BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Konsep Tradisi
Dalam masyarakat, tradisi merupakan suatu warisan yang mengandung nilai dan norma
kehidupan. Dalam kehidupan bersama, nilai merupakan suatu hal penting dari kebudayaan
memiliki tindakan yang di anggap sah, artinya secara moral dapat diterima bahwa dalam
kehidupan bersama masyarakat menjunjung tinggi kebersamaan, tolong menolong dan
bergotong royong membantu sesama. Norma merupakan landasan dari nilai-nilai sebagai
pembenaran norma yang dibekukan, pemikiran yang dikembangkan dan diberlakukan. Maka
dengan demikian norma adalah pedoman hidup berisi perintah, larangan dan dilengkapi dengan
sangsi. Oleh karenanyamenjunjung tinggi kebersamaan persatuan adalah nilai, sedangkan
menghargai dan mengormati sesama adalah norma. Dalam konsep tersebut adalah bentuk
persekutan Dale Esa di masyarakat desa Bokonusan. Maka dengan demikian nilai dan norma
merupakan suatu warisan kebudayaan untuk masyarakat. Kebudayaan adalah warisan sosial
yang hanya dimiliki oleh warga masyarakat pendukungnya dengan jalan mempelajarinya. Ada
cara-cara mekanisme tertentu dalam tiap masyarakat untuk memaksa tiap warganya
mempelajari kebudayaan yang di dalamnya terkandung norma-norma serta nilai-nilai
kehidupan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat yang bersangkutan. Mematuhi
norma demi kelestarian hidup masyarakat (Purwadi, 2005:1).
Di desa Bokonusan masyarakat saling berinteraksi satu sama lain dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam menjunjung nilai dan norma sebagai warisan budaya yang dimiliki oleh
masyarakat desa Bokonusan adalah masyarakat hidup dalam kebersamaa. Kebersamaan tersbut
dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari nilai dan noma yang bentuk oleh masyarakat
yaitu Dale Esa atau satu hati. Nilai yang di milki dalam Dale Esa adalah persatuan masyarakat
untuk bersama, guna menjaga kehidupan bersama dalam Dale Esa atau satu hati dalam hidup
sehari-hari, norma dalam masyarakat yang di patuhi adalah tata pergaulan masyarakat
menghargai dan menghormati orang lain dalam berinteraksi satu sama lain sebagai bentuk
menjaga kaharmonisan bersama dalam Dale Esa.
Secara umum, lembaga biasanya didefinisikan dengan pola perilaku manusia yang
mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur dalam suatu kerangka nilai yang relevan.
Keberadan lembaga di batasi oleh dua unsur yaitu, unsur struktural dan unsur keyakinan
berkaitan dengan cita-cita manusia (Rafael, 2007: 48). Dari pandangan tersebut, unsur lembaga
struktural mengacu pada suatu sistem yang memiliki hubungan dapat diatur dalam sebuah
lembaga sosial seperti lembaga sosial masyarakat tentang pemberdayaan masyarakat desa yang
berbasis sumber daya lokal. Lembaga sosial masyarakat ini merujuk dalam mengatur hubungan
yang bersifat intelektual dan mencakup pada proses sosialisasi dan penerapan. Sedangkan pada
unsur keyakinan dan cita-cita mengacu terhadap bagaimana pandangan hidup serta suatu sistem
nilai budaya yang di anut dalam masyarakat. Unsur keyakinan yang berkaitan dengan cita-cita
adalah unsur dasar bagi satu lembaga. Pada kedua unsur tersebat dapat di temukan daerah
pedesaan dalam kaitan dengan ikatan sosial dan hubungan ekonomi masyarakat desa.
