• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar Chapter III V"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Hal ini dilakukan karena dalam penelitian ini peneliti ingin melihat bagaimana peranan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar baik dari sudut pandang perusahaan sebagai pelaksana CSR tersebut. Dan dari hasil jawaban yang diberikan perusahaan secara deskriptif ingin dilihat apakah berkesinambungan dengan apa yang juga dirasakan oleh masyarakat sebagai penerima dari kegiatan CSR tersebut. Hal ini nantinya akan mampu melihat apakah pelaksanaan CSR ini mempunyai tingkat keselarasan antara perusahaan dan masyarakat.

Pendekatan kualitatif sendiri adalah suatu ptoses penelitian yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia (Bungin, 2007:3). Menurut Krisyanto (2007:34) pendekatan penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena sedalam-dalamnya pengumpulan data sedalam-dalamnya.

III.2 Waktu Penelitian

(2)

ini sendiri rencananya akan dilaksanakan selama dua bulan dimulai dari bulan Desember 2015-Januari 2016.

III.3 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif intsrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri. Ini karena dalam penelitian kualitatif, peneliti berfungsi sebagai human instrument yang berfungsi sebagai subjek yang menentukan fiokus penelitian, memlihi informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono:2007).

Oleh karena itu, seorang peneliti juga harus divalidasi. Peneliti harus dinilai sebarapa siap dalam melaksanakan penelitian baik meliputi tentang pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan dari bidang yang ingin ditelitidan kesiapan peneliti untuk masuk kedalam objek yang ingin diteliti.Dan yang akan memvalidasi peneliti tersebut adalah peneliti itu sendiri, melalui evaluasi diri. Hal ini menjadi penting karena disaaat peneliti sudah terjun lapangan, maka peneliti harus mampu menemukan, mengembangkan dan menyimpulkan hasil-hasil penelitian yang dia dapatkan. Selain itu ketiadaan keterikatan fokus penelitian terhadap suatu konsep yang telah diutarakan membuat peneliti harus cermat dalam menentukan segala sesuatu yang didapatkan dilapangan.

(3)

44

“The instrument of choice in naturalistic inquiry is the human. We shall

see that other forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry, but the human is the initial and continuing mainsary. But if the human instrument has been used extensively in earlier stages of inquiry, so that an instrument can be contructed that is grounded in the

data that the human instrument has product”.

Selanjutnya Nasution (1998) menyatakan :

“Dalam penelitian kualitatif, tidak ada plilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentukyang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diterapkan,itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya”.

III.4 Sumber Data

(4)

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung oleh pengumpul data.

2. Data Sekunder

Yang dimaksud dengan data sekunder adalah data yang sudah tersedia yang dikutip oleh peneliti guna kepentingan penelitian.

III.5 Definisi Konsep

Menurut Yusuf Wibisono, (2007:145), setidaknya terdapat dua indikator yang dapat mengukur efektifitas dan peranan dari pelaksanaan program CSR. Berikut indikatornya :

III.5.1 Indikator Internal 1. Minimize

Meminimalkan perselisihan, konflik atau potensi konflik antara perusahaan dengan masyarakat dengan harapan terwujudnya hubungan yang harmonis dan kondusif

2. Asset

Aset perusahaan yang terdiri dari pemilik/pimpinan perusahaan, karyawan, pabrik dan fasilitas pendukungya terjaga dan terpelihara dengan aman

3. Operasional

(5)

46

III.5.2 Indikator Eksternal 1. Aspek Ekonomi

a. Tingkat pertambahan kualitas sarana dan prasarana umum b. Tingkat peningkatan kemandirian masyarakat secara ekonomis c. Tingkat peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat secara

berkelanjutan

2. Aspek Sosial

a. Frekuensi terjadinya gejolak/konflik sosial

b. Tingkat kualitas Hubungan Sosial antara perusahaan dengan masyarakat c. Tingkat Kepuasan Masyarakat

III.6 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Snowball Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlah sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari sumber data yang sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang lengkap dan pasti (Sugiyono:2007). Selain itu, teknik pengambilan sampel ini juga dilakukan karena peneliti belum mengetahui daerah-daerah yang telah dilaksanakan CSR oleh PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, A. Besar.

III.7 Teknik Pengumpulan Data

(6)

maka teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan cara wawancara, observasi, studi kepustakaan dan analisis dokumen.

1. Wawancara

Wawancara adalah dialog yang dilakukan antara peneliti dengan responden penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang topik yang ingin diteliti.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Teknik Wawancara Semiterstruktur (Semistructure Interview). Teknik wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah menemukan permasalahan secara lebih terbuka.

Wawancara yang dilakukan juga sangat ditentukan oleh informan/responden. Informan adalah orang-orang yang dapat menjadi sumber informasi dalam upaya pengumpulan data pada suatu penelitian. Penentuan informan ini sendiri tentunya dengan melihat pihak-pihak yang dianggap mampu memberikan data/keterangan yang berkenaan dengan objek penelitiannya.

Karena bagaimanapun, kesesuaian informan sangat menentukan data yang akan didapat untuk seterusnya dijadikan hasil penelitian.

a. Informan Kunci

(7)

48

b. Informan Utama

Informan Utama dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang melaksanakan secara langsung program CSR PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, A. Besar.

c. Informan Pelengkap

Informan pelengkap dalam penelitian ini adalah tokoh masyarakat dari lokasi pelaksanaan CSR PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar.

2. Observasi

Menurut Sutrisno Hadi (dalam Sugiyono 2004:139) observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari proses biologis dan psikologis diantaranya adalah pengamatan dan ingatan. Dalam hal ini peneliti memakai tahapan observasi terfokus. Hal ini karena peneliti telah melakukan pemfokusan pada aspek tertentu yaitu peranan CSR terhadapat PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, A. Besar.

3. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data melalui buku, jurnal, majalah serta internet yang dapat menjadi referensi pendukung dalam penelitian ini.

III.8 Teknik Analisis Data

(8)

data merupakan suatu cara yang dilakukan untuk menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan masalah. Analisis data juga dilakukan untuk menemukan makna dari data yang ditemukan untuk memberikan penafsiran dari data yang dapat diterima oleh akal sehat.

