• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap Politik Indoensia Terhadap Konflik Kemanusiaan Etnis Rohingya Di Myanmar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sikap Politik Indoensia Terhadap Konflik Kemanusiaan Etnis Rohingya Di Myanmar"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Asia tenggara memang dikenal akan keanekaragaman didalamnya.

Kemajemukan yang terdiri dari suku, etnis, agama, bangsa dan budaya.

Cri-ciri yang terdiri dari kemajemukan tersebut menandai identitas dan eksistensi

mereka masing-masing. Banyaknya keberagaman di Asia Tenggara ini juga

menyebebakan adanya pergesekan-pergesekan serta konflik dalam kehidupan

masyarakat, inilah yang dikatakan konflik etnis1

Dalam tulisan ini, saya akan berbicara atau membahas mengenai

konflik etnis di Mnyanmar yaitu etnis Rohingya dan Rakhine. Mengenai

permasalahan kemanusiaan di Myanmar bukanlah hal yang baru didunia

perpolitikan. Pengusiran yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar . Masyarakat yang terdiri dari

etnis atau agama asli dari suatu negara tersebut maupun etnis atau agama

pendatang menjadikan adanya minoritas dan mayoritas yang menimbulkan

kesenjangan sosial terutama bagi kaum mayoritas yang selalu ingin

mendominasi dalam setiap moment. Bahkan tidak segan-segan melakukan

tindak diskriminasi atau kekerasan hingga membantai kaum minoritas yang

ada di negara tersebut.

1

Angela Narwastu Andarasukma. “Konfik Etnis”.

(2)

terhadap Rohingya pada akhirnya memunculkan migrasi paksa. Karena

tekanan-tekanan yang didapatkan, Rohingya mau tidak mau memilih

untuk mencari perlindungan ke negara tetangga seperti Malaysia,

Bangladesh, Thailand dan terutama Indonesia.

Konflik mengenai permasalahan kemanusiaan di Myanmar

bukanlah hal yang baru didunia perpolitikan. Gurr menyebutkan bahwa

konflik akan dapat ditekan ketika negara melakukan tindakan represi dan

akomodasi sehingga dapat mengurangi ketakutan kelompok etnis akan

dominasi pemerintah2

Pengusiran pemerintah Myanmar terhadap Rohingya pada akhirnya

memunculkan migrasi paksa. Karena tekanan-tekanan yang didapatkan,

Rohingya mau tidak mau memilih untuk mencari perlindungan ke negara . Rohingya merupakan salah satu kelompok etnis

yang mendapatkan perlakuan diskriminasi dari negara asalnya, Myanmar.

Pemerintahan junta militer Myanmar yang telah berkuasa sejak tahun 1962

memang dikenal sebagai rezim pemerintahan yang paling represif di dunia

(Freedom House 2003). Melalui diskriminasi, tindak kekerasan, dan

pengusiran oleh pemerintah Myanmar kepada Rohingya ditujukan sebagai

bentuk pembersihan etnis Rohingya yang ada di Arakan, Myanmar.

Tindak kekerasan atau penggunanaan aspek koersif melalui lembaga

negara bukanlah sebuah hal baru yang menjadi cara bagi negara-negara

tertentu untuk mengurangi segmen populasi mereka (Wardhani 2012, 3).

2

(3)

tetangga, terutama Indonesia, Bangladesh, Thailand, dan Malaysia.

Konstelasi politik internasional masih diwarnai dengan konflik etnis yang

melanda beberapa negara. Yang sedang hangat dibicarakan dan menuai

respon dari PBB serta banyak negara adalah konflik etnis yang terjadi di

Myanmar, yaitu antara Etnis Rohingya (Muslim) dan Etnis

Rakhine(Budha). Hingar bingar berita tentang Muslim Rohingya timbul

menyusul konflik sektarian yang terjadi antara etnis Rohingya yang

sebagian besar adalah Muslim dan etnis Rakhine yang mayoritas

merupakan penganut Buddha.

Penyebab konflik itu dari beberapa sumber menyebutkan bahwa

kerusuhan itu merupakan buntut peristiwa perampokan dan pemerkosaan

terhadap perempuan Rakhine bernama Ma Thida Htwe pada 28 Mei 2012.

Kepolisian Myanmar sebenarnya telah menahan dan memenjarakan 3

orang tersangka pelaku yang kebetulan dua di antaranya adalah etnis

Rohingya. Namun, tindakan itu ternyata tak cukup mencegah terjadinya

kerusuhan di negara bagian Rakhine yang terletak di bagian barat

Myanmar itu. Pada tanggal 4 Juni, terjadi penyerangan terhadap bus yang

diduga ditumpangi pelaku pemerkosaan dan kerabatnya. Tercatat 10 orang

Muslim Rohingya tewas. Sejak itu, kerusuhan rasial di Rakhine pun

meluas. Konflik antara etnis Rohingya dan Rakhine kerap terjadi sejak

puluhan tahun silam, salah satu akar konflik menahun itu adalah status

(4)

Pemerintah Myanmar tak mengakui dan tak memberi status

kewarganegaraan kepada mereka. Sebagai akibat tiadanya

kewarganegaraan, etnis Rohingya tak bisa mengakses pendidikan, layanan

kesehatan, dan bahkan pekerjaan yang layak. Mereka betul-betul

terabaikan dan terpinggirkan.

