AUDIT MUTU INTERNAL dalam SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL PERGURUAN TINGGI
Dr. AF. Elly Erawaty,S.H.,LL.M
(Lector Kepala Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung)
Di dalam Permenristekdikti No 62 Tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1), (2), dan (3), ketentuan sebagai berikut:
Pasal 5 (1) “SPMI memiliki siklus kegiatan yang terdiri atas: a. penetapan Standar Pendidikan Tinggi;
b. pelaksanaan Standar Pendidikan Tinggi; c. evaluasi pelaksanaan Standar Pendidikan Tinggi
d. pengendalian pelaksanaan Standar Pendidikan Tinggi; dan e. peningkatan Standar Pendidikan Tinggi.”
Pasal 5 (2) “Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan melalui audit mutu internal.” Pasal 5 (3) “SPMI diimplementasikan pada semua bidang kegiatan perguruan tinggi, yaitu bidang:
a. akademik, meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat; dan b. nonakademik, antara lain sumber daya manusia, keuangan, sarana dan prasarana.”
Apa yang sesungguhnya dimaksud dengan evaluasi pelaksanaan Standar Pendidikan Tinggi yang dilakukan melalui audit mutu internal? Tidak ada penjelasan, sistematika, prosedur, dan format baku yang berlaku nasional dan bersifat wajib mengenai audit mutu internal sebagai cara melakukan evaluasi pelaksanaan Standar pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud di atas, selain kewajiban bagi setiap perguruan tinggi untuk melakukan audit mutu internal. Dalam presentasi berdasarkan makalah berikut ini, penulis mencoba memberikan inspirasi dan/atau petunjuk singkat tentang bagaimana sebaiknya perguruan tinggi melaksanakan audit mutu internal dalam rangka pelaksanaan SPMI pada institusinya.
Namun, sebelum menjelaskan detil pelaksanaan audit mutu internal perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertian atau definisi dari konsep evaluasi, audit, dan juga pemantauan (monitoring). Kemudian bagian kedua berisi uraian tentang kebijakan audit mutu internal yang seyogianya ditetapkan terlebih dahulu oleh setiap perguruan tinggi. Diikuti uraian tentang standar yang khusus harus ditetapkan sebagai dasar atau pedoman pelaksanaan audit mutu internal di setiap perguruan tinggi. Bagian keempat tentang prosedur dan metode audit mutu internal yang lazim dilakukan oleh perguruan tinggi, dengan memodifikasi prosedur dan metode audit serupa yang diterapkan untuk lembaga non-pendidikan. Bagian akhir yakni bagian kelima dijelaskan tentang garis besar isi laporan AMI. Penulis akan berusaha memberikan contoh berupa templates
rencana audit, daftar pertanyaan dalam instrumen audit, hingga format laporan pada saat presentasi.
I. Tinjauan singkat tentang definisi Evaluasi, Pemantauan, dan Audit Internal
Evaluasi (Evaluation)
Berikut ini pengertian evaluasi dalam konteks penjaminan mutu perguruan tinggi menurut publikasi UNESCO dalam “Quality Assurance and Accreditation: A Glossary of Basic Terms and Definitions”:1
Evaluation is the general process of a systematic and critical analysis leading to judgments and recommendations regarding the quality of a higher education institution or a programme. An evaluation is carried out through internal or external procedures. In the United Kingdom, evaluation is also called review.
Internal Evaluation/Self evaluation‐ : The process of self evaluation consists of the systematic collection of ‐ administrative data, the questioning of students and graduates, and the holding of moderated interviews with lecturers and students, resulting in a self study report. Self evaluation is a collective institutional reflection and an ‐ opportunity for quality enhancement. The resulting report further serves to provide information for the review teamin charge of the external evaluation.
External Evaluation: The process whereby a specialized agency collects data, information, and evidence about an institution, a particular unit of a given institution, or a core activity of an institution, in order to make a statement about its quality. External evaluation is carried out by a team of external experts, peers, or inspectors, and usually requires three distinct operations:
i. an analysis of a self study report;‐ ii. a site visit;
iii. the drafting of an evaluation report.