Dalam penelitian kualitatif, proses analisis data dilaksanakan sebelum peneliti memasuki lapangan, selama dilapangan dan setelah selesai di lapangan. Hal ini dapat dipahami karena penelitian kualitatif sebenarnya dimulai dari peneliti yang merumuskan dan menjelaskan sebagai modal untuk turun langsung kelapangan. Karena itu peneliti menggunakan Teknis Analisis Interaktif. Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2007) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data kualitatif sendiri terbagi atas 3, yaitu :

a. Reduksi Data (Merangkum Data, Penyeleksian Data)

Reduksi data adalah menyeleksi data, menyederhanakan data yang sesuai dengan penelitian. Pada tahap ini, peneliti mentranskrip data atau menuliskan kembali hasil wawancara berdasarkan jawaban-jawaban pertanyaan penelitian. Peneliti memlih data yang sesuai dan kurang sesuai dengan pertanyaan penelitian. Transkip data kemudian dipilah-pilah untuk dikelompokkan kedalam aspek-aspek berdasarkan pertanyaan penelitian.

b. Display Data (Penyajian Data)

(9)

50

tema-tema singkat yang langsung diikuti dengan analisis pada setiap tema, sehingga data yang diperoleh dari subjek dapart dilihat lebih jelas dan mudah dipahami. Penyajian data yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart atau sejenisnya (Sugiyono:2007).

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan mengalami perubahan apabila dipati bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada pengumpulan data berikutnya. Namun apabila tahap kesimpulan awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten pada saat peneliti kembali mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

III.9 Uji Keabsahan Data

Dalam penelitian tentunya data yang didapatkan oleh peneliti haruslah valid, realibel dan objektif. Hal ini diharuskan untuk mendapatkan data yang sebenar-benarnya dan dapat membuktikan teori yang telah dikembangkan sebelumnya. Dalam pengujian keabsahan data ini, dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif menggunakan istilah yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari Tabel 3.1 dibawah ini.

Tabel 3.1 Perbedaan Istilah dalam Pengujian Keabsahan Data antara Metode Kuantitif Dan Metode Kualitatif

Aspek Metode Kuantitatif Metode Kualitatif

(10)

Penerapan Validitas Eksternal (Generalisasi)

Transferability (Keteralihan) Konsistensi Reliabilitas Auditability,

Dependability

Netralitas Objektivitas Confirmability (Dapat Dikonfirmasi)

Sumber : Sugiyono:2007

Dalam penelitian ini sendiri,peneliti hanya menggunakan Uji Kredibilitas. Hal ini berkenaan dengan kegunaan penelitian ini sendiri. Selain karena dalam penelitian kualitatif yang paling utama adalah uji kredibilitas, namun juga ini berkenaan dengan efektivitas. Karena penelitian yang dilakukan bukan bertujuan untuk membandingkan penelitian ini dengan penelitian lainnya atau sebagai awal dari penelitian lainnya, namun untuk kepentingan pribadi peneliti.

III.9.1 Uji Kredibilitas

Uji Kredibilitas adalah pengujian kepercayaan terhadapat hasil penelitian kualitatif. Hal ini dapat dilakukan melalui perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, trianggulasi, menggunakan bahan referensi dan member check.

a. Perpanjangan Pengamatan

(11)

52

dianggap sebagai orang asing sehingga tidak memberikan informasi yang pasti dan terlalu dalam mengenai hal yang diteliti.

b. Meningkatkan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan hingga menghasilkan kepastian data dan urutan peristiwa yang sistematis. Hal ini harus dibekali dengan membaca berbagai referensi, hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan peneliti.

c. Trianggulasi Sumber

Trianggulasi adalah pengujian kredibilitas dengan pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dalam hal ini, peneliti menggunakan teknik trianggulasi sumber yaitu menguji kredibilitas data dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Dan trianggulasi sumber ini dilakukan terhadap karyawan yang melaksanakan CSR, yang mendapatkan pelayanan dan juga kepada supervisor (Sugiyono:2007)

d. Menggunakan Bahan Referensi

Menggunakan bahan referensi disini dimaksudkan dengan adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Bukti tersebut dapat berupa rekaman wawancara, foto-foto dan lain-lain.

e. Mengadakan Member Check

(12)
(13)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

IV.1.1 Profil PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Acexh Besar Pembangunan PT. Semen Andalas Indonesia didirikan pada tahun 1980 yang saham tersebut dipegang oleh perusahaan Blue Circle Industries dari Inggris dan bekerja sama dengan Cementia Holding A. G dari Swiss. Pada tahun 1983 PT. Semen Andalas Indonesia mulai berjalan produksinya dan telah memperoleh hasil 1,2 juta ton pertahun. Pada tahun 1989 Lafarge acquired (mengakuisisi) saham Cementia Holding A. G dari Swiss, berjalan dengan waktu produksi semen di perusahaan PT. Semen Andalas Indonesia sampai tahun 2001. Lafarge kembali mengakuisisi lagi saham Blue Circle Industries dari Inggris di PT. Semen Andalas Indonesia dan akhirnya di tahun 2002, Lafarge menguasai 99 % saham di PT. Semen Andalas Indonesia.

PT Semen Andalas Indonesia (SAI) adalah salah satu anak perusahaan PT. Lafarge yang bergerak pada bidang pabrik semen terpadu yang telah aktif berproduksi sejak tahun 1983. Setelah mendapat persetujuan dari Presiden Republik Indonesia pada Bulan Februari 1980, maka pada Bulan April 1980 didirikanlah PT. Semen Andalas Indonesia dengan kapasitas produksi 1 juta ton pertahun berlokasi di Lhoknga, lebih kurang 17 km selatan Kota Banda Aceh ke arah Meulaboh.

(14)

didunia pada tiga divisinya yaitu : Industri Semen dan Industri Atap (Roofing), Industri Aggregates dan Concrete dam Industri Gypsum.

Saham Lafarge telah terdaftar dibursa saham Paris, London, Frankfurt dan New York. Dengan jumlah pekerja lebih dari 77.000 orang. Lafarge hadir di 75 negara diseluruh dunia. Produksi tertinggi mencapai total penjualan €14,4

milyar pada tahun 2004.

Perkembangan perusahaan tersebut diperoleh dari adanya kebijakan perusahaan tentang pengembangan yang berkesinambungan. Group Lafarge juga menekankan pada peningkatan faktor keselamatan kerja, efesiensi dalam pengoperasian industri, menekankan pada performasi karyawan dan pengembangan sumber daya manusia, penghargaan terhadap komunitas sekitar dan budaya, serta pelestarian sumber daya alam dan energi.

Pada tahun 1998 saham PT. SAI yang dimiliki oleh Group Lafarge mengganti nama menjadi PT. Lafarge Cement Indonesia. PT. LCI didukung oleh beberapa terminal yang menjadi pusat pemasarannya, yaitu : Terminal Belawan, Terminal Batam, Terminal Dumai dan Terminal Lhokseumawe.

