Laporan Ilmiah
“Kebebasan Pers sebagai Pilar Demokrasi”
Disusun oleh:
Nama : Citra Dian Pertiwi
NIM : 1310121078
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Univeritas Fajar Makassar
“Kebebasan Pers sebagai Pilar Demokrasi”
Disusun oleh:
Nama : Citra Dian Pertiwi
NIM : 1310121078
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Univeritas Fajar Makassar
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan ilmiah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga laporan ilmiah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Laporan Ilmiah ini sebagai tugas besar pengganti Final test mata kuliah Bahasa Indonesia. Harapan Saya semoga laporan ilmiah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi laporan ilmiah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Laporan Ilmiah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Makassar, 1 Juli 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... 1
KATA PENGANTAR ... 2
DAFTAR ISI ...3
BAB I PENDAHULUAN ...4
A. Latar Belakang Masalah ...4
B. Rumusan Masalah...5
C. Batasan Masalah ...5
D. Tujuan dan Manfaat ...6
BAB II LANDASAN TEORI ...7
BAB III PEMBAHSAN………..9
BAB IV PENUTUP ...17
A. Kesimpulan ...17
B. Saran ...18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Media massa merupakan salah satu bentuk kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Melalui media massa yang semakin banyak berkembang memungkinkan informasi menyebar dengan mudah di masyarakat. Informasi dalam bentuk apapun dapat disebarluaskan dengan mudah dan cepat sehingga mempengaruhi cara pandang, gaya hidup, serta budaya suatu bangsa.
Media massa sendiri berasal dari bahasa yunani yaitu “medium” yang berarti berbagai sarana untuk menyampaikan ide-ide, gagasan, dan perasaan. Artinya media adalah sarana yang mampu mengkomunikasikan hampir segala aspek mengenai aktivitas mental manusia. Massa sendiri berasal dari daerah Anglosaxon, yang merujuk kepada segala hal baik itu sarana maupun instrumen yang dalam hal ini terarah kepada semua pihak, dengan kata lain yaitu bersifat massif.
cukup penting, terutama dalam mensosialisasikan berbagai program pemerintah sehingga program-program tersebut dapat berhasil.
Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat. Dalam masyarakat modern, media massa mempunyai peran yang signifikan sebagai bagian dari kehidupan manusia sehari-hari. Hampir pada setiap aspek kegiatan manusia, baik yang dilakukan secara pribadi maupun bersama-sama selalu mempunyai hubungan dengan aktivitas komunikasi massa. Selain itu, animo individu atau masyarakat yang tinggi terhadap program komunikasi melalui media massa seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan internet menjadikan setiap saat individu atau masyarakat tidak terlepas dari terpaan atau menerpakan diri terhadap media massa.
Sekarang ini fungsi media massa semakin luas, mengingat adanya kebebasan arus informasi dan Indonesia sejak tahun 1998 telah mendeklarasikan dirinya sebagai negara yang menganut sistem demokrasi. Fungsi media yang profesional dianggap menjadi salah satu hal yang paling fundamental yang dapat mendukung terjadinya kestabilan dalam sistem demokrasi dewasa ini. Terkait hal tersebut, jika sistem demokrasi di suatu negara stabil maka pembangunan di negara tersebut akan mengalami peningkatan yang signifikan, baik pembangunan ekonomi, pembangunan karakter bangsa, pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana. Karena adanya kepercayaan dari masyarakat kepada pemerintah untuk mengelola anggaran negaranya yang merepresentasikan kepentingan masyarakat. Disini peran media sangat besar terutama dalam membentuk paradigma di suatu lingkungan sosial. Peran media sendiri sampai saat ini masih menjadi perdebatan yang serius.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Pers ?
2. Apa pengertian Media Massa ?
4. Apakah kebebasan Pers di Indonesia sudah berjalan sebagaimana mestinya ?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka dalam penulisan makalah ini perlu adanya pembatasan masalah agar pengkajian masalah dalam dapat lebih terfokus dan terarah. Karena keterbatasan yang dimiliki penulis dalam hal kemampuan maka penulisan makalah ilmiah ini hanya membatasi masalah pada bagaimana peran atau manfaat media massa (pers) pada sistem demokrasi di Indonesia mengnai bagaimanakah sejarah perjalanannya serta kebebasan pers sebagai pilar demokrasi.
