• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mafia Buku Pada Komunitas Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mafia Buku Pada Komunitas Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan Chapter III V"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian merupakan rangkaian cara pelaksanaan kegiatan

penelitian yang didasari oleh pandangan filosofis, asumsi dasar, dan ideologis

serta pertanyaan dan isu yang dihadapi. Pada dasarnya metode penelitian adalah

cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Data

yang diperoleh adalah data empiris (teramati) yang memiliki kriteria tertentu

(Sugiyono : 2010).

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan deskriptif. Penelitian dengan metode kualitatif adalah metode

penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah,

dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Penelitian kualitatif juga

menjelaskan fenomena yang ada serta mengungkapkan fakta ataupun keadaan

yang terjadi di lapangan. Menurut Denzin dan Lincoln (1987) Menyatakan bahwa

penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan

maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan

melibatkan berbagai metode yang ada.

Dalam hal teknik penyajian datanya, penelitian menggunakan pola

deskriptif. Yang dimaksud pola deskriptif menurut Best (sebagaimana dikutip

oleh Sukardi, 2009), adalah metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan

(2)

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan kios pedagang buku di Sisi Timur

Lapangan Merdeka Medan, Kelurahan Kesawan, Kecamatan Medan

Barat.Adapun yang menjadi alasan peneliti untuk memilih lokasi penelitian ini

adalah dikarenakan pedagang buku bekas merupakan cagar budaya Kota Medan

dan merupakan pedagang buku bekas yang terpusat di sisi timur lapangan

merdeka.

3.3 Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Goerge Ritzer membagi tingkat analisis permasalahan dalam penelitian

menjadi dua kontinum realitas sosial yaitu makroskopik dan mikroskopik.

Penelitian kualitatif lebih dekat dengan konteks mikroskopik karena dalam

konteks ini membicarakan mengenai pola perilaku, tindakan, interaksi dan juga

persepsi serta sikap individu-individu (Bungin, 2007).

Maka dalam penelitian ini, yang menjadi unit analisis adalah mafia buku

sebagai aktor yang menjalankan jaringan bisnis buku palsu. Selain itu pedagang

pengecer juga dijadikan sebagai unit analisis, karena pedagang pengecer bertindak

(3)

3.3.2 Informan

Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek

penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian.

Informan penelitian pun dibagi menjadi informan kunci dan informan sekunder

dengan kriteria sebagai berikut :

a. Informan kunci

• Mafia Buku, Sebagai distributor yang memasarkan buku

palsu ke pedagang kecil. Selain itu mafia buku juga

mengetahui proses dari mulai memproduksi sampai

memasarkan buku palsu.

b. Informan sekunder

• Pedagang pengecer, sebagai orang yang menjual buku

bajakan ke konsumen langsung.

Dalam penentuan informan peneliti menggunakan teknik Purposive

sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sample dengan

pertimbangan tertentu. Artinya peneliti harus menentukan karakteristik tertentu

dalam mencari informan (sugiyono, 2010:91).

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dikutip dari situs daring Wikipedia, penelitian ilmiah adalah rangkaian

pengamatan yang sambung menyambung, berakumulasi dan melahirkan

(4)

dalam melakukan penelitian, peneliti harus mendapatkan data-data yang valid dan

teruji kebenarannya.

Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini

peneliti menggunakan teknik-teknik sebagai berikut :

1) Data primer data primer adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber asli

sumber asli disini diartikan sebagai sumber pertama dari mana data tersebut

diperoleh. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer ini

adalah dengan cara :

a. Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah

tertentu, merupakan proses tanya-jawab lisan, dimana dua orang atau

lebih saling berhadapan secara fisik (Kartono, 1996). Burhan Bungin

(2007) membagi teknik wawancara menjadi wawancara mendalam dan

wawancara bertahap. Wawancara mendalam mengharuskan

pewawancara terlibat dalam kehidupan informan dan ini membutuhkan

waktu yang lama dibanding dengan teknik wawancara lainnya.

Sedangkan wawancara bertahap tidak mengharuskan pewawancara untuk

terlibat dalam kehidupan sosial informan sehingga pewawancara

memiliki banyak waktu diluar informan untuk mengembangkan dan

menganalisis hasil wawancara.

b. Observasi

Ada beberapa bentuk observasi yang digunakan dalam penelitian

(5)

digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipasi. Metode

observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk

menghimpun data melalui pengamatan dan penginderaan dengan cara

ikut dalam aktivitas objek pengamatan. Untuk meneliti fenomena mafia

buku pada pedagang buku bekas Lapangan Merdeka Medan, peneliti

menggunakan teknik Observasi Partisipasi. Tknikk ini mengharuskan

peneliti terjun langsung ke lapangan dan mengikuti kegiatan di lapangan.

Artinya peneliti bertindak sebagai observer dan juga menjadi bagian yang

terintegral dengan objek penelitian. Metode ini mampu menggali

informasi secara mendalam tentang fenomena yang terjadi. Metode ini

juga mampu mengurangi bias makna dalam penelitian. Data yang

diperoleh melalui observasi ini terdiri dari rincian tentang kegiatan,

perilaku, tindakan orang secara keseluruhan.

2) Data sekunder adalah data yang telah diperoleh dari orang lain atau sudah

pernah dipublikasikan sehingga data tersebut telah tersedia.

a. Dokumenter

Metode ini pada umumnya untuk menelusuri data historis. Metode ini

memberi peluang pada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang terjadi di

waktu silam. Bahan dokumenter masih bisa dikatakan sebagai data

primer. Karena dokumen-dokumen yang dimaksud adalah yang tidak

pernah dipublikasikan dimanapun seperti otobiografi, kliping, dokumen

pemerintah atau swasta namun cenderung rahasia, surat-surat pribadi,

(6)

sebagainya. Namun ketika dokumen-dokumen tersebut sudah pernah

dipublikasikan, maka itu berubah jenis menjadi data sekunder, seperti

otobiografi yang diterbitkan.

