BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Defenisi Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir,
berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Sarwono, 2007). Dipandang dari aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau
aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bisa dilihat, sedangkan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, membaca dan sebagainya, sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2010).
Setiap manusia akan bertindak dan bertingkah laku untuk berinteraksi
dengan makhluk lain, hakikat manusia sebagai makhluk sosial akan selalu membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Perilaku manusia ditujukan
berhubungan dengan orang lain. Perilaku manusia yang satu dengan yang lainnya
disamakan, karena pribadi manusia merupakan hal yang sangat unik dan berkembang
sesuai dengan bakat dan potensinya masing-masing.
Karakteristik perilaku menurut Purwanto (2009) dibedakan menjadi 2 yaitu perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku
tertutup (covert behavior) adalah perilaku yang hanya dapat dimengerti dengan menggunakan alat atau metode tertentu misalnya berpikir, berkhayal, sedih,
bermimipi, dan takut. Sedangkan perilaku terbuka (overt behavior) adalah perilaku yang dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu misalnya seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anggotanya ke puskesmas untuk
diimunisasi, atau seseorang yang melakukan pengobatan penyakit ke fasilitas kesehatan yang tersedia.
Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu : 1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan
rangsangan.
2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan mencetak
perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan perilaku
manusia. Lingkungan ini merupakan keadaan masyarakat dan segala budidaya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.
2.1.2 Determinan Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan,
faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi 2 macam yakni:
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yangbersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkatkecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal yakni lingkungan, baiklingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktifitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau resultante
antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal.
Bloom (1998) sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2010) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu kedalam 3 karakteristik, ranah
atau kawasan yakni kognitif, afektif, dan psikomotor.
Perilaku manusia menurut Purwanto (2009) terdapat banyak macamnya yaitu: 1) Perilaku refleks
Perilaku refleks merupakan perilaku yang dilakukan manusia secara otomatik. Contohnya : mengecilkan kelopak mata, menaikkan bahu ketika bernafas,
2) Perilaku refleks bersyarat
Merupakan perilaku yang muncul karena adanya rangsangan tertentu. 3) Perilaku yang mempunyai tujuan
Disebut juga perilaku naluri.
Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi perilaku negatif seseorang dapat dilakukan dengan :
1. Peningkatan peranan keluarga terhadap perkembangan dari kecilhingga dewasa. 2. Peningkatan status sosial ekonomi keluarga.
3. Menjaga keutuhan keluarga.
4. Mempertahankan sikap dan kebiasaan sesuai dengannorma yang disepakati. 5. Pendidikan keluarga yang disesuaikan dengan status anggota keluarga baik itu
anggota tunggal, anggota tiri, dan lain-lain.
Menurut Skinner seorang ahli psikologi yang dikutip Notoatmodjo (2010) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsang dari luar). Dalam teori Skinner ada 2 (dua) respon, yaitu:
1. Respondent respon atau flexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus tertentu). Stimulus semacam ini disebut eleciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.
2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer karena
memperkuat respon.
Lawrence Green dalam Mandy (2010) menganalisis bahwa perilaku
dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:
a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain
sikap, pengetahuan, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai tradisi, persepsi berkenaan dengan motivasi seseorang untuk bertindak.
b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor pemungkin mencakup berbagai keterampilan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya itu meliputi fasilitas
pelayanan kesehatan, personalia atau petugas yang tersedia, klinik atau sumber daya yang hampir sama. Faktor pemungkin ini juga menyangkut keterjangkauan berbagai
sumber daya, biaya, jarak, ketersediaan transportasi, jam buka dan sebagainya. c. Faktor Penguat/Pendorong (Reinforcing Factors)
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan memperoleh
dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja bergantung pada tujuan dan jenis program atau kegiatan yang dilakukan. Di dalam pendidikan pasien, penguat berasal
dari perawat, dokter, pasien lain, dan sebagainya. Apakah penguat itu positif atau negatif bergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan. Misalnya pada pendidikan kesehatan sekolah di tingkat sekolah lanjutan tingkat atas, yang
penguatnya datang dari teman sebaya, guru, dan pejabat sekolah. Penelitian tentang perilaku remaja menunjukkan bahwa perilaku penggunaan obat di kalangan remaja
dengan anggota komunitas perilaku yang mudah ditiru ialah perilaku dari orang
terdekat, seperti anggota komunitas yang lain, teman sebaya, dan sebagainya.