(15)

56

dan jembatan yang menjadi jalur transportasi ke pabrik. Group Lafarge segera memberikan respon dan dukungannya, dengan memberikan bantuan gawat darurat, baik secara fisik maupun finansial. Dengan mengoperasikan pusat krisis di Jakarta, Medan dan Banda Aceh, dalam beberapa hari setelah musibah tersebut. Group Lafarge berhasil mengirimkan bantuan berupa makanan, pakaian dan obat-obatan serta mengungsikan sekitar 600 karyawan beserta keluarganya ke Medan.

Akhirnya pada bulan Juli 2005, CEO Group Lafarge – Bernard Kasriel mengumumkan rencana pembangunan kembali pabrik Semen Andalas yang modern dan efisien senilai US$90 juta yang diharapkan akan selesai pada akhir tahun 2007. Hal ini merupakan refleksi dari komitmen Group Lafarge kepada pemerintah dan masyarakat Aceh. Group Lafarge melihat bahwa pembangunan pabrik ini sangat penting untuk mempercepat rekonstruksi Aceh dan mendukung masyarakat sekitar dalam membangun masa depan mereka.

(16)

Bergerak dari aktivitas untuk mengatasi situasi krisis akibat Tsunami, PT Semen Andalas Indonesia dengan dukungan dari Group Lafarge mulai beralih ke aktivitas-aktivitas jangka panjang yaitu :

1. Membantu komunitas local untuk kembali kepada kehidupan normal dan mendapatkan mata pencahariannya kembali;

2. Melakukan pembersihan pabrik dan pelabuhan;

3. Memulai upaya rekonstruksi terminal dan pabrik, dengan tetap beroperasi memasok semen ke pasar.

Mengingat banyaknya instruktur sumber penghasilan dibidang pertanian dan perikanan (nelayan) yang rusak dan tidak akan pulih dalam waktu dekat, Group Lafarge bekerja sama dengan Balai Latihan Kerja Provinsi NAD memberikan training dalam hal konstruksi bangunan, kelistrikan, mengelas, dan lain-lain kepada sekitar 300 anggota komunitas setempat agar mereka mendapatkan pekerjaan di berbagai proyek pembangunan kembali aceh.

(17)

58

terhenti. Sementara itu, program klinik berjalan memberikan pelayanan kesehatan cuma-cuma segera diluncurkan untuk memastikan kesehatan masyarakat setempat, terutama dibarak-barak dan tempat penampungan sementara.

Pada tahun 2005 Lafarge kembali berusaha mengupayakan untuk menghidupkan kembali pabrik dengan lebih baik dano ptimis hingga pada tahun 2010, yang telah ditanamkan saham oleh pihak Lafarge senilai 300 juta dolar. Pada November 2010 PT. Semen Andalas Indonesia sudah kembali lagi memproduksi semen, dengan renovasi, ide, karya cipta yang baru. Saat itu pula nama pabrik PT. Semen Andalas Indonesia megganti namanya menjadi PT. Lafarge Cement Indonesia, banyak kemajuan yang diperoleh baik dalam hal produksi yang meningkat hingga 1.6 juta ton per tahun semen, maupun dalam hal kesejahteraan dan keselamatan karyawan./

IV.1.2 Visi dan Misi PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar

a. Visi

Menjadi pemimpin sejati di bidang bahan bangunan. Dengan cara menjadi yang terbaik, melalui pertumbuhan yang cepat dengan memberikan nilai tambah terbaik dan mencapai kepemimpinan pasar global di dalam usaha lokal melalui prinsip pengelolaan “multi Lokal”. b. Misi

(18)

pekerjaan-lingkungan hidup dan membantu kebutuhan masyarakat sekitar dalam hal pendidikan, kesehatan, pengembangan ekonomi, serta sosial dan keagamaan, yang sangat penting khususnya di Aceh.

IV.1.3 Struktur Organisasi Departemen CSR PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar.

Struktur organisasi bertujuan untuk mengatasi tugas, pemberian tanggung jawab dan penetapan hubungan antara unsur-unsur organisasi untuk mencapai tujuan. PT Lafarge Cement Indonesia menggunakan struktur organisasi lini dan staf. Struktur organisasi ini merupakan gabungan kedua jenis organisasi yang terdahulu yaitu struktur line dan staf. Dalam organisasi ini staf bukan sekedar pelaksana tugas tetapi juga diberikan wewenang untuk memberikan masukan demi tercapainya tujuan secara baik. Demikian juga pimpinan tidak sekedar memberikan perintah atau nasehat tetapi juga bertanggung jawab atas perintah atau nasehat tersebut.

(19)

60

Gambar 2. Organization Chart CSR Departemen PT. Lafarge Cement Indonesia

Sumber : Arsip Departemen CSR PT. Lafarge Cement Indonesia IV.1.4 Komite Bersama Pengembangan Masyarakat pada Program CSR PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar

Dalam menjalankan Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar, dibentuk sebuah lembaga yang mengurusi segala macam hal mengenai program CSR tersebut. Pembentukan lembaga tersebut sesuai dengan Memorium of Understanding (MoU) antara perusahaan dengan masyarakat yang selanjutnya dituangkan dalam Standart Operational Perusahaan (SOP).

(20)

Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar. Dalam komite tersebut dibagi menjadi dua, yaitu Komite Pengawas dan komite Pelaksana.

Komite Pengawas bertugas untuk mengawasi segala bentuk pelaksanaan CSR mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan hingga proses evaluasi. Komite pengawas diwakili oleh berbagai elemen mulai dari Pimpinan Perusahaan (Plant Manager), Pemerintah Daerah, Camat, Perwakilan Geuchik (Kepala Desa) hingga Kepala Mukim (gabungan Gampong/desa). Sedangkan Komite Pelaksana bertugas untuk menyusun program-program yang diusulkan masyarakat untuk dimasukkan dalam Program CSR perusahaan. Komite Pelaksana ini adalah perwakilan masyarakat dari setiap mukim.

Gambar 3. Komite Bersama Pengembangan Masyarakat Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Lafarge Cement Indonesia

Sumber : Arsip Departemen CSR PT. Lafarge Cement Indonesia

KOMITE PENGARAH

PT. LAFARGE CEMENT INDONESIA (LCI) LHOKNGA, ACEH BESAR

(21)

62

IV.2 Informan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis membagi informan kepada tiga kategori, yaitu informan Kunci, Informan Utama dan Informan Tambahan. Hal ini karena pelaksanaan CSR yang mencakup banyak pihak.