b. Bahan Visual

Seperti fotografi, videografi atau film dokumenter. Bahan dokumenter

dan bahan visual nyaris sama, maka cara membedakannya : (1) bahan

dokumenter tidak memiliki sifat fotografi namun apabila ada film

dokumenter maka sebaiknya dikelompokkan sebagai bahan visual, (2)

bahan dokumenter bukan grafis, (3) bahan dokumentasi berupa kumpulan

tulisan dan cerita yang tertulis, (4) bahan visual secara untuh

menggunakan teknologi digital sebagai cara berproduksi (Bungin,

2007:124). Data dari bahan visual bisa dikategorikan sebagai data primer

juga data sekunder. Dikatakan data primer apabila saat momen

berlangsung, peneliti mengabadikannya sendiri.

c. Penelusuran literatur

Untuk memperkuat data-data yang diperoleh secara langsung dilapangan,

digunakan landasan-landasan teori yang berasal dari literatur-literatur

seperti buku, skripsi/tesis, jurnal ilmiah, artikel dalam media cetak atau

dari internet.

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data atau penafsiran data merupakan suatu kegiatan

(7)

menemukan makna yang ada dalam permasalahan. Interpretasi data dimulai

dengan menelaah seluruh data yang tersedia yang didapat melalui observasi,

wawancara dan juga dokumentasi atau visualisasi. Setelah itu data akan dipelajari

dan ditelaah kembali untuk mencari jawaban dari pertanyaan yang menjadi

rumusan masalah sehingga terbentuklah solusi. Kemudian data yang sudah

lengkap, direduksi dengan cara membuat abstraksi.

Abstraksi merupakan usaha untuk membuat rangkuman secara inti, proses

sehingga tetap berada dalam fokus penelitian. Setelah semua data terkumpul maka

data dianalisis menggunakan teori dan kajian pustaka yang telah disusun, data

juga bisa dianalisis melalui pengalaman peneliti. Sehingga akhirnya menjadi

laporan penelitian.

3.6 Jadwal Kegiatan

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan ke -

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √

2 ACC judul penelitian √

3 Penyusunan proposal

penelitian √

4 Seminar proposal √

5 Revisi proposal √

6 Penelitian lapangan √ √ √

7 Pengumpulan dan

pengolahan data √ √ √

8 Bimbingan √ √ √

9 Penulisan tugas akhir √ √

(8)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian 4.1.1 Sejarah Kota Medan

Medan berasal dari kata bahasa Tamil Maidhan atau Maidhanam, yang

berarti tanah lapang atau tempat yang luas, teradopsi ke Bahasa Melayu. Hari jadi

Kota Medan diperingati tiap tahun sejak tahun 1970 dan pada mulanya ditetapkan

jatuh pada tanggal 1 April 1909. Tetapi tanggal ini mendapat bantahan yang

cukup keras dari kalangan pers dan beberapa orang ahli sejarah karena itu,

Walikota membentuk panitia sejarah hari jadi Kota Medan untuk melakukan

penelitian dan penyelidikan.

Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Kotamadya Medan No.

342 tanggal 25 Mei 1971 yang waktu itu dijabat oleh Drs. Sjoerkani dibentuklah

Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Medan. Duduk sebagai Ketua adalah Prof. Mahadi,

SH, Sekretaris Syahruddin Siwan, MA, Anggotanya antara lain Ny. Mariam

Darus, SH dan T.Luckman, SH. Untuk lebih mengintensifkan kegiatan

kepanitiaan ini dikeluarkan lagi Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah

Kotamadya Medan No.618 tanggal 28 Oktober 1971 tentang Pembentukan Panitia

Penyusun Sejarah Kota Medan dengan Ketuanya Prof.Mahadi, SH, Sekretaris

(9)

Letkol. Nas Sebayang, Nasir Tim Sutannaga, M.Solly Lubis, SH, Drs.Payung

Bangun, MA dan R. Muslim Akbar.

DPRD Medan sepenuhnya mendukung kegiatan kepanitiaan ini sehingga

merekapun membentuk Pansus yang diketuai M.A. Harahap, dengan Anggotanya

antara lain Drs.M.Hasan Ginting, Ny. Djanius Djamin, SH, Badar Kamil, BA dan

Mas Sutarjo. Untuk sementara disebutlah nama Guru Patimpus sebagai pembuka

sebuah kampung di pertemuan dua sungai babura dan sungai deli, disebuah

kampung yang bernama Medan Puteri. Walau sangat minim data tentang Guru

Patimpus sebagai pendiri Kota Medan. Jikapun ada, konon pernah ada manuskrip

Pustaha Hamparan Perak yang konon menyebut nama Guru Patimpus, meski

manuskrip itu tidak pernah dilihat keberadaannya oleh tim perumus.

Maka ditetapkan berdasarkan prakiraan bahwa tanggal 1 Juli 1590

diusulkan kepada Walikota Medan untuk dijadikan sebagai hari jadi Medan dalam

bentuk perkampungan, yang kemudian dibawa ke Sidang DPRD Tk.II Medan

untuk disahkan. Berdasarkan Sidang DPRD tanggal 10 Januari 1973 ditetapkan

bahwa usul tersebut dapat disempurnakan. Sesuai dengan hal itu oleh

Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Medan mengeluarkan Surat Keputusan

No.74 tanggal 14 Februari 1973 agar Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan

melanjutkan kegiatannya untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna.

Berdasarkan perumusan yang dilakukan oleh Pansus Hari Jadi Kota Medan yang

diketuai oleh M.A.Harahap bulan Maret 1975 bahwa tanggal 1 Juli 1590.

Secara resmi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tk.II Medan menetapkan

(10)

Tahun Kota Medan yang diperingati tanggal 1 April setiap tahunnya pada

waktu-waktu sebelumnya. Di Kota Medan juga menjadi pusat Kesultanan Melayu Deli,

yang sebelumnya adalah Kerajaan Aru. Kesultanan Deli adalah sebuah kesultanan

Melayu yang didirikan pada tahun 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan

di wilayah bernama Tanah Deli (kini Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang,

Indonesia).