Evaluasi bermakna sebagai suatu aktivitas pengumpulan data dan informasi mengenai suatu proses kegiatan dan/atau mengenai hasil (result) serta dampak (outcome) dari kegiatan tersebutuntuk kemudian dianalisis, dengan maksud apabila perlu akan diambil tindakan tertentu untuk mengubah, mengkoreksi, dan memperbaikinya. Evaluasi lazim dilakukan setelah proses atau kegiatan yang dievaluasi itu selesai, bukan ditengah jalan atau ketika proses berlangsung, inilah yang membedakan evaluasi dari monitoring.
Evaluasi umumnya cukup dilakukan sekali saja untuk setiap kali kegiatan, dan hasilnya dibutuhkan terutama oleh para pihak yang bertugas untuk menyusun rencana dan pengambil kebijakan, bukan untuk para manajer atau pelaksana. Laporan hasil evaluasi akan berupa pernyataan kualitatif berupa: memuaskan, baik, kurang memuaskan, buruk, tidak memuaskan, sangat meyakinkan, dan sejenisnya.
Evaluasi selalu mensyaratkan adanya analisis, oleh karena dalam evaluasi harus dapat diidentifikasi apa saja yang membuat suatu kegiatan gagal, melenceng dari target awal, hasilnya buruk, tidak efisien, tidak tepat sasaran, atau sebaliknya mengidentifikasi alasan mengapa hasilnya bagus, sesuai standar, adakah yang masih dapat ditingkatkan atau diperbaiki untuk masa depan, dstnya. Singkatnya, ada 3 (tiga) hal yang menjadi ciri dari Evaluasi, yaitu menilai:
a. Apakah kita melakukan hal-hal yang benar (are we doing the right things?).
b. Apakah kita melakukan hal-hal yang benar itu dengan benar juga (are we doing it right?).
c. Adalah cara yang lebih baik untuk melakukan hal-hal yang benar tersebut? (are there better ways of doing it?).
Evaluasi juga dapat dilakukan secara internal maupun eksternal. Suatu unit kerja misalnya dapat mengevaluasi penyelenggaraan tri dharma perguruan tingginya secara internal, atau dapat pula meminta pihak luar untuk melakukan evaluasi tersebut. Pihak luar ini dapat berupa pihak luar unit kerja namun masih di dalam lingkungan perguruan tinggi, atau pihak luar yang benar-benar berasal dari luar perguruan tinggi. Jika dilakukan secara internal disebut Internal Evaluation atau Evaluasi Diri (Self Evaluation), jika dilakukan oleh pihak eksternal disebut External Evaluation atau Akreditasi. Evaluasi dalam banyak hal dapat disamakan dengan AUDIT, atau sebaliknya Audit dapat disebut sebagai cara melakukan evaluasi.
Dalam “Quality Assurance and Accreditation: A Glossary of Basic Terms and Definitions”,
yang diterbitkan oleh UNESCO-CEPES, tidak ditemukan istilah monitoring. Dalam konteks manajemen, pemantauan atau monitoring merupakan bagian dari bentuk tanggung jawab manajemen, yang merujuk pada aktivitas untuk mengumpulkan, menganalisis, mengkomunikasikan, dan menggunakan informasi menyangkut perkembangan atau pencapaian dari suatu kegiatan, keadaan, atau suatu proyek. Hasil dari monitoring lazimnya akan menjadi masukan bagi manajemen untuk pengambilan suatu keputusan.
Pemantauan atas suatu proyek atau kegiatan tertentu, lazimnya akan berfokus pada aspek: (a) pengelolaan keuangan atau financial (b) perkembangan pembangunan fisik atau kemajuan suatu kegiatan yang menjadi obyek pantauan (c) kelemahan, kekurangan, kemunduran atau kemacetan dari pelaksanaan suatu proyek, atau (d) respon dari kelompok tertentu yang menjadi target atau sasaran dari proyek tersebut termasuk misalnya reaksi tak terduga dari mereka terhadap proyek itu.2
Dengan demikian, monitoring lazimnya dilakukan bukan pada saat berakhirnya suatu proyek atau suatu kegiatan tertentu, tetapi justru dilangsungkan di tengah-tengah proses berjalannya suatu proyek atau kegiatan. Misal, monitoring dilakukan secara berkala setiap tiga bulan atau enam bulan sekali. Hasil monitoring lazimnya tidak dinyatakan dalam ungkapan kualitatif ataupun kuantitatif seperti lulus, tidak lulus, baik, atau buruk. Jadi, monitoring tidak memerlukan metode khusus untuk menilai.