Pemerintah Myanmar tak mengakui kewarganegaraan etnis

Rohingya karena menganggap kelompok Muslim ini bukan merupakan

kelompok etnis yang sudah ada di Myanmar sebelum kemerdekaan

Myanmar pada 1948. Hal itu ditegaskan kembali oleh Presiden Myanmar,

Thein Sein, dalam Al Jazeera, 29 Juli 2012 bahwa Myanmar tak mungkin

memberikan kewarganegaraan kepada kelompok Rohingya yang dianggap

imigran gelap dan pelintas batas dari Bangladesh itu. Akar konflik yang

lain adalah adanya kecemburuan terhadap etnis Rohingya. Populasi etnis

Muslim Rohingya dalam beberapa dasawarsa ini terus meningkat. Tentu

saja, hal ini menyebabkan kecurigaan dan kecemburuan pada etnis

mayoritas Rakhine. Bagi mereka, keberadaan etnis Rohingya pun sangat

mungkin dianggap “kerikil dalam sepatu” yakni sesuatu yang terus

mengganggu. Keberadaan etnis Rohingya dianggap mengurangi hak atas

lahan dan ekonomi, khususnya di wilayah Arakan, yang menjadi pusat

kehidupan etnis Muslim ini. Permasalahan etnis Rohingya sering menjadi

sorotan media internasional mulai dari pengungsian besar-besaran ke

(5)

yang melibatkan angkatan laut Thailand. Dan kini, terjadi konflik

sektarian yang sangat mencemaskan antara etnis Muslim Rohingya dan

penganut Budha di negara bagian Rakhine. Sentimen anti-Muslim di

Myanmar telah berlangsung berabad-abad.

Kulit etnis Rohingya yang lebih gelap membuat mereka mudah

dikenali. Secara fisik dan budaya, mereka memang lebih mirip dengan

orang-orang Benggali. Badan Pengungsi PBB (UNHCR) memperkirakan

800.000 Rohingya hidup di negara bagian Rakhine di sebuah pegunungan

Myanmar yang berbatasan dengan Bangladesh. Ribuan orang mencoba

untuk melarikan diri setiap tahun ke Bangladesh, Malaysia, Indonesia dan

tempat lain di kawasan itu. Mereka mencoba melarikan diri karena

hak-hak mereka yang ditindas karena kerja paksa dan penindasan. Pemerintah

Myanmar tak mengakui dan tak memberi status kewarganegaraan kepada

mereka. Sebagai akibat tiadanya kewarganegaraan, etnis Rohingya tak bisa

mengakses pendidikan, layanan kesehatan, dan bahkan pekerjaan yang

layak. Mereka betul-betul termarjinalkan. Maurice Duverger menjelaskan

bahwa dalam setiap kelompok masyarakat senantiasa diwarnai oleh

konflik dan integrasi secara fluktuatif. Konflik berubah menjadi integrasi

apabila terjadi kompromi yang didasari oleh rasa keadilan.3

3 Tri Joko Waluyo, Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar, UNAIR, Februari

2013, hal 840

Beberapa

sejarawan Myanmar mengatakan bahwa nama Rohingya baru muncul pada

(6)

Dalam catatan PBB4

4

http://www.un.org/

, Rohingya hanya disebut sebagai penduduk

Muslim yang tinggal di Arakan, Rakhine, Myanmar. Dari sudut

kebahasaan, bahasa yang diklaim sebagai bahasa Rohingya sebenarnya

termasuk ke dalam rumpun bahasa Indo-Eropa, khususnya kerabat bahasa

Indo-Arya. Lebih detail lagi, bahasa Rohingya dikategorikan sebagai

bahasa-bahasa Chittagonia yang dituturkan oleh masyarakat di bagian

tenggara Bangladesh. Sementara itu, kebanyakan bahasa di Myanmar

tergolong rumpun Tai Kadal, Austroasiatik, atau Sino-Tibetan. Jadi, jelas

bahwa kelompok etnis Rohingya merupakan keturunan etnis Bengali,

khususnya sub-etnis Chittagonia yang tinggal di Bangladesh tenggara.

Dengan demikian, lepas dari apakah Rohingya merupakan sebuah etnis

atau tidak, dan apakah termasuk ke dalam etnisitas Myanmar atau tidak,

sudah jelas bahwa Rohingya merupakan komunitas migrant dari

Bangladesh yang sudah ratusan tahun tinggal di Arakan, Rakhine,

Myanmar. Sebagai komunitas yang sudah lama menetap di sebuah wilayah

yang kebetulan kini menjadi bagian dari negara Myanmar, tentu saja sudah

selayaknya mereka mendapatkan hak-hak dasar mereka, terutama status

kewarganegaraan. Meskipun demikian, sikap pemerintah Myanmar sudah

jelas seperti yang disampaikan Thein Sein bahwa Myanmar tak mungkin

(7)

menawarkan solusi berupa pengiriman ribuan orang Rohingya ke negara

lain atau tetap tinggal di Arakan, tetapi berada di bawah pengawasan PBB.