John Anderson, orang Eropa asal Inggeris yang mengunjungi

tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini

berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin bernama Raja Pulau Berayan

sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari

sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada ta

resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya menjadi ibukota

Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah

kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran. Dewan kota

yang pertama terdiri dari 12 anggota orang Eropa, dua orang bumiputra Melayu,

dan seorang Tionghoa.

Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi

besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang

perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari

mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan

kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan.

(11)

mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan orang

bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi

Sejak ta

dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha pada tahun

25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, kota Medan telah bertambah luas hampir

delapan belas kali lipat. Kecamatan Medan Barat adalah salah satu dari 21

berbatasan dengan

mempunyai penduduk sebesar 86.706 jiwa. Luasnya adalah 6,82 km² dan

kepadatan penduduknya adalah 12.713,49 jiwa/km².

Medan Barat adalah salah satu daerah jasa dan perniagaan di Kota Medan.

Di sini ini terdapat sebuah bengkel khusus kereta api yang dimiliki ole

Medan Barat inilah terletak Titi Gantung yang dijadikan pedagang buku bekas

sebagai tempat berjualan. Titi Gantung merupakan jembatan bersejarah di Kota

Medan yang dibangun pada tahun 1885, disinilah para pedagang buku bekas

(12)

4.1.2 Sejarah Pedagang Buku Titi Gantung

Sejarah pedagang buku bekas bermula sekitar tahun 1960-an. Awalnya

mereka hanyalah sekelompok masyarakat tinggal di Gang Buntu. Lokasinya tak

jauh dari Titi Gantung Kota Medan. Tempat itu kemudian dijadikan tempat

berjualan karena dinilai cukup strategis. Karena Titi Gantung adalah jembatan

penghubung antara pemukiman warga dengan Lapangan Merdeka Medan sebagai

titk nol Kota Medan. Seiring waktu, jumlah pedagang disana bertambah. Alhasil,

pedagang mulai menggelar lapak dagangan hingga ke ke Jl. Irian Barat, Jl. Jawa,

Jl. Veteran, dan Jl.Sutomo.

Saat itu, Titi Gantung langsung populer sebagi tempat penjualan buku

bekas. Titi Gantung jelas bernilai sejarah. Karena itu dibangun menyusul

dibukanya perusahaan kereta api Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) pada tahun

1885 dan jelas sebagai bangunan bernilai sejarah peninggalan tempo dulu. DSM

sendiri adalah perusahaan kereta api pertama yang dibangun diluar Pulau Jawa.

Bukan untuk angkutan penumpang, DSM awalnya untuk mengangkut hasil

perkebunan. DSM adalah cikal bakal berdirinya PT Kereta Api Indonesia di

Sumatera.

Hingga kini bangunan tua ini tetap berdiri kokoh. Tingginya saja 7-8 meter

dari permukaan jalan. Setiap hari Titi Gantung dilintasi masyarakat. Hingga

sekarang sampai ada ungkapan yang cukup identik "Ingat buku bekas maka ingat

Titi Gantung", jadi antara keduanya sudah seperti tidak bisa dipisahkan. Titi

Gantung akhirnya berubah fungsi menjadi tempat berjualan buku bekas. Peralihan

(13)

kepemimpinan Drs. Abdillah sebagai Wali Kota Medan mereka akhirnya

direlokasi ke Lapangan Merdeka Medan. Karena kawasan Titi Gantung dianggap

Cagar Budaya.

"Waktu disuruh pindah itu kami gak langsung pindah. Tapi kami menuntut agar kami direlokasi ke tempat yang lebih layak. Makany, setelah dimediasi lahirlah kesepakatan agar kami direlokasi ke Lapangan Merdeka Medan," jelas Ida, salah satu pedagang buku saat diwawancara, Rabu (29/06/2016).

Sesuai SK: No. 511.3/5750.B tertanggal 22 Juli 2003 dinyatakan bahwa

pedagang buku akan direlokasi ke sisi timur Lapangan Merdeka. Sebelumnya,

lapangan itu merupakan taman tempat bermain sepatu roda yang sudah lama tidak

difungsikan. Setelah pindah ke Lapangan Merdeka, sebutan pedagang buku bekas

Titi Gantung tetap saja melekat kepada mereka. Di Lapangan Merdeka Medan,

para pedagang diberikan fasilitas untuk berjualan oleh Pemko Medan. Bahkan

selama di Lapangan Merdeka jumlah pedagang buku mengalami penambahan.

Ada yang menggunakan kios tempel dan ada juga yang bekerja sebagai agen

buku. Agen disini tugasnya adalah membantu pembeli mencar buku yang

dibutuhkan. Agen mendapat komisi dari hasil buku yang berhasil mereka jual.

Komisi itu didapat dari pedagang.

Setelah sekian lama berjualan di Lapangan Merdeka, pedagang harus

direlokasi lagi. Karena lokasi mereka berjualan akan dibangun lapangan parkir

dan jembatan penyebrangan (Sky Bridge) untuk penumpang kereta api ke

Bandara Kualanamu. Padahal seharusnya pembanguan itu dilakukan di Jalan

Jawa, tepatnya sekarang yang berdiri bangunan pusat perbelanjaan Centre Point.

(14)

Pegadaian. Seblumnya juga sempat terdengar wacana, pedagang buku akan

dipindahkan ke daerah Jalan Panglima Denai. Pedagang tidak begitu saja mau

pindah. Mereka meminta Pemko untuk merevitalisasi kios mereka. Karena

Lapangan Merdeka Medan sudah menjadi identitas mereka. Apalagi letaknya

yang cukup strategis yaitu di inti Kota Medan.

Ketua Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM)

Sainan mengatakan, revitalisasi itu adalah hal yang harus dilakukan. Karena bagi

mereka Lapangan Merdeka adalah tempat yang sudah menjadi identitas mereka.

Setelah sebelumnya mereka sudah lama berjualan di Titi Gantung.

”Kami Cuma minta sama Pemko Medan agar membangun kembali kios kami di Lapangan Merdeka. Kalaupun itu mau dibangun lahan parkir dan jembatan yah silahkan saja. Tapi jangan jadikan kami korban dari pembangunan. Kami tetap minta kios itu dibangun lagi di Lantai 2. Perpindahan ke Jalan Pegadaian itu hanya sementara waktu,”ungkap H. Sainan saat diwawancarai, Rabu (02/06/2016).

