• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Pati Termodifikasi Fisik dari Pisang dan Kentang, Tepung Jagung serta Karaginan Untuk Pembuatan Bihun Instan Berdaya Cerna Rendah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Pati Termodifikasi Fisik dari Pisang dan Kentang, Tepung Jagung serta Karaginan Untuk Pembuatan Bihun Instan Berdaya Cerna Rendah"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Bihun

Bihun atau mihun merupakan makanan yang berasal dari Tiongkok, bihun berbentuk seperti mie namun ukurannya lebih tipis sehingga dapat juga disebut dengan vermicelli atau rice noodles atau rice stick. Bihun merupakan produk olahan pangan yang terdiri dari kata “Bi” yang berarti beras dan “hun” artinya tepung. Oleh sebab itu bahan baku bihun terbuat dari tepung beras. Makanan ini sangat terkenal di negara Cina dan Asia Selatan seperti India (Wikipedia, 2014).

Proses pembuatan bihun dari pati adalah sebagai berikut : diambil 5% pati dari total pati untuk adonan dicampur dengan air dengan perbandingan 1 : 7, kemudian dipanaskan sehingga terjadi gelatinisasi (binder). Gelatinisasi sebagian pati (pre-gelatinisasi) dengan porsi yang lebih besar dapat mempermudah proses pematangan akhir lebih cepat dengan tingkat pre-gelatinisasi 10 hingga 20% dapat menghasilkan bihun yang baik. Fungsi binder sebagai perekat pati dalam membentuk adonan yang baik. Binder selanjutnya dicampurkan dengan pati kering dan diadon hingga merata. Jika jumlah binder kurang dari jumlah yang seharusnya, maka dapat mengakibatkan kurangnya pengikatan adonan yang menyebabkan bihun rapuh dan mudah patah. Sedangkan jika binder terlalu banyak akan menyebabkan bihun menjadi lengket. Kemudian adonan dicetak menggunakan alat pencetak. Untaian yang telah berbentuk bihun direbus dalam air mendidih selama 2 sampai 3 menit, kemudian direndam dalam air dingin dan ditiriskan. Bihun lalu dikeringkan pada suhu 40oC dalam convection dryer (Kim,et. al, 1996; Collado,et. al, 2001; Susilawati, 2007, Tan, et.al., 2009).

(2)

Bihun memiliki karakteristik yang berbeda dengan mie dari terigu. Selama proses pembuatannya, pati atau pati dalam tepung sebagai bahan baku bihun akan mengalami satu atau dua kali proses pemanasan yaitu perebusan atau pengukusan yang mengelatinisasi pati dan selanjutnya terjadi retrogradasi pati akan memberi struktur pada produk akhir bihun (Tan, et al., 2009).

Penambahan hidrokoloid berupa karaginan dalam pembuatan bihun tepung garut dengan penambahan kacang gude dapat berinteraksi baik dengan pati dan penambahan konsentrasi karaginan berpengaruh nyata terhadap nilai viskositas panas, viskositas holding, viskositas dingin, swelling power dan kelarutannya (Fitriana, et al., 2014).

Mutu bihun dipengaruhi oleh mutu bahan baku yang dipergunakan. Mie dengan mutu yang baik dihasilkan dari bahan baku dengan karakteristik pati yang memiliki viskositas puncak yang rendah dan lebih mempertahankan viskositasnya selama pemanasan. Jenis pati inidapat menghasilkan kelengketan dan padatan terlarut yang rendah serta rehidrasi yang tidak terlalu tinggi

(Lii dan Chang, 1981).

(3)

Tabel 2. Mutu bihun

2. Benda-benda asing tidak boleh ada

3. Daya tahan tidak hancur

4. Air %bb maks. 13

5. Abu %bb maks. 1

6. Protein (N x 6,25) %bb min. 4

7. Bahan tambahan makanan

Pemutih dan pematang sesuai SNI 0222-M

Pati dapat memberikan tekstur, memberikan kekentalan dan meningkatkan palatabilitas dari berbagai makanan. Pati lebih banyak digunakan dalam industri fermentasi sebagai bahan baku berupa pembuatan sirup glukosa dan kristal glukosa. Kestabilan pH yang ekstrim dan pemanasan (retorting) dapat dibentuk dengan adanya perubahan pati ini, seperti kestabilan dalam bentuk sol dan gel dari siklus cair-beku (freeze-thaw cyclus), dan memiliki kemampuan bergabung dengan bahan lain (Buckle, et al., 1987).