Sebaiknya istilah monitoring untuk konteks pelaksanaan sistem penjaminan mutu internal dipakai untuk aras internal setiap unit kerja. Artinya, setiap pimpinan unit kerja diharapkan secara konsisten dan berkelanjutan selalu melakukan monitoring terhadap setiap aspek pengelolaan dan penyelenggaraan kegiatan internal unit kerjanya. Misal,
monitoring terhadap (a) proses pembelajaran (b) penyelenggaraan ujian (c) kegiatan kemahasiswaan (d) kegiatan penelitian (e) pelayanan terhadap unit lain (f) penyelenggaraan kerjasama.
Audit Internal (Internal Auditing)
Dalam International Standards for the Professional Practice of Internal Auditing, ditemukan definisi internal audit sebagai berikut:”Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization’s operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes”.3
Jadi, untuk konteks organisasi, audit internal adalah kegiatan yang bersifat mandiri, obyektif yang bertujuan untuk memberi nilai tambah dan perbaikan terhadap tindakan, aktivitas, atau operasionalisasi organisasi yang diaudit. Audit internal dapat membantu organisasi dalam mencapai visi, misi dan tujuannya karena dilakukan dengan menggunakan metode dan pendekatan yang sistemik untuk mengevaluasi dan memperbaiki efektivitas tata kelola organisasi.
2 What Are Monitoring and Evaluation? UNDP, Results-Oriented Monitorinf and Evaluation Chapter 1-3, diakses 10 Juni 2012 dari http://web.undp.org/evaluation/documents/mec 1-3.html
Jika melihat pada siapa yang bertindak sebagai pengaudit atau auditor, maka audit dapat dibedakan sebagai berikut:4
a. First Party Audit, yaitu audit yang dilakukan secara internal pada setiap unit kerja oleh salah seorang auditor yang berasal dari unit yang diaudit (auditee) itu sendiri.
b. Second Party Audit, yaitu audit yangdilakukan secara internal pada setiap unit kerja dengan auditor berasal dari unit lain yang bukan dari auditee namun masih berasal dari lingkungan universitas yang sama. Audit internal jenis inilah yang akan dilaksanakan di semua unit kerja di lingkungan Unpar dengan auditor dari internal Unpar juga namun bukan berasal dari unit kerja yang diaudit.
c. Third Party or External Audit, yaitu audit yang dilakukan oleh auditor eksternal universitas. Untuk Unpar, audit jenis ini lazim dilakukan di bidang keuangan dengan auditor berasal dari kantor akuntan publik.
Untuk konteks pendidikan tinggi, khususnya SPMI PT, ditemukan definisi tentang audit dan internal audit dalam sebagai berikut:5
Audit is the process of reviewing an institution or a programme that is primarily focused on its accountability, and determining if the stated aims and objectives (in terms of curriculum, staff, infrastructure, etc.) are met. In the United Kingdom, when an audit is an institutional process carried out internally, the process is described (since 2002) as an “institutional review” process.
Internal Audit: There are currently three main modes for the provision of internal audit within higher education:(i) in‐ house teams employed as staff members by the respective institutions; (ii) audit consortia (which may provide services to a number of clients both within and outside the sector); and (iii) accountancy firms that undertake internal audits. Institutional Audit/Institutional Review: An evidence‐based process carried out through peer review that investigates the procedures and the mechanisms by which an institution ensures its quality assurance and quality enhancement. When it specifically addresses the final responsibility for the management of quality and standards that rests with an institution as a whole, the process is called an institutional review.
Idealnya setiap unit kerja dalam suatu perguruan tinggi selain melakukan monitoring
dan/atau evaluasi yang dilakukan oleh pimpinan unit sendiri (melekat), harus melakukan juga pemeriksaan dan penilaian yang independen dan obyektif oleh pihak-pihak di luar unit kerja tersebut atau second party audit, yang lebih dikenal dengan sebutan audit internal. Jadi, audit internal merupakan proses memeriksa unit kerja dalam perguruan tinggi atau perguruan tinggi itu sendiri secara utuh dengan focus untuk menilai:
a. apakah visi-misi, tujuan, dan strategi (VMTS) yang ditetapkan sebelumnya oleh perguruan tinggi tersebut telah tercapai, dan
b. akuntabilitas dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan tinggi yang menjadi
core business perguruan tinggi.