Perjuangan pedagang buku untuk meminta kiosnya dibangun kembali

cukup panjang. Berkali-kali mereka melakukan unjuk rasa dan berbagai

pertemuan lain agar tuntutannya dipenuhi. Kahirnya perjuangan itu membuahkan

hasil. Pemko Medan bersedia membangun 180 kios di lantai 2 lahan parkir.

Pedagang juga akhirnya pindah ke Jalan Pegadaian.

Selama beberapa tahun di Jalan Pegadaian, pedagang lebih banyak

mengeluh. Karena mereka tidak mendapat keuntungan yang maksimal.

Penyebabnya adalah tata letak kios yang sejajar dengan jalan satu arah, membuat

pembeli yang tidak merata. Karena kebanyakan pembeli lebih memilih kios yang

terlebih dahulu didapat, daripada harus berjalan ke masing-masing kios untuk

(15)

Medan, tata letak kios memakai pola paralel. Sehingga konsumen tidak lelah

mencari buku yang diinginkan. Keuntungan pedagang juga lebih merata. Selain di

Jalan Pegadaian, pedagang buku juga kembali membuka lapak di Titi Gantung

Medan karena tidak mendapat kis di Jalan Pegadaian. Titi gantung pun akhirnya

dipadati pedagang buku kembali.

Di dalam kelompok pedagang buku juga mengalami polemik tersendiri

Ada dua lembaga berbeda kepentingan yang menaungi pedagang buku. Yang

pertama adalah Asosiasi Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan

(Aspeblam). Yang kedua adalah Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan

Merdeka Medan (P2BLM). Kedua kelompok ini punya keinginan yang berbeda.

Dari awal P2BLM terus memperjuangkan nasib pedagang buku agar dilakukan

revitalisasi kios di Lapangan Merdeka, Sedangkan rivalnya, menyetujui begitu

saja untuk pindah ke Jalan Pegadaian. Selama berada di Jalan Pegadaian,

pedagang yang ada di P2BLM terus melakukn perjuangan untuk mendesak

pemerintah membangun kembali kios di Lapangn Merdeka. Sedangkan Aspeblam

hanya berdiam diri.

Perjuangan panjang pedagang buku membuahkan hasil yang memuaskan.

Kios yang ada di Lapangan Merdeka Medan dibangun kembali oleh Pemko. Total,

ada 180 kios yang dibangun oleh Pemko Medan. Itu berdasarkan data yang ada di

Pemko Medan. Hampir dua tahun lebih pedagang benrjualan di Jalan Pegadaian

sebelum akhirnya dipindahkan kembali ke Lapangan Merdeka Medan. Setelah

kios dan beberapa fasilitas selesai dibangun, barulah pedagang diminta untuk

(16)

Kios yang ada di Jalan Pegadaian akan segera dibangun Jalan Layang

Kereta Api (JLKA). Ini merupakan proyek nasional untuk meningkatkan kualitas

dan pelayanan moda transportasi Kereta Api. Karena pembangunan sudah

dimulai, pedagang diminta untuk segera pindah. PT Kereta Api Indonesia (KAI)

Divre I Sumut-Aceh juga sudah melayangkan surat imbauan ke pedagang buku

untuk segera mengosongkan kios yang ada di Jalan Pegadaian. Namun pedagang

enggan untuk pindah karena belum menerima kejelasan legalitas dari Pemko

Medan atas kios yang ada di Lapangan Merdeka Medan. Meski begitu, beberapa

pedagang termasuk yang berjualan di Titi Gantung sudah terlebih dahulu

memindahkan barang ke Lapangan Merdeka Medan. Sampai, tibalah surat

terakhir yang berisi peringatan agar pedagang di Jalan Pegadaian mengosongkan

kios dengan batas akhir tanggal 19 Januari 2017. Apabila tidak, PT KAI akan

mengambil tindakan tegas melakukan penertiban kios.

Meski begitu, beberapa pedagang masih enggan untuk memindahkan

barang dagangannya. Mereka masih mempertanyakan legalitas kios yang ada di

Lapangan Merdeka Medan. Pedagang mengadukan nasibnya ke DPRD Kota

Medan. Dari hasil pertemuan dengan DPRD Kota Medan, PT KAI diminta untuk

menunda penertiban pedagang. Selang beberapa waktu, pedagang melakukan

pertemuan dengan Pemko Medan, PT KAI dan stake holder yang terkait. Dalam

pertemuan itu, mereka membahas soal legalitas kios. Pertemuan yang difasilitasi

Polrestabes Medan itu berbuah pada kesepakatan pedagang akan pindah dengan

jaminan akan diberikan legalitas kios. Pedagang menyetujui pertemuan itu.

(17)

Kini 180 kios yang ada di Lapangan Merdeka Medan sudah diisi

pedagang. Bahkan di beberapa lahan yang masih kosong, sejumlah pedagang

nampak mendirikan tenda untuk berjualan.

4.1.2.1 Jumlah Pedagang

Dari data Pemko Medan, ada 180 pedagang buku yang terdaftar memiliki

kios. Sementara itu Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan

(P2BLM) mengklaim ada 244 pedagang yang terdata. Sehingga tidak semua

pedagang bisa memiliki kios. Hal ini sudah disampaikan P2BLM ke Pemko

Medan. Mereka juga menuntut Pemko Medan agar membangun kembali kios

tambahan. Sementara menunggu waktu, 64 pedagang yang tidak memiliki kios

berjualan menggunakan tenda.

4.1.2.2 Jenis Pedagang

Dalam komunitas pedagang buku, ada beberapa klasifikasi jenis pedagang.

Mulai dari pemilik kios, penyewa dan agen. Pertama, pemilik kios adalah

pedagang yang memiliki kios dan memiliki barang dagangan sendiri. Jadi pemilik

kios ini bisa saja memiliki lebih dari satu kios. Kios itu didapatkan mereka dari

hasil penjualan kios dari pedagang jauh sebelum revitalisasi dilakukan. Tepatnya

pada saat pedagang masih menempati lapak bekas taman sepatu roda.