(4)

Pati merupakan karbohidrat yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Amilosa memiliki polimer α-(1,4) unit glukosa. Sekitar 500-6000 unit glukosa merupakan derajat polimerisasi amilosa. Rumus molekul amilopektin merupakan polimer α-D-1,4 unit glukosa dengan percabangan α-D-1,6 unit glukosa. Ikatan percabangan 1,6 dalam amilopektin jumlahnya sedikit yaitu 4-5%. Namun, jumlah molekulnya pada amilopektin sangat banyak yaitu 105 – 3 × 105 unit glukosa (Jacobs dan Delcour, 1998). Adapun struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 1.

Pada saat pati dimasukkan ke air dingin, maka pati akan mengembang dan terserapnya air oleh granula pati. Namun, jumlah air yang diserap dan pengembangan pati akan terbatas. Kadar air pada bahan hanya akan mencapai 30%. Pembengkakan yang sesungguhnya terjadi pada suhu antara 55 oC sampai 65 oC, saat itu granula pati akan mengalami peningkatan volume di dalam air setelah terjadi pembengkakan. Perubahan yang terjadi dinamakan dengan gelatinisasi (Winarno, 1997).

(5)

Pati Pisang

Pisang merupakan tanaman herba yang berasal dari Asia Tenggara termasuk Indonesia, yang kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Pisang dikenal dengan cau untuk wilayah bagian Jawa Barat dan gedang untuk daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pisang terdiri dari 4 jenis berdasarkan fungsinya yaitu, pisang yang dapat langsung dimakan, pisang yang dimakan setelah buahnya masak, pisang yang dimanfaatkan daunnya, pisang yang dimanfaatkan seratnya (Ristek, 2000).Pisang kepok merupakan pisang yang memiliki pati yang berwarna lebih putih dibandingkan dengan pisang lainnya yaitu pisang siem dan pisang ambon yang menghasilkan pati berwarna coklat dan kehitaman (Prabawati, et al., 2008).

Pisang memiliki serat yang berperan sebagai makanan bagi mikroorganisme baik didalam usus dan berfungsi dalam meningkatkan kemampuan bakteri yang bertugas dalam menjaga kekebalan (imun) tubuh membentuk antibodi melawan infeksi dan berperan dalam pembentukan hemoglobin pada sel darah merah. Pisang mengandung vitamin E, kalium, dan gula alami. Kalium alami akan mengalami peningkatan pada pisang yang telah dikeringkan dibandingkan pada pisang yang segar (Marshall, 2005).

(6)

dicerna (Winarno, 1983). Menurut Titi (2012), pisang kepok memiliki kadar pati tertinggi kedua (59,62%) setelah pisang tanduk (60,01%) dan pisang biji (pisang batu) memiliki kadar pati terendah yaitu 17,38%. Pisang kepok juga memiliki rendemen pati tertinggi kedua (19,58%) setelah pisang tanduk (23,16%).

Pisang kepok memiliki rendemen pati sebesar 22,01% bb, kadar pati resisten 27,70% bb, memberikan sedikit membentuk gel pada konsentrasi 8%, daya serap air sebesar 1,49 ml/g dan daya kembang 2,58 g/g (Musita, 2009).