Seorang pengguna BPJS yang tidak mau menggunakan kartu BPJS yang dimiliki untuk mendapatkan layanan kesehehatan difasilitas kesehatan disebabkan
karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat dari kepesertaan sebagai pemiliki kartu BPJS (Predisposing Factors). Tetapi barangkali juga karena rumahnya
jauh dari fasilitas kesehatan tempat pelayanan kesehatan diberikan atau peralatan yang tidak lengkap (Enabling Factors). Sebab lain mungkin karena para petugas kesehatan ataustakeholderlain disekitarnya tidak pernah memberikan contoh
ataupunpenyuluhan tentang pemanfaatan kartu BPJS untuk mendapatkan layanan kesehatan di fasilitas kesehatan (Reinforcing Factors).
Cara mengukur perilaku ada 2 cara (Notoatmodjo, 2010) yaitu:
1. Perilaku dapat diukur secara langsung yakni wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall).
2. Perilaku yang diukur secara tidak langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
2.1.4 Pembentukan Perilaku
Pembentukan perilaku menurut Ircham (2005) ada beberapa cara, diantaranya: 1. Kebiasaan (Conditioning)
Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan conditioning atau kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan
Pembentukan perilaku yang didasarkan atas teori belajar kognitif yaitu belajar
disertai dengan adanya pengertian. 3. Menggunakan Model
Cara ini menjelaskan bahwa domain pembentukan perilaku pemimpin dijadikan
model atau contoh oleh yang dipimpinnya. Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social learning theory) atau observational learning theory oleh Bandura
(1977).
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini
berbentuk 2 macam (Dewi, 2010) yakni: 1. Bentuk Pasif
Respons internal yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.
2. Bentuk Aktif
Perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung, oleh karena perilaku mereka
ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata disebut overt behavior.
2.1.5 Teori Terjadinya Perilaku
Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan lingkungan dimana individu itu berada. Perilaku manusia didorong oleh motif
1. Teori Insting
Menurut Mc Dougal (2008) perilaku itu disebabkan karena insting. Insting
merupakan perilaku yang innate atau perilaku bawaan dan akan mengalami perubahan karena pengalaman.
2. Teori Dorongan (Drive Theory)
Teori ini bertitik tolak pada pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai
dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan itu berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku.
3. Teori Insentif (Incentive Theory)
Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena adanya insentif, dengan insentif akan mendorong organisme berperilaku.
Insentif atau reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif. Reinforcement
yang positif adalah berkaitan dengan hadiah dan akan mendorong organisme berbuat atau berperilaku.
4. Teori Atribusi
Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku seseorang. Apakah itu
disebabkan oleh disposisi internal (misal motif, sikap) atau oleh keadaan eksternal.
2.1.6 Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari
melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).
Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang
memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun
melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan
masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.
2.1.7 Perilaku dalam Bentuk Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial
(Notoatmodjo, 2010).
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap
mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman
Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan
tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat dilihat,
tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Allport (1954) dalam Notoadmojo (2010), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan, yaitu : 1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi. 2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif
terhadap gizi anak.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Ciri-ciri sikap adalah :
1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini
membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, atau kebutuhan akan istirahat.
2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula
sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau berubah senantiasa.
5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang
membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang (Purwanto (1999) dalam Notoamojo, 2005).
Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :
1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat
communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula
menjadi milik bersama.
2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Seseorang tahu bahwa tingkah laku anak kecil atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya.
Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi
secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau
penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang,
tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.
3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan
bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang
memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua
pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.
4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang
mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap
sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap seseorang, kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut. Dengan mengetahui keadaan sikap itu, kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap
tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut (Purwanto, 2009).