Kelembagaan masyarakat di pedesaan umumnya terbentuk melalui dua tahap yaitu,
ikatan sosial (social relation) dan hubungan ekonomi (economic relation), (Cornelis dan Miar,
2005: 57-58). Ikatan sosial (social relation) merupak hal yang mengacau antara anggota
masyarakat yang masih memiliki hubungan kuat. Hubungan inilah anggota masyarakat
menciptakan kesepakatan, aturan dan kewajiban sosial masyarakat di pedesaan yang mengikat
semua anggota. Dalam hal ini, peran lembaga adat masih cukup mendominasi di masyarakat
yang sejalan dengan berkembangnnya kegiatan sosial dan tingkat kebutuhan masyarakat, maka
hubungan dan kewajiban sosial seperti itu mengalami pergeseran secara bertahap. Ikatan sosial
(social relation) yang dimiliki oleh masyarakat desa Bokonusan masyarakat adalah hubungan
kekeluargaan. Dalam hubungan kekeluargaan ini, masyarakat menciptakan kesepakatan
bersama, aturan dan kewajiban bersama untuk mengikat masyarakat. Misalnya hubungan om
dengan keponakan, hubungan disebut To’o. Hubungan kelaurga antara om dengan keponan
adalah hubungan yang magis, terutama dalam hal perkawinan yang telah diatur dalam norma
adat, yang ketika terjadi pelanggaran akan kenai sanksi sesuai aturan adat yang berlaku. Untuk itu hubungan ekonomi atau “economic relation” merupakan bentuk pertukaran barang dan jasa selalu memperhitungkan imabalan ekonomi yang dikaitkan dengan untung dan
rugi. Hubungan ekonomi seperti dalam masyaraka ini, kemudian berkembang menjadi suatu
kewajiban ekonomi harus dipenuhi dengan berbagai aturan yang bersifat lebih kuat dan
mengikat semua anggota masyarakat seperti pada masyarakat di pedesaan. Dalam bentuk
hubungaan ekonomi (economic relation) yang dimiliki oleh masyarakat desa Bokonusan
adalah upaya masyarakat memperkuat hubungan. Misalnya, pada pesta perkawinan yang
melamar dan pernikahan, dalam pengumpulan ongkos ini melibatkan tetangga, keluarga, dan
sahabat di desa. Bentuk kelembagaan dari acara Tuku Beli bertujuan dalam mengupayakan
untuk memperat hubungan kekerabatan masyarakat. Selain itu juga, dalam upacara kematian
para kerabat, sahabat, hingga tokoh masyarakat datang untuk mengobrol sambil sambil
berpantun untuk mengenang mendiang di rumah duka. Dalam acara tersebut setiap orang yang
datang megumpulkan sumbangan berupa bahan makan dan hewan, ongkos berupa uang yang
kemudian dicatat satu per satu di daftar yang sudah disediakan. Tujuan dari uang yang di
kumpulkan oleh masyarakan semata-mata untuk mengambil keuntungan dari si pemberi,
melainkan pemberian tersebut pada giliran suata saat akan di kembalikan pada saat sama pula
ketika si pemberi mengalami hal serupa seperti perkawinan dan kedukaan. Dengan demikian
setiap anggota masyarakat di desa Bokonusan secara bertahap dituntuk agar bersifat rasional.
Sehingga lemabaga masyarakat dapat di maknai sebagai suatu normakaidah peraturan dalam
organisasi masyarakat yakni persekutuan Dale Esa di desa Bokonusan.
1.3. Modal Sosial
Dalam pandangan Putnam, yang saya maksudkan dengan modal sosial adalah bagian dari
kehidupan sosial jaringan, norma dan kepercayaan yang mendorong partisipasi bertindak
bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama (John, 2014: 48-51). Modal
sosial merupakan suatu bentuk interaksi sosial di masyarakat yang sangat mementingkan
kepercayaan, norma, dan jaringan. Dalam hal ini modal sosial mengacu pada bagian dari
organisasi sosial seperti, kepercayaan, norma dan jaringan, yang dapat meningkatkan
partisipasi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan yang terkoordinasi.
Tampak bahwa dalam rumusan tersebut dapatmemadai definisi yang dikemukakan
sebelumnya, yang di dalamnya disajikan kepercayaan pertukaran timbalik balik sebagai
elemen mendasar dari norma yang muncul dari jaringan sosial masyarakat. Untuk itu
kepercayaan, norma, dan jaringan yang di kemukakan oleh Putnam merupakan suatu modal
sosial yang di miliki oleh masyarakat yaitu, modal sosial adalah berbagai kekuatan yang
meningkatkan potensi pembangunan dalam masyarakat dengan menciptakan dan
mempertahankan hubungan sosial dan pola kehidupan sosial yang sudah ada pada masyarakat.