IV.3.1 Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) oleh PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar ?

A. Latar Belakang Program CSR PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar

1. Kapan pertama kali PT. LCI melaksanakan CSR

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Program CSR pertama kali dilaksanakan pada tahun 2008 yang

(22)

dilaksanakan namun dengan nama yang berbeda, yaitu dengan nama

Community Development yang bersifat donasi.”

2. Apakah dari awal pelaksanaan CSR, sudah ada bidang khusus yang membawahi program CSR ?

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Dari awal pelaksanaan program CSR bagi Masyarakat Kec. Lhoknga

dan Leupung, semuanya sudah dibawahi oleh Departemen CSR. Namun berbeda dengan pelaksanaan Community Development, sebelumnya tidak berada di Departemen CSR, karena Departemen CSR baru hadir pada tahun 2008. Sedangkan pelaksanan Community Development sudah dilaksanakan sejak lama”.

B. Proses Perencanaan dan Implementasi Program CSR PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar

1. Apakah ada upaya yang dilakukan PT. LCI untuk memberikan kesadaran bagi staf dan manajemen tentang CSR ?

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Jika upaya secara menyeluruh tidak ada. Hal ini disebabkan karena

sudah ada yang membidangi khusus tentang CSR”.

2. Apakah ada bidang-bidang yang menjadi titik fokus penerapan CSR di PT. LCI ?

(23)

64

“Yang menjadi fokus dalam penerapan CSR adalah bidang pendidikan,

kesehatan, ekonomi, dan sosial keagamaan”

3. Apa dasar menetapkan keempat bidang tersebut menjadi titik fokus pelaksanaan CSR ? Apakah ada upaya perusahaan mengidentifikasi terlebih dahulu ?

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Hal ini berdasarkan dari Memorium of Understanding (MoU) yang

disepekati oleh perusahaan dan masyarakat Kec. Lhoknga-Leupung”. 4. Dari hasil identifikasi tetsebut, apakah ada suatu tim khusus dalam

membentuk CSR Manual untuk melaksanakan kegiatan CSR? Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Pembentukan CSR Manual atau aturan dalam pelaksanaan CSR diatur

bersama antara perusahaan dan masyarakat. Dalam hal ini kedua pihak sepakat membentuk sebuah komite bersama dalam melaksanakan CSR. Komite tersebut mewakili perusahaan, kecamatan, desa, mukim dan

masyarakat.”

5. Apakah ada sosialisasi khusus dalam pelaksanaan program CSR ini?

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Saat ini tidak diperlukan lagi sosialisasi khusus mengenai penerapan

(24)

berlangsung beberapa tahun. Hal ini sesuai dengan MoU antara kedua

belah pihak.”

6. Bagaimana proses pelaksanaan CSR di PT. LCI ?

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Terkhusus untuk Kec. Lhoknga dan Leupung umumnya dengan

melakukan POAC, yaitu :

Planning : PT. LCI biasanya diakhir tahun menyusun program CSR

yang ingin dilakukan atau ditawarkan bagi masyarakat kedua kecamatan tersebut. Hal ini menyangkut dengan 4 pilar yang menjadi dasar pelaksanaan CSR bagi masyarakat didua kecamatan tersebut sesuai dengan MoU.

Organizing : PT. LCI mempresentasikan kepada pihak-pihak terkait

dalam hal ini komite yang ditunjuk sebagai Komite Pengarah. Disini komite pengarah yang terdiri dari perwakilan Mukim didua kecamatan tersebut (berjumlah 6 orang), Camat dari kedua kecamatan tersebut, CEO dari Departemen CSR, Plain Manager PT. LCI dan perwakilan Pemerintah Daerah (Pemkab) 1 orang. Pada tahapan ini, komite pengarah mengubah, menambahkan atau mematangkan Program CSR yang akan dilaksanakan untuk nantinya disetujui.

Actuating : Pelaksanaan Program CSR yang dikomandoi oleh Komite

Pelaksana yang berkoordinasi dengan dengan Departemen CSR PT. LCI

Controlling : PT. LCI melalui Departemen CSR melakukan pengawasan

(25)

66

Program. Dalam hal ini, Departemen CSR PT. LCI mempunyai tim Evaluasi dan Monitoring untuk melihat sejauh mana pelaksanaan

program CSR.”

C. Proses Evaluasi dan Monitoring Program CSR PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar

1. Apakah ada proses evaluasi yang dilakukan PT. LCI terhadap pelaksanaan CSR ?

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Pastinya selalu ada evaluasi dalam setiap kegiatan CSR yang dibuat.

Hal ini bertujuan untuk melihat sejauh mana progresifitas dari suatu kegiatan. Selain itu, evaluasi menjadi suatu gambaran dalam

penyusunan kegiatan bagi program CSR ditahun berikutnya.”

2. Bagaimana tahapan evaluasi yang dilakukan oleh perusahaan ? Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Tahapan yang dilakukan dalam proses evaluasi dimulai dengan

meminta laporan komite pelaksana masing-masing mukim. Hal ini untuk melihat sejauh mana perjalanan CSR dalam tahun berjalan. Lalu laporan tersebut ditindak lanjuti oleh bagian Evaluasi dan Monitoring Departemen CSR untuk selanjutnya dibuat pertanggungjawaban kepada

(26)

3. Apakah semua program yang telah dibuat juga dievaluasi ?

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Idealnya semua program harus dilaksanakan evaluasi. Namun

dilapangan terdapat beberapa program yang tidak terevaluasi dengan

baik. Hal ini akibat terbatasnya waktu dan sumber daya manusianya.”

4. Apakah proses evaluasi ini juga mengikutsertakan masyarakat ? Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Ya, dalam hal ini masyarakat diwakili oleh komite pelaksana yang

ditunjuk langsung dari masyarakat.”

4. Bagaimana proses evaluasi terhadap program-program baik yang sudah berjalan ataupun belum ?

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Program yang sudah berjalan tentu dilihat efektifitasnya. Apakah

program tersebut memang memberikan dampak yang besar bagi masyarakat. Jika memberikan dampak positif bukan tidak mungkin program tersebut kembali diajukan pada tahun mendatang. Karena tidak sedikit program-program yang berjalan membutuhkan kontinuitas dalam pelaksanaannya. Artinya harus ada pembangunan yang berkelanjutan.

(27)

68

tersebut masih relevan dengan kondisi ditahun mendatang, maka

diusulkan kembali.”

