindungan keausan pelumas SAE 10W-30 dengan penambahan nano aditif MoS2
1. Penambahan aditif MoS
sebagai pemodifikasi gesekan, dapat disimpulkan bahwa:
2
2. Konsentrasi nano aditif MoS
ke dalam pelumas SAE 10W-30 berpengaruh terhadap karakteristik dan koefisien gesekan dan perlindungan keausanya.
2
3. Hasil ujiscar diameterpelumas SAE 10W-30 dengan penambahan aditif
MoS
paling optimum sebesar 0,1%wtdan surfaktan SDS sebesar 0,2%wt.
2
4. Hasil uji four-ballscar diameter memperlihatkan bahwa aditif MoS
sebesar 0,26 mm, hasil uji HFRR wearscarsebesar 96 µm danbesar
koefisien gesekn pelumas sebesar 0,122.
2memberikan perbaikan sekitar 16% terhadap karakteristik perlindungan keausan pelumas SAE 10W-30.
5.1 Saran
1. Sebaiknya peneliti selanjutnya memakai surfaktan berbeda berdasarkan teori yang tepat yang dapat membuat nano aditif MoS2
2. Sebaiknya penelitian selanjutnya melakukan perhitungan secara teori untuk menentukan berat konsentrasi (%wt) yang optimum penambahan nano aditif MoS
stabil parmanen.