Dalam hal ini, modal sosial tumbuh dari hubungan sosial yang menghasilkan jaringan sosial
yang merujuk pada kewajiban masyarak yang diikat dalam norma sosial, sehingga muncul
kepercaya dalam masyarakat yang memungkinkan hubungan dan harapan masyarakat
1.4. Jaringan Sosial
Gagasan utama yang tentang jaringan sosial oleh Putnam adalah jaringan sosial memiliki
nilai kontak sosial yang mempengaruhi produktivitas individu dan kelompok (John, 2014:
51).Begitu pula oleh Robert. M. Z. Lawang, batasan jaringan merupakan terjemahan dari network, yang berasal dari suku kata yaitu net dan work. “Net” diterjemahkan dalam bahasa sebagai jaring, yaitu tenunan seperti jala, terdiri dari banyak ikatan antara simpul yang saling
terhubung antara satu sama lain. Sedangkan kata work bermakna sebagai kerja. Gabungan kata
net dan work, sehingga menjadi network, yang penekanannya terletak pada kerja bukan pada
jaringan, dimengerti sebagai kerja (bekerja) dalam hubungan antara simpul-simpul seperti
halnya jaringan (net). Berdasarkan cara berpikir seperti itu, maka jaringan (network), (Damsar
dan Indrayani, 2009: 157-158).
Oleh karenanya jaringan sosial dimengerti sebagai ikatan antara orang atau kelompok
yang dihubungkan dengan hubungan sosial masyarakat. Hubungan sosial ini di ikat dengan
kepercayaan, sehingga kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang mengikat orang
(individu) dan kelompok. Dengan demikian jaringan sosial antara individu atau kelompok yang
melalui hubungan sosial menjadi kerjasama. Seperti halnya sebuah jaringan yang tidak putus,
hubungan kerja yang terjalin antara masyarakat itu pasti kuat dan bertahan lama. Dalam hal ini
jaringan sosial memiliki nilai yaitu kerja sama yang di ikat dengan kepercayaan antara orang
atau kelompok, sehingga dapat mempengaruhi orang atau kelompok bekerja sama satu sama
lain.
Untuk itu jaringan sosial yang di kemukan sebelumnya tidak hanya merujuk pada
hubungan sosial masyarakat, namunmengandung nilai yang dapat mempengaruhi produktivitas
orang atau kelompok. Nilai yang mempengaruhi produktivitas terkandung dalam jaringan
sosial adalah mengacu pada hubungan sosial yang terikat oleh kepercayaan, dan kepercayaan
tersebut dipertahankan oleh masyarakat melalui norma yang mengikat kerja sama yang dimana
dalam jaringan sosial masyarakat tidak dapat berdiri sendiri melainkan sehingga memunculkan
produktivitas masyarakat yaitu kerja sama anatar masyarakat.
1.5. Norma Sosial
Putnam (1993) menguraikan kerja sama lebih mudah terjalin dalam komunitas tertentu
yang mewarisi modal dengan subtansi terbentuk aturan, pertukaran timbal balik (reciprocity)
Norma sosial dalam hal ini, pertukaran yang saling menguntungkan, oleh karenanya
norma yang muncul adalah bukan hanya satu pertukaran tetapi lebih dari satu kali petukaran.
Pertukaran sosial tersebut akan muncul dengan harapan yang saling menguntungkan dengan
prinsip yang di pegang teguh. Maka dari inilah norma yang mucul adalah bentuk kewajiban
sosial, yang pada intinya pertukaran sosial akan merasa saling menguntungkan, dengan
demikian pula hubungan pertukaran sosial dapat terpilahara dengan baik.
Norma sosial yang resiprositas merupakan norma mencakup hal kewajiban yang dapat
menjamin keuntungan yang diperoleh dari kegiatan pertukaran sosial tertentu. Pada konteks
ini, orang yang malanggar suatu norma dalam pertukaran akan berdampak terhadap kurangnya
keuntungan, maka sanksi yang akan diberikan sangat keras sesuai norma yang disepakati
bersam dalam menjamin keuntungan bersama terhadap pertukaran tersebut. maka dengan
demikian norma sosial akan muncul norma keadialan dalam pertukaran sosial. Dalam hal ini,
adanya hubungan yang memberikan manfaat timbal balik antara orang atau kelompok yang
berbeda sebagai esensial dalam meberikan tidak hanya dipenuhinya kewajiban sosial, namun
juga untuk dijalankan sangsi. Oleh karena sebenarnya norma sosial tumbuh dari hubungan
orang atau kelompok yang membangun jaringan sosial.