Oleh karena pencapaian VMTS perguruan tinggi dilakukan melalui SPMI, maka audit internal tersebut tidak lain adalah audit internal terhadap pelaksanaan SPMI, yang secara singkat kemudian disebut Audit Mutu Internal (selanjutnya disebut AMI). Sama seperti evaluasi, laporan hasil dari auditing biasanya akan berupa pernyataan kualitatif seperti sangat meyakinkan, tidak meyakinkan, memuaskan, dan sebagainya.
2. Kebijakan AMI Perguruan Tinggi
Setiap perguruan tinggi sebelum melaksanakan AMI untuk pertama kali, sebaiknya secara sistematis dan terdokumentasi menyiapkan terlebih dahulu segala aspek dari
4 Yoram Goldberg dan Armin Shmilovici, An Expert System Approach for Quality Assurance Auditing, diakses tanggal 10 Mei 2012 dari http://www.
AMI sebagai cara mengevaluasi pelaksanaan Standar Pendidikan Tinggi di institusinya itu. Langkah sistemik itu dimulai misalnya dengan menyusun dan menetapkan sebuah kebijakan AMI yang diikuti dengan penyusunan standar, prosedur, dan metode AMI. Kemudian, dilanjutkan dengan menyusun instrumen atau pertanyaan, atau daftar periksa (check list) AMI dilengkapi dengan sistem penilaian. Terakhir, dokumentasi AMI dilengkapi dengan misalnya pedoman penulisan laporan AMI termasuk contoh/model/template laporan.
Kebijakan AMI suatu perguruan tinggi secara garis besar berisi penjelasan tentang: 1. Misi dan Tujuan AMI pada perguruan tinggi yang bersangkutan, dikaitkan selalu
dengan visi, misi, tujuan, dan strategi perguruan tinggi serta dengan SPMI.
2. Tugas dan Wewenang Unit Penjaminan Mutu dalam konteks pelaksanaan audit mutu internal. Terbuka kemungkinan pada suatu perguruan tinggi unit penjaminan mutu dan unit yang berfungsi melakukan audit terpisah satu sama lain, sebaliknya mungkin juga disatukan. Penjelasan tentang hal seperti ini sebaiknya dicantumkan dalam Kebijakan AMI.
3. Struktur Organisasi AMI perguruan tinggi yang bersangkutan.
4. Obyek atau bidang-bidang yang akan diaudit, berdasarkan SPMI perguruan tinggi, misal audit bidang akademik, audit bidang keuangan, audit bidang sarana prasarana, audit bidang kemahasiswaan, audit bidang penelitian dan abdimas, dsbnya. Penetapan bidang atau obyek audit ini harus selalu dikaitkan dengan masing-masing standar dalam SPMI.
3. Standar AMI Perguruan Tinggi
Sesuai dengan namanya, standar ini dimaksudkan sebagai tolok ukur terhadap mana setiap aspek dari pelaksanaan dan pelaksana dari kegiatan AMI harus dilakukan, diukur atau dinilai. Artinya, apabila pelaksanaan dan pelaksana kegiatan audit benar telah sesuai dengan standar yang tercantum di bawah ini, maka berarti audit tersebut dapat disebut bermutu. Standar AMI pada suatu perguruan tinggi dapat disusun dengan mengacu pada International Standards for the Professional Practice of Internal Auditing
yang diterbitkan oleh The Institute of Internal Auditors, 2010.