5. Bagaimana proses akumulasi dana yang tinggal ditahun berjalan untuk pelaksanaan program CSR ?

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Setiap tahun PT. LCI menganggarkan dana sebanyak 3 miliyar. Hal ini

sebegai kesepakatan bersama antar perusahaan dan masyarakat. Jika dalam tahun berjalan dana tersebut tidak habis terpakai, maka dana tersebut terakumulasi ketahun berikutnya. Hal ini dengan catatan anggaran yang lebih tersebut bukan untuk program yang diusulkan ditahun berikutnya, namun untuk pelaksanaan program yang belum terlaksana/selesai ditahun berjalan.”

IV.3.2 Peranan dari Program CSR PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar

1. Indikator Internal (M-A-O terpadu)

A. Minimize

Meminimalkan perselisihan, konflik atau potensi konflik antara perusahaan dengan masyarakat dengan harapan terwujudnya hubungan yang harmonis dan kondusif.

- Bagaimana cara yang dilakukan perusahaan dalam penerapan CSR untuk membuat masyarakat menjadi harmonis dan kondusif?

(28)

“Perusahaan melakukan komunikasi selama sebulan sekali dengan

setiap stakeholder yang masuk dalam proses pelaksanaan CSR seperti Camat, Geuchik/Kepala Desa, Kepala Mukim (Komite Pengarah) dan

Komite Pelaksana (Perwakilan Masyarakat)”

- Apakah penerapan CSR mampu meredam potensi perselisihan antara perusahaan dengan masyarakat ?

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Dari awal kami tidak ingin berselisih dengan masyarakat. Jika ada

complain-complain dari masyarakat kami selalu mencoba untuk mendengarkannya. Kalaupun ada tuntuan tertentu, sebisa mungkin kami akan penuhi. Mungkin masyarakat cuma perlu lebih dijelaskan saja kalau ada masalah.”

B. Asset

Aset perusahaan yang terdiri dari pemilik/pimpinan perusahaan, karyawan, pabrik dan fasilitas pendukungya terjaga dan terpelihara dengan aman

- Apakah pernah gangguan yang menimpa stakeholder perusahaan? Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD

Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Beberapa kali memang ada aksi demonstrasi yang dilakukan

(29)

70

- Apakah stakeholder perusahaan pernah menerima terror tertentu terkait kegiatan perusahaan ?

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Sejauh yang saya tahu, tidak pernah ada teror atau ancaman kepada pribadi-pribadi tertentu.”

C. Operational

Seluruh kegiatan terjaga dan terpelihara dengan aman

- Apakah pernah ada pemblokiran terhadap kegiatan operasional perusahaan ?

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Secara langsung memang tidak pernah, hanya aksi demonstrasi biasa.

Masyarakat juga pernah menutup aliran air yang mengarah dari atas (Kecamatan Leupung) ke bawah (arah perusahaan). Satu lagi mungkin palung kapal kita yang pernah digeser oleh masyarakat.”

- Bagaimana pelaksanaan kegiatan operasional perusahaan setelah penerapan CSR ?

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahdani Musa selaku CD Officer PT. Lafarge Cement Indonesia.

“Alhamdulillah setelah pelaksanaan CSR, kita lebih bisa mendengar

keluhan dari masyarakat. Apalagi sekarang sudah ada ruang-ruang formal yang bisa kita manfaatkan untuk mendengar masukan dari

(30)

2. Indikator Eksternal A. Aspek Ekonomi

a. Tingkat pertambahan kualitas sarana dan prasarana umum

- Apa saja sarana dan prasarana umum yang dibangun untuk masyarakat ?

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Rahmat Ferdi selaku Komite Pelaksana dari Mukim Lampuuk.

“Harus diakui jika dengan dilaksanakan Program CSR, banyak sarana

dan prasarana yang telah dibangun dan tersedia disetiap mukim. Misalnya sekarang sudah ada bus sekolah bagi anak-anak di Kecamatan Leupung, pengadaan teratak bagi Desa Lamkruet dan Aneuk Paya, sudah tersedia pipa penyaluran air sawah di Lampuuk, media pembelajaran di seperti komputer dan buku di Kecamatan Lhoknga dan Leupung serta berbagai sarana umum lainnya. Namun demikian tidak dapat dipungkiri juga masih ada keterbatasan yang terasa dari prasarana tersebut. Hal ini disebabkan terbatasnya dana yang tersedia, sehingga membuat sarana tersebut harus dicicil sedikit demi sedikit agar bisa sempurna.

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Sulaiman selaku masyarakat dari Mukim Lampuuk.

“Ya memang udah ada lah perubahan. Kalau fasilitas itu seperti jalan

(31)

72

yang dilintasi saluran itu, jadi masih ada juga sawah yang belum rasain fasilitas itu.

b. Tingkat peningkatan kemandirian masyarakat secara ekonomis - Adakah usaha masyarakat yang dihasilkan dari kegiatan CSR ?

Jika ada, sebutkan !

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Rahmat Ferdi selaku Komite Pelaksana dari Mukim Lampuuk

“Terdapat beberapa usaha yang sudah dilakukan perusahaan melalui

program CSR. Usaha-usaha tersebut berbentuk Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) yang dikelola oleh masyarakat. Diantara usaha-usaha tersebut diantaranya BUMG batako Mon Ikeun, BUMG air isi ulang di Lambaro Seubun, BUMG Penggilingan Padi di Meunasah Mon Cut Lamlhom dan beberapa program lainnya.

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Sulaiman selaku masyarakat dari Mukim Lampuuk

“Kami memang dibangunkan usaha yang berbagai macam. Seperti

usaha air galon, penggilingan padi, ternak kambing dan sapi, usaha fotocopy dan beberapa yang lain juga. Usaha itu setau saya dikelola oleh Pak Mukim dan beberapa masyarakat yang ditunjuk sebagai

perwakilan masyarakat”

c. Tingkat peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat secara berkelanjutan

(32)

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Rahmat Ferdi selaku Komite Pelasksana dari Mukim Lampuuk

“Dari pelaksanaan Program CSR dari perusahaan, memang terlihat

peningkatan kualitas hidup dari masyarakat. Masyarakat sekarang lebih mandiri dengan berbagai usaha-usaha yang telah dibentuk perusahaan. Apalagi selain membuat usaha-usaha mandiri, masyarakat juga kerap diberikan pelatihan-pelatihan terkait dengan kemandirian masyarakat. Hal tersebut ditambah juga dengan dukungan perusahaan kepada anak-anak disetiap desa untuk menempuh jalur pendidikan yang tinggi. Diharapkan langkah yang diambil tersebut, dapat membuat kualitas

hidup masyarakat secara jangka panjang dapat tetap terjaga”.