Kaum Rohingya yang bermigrasi ke Bangladesh5

Pemerintah Bangladesh menyediakan duapuluh kamp pengungsian

di distrik Cox’s Bazar bagi orang-orang Rohingya yang datang (Kiragu pada umumnya

merupakan korban kekerasan, okupasi militer dan pembersihan etnis yang

berlangsung secara sistematis oleh pemerintah Myanmar (International

Federation of Human Rights League 2000). Karena Bangladesh

merupakan negara tetangga yang letaknya paling berdekatan dengan

Myanmar, maka tidak mengherankan jika banyak kaum Rohingya yang

mencari perlindungan ke Bangladesh. Selain itu faktor kesamaan etnis dan

agama pun dirasa oleh Rohingya mampu memberi rasa aman bagi mereka.

Semula Bangladesh menyambut baik kedatangan Rohingya dan

pemerintah Bangladesh berharap untuk dapat mengatasi persoalan ini

melalui diplomasi dengan pemerintah Myanmar. Aliran migrasi paksa

Rohingya ke Bangladesh terjadi di tahun 1978 ketika pemerintah junta

militer Myanmar melakukan operasi Naga Min. Sekitar 200.000 orang

melarikan diri ke Bangladesh untuk mencari perlindungan. Jumlah aliran

migrasi paksa yang lebih besar, yakni sekitar 250.000 orang, terjadi di

tahun 1992 saat pemerintah Myanmar tidak henti-hentinya melakukan

tindak represi kepada Rohingya.

5

(8)

2011). Berniat ingin menghindari tekanan dan kesulitan di negara asal,

orang-orang Rohingya yang datang ke Bangladesh pun harus menghadapi

berbagai kesulitan di negara tujuan. Secara umum, orang-orang yang

bermigrasi paksa kerap menempati wilayah yang memiliki tingkat

kemiskinan tinggi, tingkat pembangunan rendah dengan kapasitas lokal

yang terbatas, serta tingkat sosial ekonomi yang buruk6

6

Wardhani 2012, 9

. Di samping

karena letak yang berdekatan dan kesamaan etnis dan agama yang

dimiliki, pemerintah Bangladesh juga merasa memiliki tanggung jawab

moral sehingga bantuan-bantuan yang masuk melalui lembaga

internasional pun diterima. Dengan harapan masalah ini dapat segera

diselesaikan dan tidak berharap bertambahnya arus migrasi paksa

Rohignya ke Bangladesh, Indonesia dan beberapa megara tetangga.

Tetapi kemudian jumlah migrasi paksa yang terus menerus

membanjiri perbatasan Bangladesh-Myanmar menyebabkan niat baik

Bangladesh tidak berjalan sesuai harapan, hal ini juga mengakibatkan

berkurangnya dukungan publik akan ‘kewajiban moral terhadap Rohingya.

Muslim Rohingya berjumlah 20% dari total penduduk Myanmar yang

berjumlah 55 juta jiwa. Mereka menempati provinsi Arakan. Provinsi ini

menjadi bagian dari negeri Muslim sejak abad ke-7 M di bawah

kepemimpinan Harun ar-Rasyid. Sepanjang tahun 1430-1784 M, kaum

(9)

Pada tahun 1842 M, Inggris menduduki wilayah ini dan

memasukkan Arakan di bawah negara persemakmuran Inggris-India. Pada

tahun 1937 M Inggris menggabungkan kembali Arakan dengan negeri

Budha. Supaya Muslim terkuasai, umat Budha diprovokasi untuk

menindas Muslim Rohingya. Sebenarnya, pernyataan mereka bukan etnis

asli Myanmar sebagai legitimasi dilakukannya penindasan terhadapnya

adalah tidak masuk akal. Itu tidak lain hanyalah permainan opini dengan

menyelipkan kebenaran fakta. Rohingya bukan bagian dari etnis Burma

adalah benar, tetapi Rohingya bukan bagian dari negara Myanmar adalah

salah total. Karena mereka sudah menempati wilayah yang menjadi bagian

dari Myanmar jauh hari sebelum Myanmar merdeka. Lantas, mengapa

penindasan terhadap Rohingya ini terus berlanjut di bawah bayang-bayang

ketidakrasionalan tindakan. Organisasi semacam ASEAN, Organisasi

Konferensi Islam (OKI), dan PBB nyaris belum memberikan langkah

tegas menyikapi pelanggaran HAM berat oleh junta militer Myanmar.

Pembantaian Muslim Rohingya di Myanmar telah terjadi sejak Juni 2012

sehingga mengakibatkan ratuan ribu Muslim Rohingya mengungsi

meninggalkan Rakhine. Muslim Rohingya sebagai minoritas di negara

mayoritas beragama Buddha itu tidak dianggap sebagai warga negara

sehingga pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Thein Sein,

(10)

tempat tinggal. Suatu kenyataan yang mempertegas upaya terjadinya

genosida di bumi Myanmar atas saudara Muslim Rohingya.