Dengan rujukan ini, maka Standar AMI pada perguruan tinggi seyogianya mencakup 3 (tiga) bagian sbb:
1. Standar Organisasi (attributive standards), yaitu standar yang berlaku untuk institusi penyelenggara audit. Misal, perguruan tinggi perlu menetapkan standar tentang:
a. Unit kerja apa saja yang harus diaudit dan kapan audit dilakukan (periodik); b. Frekuensi dan durasi audit;
c. Bidang atau obyek yang akan diaudit; d. Penyusunan program kerja audit; e. Penjadwalan audit;
f. Biaya audit;
g. Kriteria, Seleksi, dan Pengangkatan Auditor Internal; h. Pelatihan Auditor Internal;
2. Standar Pelaksanaan AMI (performance standards), yaitu standar yang berlaku sebagai tolok ukur untuk menilai pelaksanaan kegiatan audit, yang berarti juga standar tentang proses, prosedur, dan isi atau komponen dari apa yang hendak diaudit. Contoh dari standar ini adalah bahwa AMI harus dilaksanakan berdasarkan prinsip atau asas-asas tertentu, yaitu:
a. Independensi: Kegiatan audit mutu internal harus diselenggarakan secara independen atau mandiri. Independen atau mandiri adalah kondisi dan situasi yang bebas dari segala bentuk tekanan, ancaman, atau pengaruh yang dapat mengancam atau mengganggu kegiatan audit sehingga menyebabkan pelaksanaan audit menjadi bias atau tidak netral, dan pada akhirnya berakibat pada tidak dapat tercapainya tujuan dari audit.
b. Objektivitas: Kegiatan audit mutu internal harus dilaksanakan oleh para auditor secara objektif. Objektivitas adalah sikap dan perilaku dari Auditor yang tidak memihak, tidak bias, dan tidak menimbulkan konflik kepentingan, yang memungkinkannya untuk melaksanakan tugas sebagai auditor sedemikian rupa dengan orientasi pada hasil kerja, dan tidak ada unsur kompromistik ataupun permisif dalam proses maupun hasil kerjanya.
c. Profesionalitas: Kegiatan audit mutu internal harus dirancang, dikelola, dilaksanakan, dan dievaluasi secara profesional oleh para auditor di bawah koordinasi Unit Penjaminan Mutu. Profesionalitas merujuk pada pengetahuan, kompetensi atau keahlian, sikap, dan perilaku dari auditor maupun Unit Penjaminan Mutu dalam menjalankan tugas, fungsi, peran, dan tanggung-jawab masing-masing ketika merencanakan, mengelola, melaksanakan, dan mengevaluasi audit.
d. Sistemik dan Komprehensif
e. Keberlanjutan
3. Standar Pelaksana AMI (standard for Auditors), yaitu standar yang berlaku untuk pelaksana audit yakni para auditor internal. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah standar tentang:
a. Peran dan Tugas Auditor;
b. Kode Etik Auditor. Kode Etik Auditor merupakan seperangkat norma perilaku yang dimaksudkan menjadi pedoman bagi para auditor dalam menjalankan tugas, fungsi, dan perannya dalam kegiatan audit. Kode Etik Auditor terdiri 4 (empat) prinsip utama, yaitu:
• Prinsip Integritas (Integrity Principle). • Prinsip Objektivitas (Objectivity Principle). • Prinsip Kerahasiaan (Confidentiality Principle). • Prinsip Kompetensi (Competency Principle). c. Remunerasi bagi Auditor Internal.
4. Prosedur dan Metode AMI Perguruan Tinggi
Pada prinsipnya, prosedur AMI dapat diuraikan secara berurutan sebagai berikut: 1. Pemberitahuan dari Unit Penjaminan Mutu kepada unit kerja yang akan diaudit
2. Persetujuan rencana untuk pelaksanaan audit antara Unit Penjaminan Mutu, Auditor, dan Auditee.
3. Penetapan jadwal pelaksanaan audit antara Unit Penjaminan Mutu, Auditor, dan
Auditee.
4. Bila diperlukan Auditee harus mengisi/menyediakan seluruh bahan tertulis yang diminta oleh Unit Penjaminan Mutu untuk keperluan AMI (paperworks) yang akan dipelajari oleh Auditor.
5. Kunjungan kerja dari Auditor ke unit kerja Auditee untuk melakukan diskusi, verifikasi data dan informasi, ataupun pemeriksaan / pengecekan.
6. Pendokumentasian secara tertulis semua temuan audit oleh Auditor dalam bentuk penulisan Laporan Kunjungan Audit, dengan sepengetahuan Auditee.
7. Penyampaian hasil final audit dalam bentuk Laporan Final Audit kepada pihak-pihak yang berkepentingan, serta penetapan tindak lanjut yang diperlukan.