Kedua, penyewa kios adalah orang yang awalnya tidak memiliki kios lalu

(18)

sewanya juga tergantung kesepakatan antara pemilik dan peyewa. Besarannya

mulai dari jutaan rupiah hingga belasan juta rupiah per tahunnya.

Ketiga, Agen buku adalah orang yang biasanya menawarkan buku kepada

pelanggan yang datang. Agen tidak memiliki kios dan barang. Mereka hanya

memafaatkan kios orang lain sebagai distributor buku. Apabila ada pelanggan

yang mencari buku tertentu, maka agen akan membantu untuk mencarikan buku

itu. Tapi kesepakatan harga buku ada di tangan agen. Ada juga agen yang hanya

membawa pelanggan ke kios yang memiliki buku yang dicari. Apabila terjadi

transaksi jual beli, maka agen akan mendapat persenan dari pedagang yang

berhasil menjual bukunya. Besarannya tidak dipatokkan. Namun apabila

pelanggan membeli buku dalam jumlah banyak, maka agen akan mendapatkan

keuntungan yang besar juga.

4.1.2.3 Legalitas Pedagang Buku

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti ada beberapa dokumen yang

menunjukkan tentang legalitas pedagang buku bekas Lapangan Merdeka Medan :

1. Surat Persetujuan DPRD Kota Medan No. : 646/624 Perihal

Persetujuan Revitalisasi Cagar Budaya Titi Gantung Medan dan

Pemindahan Pedagang Buku ke Lapangan Sepatu Roda, Tertanggal 11

Juli 2003, dengan dibubuhi stempel dan tanda tangan Ketua Dewan

Perwakilan Rakyat Kota Medan An. Tom Adlin Hajar.

2. Surat Keputusan (SK) Walikota Medan No. : 510/1034/K/2003 Tentang

Penetapan Lokasi Jalan Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Menjadi

(19)

Jalan Irian Barat, Jalan Jawa, Jalan Veteran Dan Jalan Sutomo Medan,

Tertanggal 18 Juli 2013.

3. Surat Perjanjian Pemakaian Kios Tempat Berjualan Buku Jalan Sisi

Timur Lapangan Merdeka Medan Nomor:511.3/5750.B tertanggal 22

Juli 2003 .

4. Surat Penetapan hasil Pengundian Kios Tempat Berjualan Buku Jalan

Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Nomor:511.3/5750. A tertanggal

16 Juli 2003.

Dari beberapa dokumen diatas, sudah jelas aktifitas pedagang buku di

lapangan Merdeka Medan diakui pemerintah. Selain dari dokumen legal,

masyarakat Kota Medan, bahkan dari luar kota mengakui eksistensi dari pasar

buku ini.

4.1.2.4 Asosiasi Pedagang Buku

Ada dua asosiasi yang menaungi komunitas pedagang buku, antara lain,

Asosiasi Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan (Aspeblam) dan

Persatuan Pedagang Buku Lapangan Merdeka Medan P2BLM. Asosiasi adalah

persatuan antara rekan usaha atau persekutuan dagang yang mempunyai

kepentingan bersama. Menurut Menurut Herskovtis (Harsojo 217:1988), asosiasi

bebas tidak dibangun atas dasar kekerabatan, meliputi berbagai bentuk

pengelompokan berdasarkan seks, umur dan dalam arti yang lebih luas, strukur

sosial itu juga meliputi relasi sosial yang mempunyai karakter politik berdasarkan

(20)

Hidup dalam bermasyarakat berarti mengorganisasikan berbagai

kepentingan, kebutuhan para individu, serta pengaturan sikap manusia yang satu

terhadap yang lain dan pemusatan manusia dalam kelompok tertentu untuk

melakukan tindakan bersama. Relasi sosial yang timbul dari hidup bermasyarakat

itu dapat kita lihat sebagai suatu rencana atau sistem yang dapat disebut struktur

sosial. Jadi strukur sosial suatu masyarakat manusia meliputi berbagai tipe

kelompok atau asosiasi dan institusi dalam mana orang banyak itu mengambil

bagian. Dengan perkataan lain asosiasi sesungguhnya adalah kelompok yang

diorganisasikan. Kriteria Organisasi yang menjadi ciri asosiasi adalah:

1. Mempunyai tujuan dan fungsi yang jelas dan tertentu.

2. Ada norma asosiasi.

3. Ada status asosiasi.

4. Ada otoritas.

5. Percobaan menjadi anggota atau ada sistem calon anggota.

6. Ada sistem hak milik

7. Mempunyai nama atau lambang identitas.

Fungsi asosiasi adalah untuk melakukan tujuan tertentu seperti misalnya

tujuan politik, ekonomi sosial dan kebudyaan. Sering juga bahwa suatu asosiasi

mempunyai lebih dari satu fungsi.

4.2 Profil Informan

Informan dalam penelitian ini sangatlah penting untuk memperdalam hasil

(21)

mendapatkan berbagai karakteristik yang sesuai dalam penelitian yang telah

diteliti, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Informan I

Nama Inisial : FR

Umur : 37 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Menikah

Pendidikan : SMA

Jumlah tanggungan : Satu orang

FR adalah seorang pedagang dan juga penyuplai buku di Titi Gantung

Lapangan Merdeka, yang sudah berumur 37 tahun. FR telah berdagang buku

sudah cukup lama, sekitar tahun 1992, usaha buku ini merupakan usaha turun

temurun dari keluarganya yang sudah dibangun sejak lama oleh keluarganya.

FR sudah tidak mempunyai tanggungan dan menikah, saat ini dia hanya

tinggal bersama istrinya yang juga terkadang membantu di kios buku Titi

Gantung. Ia mendapat pasokan buku untuk dijual lagi dari beberapa golongan

dan juga mencetak kembali, untuk buku asli ia dapat ada dari para penerbit

dan ada dari toko buku besar yang sedang cuci gudang sedangkan buku yang

bajakan ia mencetak sendiri dan dijual kembali kepada pedagang yang, serta

untuk buku bekas ada yang diapat dari orang yang mengumpulkan

barang-barang bekas (tukang butut) dan ada juga yang didapat dari konsumen yang

(22)

Dalam menjalankan bisnisnya, FR melakukan cara yang cukup

sederhana dengan menjual buku kepada pengecer, kepada konsumen dan

modalnya akan diputar kembali, tapi ia memberi sistem kredit kepada

pedagang pengecer, bila pedagang pengecer memiliki modal sedikit ia

memberikan sistem kredit.