D. Tujuan dan Manfaat Tujuan
1. Sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan mata kuliah Bahasa Indonesia.
2. Memberikan pengetahuan tentang Pers
3. Memberikan sedikit gambaran tentang Media Massa
Manfaat
1. Untuk mengetahui sejarah perjalanan pers di Indonesia dan seberapa besar peranan maupun manfaat dari adanya kebebasan pers pada sistem demokrasi di Indonesia
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bangsa kita telah melalui tahapan sejarah yang sangat penting dengan melangsungkan pemilihan presiden secara langsung. Namun, ini baru awal. Sangatlah dini mengklaim sukses pemilu sebagai sukses demokratisasi. Pemahaman demokratisasi di negara-negara yang sedang melangsungkan transisi dari otoritarianisme menuju demokrasi seperti negara kita masih bersifat minimal.
Demokrasi dimengerti hanya sebagai pemilihan umum yang berlangsung fair, jujur dan adil. Demokrasi minimalis ini mengabaikan proses di antara pemilihan umum yang satu dan pemilihan umum yang lain. Namun, jika bertolak dari konsep demokrasi itu sendiri, kita tak dapat berhenti pada sikap minimalis.
by the people, and for the people. Demokrasi adalah suatu penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan tanpa demokrasi
kreativitas manusia tidak mungkin didapat dan berkembang, secara historis perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme merupakan bagian dari perjuangan demokrasi. Belakangan para tokoh nasional juga memandang bahwa demokrasi merupakan tujuan utama dari perjuangan anti-kolonialisme. Prinsip dasar dari sebuah demokrasi yaitu bahwa demokrasi terkait dengan interaksi sesama manusia dan dalam keterkaitan itu terdapat saling memahami atau mengenal, prinsip tersebut sesuai dengan karakter manusia sebagai homo-social.
Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam berbagai tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa negara termasuk memberikan ruang bagi media massa yang bebas untuk menjalankan fungsi persnya. Salah satu konsep dari sistem Negara yang yang demokrasi menurut Huntington (2008), yaitu adanya peran media massa yang bebas.
Hal yang terkait erat dengan hak publik untuk tahu adalah dengan media massa yang bebas, yaitu surat kabar, televisi, radio dan media baru yang bisa menginvestigasikan jalannya pemerintahan dan melaporkannya tanpa takut adanya penuntutan dan hukuman.
Eskalasi demokratisasi media massa dewasa ini begitu cepat, dunia yang begitu luas telah menjadi sebuah desa yang global (global village), apa yang dikemukakan oleh Marshall Mc. Lucham pada tahun 1964, sekarang memang benar-benar menjadi kenyataan. Penduduk
dunia saling berhubungan semakin erat dan hampir disemua aspek kehidupan. Dari bertukar
informasi, budaya, ekonomi, pariwisata, politik hingga persoalan pribadi, ataupun aspek kehidupan lain. Perkembangan yang signifikan memang berimbas ke media massa yang global seperti; CNN, MTV, CNBC, HBO, BBC, ESPN, dan lain -lain, telah menjangkau dan menembus yuridiksi berbagai negara. Informasi mengalir deras melalui jaringan media global dan kantor-kantor berita internasional, seperti Reuters, UPI, AP, AFP dan lain-lain. Informasi-informasi itu sering dimaknai didalamnya mengandung kebudayaan, maka terjadilah penyebaran budaya, perilaku dan gaya hidup yang global.
negara. Media massa diharapkan dan yang diandalkan dapat berperan sebagai pengawas (watch dog function) untuk mengungkap kebenaran dan kesalahan yang dilakukan oleh penyelengara pemerintahan atau yang memiliki kekuasaan. Banyak sekali peran yang dapat dilakukan oleh media massa pada suatu negara yang menjamin terhadap kebebasan pers dalam menjalankan fungsinya. Akan tetapi kecenderungan beberapa media massa disuatu negara dalam perspektif komunikasi khususnya belum demokratis dan masih bersifat linier dalam menyampaikan arus informasi dari “atas ke bawah” (top down), agar media massa mampu menjalankan peranannya maka perlu adanya kebebasan pers dalam menjalankan tugas serta fungsinya secara professional.