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Sulaiman selaku masyarakat dari Mukim Lampuuk.

“Ya sejauh ini lumayan bagus lah. Kami diberikan usaha-usaha yang

bisa kami kelola untuk mendapatkan hasil yang terus-terusan. Jadi bagi kami yang petani, kalau sawah lagi susah bisa sedikit mengandalkan usaha tersebut. Setidaknya untuk kegiatan-kegiatan gampong (desa), sudah cukup lah. Kalau secara keseluruhan masyarakat, ya masih pas-pasan. Apalagi masyarakat disini kan ramai, jadi kami lebih memilih

apa yang prioritas untuk dibantu dari hasil usaha yang dibangun itu”.

B. Aspek Sosial

a. Frekuensi terjadinya gejolak/konflik sosial

(33)

74

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Ferdi Rahmad selaku Komite Pelasksana dari Mukim Kueh.

“Kalau tuntutan, sekali-sekali ada. Tapi sudah jauh lebih berkurang

dari sebelumnya. Biasanya tuntutan itu kalau pelaksanaan CSR tidak seperti yang diharapkan masyarakat. Diluar pelaksanaan CSR,

biasanya masyarakat masih sering ngeluh soal limbah perusahaan”.

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Ali selaku masyarakat dari Mukim Kueh.

Pernah. karena disaat-saat tertentu, limbah hasil perusahaan masih

ada kami rasakan. Misalnya aliran sungai yang kotor atau udara yang

tidak segar.”

- Apakah tuntutan tersebut masih sering dilakukan ?

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Ferdi Rahmad selaku Komite Pelasksana dari Mukim Kueh.

“Kalau frekuensinya tidak bisa dipastikan. Tapi lebih sedikit lah dari

sebelumnya. Mungkin masyarakat sudah mulai terbiasa dengan kondisi

yang ada”.

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Ali selaku masyarakat dari Mukim Kueh.

“Sesekalilah, saat memang efek gak baik itu sangat terasa buat kami.

Kami sudah malas juga kadang-kadang menuntut gitu.”

(34)

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Ridwan selaku Komite Pelaksana Mukim Lhoknga.

Ya kenallah kami. Karena setiap akhir tahun kan kami jumpa dengan

mereka sebagai bagian dari komite bersama ini. ”

Menurut hasil wawancara dengan Ibu Saminah selaku masyarakat Mukim Lhoknga

“Tidak terlalu kenal saya. Yang kenal Cuma yang memang tinggal daerah sini aja. Kalau yang dari tempat lain, tidak banyak tau. Palingan yang bule itu lah ada pernah lihat-lihat kalau ada acara di

perusahaan.”

- Apakah perusahaan juga sering turun ke masyarakat selain melaksanakan program CSR ?

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Ridwan selaku Komite Pelaksana Mukim Lhoknga

Walaupun ada, tapi masih jaranglah. Apalagi yang petinggi-petinggi itu kan. Lebih banyak mereka pagi pergi ke perusahaan, sore langsung pulang. Karena yang manager-manager banyak yang bukan orang sini.”

Menurut hasil wawancara dengan Ibu Saminah selaku masyarakat Mukim Lhoknga

“Kalau ditempat kami, sepertinya jarang. Gak tau kalau daerah dekat

-dekat perusahaan sana ya. Paling ada si Mahdani, itupun karena dia

(35)

76

c. Tingkat Kepuasan Masyarakat

- Bagaimana masyarakat memandang pelaksanaan CSR ini ?

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Miswar selaku Komite Pelaksana dari Mukim Lamlhom

Kalau yang saya lihat dan hasil diskusi dengan warga sini, mereka termasuk sangat terbantu dengan program-program CSR ini. Kalau ada pertanyaan dari masyarakat terkait hal ini saya kira wajar. Meskipun tidak bisa dipungkiri kalau ada juga pihak-pihak yang merasa tidak puas. Penyebab utamanya biasanya merasa tidak adilnya pelaksanaan CSR antara satu mukim dengan mukim yang lain.”

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Firdaus selaku Masyarakat Mukim Lamlhom

“Kalau saya lihat pelaksanaannya bagus, tapi sosialisasi dan

komunikasinya masih kurang. Kami kadang-kadang tidak tau, karena kami cuma dapat penjelasan dari komite pelaksana aja. Tapi dari

perusahaan masih jarang.”

- Apa saja dampak yang terlihat dari penerapan CSR ?

Menurut hasil wawancara dengan Miswar selaku Komite Pelaksana dari Mukim Lamlhom

“Yang terlihat mungkin penambahan sarana, progres pendidikan dan

(36)

mampu ditiap mukim. Atau pengadaan barang-barang keperluan dan

perlengkapan fasilitas disekolah.”

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Firdaus selaku masyarakat dari Mukim Lamlhom

“Ada memang perubahan, tapi masih belum maksimal. Karena kami

didesa, tidak setiap tahun bisa mendapatkan akses dana CSR. Dana CSR sangat kecil kalau dibagikan dan dirata-ratakan kesetiap desa.”

- Apakah anda merasa program CSR perusahaan sudah seperti yang anda/masyarakat inginkan ?

Menurut hasil wawancara dengan Miswar selaku Komite Pelaksana dari Mukim Lamlhom

“Rata-rata program yang dilakukan memang sesuai dengan permintaan

masyarakat. Karena memang sudah ada kesepakatan yang dibuat dengan perusahaan jika masyarakat berhak mengajukan program yang dikehendaki. Namun kadang-kadang, ada program yang dimasukkan, tapi tidak disetujui oleh pihak perusahaan. Hal itu yang membuat kami dari komite pelaskana susah menjelaskan ke masyarakat.”

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Firdaus selaku Masyarakat dari Mukim Lamlhom

“Memang yang dilakukan sudah seperti yang kami usulkan. Tapi kami

heran karena beberapa program yang penting dalam usulan kami itu

(37)

78

IV.4 Analisis Data

Saat ini Corporite Social Responsibility (CSR) sudah menjadi isu yang begitu masif menjadi pembahasan baik dikalangan akdemisi, praktisi, penggiat lembaga swadaya masyarakat (LSM) hingga pengusaha sekalipun. CSR sudah berevolusi dari sekedar praktik kedermawanan yang bersifat karitatif menjadi sebuah tanggunjawab moral yang harus dilakukan oleh perusahaan.