8. Pengumuman hasil final audit oleh Unit Penjaminan Mutu dengan cara mengunggahnya ke website untuk kepentingan internal stakeholders.
Adapun tentang metode AMI suatu perguruan tinggi sebaiknya memilih, menerapkan, dan mengembangkan sendiri metode yang paling tepat untuk institusi masing-masing, dengan memperhatikan antara lain factor-faktor berikut ini:
a. jumlah dan isi dari setiap Standar Pendidikan Tinggi di dalam SPMI; b. ketersediaan dan kehandalan para auditor internal;
c. dukungan dan kesiapan dari sistem teknologi informasi.
d. kesanggupan dari Unit Penjaminan Mutu dalam menyiapkan instrumen audit.
Secara umum, metode AMI dapat bersifat kombinasi antara pekerjaan di atas meja atau
‘desk job’ dengan pemeriksaan atau kunjungan lapangan atau ‘on site visit job’. Pada metode ‘desk job’, auditor mempelajari paperworks yang disusun oleh auditee, dan pada metode ‘on site visit job’, auditor melakukan verifikasi data dengan mengunjungi
auditee dan melakukan wawancara serta diskusi.
Bahan-bahan dan templates untuk keperluan paperworks seperti misalnya pertanyaan yang diajukan kepada auditee, format jawaban yang diminta, serta berbagai bukti pendukung yang relevan, harus dirancang oleh Unit Penjaminan Mutu, bukan oleh masing-masing Auditor. Paperworks yang telah lengkap kemudian harus dipelajari oleh Auditor sebelum berlangsungnya ‘on site visit job’ dan membuat catatan yang diperlukan untuk dicocokan dengan bukti riil di lapangan atau untuk didiskusikan dengan Auditee. Metode ini sama seperti metode akreditasi oleh BAN PT selama ini (setidaknya hingga tahun 2017 jika tidak diubah dengan metode lain). Kemudian, Auditor melakukan (a) wawancara terstruktur (b) diskusi yang terfokus pada komponen-komponen dari bidang audit, dan (c) verifikasi data/informasi, pada saat kunjungan audit. Auditor menganalisis atau mengevaluasi atas semua hasil dari pemeriksaan terhadap paperworks dan verifikasi di lapangan tersebut serta berbagai temuan (bila ada) selama kunjungan audit berlangsung.
5. Laporan Hasil AMI
(satu) laporan. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Menulis dua jenis laporan tentu membutuhkan waktu lebih lama dan menambah tugas administrative bagi Auditor. Tetapi, kelebihannya adalah Auditor ketika menulis Laporan Kunjungan Audit dapat lebih ringkas dan cepat karena factor keterbatasan waktu, dan sebaliknya memiliki waktu lebih longgar ketika menulis Laporan Final karena mungkin saja Unit Penjaminan Mutu tidak mewajibkan Auditor untuk menyerahkan Laporan Final pada hari yang sama dengan berakhirnya kunjungan audit.
a. Sistematika Laporan Kunjungan Audit
Lembar Laporan Hasil Kunjungan Audit berisi catatan dari auditor internal mengenai beberapa hal berikut ini:
• Praktik Baik Auditee
Pada bagian ini, auditor internal mengidentifikasi beberapa hal (jika ada) yang menjadi kekuatan, keunggulan, atau praktik baik dari auditee terkait bidang yang diaudit.
• Kelemahan Auditee
Pada bagian ini auditor mengidentifikasi beberapa hal (jika ada) yang menjadi kelemahan, kekurangan, atau bahkan keburukan dan kesalahan dari auditee terkait semua komponen yang telah diaudit.
Sesuatu dapat dianggap sebagai contoh dari kelemahan auditee jika sesuatu tersebut memperlihatkan:
a. Inkonsistensi atau ketidak-patuhan terhadap isi standar, manual, maupun prosedur baku dalam SPMI.
b. Kegagalan untuk memenuhi isi standar atau target atau Key Performance Indicators yang telah ditetapkan sebelumnya.
c. Dampak buruk atau potensial menimbulkan dampak buruk berupa kerusakan terhadap upaya peningkatan mutu auditee secara berkelanjutan.