Menurut Denis McQuail, 1987:126), Kebebasan media massa atau pers harus diarahkan agar dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan khalayaknya, bukan hanya sekadar untuk membebaskan media massa dan pemiliknya dari kewajiban harapan dan tuntutan masyarakat
BAB III
PEMBAHASAN
Seperti yang diuraikan pada latar belakang di atas, tentang bagaimana pentingnya transformasi nilai ataupun segala bentuk informasi mengenai kebijakan dari pemerintah sebagai upaya kontrol sosial dari masyarakat umum, penulis akan mencoba untuk kemudian menguraikan sedikit gambaran tentang Kebebasan Pers di Indonesia dan bagaimana kondisi atau perjalanannya sejak awal kemerdekaan sampai Era Reformasi yang sedang kita alami sekarang ini. Dan inilah yang termasuk dalam komunikasi politik. Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara “yang memerintah” dan “yang diperintah”.
Dalam praktiknya, komuniaksi politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik.
Seperti yang kita ketahui, manusia selalu berinteraksi dalam kehidupan sehari-harinya. Dan dalam interaksi tersebut, pasti terdapat unsur komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya. Pun demikian halnya dengan hubungan antara masyarakat dan negaranya, komunikasi sangatlah penting sebagai sarana untuk melakukan kontrol maupun transformasi nilai ideologis dari pemerintah ke masyarakat luas. Pers adalah salah satu sarana komunikasi antar manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok lainnya dalam suatu komunitas masyarakat di sebuah negara atau organ-organ kemasyarakatan tertentu. Dalam perspektif demokrasi, pers bisa diartikan sebagai mediator ataupun kontrol terhadap sebuah kebijakan yang akan maupun telah dikeluarkan oleh pihak pemerintah. Ada beberapa teori tentang Pers, yaitu :
Otoritarian
1. Berkembang di Inggris pada abad 16 dan 17, dipakai secara meluas di dunia dan masih dipraktekkan di beberapa tempat sekarang ini.
2. Teori ini muncul dari filsafat kekuasaan monarki absolut, kekuasaan pemerintahan. Tujuan utamanya adalah mendukung dan memajukan kebijakan pemerintah yang berkuasa dan mengabdi pada negara.
3. Pemerintah atau seseorang yang mempunyai kekuasaan dalam kerajaan adalah orang yang berhak mengatur dan menggunakan media untuk kepentingannya.
4. Media dikontrol melalui paten-paten dari pemerintah, izin dan sensor. 5. Media massa dilarang untuk melakukan kritik terhadap mekanisme
politik, dan para pejabat yang berkuasa.
7. Media massa dianggap sebagai alat untuk melaksanakan kebijakan pemerintah, walaupun tidak harus dimiliki oleh pemerintah. Pers di sini dapat dikatakan statusnya sebagai hamba bagi negara.
Libertarian
1. Teori ini berkembang di Inggris setelah tahun 1688, dan kemudian di Amerika Serikat.
2. Teori ini muncul dari tulisan-tulisan Locke, Milton dan Mill, dan filsafat umum tentang rasionalisme dan hak-hak asasi.
3. Tujuan utamanya adalah memberi informasi, menghibur dan berjualan, tetapi tujuan utamanya adalah membantu untuk menemukan kebenaran dan mengawasi pemerintah.
4. Dalam teori ini disebutkan, media massa diatur oleh siapa saja yang mempunyai kemampuan ekonomi untuk menggunakannya.
5. Media dikontrol dengan proses pelurusan sendiri untuk mendapatkan kebenaran dalam pasar ide yang bebas, serta melalui pengadilan.