Pati resisten belakangan ini banyak diteliti karena aspek fungsionalnya. Pati resisten (RS) dapat dihasilkan dari berbagai proses pengolahan seperti proses pemanasan dan pendinginan yang berulang-ulang, sifat alami pati seperti pati kentang, pisang, dan bahan nabati yang tinggi amilosa serta sifat fisik bahan berpati berupa ukuran partikel dan derajat hidrasi (Kingman dan Englyst, 1994). Adapun klasifikasi pati resisten dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi pati resisten

Jenis pati Definisi Contoh

Resisten

RS-1 pati yang secara fisik sulit dicerna serealia utuh/digiling (misalnya karena ukuran besar) tidak halus

RS-2 granula pati resisten kentang dan pisang mentah

RS-3 pati teretrogradasi (resisten corn flakes, roti tawar, karena proses pengolahan) kerupuk

RS-4 pati termodifikasi kimia pati termodifikasi RS-5 pati dengan lemak kompleks amilosa yang terkandung

(7)

Pati pisang ambon, batu, kepok kuning, raja bulu, dan tanduk merupakan pati resisten tipe 2 (RS type II) dimana pati resisten ini bersifat tidak dapat tergelatinisasi pada konsentrasi tertentu (Haralampu, 2000).

Pati Kentang

Suku Solanaceae merupakan suku dari tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) yang memiliki umbi batang yang dapat dimakan. Tanaman ini sangat penting bagi warga Eropa karena tanaman ini merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Eropa. Sebenarnya tanaman ini berawal didatangkan dari Negara Amerika Selatan dan mulai dikenal di Eropa pada 1965 (Wikipedia, 2014).

(8)

Tabel 4. Komposisi kimia kentang mentah

Tabel 5. Kandungan gizi dalam 100 gram kentang

Senyawa Komposisi

Protein (g/100gram) 2

Lemak (g/100 gram) 0,1

Karbohidrat g/100 gram) 19,1

Vitamin A sedikit/diabaikan

Thiamin (Vitamin B1) (mg/100 gram) 0,081 Ribovlavin (Vitamin B2) (mg/ 100 gram) 0,04 Vitamin C (mg/ 100 gram) 17-25

(9)

Tabel 6. Karakteristik gelatinisasi beberapa jenis pati.

Modifikasi Fisik Pati Heat Moisture Treatment (HMT)

Modifikasi sifat pati dalam bidang perkembangan teknologi pati, merupakan perubahan struktur molekul pati yang dapat dilakukan secara fisik, kimia dan enzimatis. Pati alami dibuat menjadi pati termodifikasi (modified starch) dengan sifat fisik dan kimia yang diinginkan, sesuai dengan kebutuhan (Koswara, 2009).

Modifikasi pati perlu dilakukan karena terbatasnya sifat fungsional pati alami di dalam aplikasi produk pangan maupun rekayasa proses pangan (Manuel, 1996).

Tujuan dari modifikasi pati adalah untuk mengubah sifat fisiko kimia pati alami dengan cara memutus struktur dari molekul dan menyusunnya kembali membentuk struktur yang memiliki sifat fisik dan kimia yang lebih baik (Wurzburg, 1989).

(10)

Heat moisture treatment (HMT) merupakan proses pemanasan pati dengan menggunakan suhu tinggi diatas suhu gelatinisasi dalam keadaaan semi kering, yaitu dengan menggunakan kadar air yang lebih rendah dari kondisi disyaratkan terjadinya gelatinisasi. Kadar air yang digunakan untuk proses HMT adalah 18-30%. Suhu yang digunakan adalah 100 oC (Lorenz dan Kulp, 1981).

(11)

Modifikasi pati sagu menyebabkan pasta pati memiliki puncak dan breakdown yang lebih rendah, serta viskositas akhir yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan peningkatan kecenderungan pati termodifikasi mengalami retrogradasi (Pukkahuta dan Varavinit, 2007). Pemberian perlakuan termodifikasi aHMT pada 11 varietas pati sagu putih menunjukkan profil pasta yang memiliki viskositas puncak, breakdown dan setback yang lebih rendah dari pati alami, (Olayinka, et al., 2006). Pengaruh HMT terhadap karakeristik fisikokimia pati kentang dapat dilihat pada Tabel 8 dan pengaruh HMT terhadap karakteristik pasta pati kentang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 8. Karakeristik fisikokimia pati kentang