1.6. Kepercayaan
Selain jaringan dan norma sosial yang hadir dalam masyarakat, kepercayaan juga
merupakan hal pentingyang hadir di dalam hubungan sosial. Seperti yang dikemukakan oleh
Putnam bahwa, hubungan sosial antara individu atau kelompokpada jaringan sosial, norma
resiprositas dan kepercayaan yang tumbuh dari hubungan-hubungan tersebut (John, 2014: 51).
Kehidupan sosial, jaringan merujuk pada hubungan sosial masyarakat sebagai ikatan antara
orang atau kelompok yang dihubungkan dengan hubungan sosial masyarakat. Namun dalam
hubungan sosial tersebut, terdapat nilai yang mempengaruhi orang atau kelompok yang diikat
dalam kepercayaan, dan dipertahankan oleh masyarakat melalui norma yang mengikat dengan
kerja sama yang dimana masyarakat membangun jaringan sosial antara orang atau kelompok.
Maka jaringan sosial yang di bangun oleh masyarakat dengan adanya norma sosial yang
di ikat dengan kepercayaan. Norma sosial yang dimaksud adalah pertukaran yang saling
menguntukan dan norma sosial yang resiprositas. Norma sosial reprositas mengacu pada
kewajiban dalam menjamin keuntungan dari pertukaran sosial, sedangkan norma sosial yang
saling menguntugkan adalah harapan yang saling menguntungkan dengan prinsip yang di
pegang teguh dalam pertukaran sosial. Dalam hal ini, munculnya harapan dalam masyarakat
Oleh karena adanya hubungan sosial yang dibangun oleh masyarakat dengan adanya
pertukaran timbal balik yang saling menguntugkan, sehingga masyarakat dalam menjamin
keuntungan nilai bersama dalam pertukaran itu, masyarakat membentuk norma untuk
memenuhi kewajiban-kewajiban dalam pertukaran sosial. Maka dengan demikian hubungan
sosial anatar orang atau kelompok kepentingan akan tercapai, karena adanya harapan-harapan
dalam hubungan sosial yang apa bila direalisasikan akan saling menguntungkan dan menjamin
antara orang atau kelompok. Untuk itu melalui interaksi sosial dapat memungkin hubungan
sosial dan harapan tersebut di wujudkan bersama. Dengan dasar inilah, kepercayaan hadir ada
di tengah masyarakat, yang merujuk pada hubungan antara orang atau kelompok yang
1.7. Kerangka Pikir
Geografis/Wilayah
Keterangan:
Struktur masyarakat dalam Dale Esa memiliki pemimpin yang disebut Mane Loe. Mane
Leo memimpin sembilan Leo. Leo adalah kelompok sosial yang terdiri berbagai marga atau
Fam. Dale Esa menjadi basis hidup rumah tangga dalam hubungan yang paling kecil adalah
Uma Lo. Yang berkumpul dalam Sutu kelompok sosial atau Leo yang terdiri satu hingga dua
bahkan lebih dari tiga marga atau fam dengan hubungan dari keturunan ayah, dan memiliki
perwakilan yang disebut lasi leo, yang paling besar dalam suatu wilayah yang biasa disebut
nusak yang memiliki pemimpin suku yaitu mane leo atau kepala suku. Modal Sosial
Dale Esa
Kelompok sosial atau leo yang tergabungdari berbagai marga-marga/fam
heantei k Mum
uk
Lengu mau
Laha Ina
Bui
Sann i
Manse a
Tala koko
Bi u
Hubungan masyarakat dalam Dale Esa merupakan sturuktur yang secara langsung
berhubungan dengan dunia sosial. Sehingga dengan Dale Esa membekali dengan serangkaian
ikatan yang dapat digunakan oleh masyarakat mengevaluasi mengapresiasi dan
mempresepsikan dalam kehidupan sosial melalui tindakan-tindakan sosial sesuai nilai-nilai
Dale Esa, sehingga dalam penilitian tersebut terhadap Dale Esa sebagai modal sosial di