2.1.8 Perilaku dalam Bentuk Tindakan
Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung/suatu kondisi yang
memungkinkan (Notoatmodjo, 2010). Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respon Terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara optimis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.
4. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut.
2.2 Perilaku Kesehatan
Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner, perilaku kesehatan adalah suatu
respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta
lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok (Notoatmodjo, 2007).
1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)
Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance) adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan
usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu
a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu
orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang
seoptimal mungkin.
c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya makanan dan
minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang
terhadap makanan dan minuman tersebut.
2) Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari
mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri.Menurut Suchman dalam Muzaham (2005), memberikan batasan perilaku sakit sebagai tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak (discomfort) atau rasa sakit sebagai
akibat dari timbulnya gejala tertentu. Suchman menganalisa pola proses pencarian pengobatan dari segi individu maupun pola proses pencarian pengobatannya,
terhadap lima macam reaksi dalam proses mencari pengobatan. Shoping adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan yang menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa atau pengobatan sesuai dengan harapan si sakit.
a. Figmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama. Contoh : Berobat ke dokter, sekaligus ke sinse dan dukun.
c. Self medication ialah pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan
atau obat – obatan yang dinilainya tepat baginya. d. Discontinuity adalah penghentian proses pengobatan.
Dalam menentukan reaksi/tindakan sehubungan dengan gejala penyakit yang
dirasakannya, menurut suchman individu berproses melalui tahap-tahap yaitu,tahap pengenalan gejala, tahap asumsi peran sakit,tahap kontak dengan pelayanan
kesehatan, tahap ketergantungan si sakit, tahap penyembuhan atau rehabilitasi. 3) Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya
sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakatnya.Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan
diperlukan contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas terutama petugas kesehatan dan diperlukan juga undang-undang kesehatan
untuk memperkuat perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010).
2.3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
2.3.1 Defenisi Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS)
Dalam buku Yustika (2014), Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupaperlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat
dibayaroleh pemeritah. Bahkan jaminan kesehatan ini juga berlaku bagi orang
asing(WNA) yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia dan telah membayariuran. Kepersertaan jaminan kesehatan bersifat wajib dan dilakukan secarabertahap, sehingga mencangkup seluruh penduduk.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada presiden dan berfungsi menyelenggarakan program
jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di indonesia. (UU No.24 tahun 2011 tentang BPJS).
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) yang di selenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak di berikan kepada setiap orang yang membayar iur atau iurannya dibayar oleh pemerintah (UndangoUndang U No.40 Tahun 2004 tentang SJSN).
Kedua badan tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program
jaminan yang bertujuan untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk
Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batas-batas
2.3.2 PrinsipPenyelenggaraandanPelayananKesehatanPasienBPJS
Prinsip dasar BPJS adalah sesuai dengan apa yang dirumuskan oleh UU SJSN Pasal 19 ayat 1 yaitu jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.
Maksud prinsip asuransi sosial adalah :
a. Kegotongroyongan antara si kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan
muda, serta yang beresiko tinggi dan rendah. b. Kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif. c. Iuran berdasarkan presentase upah atau penghasilan.
d. Bersifat nirlaba.
Sedangkan prinsip ekuitas adalah kesamaan dalam memperoleh pelayanan
sesuai dengan kebutuhan medis yang terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Kesamaan memperoleh pelayanan adalah kesamaan jangkauan finansial ke pelayanan kesehatan yang merupakan bagian dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan
masuk dalam program pemerintah padatahun 2014.
Manfaat jaminan kesehatan BPJS berdasarkan pelayanan kesehatanrujukan
tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan : 1) Administrasi pelayanan.
2) Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialis oleh dokter spesialis
dansubspesialis.
3) Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun nonbedah sesuai denganindikasi
medis.
5) Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis.
6) Rehabilitasi medis. 7) Pelayanan darah.
8) Pelayanan kedokteran forensic.
9) Pelayanan jenazah di failitas kesehatan
Manfaat jaminan kesehatan menurut Pepres 12/2013 pasal 20 yaitu :
1) Bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencangkup pelayanan promotif,preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan obat, bahan medis habis pakaisesuai dengan indikasi medis yang diperlukan.