6. Media massa dilarang melakukan penghinaan, kecabulan, kerendahan moral dan pengkhianatan pada masa perang.
7. Media massa dianggap sebagai alat untuk mengawasi pemerintah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mayarakat lainnya.
Tanggung Jawab Sosial
1. Teori ini berkembang di Amerika Serikat pada abad ke-20
2. Teori ini terbentuk dari tulisan W.E Hocking, Komisi Kebebasan Pers, para pelaksana media, dan kode-kode etik media massa.
3. Tujuan utama dari media massa adalah memberi informasi, menghibur dan berjualan, tetapi tujuan utamanya adalah mengangkat konflik sampai tingkatan diskusi.
4. Teori ini mengatakan bahwa semua orang berhak menggunakannya, dan berhak mengeluarkan pendapatnya.
5. Media massa dikontrol melalui pendapat masyarakat, tindakan-tindakan konsumen, dan etika-etika kaum profesional.
7. Kepemilikan media massa dikuasai oleh perorangan, kecuali jika pemerintah harus mengambil demi kelangsungan pelayanan terhadap masyarakat.
8. Media massa harus menerima tanggungjawabnya terhadap masyarakat; dan kalau tidak, harus ada pihak yang mengusahakan agar media mau menerimanya.
Soviet Komunis
1. Teori ini berkembang di Uni Soviet, walaupun ada kesamaannya dengan yang dilakukan Nazi dan Italia Fasis.
2. Teori ini terbentuk dari pemikiran Marxis, Leninis, dan Stalinis dengan campuran pikiran Hegel, dan pandangan orang Rusia abad 19.
3. Tujuan utama dari media massa adalah memberi sumbangan bagi keberhasilan dan kelanjutan dari sistem sosialis Soviet, dan terutama bagi kediktatoran Partai.
4. Yang berhak menggunakan media massa adalah anggota-anggota partai yang loyal dan ortodoks.
5. Media massa dikontrol melalui pengawasan dan tindakan politik atau ekonomi oleh pemerintah.
6. Media massa dilarang melakukan kritik-kritik terhadap tujuan partai yang dibedakan dari taktik-taktik partai.
7. Kepemilikan media massa adalah masyarakat.
8. Media massa adalah milik negara dan media yang dikontrol sangat ketat semata-mata merupakan kepanjangan tangan-tangan negara.
Media Massa
media massa dengan otoritas dan memiliki organisasi yang jelas sebagai media massa. Secara tradisional media massa digolongkan sebagai berikut: surat kabar, majalah,
radio, televisi, film (layar lebar). Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:
1. Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan didistribusikan
2. Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui saluran tertentu.
3. Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan menyeleksi informasi yang mereka terima.
4. Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit.
Sedangkan Media massa modern adalah media yang tidak memiliki organisasi yang jelas dalam penerapannnya dikehidupan sehari-hari. Artinya media massa modern lebih menekankan kebebasan terhadap individu dalam mengekspresikan dirinya. Contoh dari media massa modern adalah internet dan telepon seluler. Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:
1. Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui SMS atau internet misalnya).
2. Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh individual.
3. Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu.
4. Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam.