Secara khusus, Indonesia7

Adapun misi yang dapat dilakukan Indonesia guna menyelesaikan

konflik kemanusiaan di Rohingya antara lain Pertama, Indonesia dapat

melakukan pendekatan terhadap pemerintah Myanmar, hal ini mengingat

bahwa permasalahan mengenai HAM adalah salah satu tujuan utama yang

ada di dalam Piagam ASEAN, yaitu

sebagai anggota OKI berkepentingan

mendesak PBB untuk memberi sanksi tegas terhadap pemimpin Myanmar

dengan mengajukan ke International Criminal Court (ICC) atas tuduhan

upaya genosida secara sistematis terhadap Muslim Rohingya. Tragedi

kemanusiaan yang menimpa Muslim Rohingya di Myanmar jelas

merupakan amanat penderitaan Muslim internasional.

Puasa sebagai ritual yang semula untuk ikut merasakan penderitaan

kaum miskin yang tak mampu makan layak di setiap harinya, harus

ditransformasi sebagai spirit kemanusiaan atas nama ketidakadilan yang

merampas hak-hak kemanusiaan. Oleh karena itu, puasa merupakan

bagian dari implementasi penerimaan atas Universal Declaration of

Human Rights (UDHR), dokumen internasional yang menjadi standar

pencapaian hak asasi yang berlaku untuk semua rakyat dan semua negara

di dunia agar tidak ada penindasan dengan dalih apa pun.

7 http://forum.detik.com/semua-tentang-konflik-rohingya-arakan-di-myanmar-peran indonesia

dalam-t474416p25.html

(11)

good governance and the rule of law, and to promote and protect human

rights and fundamental freedoms, with due regard to the rights and

responsibilities of the Member States of ASEAN”. Melihat peristiwa

seperti ini harusnya Pemerintah Indonesia dapat merespon dan berperan

aktif untuk mengambil tindakan, hal tersebut penting karena menyangkut

posisi Indonesia sebagai populasi masyarakat muslim terbesar di dunia dan

selain itu saat ini Indonesia juga sebagai Ketua ASEAN yang dilihat oleh

dunia internasional.8

Kedua, Mengusulkan kepada pemerintah Myanmar agar

secepatnya dapat menyelesaikan permasalahan Rohingya dan usulan ini

diperkuat oleh usulan PBB dan UNHCR, ASEAN dan penegahnya adalah

utusan diplomasi Pemerintah Indonesia, Libatkan tokoh terpandang yang

mewakili seluruh komunitas agama Buddha di Indonesia seperti Walubi,

sehingga ada hubungan horizontal yang akrab antar agama Buddha

Indonesia dengan agama Buddha Myanmar. Missi perwakilan agama

Buddha Indonesia adalah membawa pesan bahwa diskriminasi dan

pembunuhan terhadap etnis Rohingya akan sangat berdampak negatif

terhadap kaum minoritas agama Buddha di Indonesia, Pertikaian yang

sudah masuk dalam kategori genocide yang didukung Pemerintah Junta

Militer dapat dibawa kepada Mahkamah Internasional sebagai pelanggaran

HAM berat jika Pemerintah Myanmar tidak mau melakukan solusi

8

(12)

terhadap etnis Rohingya. Ketiga, Pemerintah Indonesia harus mengambil

langkah tegas jika upaya diplomasi dengan Myanmar tidak menemukan

titik terang.

Pemerintah harus bisa melakukan tindakan penyelamatan atau

bantuan kepada etnis Muslim Rohingya, tindakan tersebut berupa

pemberian suaka politik kepada etnis muslim Rohingya dalam bentuk

Temporary Protection Visa

Misi selanjutnya adalah membuat kesepakatan disaksikan

perwakilan Internasional daerah Arakan dan sekitarnya diakui oleh

pemerintah Myanmar sebagai daerah tempat kehidupan dan hak hidup (TPV) yang saat ini berada di Kepulauan Riau,

atau bagi etnis Muslim Rohingya yang lain jika nanti terdapat lagi mereka

yang memerlukan perlindungan untuk mengungsi ke wilayah Indonesia.

Suaka politik menurut hukum internasional adalah pemberian izin tinggal

bagi warga negara asing di suatu negara atas dasar kemanusiaan. Isu

kemanusiaan di sini sama sekali tidak terkait dengan isu perekonomian

seperti warga negara dari suatu negara miskin yang hidup atau bekerja di

negara maju guna mendapatkan gaji atau pekerjaan, namun lebih kepada

isu politik. Warga negara asing yang diberi suaka biasanya adalah mereka

yang dikejar-kejar secara politik oleh penguasa setempat atau sedang

menghadapi proses hukum atas dakwaan yang sifatnya politis. Misalnya,

pertentangan ideologi peminta suaka dengan pemerintah negaranya atau

(13)

masyarakat etnis Rohingya dan diakui kewarganegaraannya. Hal ini adalah

sesuai dengan visi dan misi ajaran.

Pada dasarnya, belum jelasnya tindakan-tindakan responsif dari

dunia internasional mencerminkan pembelaan nilai-nilai humanisme dalam

membela rakyat dan sebagai ruh perjuangan bersama masyarakat dunia

berjalan tidak berimbang. Betapa masyarakat internasional sudah terlalu

sering dijanjikan oleh PBB dalam penyelesaian kasus-kasus HAM yang

selalu menyandera. Myanmar semestinya ingat akan komitmennya

terhadap demokrasi, bahkan Pemerintah Indonesia bisa memberi contoh

dan mengajari tentang bagaimana demokrasi berbangsa dan bernegara.