2) Manfaat jaminan kesehatan terdiri atas manfaat medis dan manfaat nonmedis. 3) Manfaat medis tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan.
4) Manfaat non medis meliputi manfaat akomodasi dan ambulans.
5) Manfaat akomodasi ditentukan berdasarkan skala besaran iuran yangdibayarkan. 6) Ambulans diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengankondisi
tertentu yang ditetapkan oleh BPJS.
2.3.3 P e mb a t a s a n Pelayanan Kesehatan BPJS
Adapun pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan yaitu :
1) Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimanadiatur
dalam peraturan yang berlaku.
2) Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang
terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungankerja.
4) Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program kecelakaan lalu lintas yangbersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminankecelakaan lalu lintas.
5) Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri. 6) Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik.
7) Pelayanan untuk mengatasi infertilitas. 8) Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi)
9) Gangguan kesehatan atau penyakit akibat ketergantungan obat dan ataualkohol.
10)Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau melakukanhobi yang membahayakan diri sendiri.
11)Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur,shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaianteknologi kesehatan (health technology assement).
12)Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan(eksperimen).
13)Alat kontrosepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu. 14)Perbekalan kesehatan rumah tangga.
15)Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadianluar
biasa atau wabah.
16)Biaya pelayanan kesehatan pada kejadian yang tak diharapkan yang
dapatdicegah (Preventable Adverse Event).
kesehatan yang diberikan.
2.4 PerananBPJS terhadapMasyarakat sebagai Peserta
Dalam pasal 5 ayat (2) UU No.24 Tahun 2011 disebutkan fungsi BPJS adalah :
b. Berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
c. Berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan kecelakaan kerja,
program jaminan kematian, program jaminan pensiun dan jaminan hati tua. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk:
a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta.
b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja. c. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah.
d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta.
e. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial.
f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan
ketentuan program jaminan sosial.
g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial
kepada peserta dan masyarakat.
Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima
bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan dana jaminan Sosial, pembayaran manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi
pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima
pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta.
2.5 Pelayanan Kesehatan
2.5.1 Defenisi Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Chayati, 2009 dalam Leviana, 2013).
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah bagian dari pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit
dengan sasaran utamanya adalah masyarakat. Karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan masyarakat banyak, maka peranan pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat umumnya
adalah besar (Azwar, 2010).
2.5.2 Bentuk dan Jenis Pelayanan Kesehatan
Menurut pendapat Hodgetts dan Cacio (2003) bentuk dan jenis pelayanan kesehatan adalah :
1. Pelayanan Kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau
2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kesehatan masyarakat ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasaran utamanya untuk kelompok dan masyarakat. Sekalipun pelayanan kedokteran berbeda dengan pelayanan kesehatan
masyarakat, namun untuk disebut sebagai pelayanan kesehatan yang baik, keduanya harus memiliki persyaratan pokok, syarat pokok yang dimaksud yang dimaksud adalah :
a. Tersedia dan berkesinambungan; syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta
bersifat berkesinambungan. Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya adalah setiap saat dibutuhkan.
b. Dapat diterima dan wajar; syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya
pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.
c. Mudah dicapai; syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accesible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang
menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di
daerah perkotaan saja,dan sementara itu tidak ditemukan di daerah pedesaan, bukan pelayanan kesehatan yang baik.
d. Mudah dijangkau; syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah
yang mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini adalah terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan
keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal dan karena itu hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil
masyarakat saja, bukan pelayanan kesehatan yang baik.
e. Bermutu; syarat pokok kelima pelayanan kesehatan yang baik adalah yang
bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata
cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan (Azwar, 2010).