Perbedaan harga buku asli dan bajakan yang dijual di Titi Gantung

Lapangan Merdeka ini sangat signifikan dengan toko-toko buku besar, karena

buku asli yang didapat oleh FR lebih murah maka dari terkadang ia dapat

memberi potongan harga kepada para konsumen. Sedangkan untuk buku

bajakan ia mencetak sendiri lagi dan biasanya buku yang di cetak itu adalah

buku yang laris serta banyak di cari oleh konsumen.

Keuntungan yang di dapat FR ini bisa mencapai 15-25 juta setiap

bulannya dan dalam bisnis gelap buku putaran uang yang ada bisa mencapai

milyaran rupiah karena sesama tauke ini bisa bersaing harga.Kalau ingin

mencetak satu judul buku minimal harus 500 eksemplas dan itu bisa

memakan biaya sampai puluhan juta tergantung dari judul buku yang dicetak.

Karena beda jenis buku beda harganya, biasanya buku yang paling mahal

adalah buku anak kedokteran. Selain mencetaak sendiri, ia mengakui bahwa

ia juga memesan buku dari Jakarta dan Surabaya dengan memesan buku

sampai harga belasan juta serta metode pengirimannya memakai ekspedisi

sesekali namun lebih sering memakai bus.

Ia juga mengakui bahwasanya ia tahu menjual buku bajakan adalah

(23)

memenuhi kebutuhan keluarga. Di kawasan toko buku Titi Gantung

Lapangan Merdeka ini sudah menjadi rahasia umum bahwasanya

pedagangnya menjual buku bajakan. Resiko dalam menjual buku di Titi

Gantung ini adalah ditangkap polisi dan kemudian bangkrut, danuntuk itu

sesama pedagang di Titi Gantung Lapangan Merdeka ini juga saling bantu.

2. Informan II

Nama Inisial : N

Umur : 43 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Janda

Pendidikan : SMA

Jumlah tanggungan : Tiga orang

N adalah seorang perempuan yang mempunyai profesi sebagai

pedagang buku yang lebih tepatnya disebut pedagang pengecer buku di Titi

Gantung Lapangan Merdeka, ia sudah berdagang buku disini sejak tahun

1997. N adalah seorang wanita yang sudah memiliki tiga orang anak yang

masih sekolah semua dan suami N sudah lama meninggal sekitar tahun 2000.

Berdagang buku ini adalah usaha almarhum suaminya yang ia lanjutkan

untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, terkadang ia juga dibantu oleh

anak-anaknya berjualan dan ia buka setiap hari dari pagi sampai sore hari

(24)

N mendapat pasokan buku untuk dijual adalah ada dari penerbit dan

dari tauke (pedagang besar) dan ia menjual buku tidak hanya buku bekas

namun ada yang asli dan bajakan. Untuk setiap jenis buku, biasanya buku asli

hanya ia dapat dari penerbit dan dari rekanan di toko buku besar, untuk buku

bajakan ia mendapat pasokan dari tauke, untuk buku bekas N

mendapatkannya dari berbagai kalangan. Sistemnya, ia sebagai pedagang

eceran awalnya mendapat buku dari tauke denga ada yang memasok buku

secara kredit kalau modal tidak cukup namuan terkadang N juga mengambil

secara tunai yang mana unuk buku yang di ambil secara tunai adalah

buku-buku yang terjual banyak.

Harga buku asli yang N jual lebih murah dari pada di toko besar, ia

dapat menjual murah karena tidak terlalu mahal menyewa kios. N menjual

buku bajakan juga karena banyak permintaan dari konsumen dari yang tua

dan muda menyukai buku bajakan karena harganya yang lebih murah. N bisa

mendapatkan keuntungan sampai 5 juta tiap bulannya, dari sinilah ia bisa

memenuhi kebutuhan keluarganya.

N juga sudah tahu untuk larang menjual buku bajakan dari pemerintah,

namun ia mengakui juga di Titi Gantung ini sesama pedagang baik pengecer

maupun tauke saling membantu, karena juga sudah rahasia umum jenis-jenis

buku yang dijual disini. Resiko dalam menjalankan bisnis ini menurut N

(25)

3. Informan III

Nama Inisial : RC

Umur : 50 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Menikah

Pendidikan : SMP

Jumlah tanggungan : Lima orang

RC adalah seorang ayah yang memiliki 4 orang anak dan seorang istri,

ia adalah pedagang yang sudah lumayan lama berdagang buku di Titi

Gantung Lapangan Merdeka, tepatnya sejak tahun 1990-an. Ia memilih

berdagang buku karena menurutnya buku selalu dibutuhkan oleh masyarakat

dan menjadi pedangan pengecer buku merupakan peluang bisnis baginya,

usaha yang sudah lama dia jalankan ini dimulai dari pagi sampai sore setiap

hari kecuali hari libur.

Buku-buku yang ia jual biasanya adalah buku asli, bajakan dan buku

bekas, dan biasanya ia dapatkan dari penerbit serta tauke. Semua jenis buku

yang ia jual adalah tergolong murah baik itu buku asli, bajakan dan bekas.

Untuk buku bekas biasanya ia dapat dari pembeli yang dulunya datang

membeli buku. Untuk buku bajakan biasanya saya mengambil dari tauke dan

untuk buku asli dari penerbit.

Mekanisme pemasokan buku RC sebagai pedagang eceran awalnya

(26)

penerbit langsung dan biasanya untuk buku bekas ia dapat dari masyarakat.