Demokrasi bukan hanya secara prosedural dengan membolehkan

oposisi Aung San Suu Kyi untuk bisa mengikuti pemilu, melainkan yang

terpenting adalah substansi demokrasi itu sendiri yang terkait erat dengan

HAM, baik hak pribadi, hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial, dan

budaya, maupun hak humaniter dalam statusnya sebagai warga negara.

Capaian substansi demokrasi dengan menerima Muslim Rohingya sebagai

warga negara Myanmar, jelas akan dicatat sebagai capaian besar dalam

proses demokratisasi negara tersebut dan akan menjadi pijakan sangat

penting dalam mengelola pluralitas masyarakat Myanmar.

Namun, jika pembantaian terus berlangsung dan terjadi

pengingkaran keberadaan warga minoritas, Pemerintah Myanmar dan juga

(14)

berjalan di tempat dan gagal dalam penegakan nilai-nilai demokrasi dan

kemanusiaan. Sebagaimana Sandra Fredman menyatakan, usaha-usaha

untuk melegitimasi dominasi dalam konteks sosial hanya akan

membuahkan subordinasi oleh satu kelompok sosial terhadap kelompok

sosial yang lain berupa rasisme. Hak-hak individu jelas akan selalu

berkaitan dengan hak-hak kelompoknya9

1. Bagaimana sikap politik Indonesia terhadap konflik etnis Rohingya di

Myanmar.

.

Jika hak-hak kelompok itu tidak terpenuhi atau terampas oleh

dominasi kekuasaan lain, niscaya hak-hak individual anggota kelompok

juga ikut terampas. Inilah babak yang mengkhawatirkan ketika tidak

adanya penghargaan kaum minoritas Muslim Rohingya yang justru

diinisiasi oleh pemegang kekuasaan Pemerintah Myanmar. Oleh karena

itu, semestinya setiap warga negara dalam kedudukannya di hadapan

hukum politik dan hukum internasional diperlakukan secara sama.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijelaskan

sebelumnya, maka muncul pertanyaan utama dalam penelitian ini, yaitu:

9

(15)

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini dapat disimpulkan dari latar belakang dan rumusan

masalah yang diuraikan diatas, membatasi penelitian ini mengenai

permasalahan etnis yang telah terjadi di Myanmar yang kerap melanda

kaum Rohingya dan bagaimanakah sikap negara Indonesia dalam

menanggapi konflik etnis tersebut.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisa sikap politik Indonesia terhadap permasalahan kemanusiaan Rohingya.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan

pemahaman tentang kerangka pemikiran yang digunakan peneliti

sebagai pisau analisis, diantaranya teori Hubungan Internasional dan

Negara,

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah

perbendaharaan referensi penelitian sosial bagi Departemen Ilmu

Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera

(16)

3. Secara praksis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

khasanah pengetahuan masyarakat umum yang berminat untuk

mengkaji hubungan internasional dan studi mengenai pembangunan

pendidikan.

1.6 Kerangka Teori

1. Teori Hubungan Internasional

Hubungan Internasional merupakan hubungan antar manusia yang

melintasi batas negara. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mochtar

Mas’oed, hubungan internasional sangat kompleks, karena didalamnya

terlibat bangsa-bangsa yang masing-masing berdaulat, sehingga

memerlukan mekanisme yang lebih rumit daripada hubungan antar

kelompok manusia di dalam suatu negara. Hubungan internasional juga

sangat kompleks dikarenakan setiap segi hubungan itu melibatkan

berbagai segi lain yang koordinasinya tidak sederhana. Sehingga,

hubungan internasional selain melibatkan masalah-masalah yang

kompleks, juga memiliki potensi yang juga dapat mengandung bahaya.

Hubungan internasional secara potensial juga mengandung bahaya

dikarenakan pada umumnya setiap negara yang terlibat mendasarkan diri

pada upaya mengejar kepentingan nasional masing-masing10

Lebih lanjut, Mochtar Mas’oed mengemukakan bahwa asumsi dari

studi hubungan internasional adalah bahwa potensi bahaya tersebut bisa .

10

(17)

dikurangi dan kemungkinan untuk mewujudkan perdamaian bisa

meningkat dengan cara masyarakat internasional memiliki keinginan untuk

mengambil tindakan demi tujuan tersebut. Pengkaji ilmu hubungan

internasional sangat merasakan mendesaknya kebutuhan untuk berbuat

sesuatu demi menghindari perang dan meningkatkan perdamaian11

Sementara itu menurut Trygve Mathisen, istilah international

relations atau hubungan internasional dapat memiliki beberapa arti,

yaitu

.

12

1. Hubungan internasional merupakan suatu bidang spesialisasi yang

meliputi aspek-aspek internasional dari beberapa cabang ilmu

pengetahuan, :

2. Hubungan internasional merupakan sejarah baru dari politik

internasional,

3. Hubungan internasional merupakan semua aspek internasional dari

kehidupan sosial manusia, dalam arti semua tingkah laku manusia yang

terjadi atau berasal di suatu negara dan dapat mempengaruhi tingkah

laku manusia di negara lain,

4. Hubungan internasional adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang

berdiri sendiri.