5. Penerima yang menentukan waktu interaksi.
Kebebasan Pers dan perannya dalam sistem demokrasi di Indonesia
sensor dari pemerintah. Di Indonesia sendiri kebebasan pers telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 4 di dalam ayat 1 disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, ayat kedua bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, ayat ketiga bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dan ayat keempat bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara lain dalam pasal 28F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Aktualisasi Kebebasan Pers di Indonesia
Kebebasan memunculkan berbagai persoalannya sendiri, yang lebih kompleks ketimbang era tirani kekuasaan.. Kebebasan Pers yang kini berkembang di Indonesia, telah ditanggapi secara negatif oleh sejumlah pihak, karena dianggap telah “bebas terlampau jauh”. .Ekses negatif kebebasan pers saat ini terlihat semakin nyata dengan banyak bermunculannya media partisan, sensasional, termasuk yang menonjolkan erotika. Fenomena lainnya adalah munculnya banyak media yang mengusung asas jurnalisme alakadarnya dan kurang menghargai etika. Banyak pula muncul pemodal melakukan akrobat dalam bisnis pers: menerbitkan media, dua bulan kemudian ditutup lantaran tidak laku, kemudian menerbitkan media baru lainnya. Seserius apakah ekses negatif kebebasan pers saat ini? Memang ada soal ketika menyangkut pemberitaan konflik antar golongan atau etnis (seperti kasus Ambon), sebagian media telah memposisikan diri sebagai corong kelompok tertentu. Ada pula media yang diterbitkan semata-mata sebagai alat menyerang atau membela orang-orang tertentu. Namun justru itu lah resiko demokrasi: munculnya sejumlah pers yang buruk. Sebagaimana bertebaran pula gagasan-gagasan buruk. Tantangan di Indonesia kini adalah, pers yang bermutu dituntut untuk mengarahkan dan memperluas pembacanya, justru agar masyarakat tidak membaca media yang buruk. Agar dalam market place of ideas ide-ide baik menang terhadap gagasan buruk.
masyarakat. Opini publik lah yang akan membatasi, sejauh mana pers boleh bebas. Tidak bisa dielakkan bakal ada benturan kepentingan dan memunculkan ketidakpuasan satu pihak Ketika kebebasan berpendapat seseorang merugikan pihak lain, maka satu-satunya penyelesaian adalah melalui pengadilan—yang diharapkan bisa mengeluarkan keputusan yang bijaksana—setelah melalui perdebatan yang luas. Sayangnya, ditengah kegandrungan terhadap kebebasan yang menggebu saat ini, hukum belum siap mengantisipasinya--baik hukum untuk menggebuk pelaku kekerasan maupun menindak media yang kurang ajar. Akibatnya tirani masih bias, dan pers menjadi sasaran empuk untuk melampiaskan kejengkelan akan kebebasan. Situasi itu merupakan produk langsung dari hukum yang vakum. Bukan saja aparatnya sedang kehilangan wibawa, melainkan perangkat aturannya juga belum tersedia secara memadai. Oleh karena itu, pers Indonesia dituntut untuk bisa mengatur atau mengontrol sendiri (self regulated), sesama sejawat pers saling mengingatkan. Atau setidaknya mematuhi ketentuan yang diatur dalam kode etik pers, dan menempatkan lembaga semacam Dewan Pers menjadi “polisi” yang diikuti teguran atau peringatannya. Jika tidak, apa boleh buat, kontrol masyarakat, seperti pendudukan kantor media, akibat tidak puas atas pemberitaan pers bakal akan terus terjadi.
Data Indeks Kebebasan Pers di Indonesia
Indeks adalah alat ukur yang menempatkan obyek (orang,negara, organisasi, dsb) dalam susunan rangking untuk variabel tertentu. Dewan Pers Indonesia menyambut baik kenaikan indeks kebebasan pers Indonesia tahun 2013, sebagaimana dirilis oleh organisasi pers dunia Reporters Without Borders (RSF), belum lama ini.
Lembaga RSF menyebut Indonesia kini berada di peringkat 139, mengungguli India, dengan skor 41,05. Peringkat tersebut meningkat apabila dibandingkan dengan tahun 2012 di mana Indonesia berada pada peringkat 146 dengan skor 68,00.
Semua pihak untuk melihat dari sisi lain kondisi pers di Indonesia, terutama melalui kemajuan-kemajuan yang sudah dicapai, memang kekerasan terhadap wartawan masih banyak, tetapi kita masih bisa melakukan banyak hal untuk mengatasi itu. Indonesia berhasil membuat pedoman terhadap penanganan kasus kekerasan atas wartawan yang mana pedoman tersebut harus disetujui oleh semua perusahaan media.
Hari Kebebasan Pers Sedunia (The World Press Freedom Day/WPFD) yang diperingati sejak 3 Mei 1993. Dalam indeks kebebasan pers yang dikeluarkan Reporters Without Borders (Reporters Sans Frontiers/ RSF) sepanjang 10 tahun terakhir, negara-negara di kawasan ini menempati posisi terendah di antara 170-an negara-negara yang dinilai, meskipun beberapa kali Indonesia dan Timor Leste masuk posisi yang cukup baik.