Keuntungan yang diapat RC bisa mencapai 5-7 juta setiap bulannya. RC juga

sudah mengetahui bahwasanya ada Undang-Undang yang mengatur tidak

boleh menduplikatkan buku, namun menurutnya untuk berjualan di Titi

Gantung Lapangan Merdeka ini haruslah pandai-pandai karena juga dia

berjualan buku bersama rekan-rekan di seputaran kios sudah lama serta udah

menjadi rahasia umum jenis buku yang di jual. Untuk resiko yang ditanggung

dalam bisnis ini adalah rugi, bila tidak giat.

4.3 Jaringan Mafia Buku Titi Gantung

Dalam sosiologi berkembang berbagai macam pendekatan dalam

memahami pasar, setiap pendekatan menekankan pada suatu aspec dan

mengabaikan aspek lain. Namun pendekatan satu melengkapi pendekatan

lainnya.Jejaring sosial atau jaringan sosial adalah suat

dibentuk dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi)

yang diikat dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik

seperti

Analisis jaringan sosial memandang hubungan sosial sebagai simpul dan

ikatan.Simpul adalah aktor individu di dalam jaringan, sedangkan ikatan adalah

hubungan antar aktor tersebut.Bisa terdapat banyak jenis ikatan antar simpul.

Penelitian dalam berbagai bidang akademik telah menunjukkan bahwa jaringan

sosial beroperasi pada banyak tingkatan, mulai dari

(27)

menjalankan organisasi, serta derajat keberhasilan seorang individu dalam

mencapai tujuannya.

Dalam bentuk yang paling sederhana, suatu jaringan sosial adalah peta

semua ikatan yang relevan antar simpul yang dikaji.Jaringan tersebut dapat pula

digunakan untuk menentuka

digambarkan dalam diagram jaringan sosial yang mewujudkan simpul sebagai

titik dan ikatan sebagai garis penghubungnya.

Pendekatan jaringan sosial melihat pasar sebagai suatu struktur hubungan

antara beberapa aktor pasar sepaeti perusahaan, pesaing, pemasok, distributor,

pelanggan, pembeli, dan seterusnya. Kesemua aktor tersebut membentuk suatu

kompleksitas jaringan hubungan yang melibatkan modal budaya dan modal sosial.

Pasar bejalan di pandang tidak sekedar karena ada permintaan dan penawaran

tetapi lebih dari itu yakni adanya kompleksitas jaringan aktor pasar yang

menggunakan berbagai macam energi sosial budaya seperti trust, clientization,

suku, daerah, clan, dan seterusnya.

Berdasarkan literature yang berkembang, Powell dan Smith Doerr

mengajukan 2 pendekatan yang dapat untuk mempelajari jaringan sosial, yakni

pendekatan analisis atau abstrak dan pendekatan preskriptif atau studi kasus.

Pendekatan analisis terhadap jaringan sosial menekankan analisis abstrak pada :

a. Pola informal dalam organisasi, pada dasarnya area ini memiliki kerangka

pemikiran yakni hubungan informal sebagai pusat kehidupan politik,

(28)

antara orang- orang dan hubungan organisasi di bangun atas dasar

campuran yang rumit dan otoritas serta loyalitas.

b. Jaringan juga memperhatikan tentang bagaimana lingkungan di dalam

organiasi dikonstruksi. Ini berarti bahwa perhatian lebih banyak tertuju

pada segi- segi normative dan budaya dari lingkungan seperti system

kepercayaan, hak profesi, dan sumber-sumber legitimasi.

c. Sebagai suatu alat penelitian formal untuk menganalisis kekuasaan dan

otonomi , area ini terdiri dari struktur sosial sebagai suatu pola hubungan

unit-unit sosial yang terkait yang dapat mempertanggungjawabkan tingkah

laku mereka.

Bedasarkan pendekatan preskriptif memandang jaringan sosial sebagai

pengaturan logika atau sebagai suatu cara menggerakkan hubungan – hubungan di

antara para aktor ekonomi. Dengan demikian pendekatan ini di pandang sebagai

perekat yang menyatukan individu – individu secara bersama ke dalam suatu

system yang padu.Pendekatan ini lebih pragmatis dan berkait dengan pendekatan

antar-disipliner.Pendekatan ini cenderung untuk melihat motif yang berbeda

dalam kehidupkan ekonomi seperti analisis jaringan sosial dalam pasar tenaga

kerja, etika bisnis, kelompok bisnis.

Buku adalah gudang ilmu. Namun, bagi penerbit dan jaringan mafia buku,

buku juga termasuk lahan uang. Bisnis buku pelajaran yang memberikan

keuntungan menggiurkan telah membuat penerbit berebut untuk mendapatkan

proyek buku dari pemerintah daerah. Kalau proyek pencetakan buku dari

(29)

pundi uang: menjual buku langsung ke sekolah. Peneliti menemukan di lapangan

bahwasanya mafia buku Titi Gantung sudah sangat lama berdagang disana.

Hasil wawancara dan observasi langsung peneliti ke lapangan

menunjukkan bahwa jaringan sosial yang terbentuk pada pedagang buku Titi

Gantung awalnya dapat dikatakan bahwa tauke yang menguasai lapak dagangan

karena memiliki modal yang besar dan bahkan memberikan juga pinjaman kepada

pengecer bila pengecer kekurangan modal dan juga bisa sistem kredit kepada

tauke.

Untuk buku baru pengecer mendapatkan langsung dari penerbit, maka dari

itu mereka dapat menjual murah karena pedagang buku Titi Gantung tidak terlalu

mahal membayar sewa tidak seperti toko-toko buku yang lain. Untuk buku bekas

pedagang buku Titi Gantung biasanya dapat dari tukang butut atau warga yang

ingin membuang buku-buku lamanya. Dari sinilah tanpa disadari terbentuk

jaringan itu, mafia pedagang buku ini terpaksa harus membajak buku karena

untuk buku keluaran terbaru dari percetakan resmi biayanya lebih mahal dan kalau

dijual lagi tidak banyak juga yang membeli karena kebanyakan masyarakat

sekarang ini lebih berminat membeli yang bajakan karena harganya lebih murah.