11

Ibid.

12

(18)

Sedangkan Nicholas J. Spykman merumuskan bahwa yang

diartikan dengan hubungan internasional adalah “hubungan antar individu

yang berasal dari negara yang berbeda”13. Luas lingkup cakupan studi hubungan internasional dapat dipersempit lagi dengan hanya menekankan

pada salah satu aspek tertentu yaitu aspek politik dari hubungan

antarnegara hingga sampai kepada pengaruhnya terhadap pelaksanaan

politik luar negeri negara-negara yang bersangkutan. Hubungan-hubungan

tersebut dapat berupa kegiatan-kegiatan peperangan, diplomasi, spionase,

perdagangan internasional, bantuan luar negeri (asing), imigrasi, tourisme,

yang kesemuanya merupakan fenomena-fenomena internasional yang

dicakup oleh studi hubungan internasional umumnya14

Menurut sebagian besar para penganut ajaran tradisionalis,

hubungan internasional sendiri adalah studi mengenai pola-pola dari aksi

dan reaksi di antara negara-negara berdaulat. Golongan tradisionalis

umumnya menyamakan hubungan internasional itu dengan “diplomasi dan

strategi” serta “kerjasama dan konflik” atau lebih singkat “studi mengenai

perdamaian dan perang”

.

15

Berdasarkan uraian diatas maka tentu terdapat banyak

komponen-komponen dalam studi hubungan internasional. Dalam hal ini, peneliti

akan menggunakan konsep kebijakan luar negeri dan bantuan luar negeri .

13

Nichols J. Spykman. 1993. “Methods of Approach to the Study of International Relations”, dalam P. Anthonius Sitepu. 2011. Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 29.

14

Ibid. Hal. 30.

15 Suffri Yusuf. 1989. Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hal.

(19)

mengingat penelitian ini berkisar pada kajian mengenai bantuan luar

negeri sebagai instrumen kebijakan.

a. Konsep Kebijakan Luar Negeri

Dalam melakukan analisis terhadap hubungan internasional, maka

tentu merupakan hal yang berguna untuk mempertimbangkan beberapa

definisi dan pandangan yang ada dalam konsep kebijakan luar negeri.

Terdapat beberapa definisi mengenai kebijakan luar negeri yang

dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah Mark R. Amstutz,

Kegley dan Wittkopf, serta James R. Rosenau16

Mark R. Amstutz mengemukakan bahwa kebijakan luar negeri

merupakan explicit and implicit actions of governmental officials designed

to promote national interests beyond a country’s territorial boundaries.

Dalam definisi yang dikemukakan oleh Mark R. Armstutz tersebut, ada

tiga tekanan utama dalam definisi kebijakan luar negeri, yaitu tindakan

atau kebijakan pemerintah, pencapaian kepentingan nasional dan

jangkauan kebijakan luar negeri yang melewati batas suatu negara. Dengan

demikian, dapat diartikan bahwa suatu kebijakan yang dirumuskan oleh

suatu pemerintah disebut sebagai kebijakan luar negeri jika kebijakan

tersebut dapat berdampak bagi aktor-aktor lain di luar batas wilayah

negara tersebut.

.

16

(20)

Sementara itu, Kegley dan Wittkopf mendefinisikan kebijakan luar

negeri sebagai “decisions governing authorities make to realize

international goals”. Berdasarkan definisi tersebut, kebijakan luar negeri

merupakan keputusan yang dibuat oleh pemerintah yang berwenang untuk

mewujudkan tujuan nasionalnya dalam lingkungan internasional.

Lebih lanjut, James Rosenau menguraikan konsep kebijakan luar

negeri kedalam tiga pengertian yang berbeda. Pertama, kebijakan luar

negeri dipahami sebagai seperangkat prinsip atau orientasi umum yang

menjadi dasar pelaksanaan hubungan luar negeri suatu negara. Kedua,

kebijakan luar negeri juga bisa diartikan sebagai seperangkat rencana dan

komitmen yang menjadi pedoman bagi perilaku pemerintah dalam

berhubungan dengan aktor-aktor lain di lingkungan eksternal. Ketiga,

rencana dan komitmen sebagai kebijakan luar negeri tersebut

diterjemahkan ke dalam langkah atau tindakan yang nyata berupa

mobilisasi sumberdaya yang diperlukan untuk menghasilkan suatu efek

dalam pencapaian tujuan.

Kebijakan luar negeri setiap negara terdiri dari tujuan yang

diusahakan negara tersebut dalam hubungan internasional, serta sarana dan

metode-metode yang digunakan untuk mewujudkan tujuan tersebut17

17

Julius W. Pratt. 1965. A History of United States Foreign Policy. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Hal. 1.

.

Dengan demikian, kebijakan luar negeri dapat dianggap sebagai sebuah

(21)

hubungan luar negeri suatu negara. Kebijakan luar negeri dapat diartikan

pula sebagai strategi yang dirumuskan oleh pemerintahan suatu negara

dalam hubungannya dengan negara lain untuk memperoleh,

memperjuangkan, dan mempertahankan kepentingan nasionalnya melalui

berbagai instrumen kebijakan luar negerinya.