3. Pelayanan Kesehatan Menyeluruh dan Terpadu
Menyadari bahwa pelayanan kesehatan yang berkotak-kotak bukan pelayanan kesehatan yang baik, maka berbagai pihak berupaya mencari jalan
keluar yang sebaik-baiknya. Salah satu jalan keluar tersebut adalah memperkenalkan kembali bentuk pelayanan kesehatan yang menyuluruh dan
terpadu.
dua macam menurut (Somers, 2004), yaitu:
a. Pelayanan kesehatan yang berhasil memadukan berbagai upaya kesehatan yang ada di masyarakat yakni pelayanan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Suatu
pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu apabila kelima jenis pelayanan ini diselenggarakan secara bersamaan.
b. Pelayanan kesehatan yang menerapkan pendekatan yang menyeluruh (holistic approach) jika tidak hanya memperhatikan keluhan penderita saja, tetapi juga berbagai latar belakang sosial ekonomi, sosial budaya, dan sosial psikologi.
2.5.3 Tingkatan Pelayanan Kesehatan
Strata pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidaklah sama, dan
secara umum strata pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yakni :
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic health services) yang sangat dibutuhkan oleh
sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/out patient sevices).
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua
Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary helath services) adalah
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang bersifat lebih kompleks dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga subspesialis. Pelayanan kesehatan akan dirasakan berkualitas oleh para pelanggannya jika
penyampaiannya dirasakan melebihi harapan para pengguna layanan. Penilaian para pengguna jasa pelayanan ditunjukan kepada penyampaian jasa, kualitas pelayanan
atau cara penyampaian jasa tersebut kepada para pemakai jasa (Levina, 2013).
2.6 Mutu Pelayanan Kesehatan
2.6.1 Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas atau sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang
dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi (Roemet dan Aguilar, WHO, 2008).
Pengertian mutu pelayanan kesehatan bersifat multi dimensional yaitu mutu menurut pemakai pelayanan kesehatan dan menurut penyelenggara pelayanan
kesehatan (Azwar, 2006) dan dapat diuraikan sebagai berikut: dari pihak pemakai jasa pelayanan, pengertian mutu berhubungan erat dengan ketanggapan dan kemampuan petugas rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan pasien dan komunikasi
petugas dengan pasien, termasuk di dalamnya keramahan dan kesungguhan. Dari pihak rumah sakit sendiri, termasuk di dalamnya dokter, paramedis, derajat mutu
Perspektif lainnya yaitu sebagai budaya organisasi yang terdiri dari
peradigma, keyakinan, nilai dasar, pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan perilaku dan karyawan yang berfungsi dalam tim atau suatu unit dari organisasi sejalan dengan siklus hidup produk yang dihasilkan memenuhi kebutuhan dan
harapan pelanggan (Kolarik, 2005).
2.6.2 Unsur-Unsur Yang Memengaruhi Kualitas Pelayanan
Donabedian (2006) memperkenalkan tiga kategori pendekatan mutu yaitu struktur, proses dan keluaran sebagai indikator mutu.
a. Struktur (input) adalah seluruh kelengkapan yang diperlukan dalam pelayanan
kesehatan yang meliputi:
1) Sumber daya material, seperti fasilitas peralatan dan dana
2) Sumber daya manusia, seperti jumlah dan kualifikasi tenaga 3) Struktur organisasi dan prosedur operasional baku.
b. Proses, adalah seluruh kegiatan yang betul-betul dilakukan dalam memberikan dan
menerima pelayanan kesehatan yang meliputi kegiatan tenaga medis dalam upaya penegakan diagnosis dan dalam memberikan saran serta menerapkan
penatalaksanaan pengobatan serta kegiatan atau upaya pasien dalam mencari dan mendapatkan pelayanan kesehatan.
Secara ringkas dapat dikemukakan yang dimaksud dengan proses meliputi:
1) Mutu pelayanan teknis dan pelayanan klinis
2) Mutu dari interaksi pasien dan pemberi jasa pelayanan (provider)
c. Keluaran (Output), adalah seluruh akibat dari pelayanan kesehatan terhadap status
kesehatan pasien dan masyarakat termasuk peningkatan dari pengetahuan pasien dan perubahan dari perilaku pasien yang berpengaruh terhadap status kesehatan juga derajat kepuasan pasien terhadap pelayana kesehatan.