Maka dari itu, jaringan sudah terbentuk secara terorganisir oleh pedagang

buku Titi Gantung Lapangan Merdeka sejak lama. Sistem ini terbentuk dari tauke

ke pengecer buku yang saling bergantung untuk mendapatkan buku baik itu buku

baru, buku bekas maupun buku bajakan. Bisnis ilegal ini tetap berjalan lancar

(30)

4.4 Mekanisme Penjualan Buku Titi Gantung

Mekanisme berasal dari bahasa Yunani mechane yang memiliki arti

instrumen atau perangkat dan juga berasal dari kata mechos yang memiliki arti

sarana dan cara menjalankan sesuatu. Mekanisme dapat diartikan dalam banyak

pengertian, secara umum mekanisme adalah interaksi bagian-bagian dengan

bagian-bagian lainnya dalam suatu keseluruhan atau sistem secara atau tanpa

disengaja dengan menghasilkan kegiatan atau fungsi-fungsi sesuai dengan tujuan.

Pedagang buku yang berjualan di Titi Gantung memiliki mekanisme

tersendiri dalam usahanya. Sistem yang tidak sengaja terbentuk ini berawal dari

pemilik modal atau yang mereka sebut adalah tauke, tauke buku bekas ini

memiliki usaha percetakan sendiri dan lalu menawarkan buku murah yang sudah

dicetak lagi kepada pedagang buku Titi Gantung. Tauke juga mendapatkan barang

dari Jakarta dan Surabaya dengan melakukan pengiriman lewat bus dan ekspedisi.

Pedagang buku mendapat pasokan buku untuk dijual lagi dari beberapa

golongan dan juga mencetak kembali, untuk buku asli didapat ada dari para

penerbit dan ada dari toko buku besar yang sedang cuci gudang sedangkan buku

yang bajakan biasanya dicetak sendiri oleh tauke dan dijual kembali kepada

pedagang serta untuk buku bekas ada yang diapat dari orang yang mengumpulkan

barang-barang bekas (tukang butut) dan ada juga yang didapat dari konsumen

yang sudah berlangganan di tempatnya.

Tauke melakukan cara yang cukup sederhana dengan menjual buku

(31)

juga memberi sistem kredit kepada pedagang pengecer, bila pedagang pengecer

memiliki modal sedikit maka tauke dapat memberikan sistem kredit.

Di kawasan toko buku Titi Gantung Lapangan Merdeka ini sudah menjadi

rahasia umum bahwasanya pedagangnya menjual buku bajakan. Resiko dalam

menjual buku di Titi Gantung ini adalah ditangkap polisi dan kemudian bangkrut,

dan untuk itu sesama pedagang di Titi Gantung Lapangan Merdeka ini juga saling

(32)

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan dan pemaparan hasil penelitian dibab-bab

sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :

1. Mafia buku ini ada didalamnya tauke dan pengecer buku, keduanya

sama-sama terlibat dalam sistem penjualan buku gelap. Tauke sebagai

sumber buku bajakan yang dicetak sendiri menjual buku bajakan itu ke

pengecer dan bisa kredit dengan tauke. Buku asli yang didapatkan

mereka langsung dari penerbit biasanya lebih murah dari pada beli dari

toko, maka dari itu pedagang buku bisa kasih potongan harga kepada

pembeli. Untuk buku bekas biasanya didapat dari masyarakat yang

ingin membuang buku atau dari pemulung. Bisnis buku bajakan ini

disadari pedagang buku Titi Gantung berbahaya, namun sampai saat ini

bisnis ini tetap berjalan lancar karena antar pedagang buku komunikasi

masih tetap berjalan.

2. Sistem pembayaran pedagang pengecer biasanya langsung tunai dan

bila pengecer tidak mempunyai modal yang cukup, tauke biasanya

kasih kredit kepada pengecer. Pengecer biasanya sebulan bisa hampir

dapat keuntungan sebesar 5-7juta sedangkan tauke bisa puluhan juta.

Hasil dari penelitian peneliti, semua informan mengakui bahwa bisnis

(33)

Namun, pedagang buku tetap melakukan bisnis ini dengan hati-hati

untuk memenuhi kebutuhan hidup.

5.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang telah diperoleh peneliti

selama melakukan penelitian, ada beberapa saran yang dianggap perlu yakni:

1. Saran dalam kaitan akademis yakni: agar penelitian selanjutnya dengan

kajian yang sama dapat menggunakan kerangka analisis yang berbeda,

sehingga tercipta keragaman dalam penelitian

2. Saran dalam kaitan teoritis, diharapkan penelitian ini juga dapat

memberikan manfaat dan menjadi refrensi bagi para peneliti lain yang

ingin meneliti mengenai mafia. Penelitian ini masih jauh dari sempurna,

sehingga diharapkan pada peneliti lain dapat menutupi kekurangan

tersebut demi mencapai suatu penelitian yang lebih baik lagi di masa

depan.

3. Saran dalam kaitan praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan

bagi masyarakat dimana saja dan mahasiswa-mahasiwa dapat

Gambar

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan

Referensi

Dokumen terkait

Scott (1986) melaporkan renin sapi dapat dipertahankan sebanyak 5-8% sedang renin mikroba mencapai 3-5%, sehingga nilai keju yang dibuat dengan enzim renin anak sapi

Buah pisang dapat diolah menjadi produk baru yang lebih.. komersil dan memiliki nilai tambah besar,

Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar, melaksanakan Program Corporate Social Responsibility (CSR) sesuai dengan Memorium of Understanding (MoU) antara

14) Peserta didik membacakan kalimat kompleks tulisan aksara Sunda dengan yang baik dan benar, dengan tanggung jawab.

Narkoba tahun 2013, jumlah tersangka Narkoba tertinggi terjadi pada. kasus Narkotika dengan total 28.784

32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) No. 05 Tahun 2007 tentang Program Kemitraan

Saya adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana yang sedang melakukan penelitian dengan judul

Pemberian Mesin Perontok Padi bagi Masyarakat Gampong Lamgaboh dan Lamcok, Kemukiman Kueh untuk Mendukung Penguatan Badan Usaha Milik Gammmpong (BUMG).. Lafarge