Khusus bagi perusahaan, praktek CSR juga sudah memberikan peranan yang besar bagi perusahaan. Terlepas dari segala motif pelaksanaannya, perusahaan yang melaksanakan CSR akan mendapatkan efek yang baik pula. Hal tersebut dapat dilihat pula pada PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI), Lhoknga, Aceh Besar sebagaimana yang diteliti penulis dan dianalisis oleh penulis.

IV.4.1 Analisis Data Penerapan Program CSR PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar

1. Latar Belakang Konsep CSR

Pelaksanaan CSR merupakan keniscayaan bagi perusahaan dalam rangka tanggung jawab terhadap masyarakat sekitar dan lingkungan. Berdirinya sebuah perusahaan harus didasari dengan kesadaran untuk turut berperan membantu memajukan masyarakat sekitar.

(38)

pelaksanaan tanggung jawab sosialnya dengan membentuk departemen khusus CRS yang melaksanakan kegiatan secara intens dan berkelanjutan.

2. Perencanaan dan Implementasi

Demi berjalannya dengan baik sebuah program CSR, perusahan harus mampu menganalisis dan mengidenfikasi permasalahan tentang apa yang dibutuhkan masyarakat dan kemampuan perusahaan memenuhinya. Analisis tersebut yang kemudian menjadi bekal dalam membuat perencanaan yang efektif dan efisien dan dilaksanakan melalui implementasi yang terorganisir.

Melihat data yang diperoleh oleh penulis, perusahaan melakukan perencanaan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dengan melakukan fokus CSR terhadap pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sosial keagaamaan. Perumusan tersebut dilaksanaknan dengan melibatkan aspirasi masyarakat melalu pembuatan MoU. Keterlibatan masyarakat dibentuk dalam sebuah komite khusus yang terdiri dari perwakilan perusahaan, kecamatan, desa, mukim dan masyarakat. Elemen masyarakat tersebut mampu mewakili kepentingan bersama masyarakat.

(39)

80

3. Evaluasi dan Monitoring Program CSR

Evaluasi dan monitoring dilakukan guna keberlanjutan program program CRS. Hasil yang didapat dalam evaluasi dan monitoring dapat menjadi bahan analisis melakukan proyeksi periode selanjutnya baik dalam tahap bulanan maupun tahunan.

Menurut data yang dihimpun penulis, perusahaan melakukan evaluasi program setiap tahun. Evaluasi tersebut dilakukan dengan melihat laporan setiap komite. Laporan yang didapat dari setiap komite tersebut yang kemudian dievaluasi oleh departemen CSR perusahaan. Dana sebesar 3 milyar pertahun diaplikasikan dalam bentuk program-program. Dalam amatan perusahaan, ada beberapa program yang tidak terlaporkan karena kekurangan sumberdaya manusia dan waktu.

Analisis yang dapat diambil adalah kegiatan evaluasi telah terkonsep dengan cukup baik. Namun, monitoring pelaksanaan program kurang dilaksanakan dengan maksimal. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya beberapa program yang tidak dapat dievaluasi. Kegiatan evaluasi pertahun tidak menjamin kebocoran program sehingga tidak terlaksana dengan baik.

IV.4.2 Analisis Peranan Program CSR PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar

Sedangkan untuk penganalisisan peranan CSR, penulis melakukannya

(40)

1. Analisis Data Internal

Analisis data internal adalah analisis data berdasarkan indikator-indikator yang berada didalam perusahaan. Analisis ini dapat dilihat dari dimensi-dimensi berikut :

a. Minimize

Dalam dimensi minimize, program Corporate Social Responsibility (CSR) dapat diukur dampaknya dengan melihat semakin minimnya perselisihan, konflik atau potensi konflik antara perusahaan dengan masyarakat dengan harapan terwujudnya hubungan yang harmonis dan kondusif. Dari yang dipaparkan informan, terlihat adanya pengurangan perselisihan atau konflik yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat.

Salah satu cara yang dilakukan perusahaan adalah dengan melakukan komunikasi formal minimal satu kali dalam sebulan dengan setiap stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan CSR. Perusahaan mencoba mendengarkan apa saja masukan dan saran yang diingankan masyarakat.

Hasilnya terlihat dengan semakin jarangnya masyarakat melakukan aksi demonstrasi untuk menyuarakan pendapatnya. Masyarakat lebih sering menyampaikan pendapatnya dalam forum-forum antara perusahaan dengan masyarakat. Kecuali jika memang dalam momen-momen tertentu yang efeknya langsung terasa, masyarakat baru melakukan aksi demonstrasi.

b. Asset

(41)

82

aman. Dengan besarnya proses produksi perusahaan, tentunya membuat perusahaan memiliki asset yang sangat besar.

Diilihat dari pemaparan informan, sejak awal berdirinya perusahaan tidak banyak kerusakan asset yang terjadi akibat protes masyarakat. Relatif asset perusahaan tidak pernah dirusak oleh masyarakat. Teror atau ancaman pun nyaris tidak pernah diterima selama berdirinya perusahaan. Pemeliharaan asset yang dimiliki perusahaan relatif terjaga.

c. Operational

Salah satu resiko yang harus dihadapi sebuah perusahaan dalam menjalankan usahanya adalah resistensi dari masaryarakat yang dapat menggangu kegiatan operasional. Ganguan operasinal tersebut salah satunya dapat berbentuk pemblokiran arus produksi. Ganguan terhadap kegiatan operasional tersebut sangat berpotensi merugikan pesuhahaan dalam upaya memperoleh laba.

Menurut analisis penulis, perusahaan dalam hal ini menyadari akan potensi tersebut. Melalui pernyatan yang didapat dari informan perusahaan berhasil melakukan CSR dengan tidak pernah mendapat gangguan operasinal selama perusahaan berdiri. Perusahan memanfaatkan secara baik ruang-ruang formal yang dibuat untuk menampung aspirasi masyarakat sebelum terjadi resistensi dari mereka.

2. Analisis Data Eksternal

(42)

faktor-a. Aspek Ekonomi

Indikator ekonomi yang dimaksudkan disini adalah bagaimana masyarakat merasakan dampak terhadap dirinya dalam hal ekonomi. Faktor ekonomi tersebut juga bukan hanya dalam hal-hal yang bersifat praktis, namun termasuk juga kepada efek yang dapat dirasakan masyarakat dalam jangka waktu yang panjang.