2.6.3 Dimensi Mutu Pelayanan
Menurut Zeithmal dan Barry (2009) menyimpulkan bahwa terdapat 10dimensi
dalam mutu pelayanan yaitu : a. Fasilitas fisik (tangible)
Dimensi ini menyangkut tersedianya fasilitas peralatan, sumber daya manusia
dan materi-materi untuk komunikasi. b. Keandalan (reability)
Dimensi ini menyangkut kemampuan untuk melaksanakan atau memberikan pelayanan dengan kualitas yang sama setiap waktu dan memberikan pelayanan secara akurat.
c. Responsivitas (responsiveness)
Dimensi ini mencakup keinginan petugas untuk membantu pelanggan /pasien
dalam memberikan pelayanan yang diminta. d. Jaminan (assurance)
Dimensi ini mencakup adanya jaminan dari petugas dan perusahaan/rumah sakit
atau Puskesmas terhadap pelayanan yang diberikan kepada pelanggan atau pasien seperti pengetahuan dokter dalam menetapkan diagnosa penyakit, keterampilan
Dimensi ini mencakup kemampuan petugas untuk merawat dan memberikan
perhatian kepada pelanggan/pasien dan keluarganya, seperti memperhatikan khusus kepada setiap pelanggan/pasien tanpa membedabedakan statusnya, serta perhatian terhadap semua keluhan pelanggan/pasien dan keluarganya.
f. Komunikasi (communication)
Dimensi ini mencakup keinginan untuk mendengar keluhan pasien dan menjaga
agar pelanggan tetap mendapatkan informasi yang up to date dalam bahasa yang mudah.
g. Kredibilitas (credibility)
Dimensi ini mencakup dapat dipercaya oleh pelanggan/pasien. Mereka berkeyakinan atas pelayanan yang telah diberikan, akan memberikan hasil yang
mereka berikan.
h. Kompetensi (competence)
Dimensi ini mencakup dimilikinya keterampilan dari petugasyang dibutuhkan
dalam melaksanakan pelayanan. i. Tata krama (courtesy)
Dimensi ini mencakup kemudahan untuk memperoleh petugas kesehatan yang selalu memberikan penghormatan terhadap pelanggan/pasien.
j. Akses (access)
Dimensi ini mencakup kemudahan untuk memperoleh karyawan dan kemudahan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam menerima pelayanan.
kita inginkan atau dapat juga disebut sebagai kepuasan pasien/konsumen
semata-mata. Namun setelah membaca penjelasan diatas, pengertian yang demikian menjadi kurang tepat. Pengertian yang lebih tepat untuk layanan kesehatan yang bermutu adalah suatu layanan kesehatan yang dibutuhkan, dalam hal ini akan ditentukan oleh
profesi layanan kesehatan, dan sekaligus diinginkan
baik oleh pasien/konsumen ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya beli
masyarakat. Pada penjelasan terdahulu disebutkan bahwa mutu barang atau jasa itu bersifat multidimensi, demikian pula dengan mutu pelayanan kesehatan.
2.7 Pelayanan Kesehatan Mayarakat di Puskesmas
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga
membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Menurut Kemenkes RI (2010) Puskesmas merupakan unit pelaksana
teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja (Effendi, 2011).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 75 tahun 2014tentangPusat Kesehatan Masyarakat menjelaskan bahwa Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Adapun yang
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Program layanan kesehatan yang diberikan Puskesmas merupakan pelayanan
yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan
kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia (Effendi, 2011).
2.7.1 Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah
mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya (Trihono, 2005).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat menjelaskan bahwa pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang:
a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat;
d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
2.7.2 Fungsi Puskesmas
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat menjelaskan bahwa Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas tersebut Puskesmas menyelenggarakan fungsi yaitu untu :
a. Penyelenggaraan UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) ingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
b. Penyelenggaraan UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan) tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Dalam menyelenggarakan fungsi untuk penyelenggara UKM (Upaya
Kesehatan Masyarakat) ingkat pertama di wilayah kerjanya, Puskesmas berwenang untuk:
a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait;
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat;
f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas;
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan; dan
i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit.