Tabel 9. Pengaruh HMT terhadap karakteristik pasta pati kentang

Parameter Pati kentang

(12)

terhadap kadar amilosa, daya serap air dan minyak menggunakan perlakuan dengan tingkat kadar air yang lebih tinggi (27% dan 30%), hal ini kemungkinan diakibatkan parsial gelatinisasi pada tingkat kelembaban ini menyebabkan pembentukan lemak amilosa kompleks lemak amilosa. HMT juga memberikan pengaruh terhadap kelarutan, swelling power, kejernihan pasta dan peningkatan gelasi dengan meningkatnya tingkat kelembaban kristal pada granula pati. Persen sineresis meningkat dengan meningkatnya periode penyimpanan. Penggunaan HMT dapat meningkatkan retrogradasi dibandingkan pati alami yang dihasilkan dari kekuatan daerah amorf pada granula pati, dan umumnya HMT memberikan pengaruh terhadap sifat fisikokimia pati (Poh, 2007).

Tepung Jagung

Jagung merupakan komoditas pertanian yang memiliki banyak kegunaan dan memiliki sumber karbohidrat yang tinggi setelah beras. Jagung memiliki produktivitas yang tinggi pada tahun 2007, yaitu mencapai 13,287 juta ton dan naik 14,45% dari 11,6 juta ton pada produksi 2006 (Suarni, 2009).

(13)

Tepung jagung mempunyai tekstur yang lebih kasar, mengandung gluten kurang dari 1%, sehingga tidak sesuai jika digunakan untuk pembuatan olahan yang membutuhkan pengembangan volume yang tinggi, akan tetapi tepung jagung punya kandungan serat dan pro vitamin A yang tinggi, dan dapat mensubsitusi tepung terigu sebesar 50 – 60%, sehingga terigu dapat digantikan dengan tepung jagung (Suarni, 2009). Komposisi kimia tepung jagung dapat dilihat pada Tabel 10.

Centro Internacional de Mejoramiento de Maizy Trigo (CIMMYT) telah memproduksi jagung dengan komposisi mutu gizi opaque-2 dengan struktur biji yang konvensional yang diberi label quality protein maize (QPM). Jagung jenis ini ditanam di Sulawesi Selatan untuk mengetahui tipe yang paling sesuai untuk daerah lokal (Suharyono et al., 2005).

(14)

Tabel 10. Komposisi kimia jagung

Sumber : Suarni dan Firmansyah, ( 2005) dan Suharyonoet al.(2005).

Tepung jagung pioneer P21 memiliki kandungan protein sebanyak 6,32%, lemak 1,73%, kadar abu 0,31%, karbohidrat 86,18%, dan amilosa 30,09%. Tepung jagung pioneer (P21) memiliki kandungan amilosa yang sedang dan merupakan varietas yang cocok digunakan untuk membuat mie (Muhandri dan Subarna, 2009). Adapun syarat mutu tepung jagung berdasarkan Standar Nasional Indonesia dapat di lihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Syarat mutu tepung jagung berdasarkan Standar Nasional Indonesia

(15)

Karaginan

Kappaphycus alvarezii (kappa karaginan) merupakan rumput laut dari jenis Rhodophyceae (ganggang merah), struktur molekul kappa karaginan dapat dilihat pada Gambar 2. Rumput laut segar memiliki kandungan air sebesar 80-90%, memiliki lemak berupa omega 3 dan omega 6 yang cukup tinggi. Rumput laut kering seberat 100 gram memiliki asam omega 3 128-1629 mg dan omega 6 sebanyak 188-1704 mg (Winarno, 1996).

Karaginan memiliki sifat yang baik untuk dapat mengikat air sehingga dapat menjadikan produk tidak cepat kering pada udara dengan kelembaban yang rendah, selain itu tekstur yang halus dapat dipertahankan (Winarno, 1990).

Penambahan berbagai perbandingan karaginan pada produk pangan berfungsi untuk membentuk tekstur (bihun) dan gel, serta sebagai penstabil dan pengental. Penelitian Prasetyo dan Harijono (2014), menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi karaginan pada campuran bahan baku tepung uwi memberikan pengaruh nyata pada parameter viskositas panas, holding, dingin, dan swelling power, namun memberikan pengaruh tidak berbeda nyata pada kelarutannya. Semakin banyak jumlah karaginan yang ditambahkan dapat meningkatkan viskositas panas, viskositas holding dan viskositas dingin dari bahan baku tepung uwi.