Dalam hal penentuan tujuan kebijaksanaan luar negeri, terdapat 5

komponen yang menjadi dasar pertimbangan yaitu18

2. Untuk meningkatkan kepentingan ekonomi. Pemerintah wajib untuk

meningkatkan kemakmuran negara. Bangsa-bangsa yang terkuat dan

terbesar pun tidak dapat mengenyam kemakmuran ekonomi dan tingkat

kehidupan yang tinggi dengan cara mengasingkan diri dari jalur

perdagangan dunia. Kemakmuran negara bergantung pada banyak

faktor yang kompleks dan erat berkaitan. Faktor-faktor ini bisa dibagi

dalam dua kategori yaitu: pertama; modal negara termasuk letak :

1. Untuk mempertahankan integritas negara. Konsep kesatuan nasional

dalam negeri meliputi pengelolaan, pengawasan, dan pengaturan

wilayah dari suatu negara, termasuk mengurus warga negara di dalam

dan luar negeri, prinsip kesatuan geografis menimbulkan tiga jenis

masalah bagi para pembuat kebijakan yaitu, pemeliharaan hak atas

semua daerah yang dinyatakan sebagai milik negara, penyerahan daerah

tertentu, dan tambahan wilayah baru dan pemilikan-pemilikan.

18

(22)

geografisnya dalam hubungannya dengan pusat industri dunia, sumber

alam, iklim, serta jumlah dan watak penduduknya; kedua; cara

modal-modal tersebut dimanfaatkan merupakan gambaran dari status

kebudayaan negara.

3. Untuk menjamin keamanan nasional. Kebijakan luar negeri dibuat untuk

melindungi dari serangan yang menyiratkan ada bahaya. Sasaran dari

kebijakan keamanan nasional adalah melindungi dan mengembangkan

nilai-nilai nasional. Nilai nasional yang paling fundamental adalah

kelangsungan hidup suatu negara. Kelangsungan hidup inilah yang

harus menjadi prinsip dasar penentuan kebijakan luar negeri suatu

negara.

4. Untuk melindungi martabat nasional. Dalam hubungan internasional,

negara diibaratkan sebagai seorang manusia yang harus memikirkan

masalah martabatnya sehingga dalam membuat kebijakan luar

negerinya, suatu negara harus memperhatikan prinsip martabat

nasional, dan

5. Untuk membangun kekuasaan. Setiap negara dalam hubungan

internasional harus memikirkan pengaruh yang bisa diberikannya

terhadap negara lain untuk mencapai kepentingannya. Aktivitas

internasional selalu menguntungkan negara yang memiliki pengaruh

dibanding negara yang tidak memiliki pengaruh yang cukup. Pengaruh

(23)

mampu menguasai suatu negara dan mempengaruhi pengambilan

kebijakan negara lain untuk mencapai apa yang diinginkan negara

tersebut.

Variabel-variabel yang dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri

suatu negara diantaranya adalah lokasi geostrategis, kekuatan militer,

kekuatan ekonomi, dan sistem pemerintahan negara tersebut. James

Rosenau, menguraikan terdapat tiga (3) faktor yang mempengaruhi

pilihan kebijakan luar negeri: ukuran (besar kecilnya populasi suatu

negara), sistem ekonomi (maju tidaknya suatu negara), dan sistem

politik (terbuka atau tidaknya suatu negara yang ditentukan melalui

apakah negara tersebut demokratis atau tidak)19

Adapun tujuan dalam kebijakan luar negeri dikelompokkan oleh K.

J. Holsti kedalam tiga bagian, yaitu

.

20

1. Nilai inti dari kepentingan “inti”, yang melibatkan setiap eksistensi

pemerintah dan bangsa yang harus dilindungi dan diperluas sepanjang

waktu. Kepentingan dan nilai inti dapat digambarkan sebagai sejenis

kepentingan nasional yang pencapaiannya akan dilakukan dengan

kesediaan melakukan pengorbanan yang sebesar-besarnya walaupun

harus dengan memaksakan tuntutan pada pihak lain, :

19

James N. Rosenau. 1966. “Pre-theories and Theories of Foreign Policy”, dalam Laura Neack. 2003. The New Foreign Policy: U.S. and Comparative Foreign Policy in the 21st Century. USA: Rowman & Littlefield Publishers, Inc. [Google Books]. Hal, 78. 26 Oktober 2016.

20

(24)

2. Tujuan Jangka Menengah. Terdapat beberapa tipe dalam tujuan jangka

menengah kebijakan luar negeri, yaitu (a) Mencakup usaha pemerintah

memenuhi tuntutan dan kebutuhan perbaikan ekonomi melalui tindakan

internasional, (b) Meningkatkan prestise negara, dimana negara industri

dan negara maju pun dapat meningkatkan gengsi internasionalnya

melalui sejumlah kebijakan dan tindakan, termasuk pembagian bantuan

luar negeri, ekspansi kemampuan militer, jalur diplomatik, dan lewat

pengembangan senjata nuklir serta kemampuan menjelajahi angkasa

luar. (c) Bentuk perluasan diri atau imperialisme, dimana perluasan diri

secara ideologis juga lazim dilakukan dengan berusaha

mempromosikan nilai-nilai politik, ekonomi, sosial, atau budaya dan

keyakinan politik suatu negara ke negara lain.