Dari apa yang didapat selama penelitian, terlihat jika terdapat dampak positif yang terjadi didalam masyarakat. Misalnya dalam hal pertambahan kualitas sarana dan prasarana umum. Program CSR yang dilakukan perusahaan seperti pengadaan bus sekolah, pengadaan teratak, pemasangan pipa saluran air bagi persawahan ataupun pengadaan komputer dan buku bagi sekolah dirasakan langsung oleh masyarakat. Meskipun begitu masyarakat tetap masih merasa ada kekurangan, salah satunya sangat terbatasnya dana operasional yang hanya 3 miliyar pertahun dari program-program yang telah dilaksanakan.

(43)

84

Aspek lain yang dapat dijadikan ukuran dalan indikator ekonomi adalah peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat secara bekelanjutan. Berdasarkan hasil penelitian, penulis melihat jika masyarakat pasca dilaksanakan Program CSR sudah mampu memanjemen kualitas hidupnya dengan lebih baik. Masyarakat sudah mampu memanfaatkan usaha yang dibangun perusahaan untuk menyokong kehidupan masyarakat. Apalagi perusahaan juga melaksanakan program CSR seperti pelatihan-pelatihan, sehingga membuat masyarakat juga lebih mampu melihat peluangpeluang usaha yang bisa dilakukan oleh masyarakat.

b. Aspek Sosial

Sedangkan indikator sosial adalah parameter yang dipakai berdasarkan hal-hal yang bersifat hubungan satu pihak dengan pihak lainnya, baik secara perseorang maupun kelompok. Hal yang paling awal dapat dilihat dari penelitian ini dapat berdasarkan frekuensi terjadinya gejolak/konflik sosial antara perusahaan dengan masyarakat. Semenjak perusahaan melaksanaan Program CSR, konflik yang terjadi jauh lebih banyak berkurang. Masyarakat sudah lebih dapat menerima terhadap aktifitas operasional perusahaan. Selain itu,masyarakat juga lebih paham seandainya ada Program CSR yang tidak berjalan dengan maksimal.

(44)

ini disebabkan jarangnya para petinggi perusahaan turun ke masyarakat. Para petinggi tersebut biasanya hanya hadir saat pelaksanaan Program CSR.

(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 KESIMPULAN

Berdasarkan penyajian data dan analisis data yang dilakukan sebelumnya, maka terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini. Berikut kesimpulannya :

1. PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar, melaksanakan Program Corporate Social Responsibility (CSR) sesuai dengan Memorium of Understanding (MoU) antara perusahaan dengan masyarakat Kecamatan Lhoknga dan Kecamatan Leupung, yang dilakukan pada tahun 2008.

Meskipun diawali dengan perjanjian, perusahaan sedikit demi sedikit mulai merubah paradigma menjadi triple bottom line. Yaitu menyelaraskan antara keuangan yang didapat dengan kondisi sosial masyarakat dan lingkungan disekitarnya

2. Sesuai dengan MoU yang kemudian dituangkan dalam Standar Operasional Perusahaan (SOP), konsentrasi pelaksanaan Program CSR terpusat kedalam 4 bidang, yaitu bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sosial keagamaan. Program dalam CSR yang dilaksanakan juga menggunakan konsep manajemen, yaitu Plant, Organizing, Actuanting and Controling (POAC).

(46)

melaksanakan CSR, hal-hal yang menyangkut aspek internal perusahaan semakin terjaga. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya perselisihan antara perusahaan dengan masyarakat, asset perusahaan yang terjaga dengan baik dan proses operasional perusahaan yang berjalan tanpa kendala yang berarti dari lingkungan perusahaan.

4. Dalam Indikator Eksternal yang dilihat dari aspek ekonomi, perusahaan juga juga berhasil menekankan peranannya melalui Program CSR. Masyarakat pasca pelaksanaan Program CSR sudah lebih mampu merasakan manfaat ekonomi baik dalam bentuk sarana dan prasarana umum maupun peningkatan kemandirian ekonomi berkelanjutan. Sedangkan dalam aspek sosial, terlihat bahwa pelaksanaan Program CSR dapat mengurangi potensi konflik antara perusahaan dengan masyarakat. Meskipun ada kekurangan dalam hal hubungan emosional dengan para petinggi perusahaan, namun masyarakat relatif puas dengan pelaksanaan CSR.

5. Tingkat kepuasan yang secara umum relatif baik (terlihat dalam indikator eksternal), berbanding lurus dengan hal-hal yang didapatkan perusahaan (dibuktikan dalam indikator internal). Artinya Program CSR yang dilakukan PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI), Lhoknga, Aceh Besar, berperan positif bagi perusahaan.

V.2 SARAN

(47)

88

1. Perusahaan melakukan proses evaluasi jangan hanya sekali dalam setahun. Tujuannya agar menghindari kebocoran program sehingga tidak terlaksana dengan baik.

2. Nilai nominal sebesar 3 Miliyar pertahun bisa dikaji ulang bersama-sama oleh perusahaan dan masyarakat. Hal tersebut dengan pertimbangan banyaknya desa yang tergabung dalam suatu mukim, sehingga membuat pelaksanaan Program CSR ke setiap desa belum tentu dapat dilakukan setiap tahun.

3. Proses komunikasi bulanan yang dilakukan perusahaan tidak hanya dalam bentuk pertemuan formal, namun juga melalui ruang-ruang informal lainnya.

4. Perusahaan dapat lebih memperhatikan proses operasionalnya sehingga dapat meminimalisir dampak lingkungan yang timbul ditengah-tengah masyarakat.

Gambar

Gambar 2. Organization Chart CSR Departemen PT. Lafarge Cement
Gambar 3. Komite Bersama Pengembangan Masyarakat Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT
Tabel 4.1 Daftar Informan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Konsumsi buah-buahan merupakan salah satu dasar dari pola konsumsi yang sehat. Buah tropis, juga disebut buah-buahan.. eksotik, merupakan sumber penting dari vitamin,

Namun kembali lagi kepada penafsiran, orang Yahudi kuno juga ada yang berpendapat bahwa Mesias itu tidak mati dan bangkit karena mereka lebih menginginkan Mesias anak Daud yang

Proses komunikasi politik yaitu proses penyampaian pesan – pesan politik yang berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah oleh aktor-aktor politik

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan..

Serta guru juga membantu dan mengarahkan siswa dalam memecahkan masalah baik didapatkan melalui informasi yang ada atau yang baru ia dapatkan seperti teori

Sekolah kami perlu berkordinasi dengan dewan pendidikan dan dinas pendidikan kabupaten dalam penyusunan dan pengesahan EDS Pelaksanaan Rencana Kerja Sekolah menjalin kemitraan

Dengan demikian untuk mengatasi permasalahan di atas maka akan dilakukan penelitian dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi perubahan