• Rekomendasi
Pada bagian ini auditor internal diminta untuk menuliskan hal-hal apa yang perlu direkomendasikan kepada Auditee demi peningkatan mutu secara berkelanjutan, setelah Auditor mempelajari paperworks, memverifikasi data di lapangan, mewawancara, dsbnya. Rekomendasi ada yang bersifat esensial (segera dan harus dilakukan), saran (tidak mendesak untuk dilakukan), atau himbauan (boleh dilakukan atau tidak perlu dilakukan).
• Tanda tangan Auditor Internal dan tanggal pelaksanaan audit. • Pernyataan dan tanda tangan Auditee.
Tanda tangan Auditee membuktikan bahwa ia mengetahui dan bahkan terlibat dalam penulisan Laporan Hasil Kunjungan Audit. Keterlibatan tersebut tampak ketika Auditor sebelum mencantumkan berbagai hal sebagai praktik baik dan/atau kelemahan auditee, sebaiknya mendiskusikan terlebih dulu berbagai hal tersebut dengan Auditee.
Keterlibatan Auditee ini tidak boleh menjadi alat untuk tawar-menawar dengan Auditor atau apalagi untuk menekan, melainkan sebagai bentuk dari ‘fairness’, dan bukti bahwa tujuan AMI bukanlah untuk mencari-cari kesalahan atau menghukum, melainkan lebih sebagai forum diskusi dan konsultasi antara Auditor dengan
Auditee.
Laporan Final Audit dapat berisi hal-hal berikut ini:
Hari dan Tanggal pelaksanaan Audit. Nama para Auditor.
Ringkasan Eksekutif
Ringkasan Eksekutif ini berisi uraian yang ringkas, padat, namun jelas tentang apa yang menjadi inti dari hasil AMI, terutama untuk memberi informasi cepat dan akurat kepada Pimpinan perguruan tinggi tentang bagaimana sebenarnya tingkat mutu dari Auditee.
• Proses & Metode Audit
Berisi uraian ringkas tentang proses dan metode AMI mulai dari tahap perencanaan hingga berakhirnya kunjungan audit, termasuk keterangan tentang wawancara dengan Auditee, kelengkapan alat bukti, respon Auditee, dsbnya.
• Simpulan Isi Paperworks dan Jawaban Auditee
Jika dianggap perlu, dapat dituliskan simpulan opini Auditor terhadap kualitas
paperworks yang disiapkan Auditee, ketersediaan dan kelengkapan alat bukti saat verifikasi di lapangan, kesiapan Auditee dalam menjalani AMI, dsbnya.
• Temuan Audit
Pada bagian ini Auditor menuliskan dengan lengkap dan rinci hal-hal apa saja yang menjadi kelemahan Auditee yang ditemukan dalam paperworks dan/atau selama kunjungan audit. Bahan untuk menulis bagian ini diambil dari Laporan Kunjungan Audit seperti telah dijelaskan sebelumnya.
• Komendasi (Praktik Baik)
Komendasi adalah pernyataan afirmatif tentang suatu hal atau fakta yang memperlihatkan pengakuan, penghargaan atau pujian, yang terkait erat dengan praktik-praktik baik dari auditee sebagaimana telah dicantumkan dalam Laporan Kunjungan Audit.
• Simpulan
Pada bagian ini, Auditor harus menuliskan simpulan atas keseluruhan hasil AMI dengan melihat pada total jumlah nilai dari semua jawaban atas pertanyaan yang diajukan dan/atau ketersediaan alat bukti yang diminta. Simpulan dapat berupa sebutan mutu seperti:
a. Sangat Baik (sangat menyakinkan atau broad confidence); b. Baik (menyakinkan, confidence);
c. Cukup Baik (cukup menyakinkan, limited confidence); dan d. Kurang Baik (tidak menyakinkan, no confidence).
Sebutan mutu inilah yang harus dijelaskan maknanya oleh Auditor di dalam bagian ini.
• Rekomendasi
Auditor menulis kembali rekomendasi yang mereka buat saat menulis Laporan Kunjungan Audit, dan dapat dilengkapi dengan rekomendasi yang ditujukan kepada misal Pimpinan perguruan tinggi, Unit Penjaminan Mutu, Biro atau Lembaga lain yang relevan dan terkait dengan temuan atau komendasi hasil AMI.
• Tanda tangan Auditor Internal