Dalam indeks 2013 yang mengindikasikan kondisi kebebasan pers 2012, 10 negara Asia Tenggara berada di urutan antara 122 dan 172, atau sepertiga terbawah dari seluruh negara yang dinilai.
Data Committee to Protect Journalists (CPJ) melaporkan sedikitnya 70 wartawan di dunia terbunuh sepanjang 2012, laporan SEAPA mencatat 6 wartawan, atau hampir 10%, terbunuh di Asia Tenggara, dengan rincian 4 orang di Filipina, seorang di Indonesia, dan seorang lagi di Kamboja. Dalam hal pembunuhan terhadap wartawan ini, Filipina dan Indonesia merupakan dua negara yang hampir setiap tahun menorehkan kekejaman terhadap wartawan.
Beberapa negara ASEAN mengalami kemunduran dalam peringkat Indeks. Singapura menurun ke tempat 149, dibandingkan peringkat 135 di tahun sebelumnya. Malaysia turun 23 peringkat ke tempat 145, menduduki “tempat terendah” negara tersebut menurut RSF.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pers adalah salah satu sarana komunikasi antar manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok lainnya dalam suatu komunitas masyarakat di sebuah negara atau organ-organ kemasyarakatan tertentu. Dalam perspektif demokrasi, pers bisa diartikan sebagai mediator ataupun kontrol terhadap sebuah kebijakan yang akan maupun telah dikeluarkan oleh pihak pemerintah. Dalam UU pers no 40 tahun 1999, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik.
Kebebasan pers adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebar luaskan, pencetakan dan penerbitkan surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah.
Kebebasan pers tidak menjadi sarana untuk mencerahkan publik. kebebasan pers yang dinikmati sekian tahun ini berjalan tidak sebagaimana mestinya. konglomerasi media, penyalahgunaan frekuensi publik untuk kepentingan pemilik media, tayangan-tayangan minim kualitas, sampai eksploitasi yang dilakukan terhadap jurnalis. Kotak pandora yang terbuka semakin lebar juga menegaskan bahwa kebebasan pers yang dinikmati sekian tahun ini berjalan tidak sebagaimana mestinya.B. Saran
Peningkatan Kualitas Pers. Bersamaan dengan peningkatan perlindungan terhadap kemerdekaan pers, lembaga pers harus selalu menyempurnakan kinerjannya sehingga mampu menyampaikan informasi yang akurat, tepat, cepat, dan murah kepada seluruh masyarakat. Sudah saatnya lembaga pers terus menyempurnakan diri dalam menyampaikan informasi, dengan selalu melakukan penelitian ulang sebelum menyiarkannya, melakukan peliputan berimbang terutama untuk berita-berita konflik agar masyarakat memperoleh informasi lebih lengkap untuk turut menilai masalah yang sedang terjadi.
Penyempurnaan kualitas pers merupakan kerja keras yang dilakukan hari demi hari untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan melek media mengembalikan titik berat upaya pembedayaan sepenuhnya ada di diri si khalayak media (pembaca, pendenganr dan pemiras). Orang-orang yang melek media (Media Literari People) jelas akan saenantiasa jeli dan kritis terhadap media.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Soetomo (LPDS). 2009. Panduan Jurnalistik Praktis: Mendalami Penulisan
Berita dan Feature, Memahami Etika dan Hukum Pers. Lembaga Pers
Eriyanto. 2000. “Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media”. LKIS: Jakarta
Kaelola, Akbar. 2009. “Kamus Istilah Politik Kontemporer”. Cakrawala :
Yogyakarta
Maulana, Ahmad. 2008. Kamus Ilmiah Populer.
Sumarjo. Peran Media Massa Dalam Iklim Demokrasi Di Indonesia . 6 November 2013.
http://repository.ung.ac.id/hasilriset/show/1/241/peran-media-massa-dalam-iklim-demokrasi-di-indonesia.html. Diakses pada tanggal 12 Juni 2014