(16)

karaginan menyebabkan nilai viskositasnya meningkat (Susanti dan Harijono, 2014).

Gambar 2. Struktur molekul kappa karaginan (Tojo dan Prado, 2003). Adapun komposisi kimia rumput laut Kappaphycus alvarezii dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Komposisi kimia rumput laut Kappaphycus alvarezii

Komponen Jumlah

Protein (%) 0,7

Lemak (%) 0,2

Abu (%) 3,4

Serat pangan tidak larut (g/100 g)* 58,6

Serat pangan larut (g/100 g)* 10,7

Zn (mg/g) 0,01

Mg (mg/g) 2,88

Ca (mg/g) 2,80

K (mg/g) 87,10

Na (mg/g) 11,93

(17)

Daya Cerna dan Indeks Glikemik

Daya cerna merupakan tingkat kemudahan suatu jenis bahan untuk bisa dihidrolisis oleh enzim pencernaan (enzim pemecah pati) menjadi unit-unit yang lebih sederhana (Mercier, 1988). Amilosa dihidrolisis oleh enzim α-amilase dengan dua tahap. Tahap pertama yaitu degradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Selanjutnya pembentukan glukosa dan maltosa sebagai tahap akhir secara tidak acak dan berjalan lebih lambat (Winarno, 1983). Proses pencernaan karbohidrat awalnya melalui mulut yang dipecah terlebih dahulu menjadi menjadi senyawa yang lebih sederhana sebelum melewati dinding usus halus setelah itu masuk ke sirkulasi darah. Pemecahan karbohidrat dibantu oleh enzim amilase. Makanan di dalam mulut bercampur dengan amilase akan diubah dari pati menjadi dekstrin. Sebelum makanan bereaksi dengan asam dan pati terlebih dahulu diubah menjadi disakarida (Maryati, 2000).

Mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah, seperti mengonsumsi buah kurma yang sama dengan mengonsumsi satu buah pisang, tidak akan menaikkan kadar gula darah pada penderita diabetisi yang mendapat terapi OHO (obat hipoglikemik oral) maupun yang mendapat insulin (Munadi dan Ardinata, 2008).

(18)

Faktor yang mempengaruhi respon terhadap glukosa darah yaitu komposisi dari makanan, jenis dari karbohidrat yang terdapat pada makanan, struktur fisik dan kimia dari molekul ataupun granula pati, kandungan dan jenis serat

,

kandungan kalsium, pemasakan, kandungan asam dari makanan, bahan tambahan makanan, indeks glikemik bahan makanan, pengaruh hidrasi dan gelatinisasi pati, retrogradasi pati, penambahan bahan pada pengosongan lambung dan interaksi nutrisi (Sunarsih et al., 2007).

Gambar

Tabel 2. Mutu bihun
Gambar 1. Struktur amilosa dan amilopektin (Belitz dan Grosch 1999).
Tabel 3. Klasifikasi pati resisten
Tabel 4. Komposisi kimia kentang mentah
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan secara statistis mempengaruhi ketepatan waktu CIR , sedangkan variabel independen tipe bisnis, profitabilitas, leverage ,

Terwujudnya peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui mutu lembaga dan pemerataan layanan kesehatan bagi masyarakat terutama bagirakyat miskin1. Peningkatan dan pemerataan

Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam perencanaan sampai pengawasan pembangunan..

The measurement campaigns in Sjökulla took place in 26 June using the high spatial resolution and wide spectral bandwidth RGB camera to provide an accurate

Hasil observasi yang diperoleh dilapangan pada tanggal 11 Agustus 2015, bahwa siswa SMPN 3 Lengayang kurang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat belajar,

Pemanfaatan teknologi informasi yang berbasis website ini juga mendukung konsep dasar dari e-Goverment untuk menciptakan interaksi yang searah antara ramah, nyaman,

Pada Gambar 20 , dapat dilihat bahwa penyebaran reservoar batupasir dengan menggunakan metode seismik inversi impedansi akustik dan seismik multiatribut saling

Secara simultan apakah terdapat pengaruh experiential marketing dan lokasi terhadap customer satisfaction pada Old Home 67 Cafe Sungailiat. 1.3