Dalam menyelenggarakan fungsi sebagai penyelenggara UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan) tingkat pertama di wilayah kerjanya, Puskesmas berwenang untuk:
a. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan dan bermutu;
b. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif;
c. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat;
d. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan dan
e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja
sama inter dan antar profesi; f. Melaksanakan rekam medis;
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses
pelayanan kesehatan;
h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan;
i. Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem
rujukan.
Puskesmas memiliki wilayah kerja yang meliputi satu kecamatan atau
sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografi dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka
Puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang disebut Puskesmas pembantu dan Puskesmas keliling. Khusus untuk kota besar
dengan jumlah penduduk satu juta jiwa atau lebih, wilayah kerja Puskesmas dapat meliputi satu kelurahan. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah penduduk 150.000 jiwa atau lebih, merupakan Puskesmas Pembina yang berfungsi sebagai
pusat rujukan bagi Puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi (Effendi, 2011).
menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk
oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Disamping itu Puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan
diwilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan Puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit
tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.Pusat pemberdayaan masyarakat berarti Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha
memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan
termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi,
khususnya sosial budaya masyarakat setempat.Pusat pelayanan kesehatan strata pertama berarti Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan
kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab Puskesmas meliputi :
1. Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (privat goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan
penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk Puskesmas
tertentu ditambah dengan rawat inap.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat disebut antara lain adalah promosi
kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
Ada beberapa proses dalam melaksanakan fungsi tersebut yaitu merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam
rangka menolong dirinya sendiri, memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien, memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi
dan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan memberikan
pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat, bekerja sama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program Puskesmas.
2.7.3 Peran Puskesmas
Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk
matang dan realistis, tata laksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi
dan pemantauan yang akurat. Pada masa mendatang, Puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu (Trihono, 2005).
Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tata laksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi
dan pemantauan yang akurat. Pada masa mendatang, Puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan
pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu (Effendi, 2009)
2.8 Kerangka Teoritis Penelitian
Faktor Predisposisi (Predisposing Factors) • Pengetahuan
• Sikap
Faktor Pemungkin (Enabling Factors) • Fasilitas
• Petugas Kesehatan • Biaya
• Jarak dan Transportasi • Dan sebagainya
Faktor Penguat (Reinforcing Factors) • Dukungan Keluarga
• Stakeholder Masyarakat • Dan sebagainya.
Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di
Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Teoritis Penelitian
Berdasarkan gamabar 2.1 diatas bahwa kerangka teori dalam penelitian ini
ialah memakai teori dari domain perilaku atau faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku dari Lawrence Green (1980) bahwa domain atau faktor
pembentukan perilaku dibagi menjadi 3 macam yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) yakni pengetahuan, sikap dan tindakan, faktor pemungkin
(enabling factors) seperti fasilitas, petugas kesehatan, biaya, jarak, transportasi dan sebagainya serta faktor penguat/pendorong (reinforcing factors) seperti dukungan keluarga, stakeholders masyarakat, dan sebagainya yang dapat memengaruhi
2.9 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan gambar 2.2 diatas, diketahui bahwa karakteristik responden
sebagai peserta BPJS yang akan digambarkan dalam hasil penelitian ini ialah dilihat dari aspek umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, lama menjadi peserta BPJS, jenis kartu BPJS yang dimilki dan pemanfaatan layanan kesehatan di
Puskesmas sebagai peserta BPJS serta perilaku responden dalam memanfaatkan kartu BPJS untuk memperoleh pelayanan kesehatan dasar yang dinilai dari aspek
pengetahuan, sikap, dan tingkat kepuasan responden dalam memanfaatkan BPJS kesehatan untuk memperolah pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas Singkil Utara Kecamatan Singkil Utara Kabupaten Aceh Singkil tahun 2016.
Karakteristik Responden
• Lama menjadi peserta BPJS • Jenis kartu BPJS yang
dimiliki
• Kepuasan Peserta BPJS
Kepuasan Peserta BPJS dalam Pemanfaatan Layanan Kesehatan