3. Tujuan jangka panjang, adalah rencana, impian, pandangan, mengenai

organisasi politik atau ideologi terakhir sistem internasional, aturan

yang mengatur hubungan dalam sistem itu dan peran negara tertentu di

dalamnya. Dalam rangka mengejar tujuan jangka menengah, negara

melakukan tekanan tertentu pada negara tertentu, sedangkan untuk

mengejar tujuan jangka panjang, negara biasanya melancarkan tuntutan

universal karena ditujukan dalam rangka membangun kembali sistem

internasional menyeluruh menurut rencana atau pandangan yang secara

(25)

2. Teori konflik

Teori konflik sebagian berkembang sebagai reaksi terhadap

fungsionalisme struktural dan akibat berbagai kritik, yang berasal dari

sumber lain seperti teori Marxian dan pemikiran konflik sosial dari

Simmel. Salah satu kontribusi utama teori konflik adalah meletakan

landasan untuk teori-teori yang lebih memanfaatkan pemikiran Marx.

Masalah mendasar dalam teori konflik adalah teori itu tidak pernah

berhasil memisahkan dirinya dari akar struktural-fungsionalnya. Teori

konflik Ralf Dahrendorf menarik perhatian para ahli sosiologi Amerika

Serikat sejak diterbitkannya buku “Class and Class Conflict in Industrial

Society”, pada tahun 1959.

Asumsi Ralf tentang masyarakat ialah bahwa setiap masyarakat

setiap saat tunduk pada proses perubahan, dan pertikaian serta konflik ada

dalam sistem sosial juga berbagai elemen kemasyarakatan memberikan

kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan. Suatu bentuk keteraturan

dalam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh

mereka yang memiliki kekuasaan, sehingga ia menekankan tentang peran

kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat21

Bagi Dahrendorf, masyarakat memiliki dua wajah, yakni konflik

dan konsesus yang dikenal dengan teori konflik dialektika. Dengan

demikian diusulkan agar teori sosiologi dibagi menjadi dua bagian yakni .

21 Ritzer, George & Goodman, Douglas J, Teori Sosiologi Modern, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,

(26)

teori konflik dan teori konsesus. Teori konflik harus menguji konflik

kepentingan dan penggunaan kekerasan yang mengikat masyarakat

sedangkan teori konsesus harus menguji nilai integrasi dalam masyarakat.

Bagi Ralf, masyarakat tidak akan ada tanpa konsesus dan konflik.

Masyarakat disatukan oleh ketidakbebasan yang dipaksakan. Dengan

demikian, posisi tertentu di dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan

dan otoritas terhadap posisi yang lain.

Fakta kehidupan sosial ini yang mengarahkan Dahrendorf kepada

tesis sentralnya bahwa perbedaan distribusi ‘otoritas” selalu menjadi faktor

yang menentukan konflik sosial sistematis. Hubungan Otoritas dan

Konflik Sosial Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa posisi yang ada dalam

masyarakat memiliki otoritas atau kekuasaan dengan intensitas yang

berbeda-beda. Otoritas tidak terletak dalam diri individu, tetapi dalam

posisi, sehingga tidak bersifat statis. Jadi, seseorang bisa saja berkuasa

atau memiliki otoritas dalam lingkungan tertentu dan tidak mempunyai

kuasa atau otoritas tertentu pada lingkungan lainnya. Sehingga seseorang

yang berada dalam posisi subordinat dalam kelompok tertentu, mungkin

saja menempati posisi superordinat pada kelompok yang lain.22

Kekuasaan atau otoritas mengandung dua unsur yaitu penguasa

(orang yang berkuasa) dan orang yang dikuasai atau dengan kata lain

atasan dan bawahan. Kelompok dibedakan atas tiga tipe antara lain : 1.

22 Johnson, Doyle P diterj. Robert M.Z.Lawang, Teori Sosiolodi Klasik Modern, Gramedia Pustaka Utama,

(27)

Kelompok Semu (quasi group) 2. Kelompok Kepentingan (manifes) 3.

Kelompok Konflik Kelompok semu adalah sejumlah pemegang posisi

dengan kepentingan yang sama tetapi belum menyadari keberadaannya,

dan kelompok ini juga termasuk dalam tipe kelompok kedua, yakni

kelompok kepentingan dan karena kepentingan inilah melahirkan

kelompok ketiga yakni kelompok konflik sosial. Sehingga dalam

kelompok akan terdapat dalam dua perkumpulan yakni kelompok yang

berkuasa (atasan) dan kelompok yang dibawahi (bawahan). Kedua

kelompok ini mempunyai kepentingan berbeda. Bahkan, menurut Ralf,

mereka dipersatukan oleh kepentingan yang sama.

Mereka yang berada pada kelompok atas (penguasa) ingin tetap

mempertahankan status quo sedangkan mereka berada di bawah (yang

dikuasai atau bawahan ingin supaya ada perubahan. Dahrendorf mengakui

pentingnya konflik mengacu dari pemikiran Lewis Coser dimana

hubungan konflik dan perubahan ialah konflik berfungsi untuk

menciptakan perubahan dan perkembangan. Jika konflik itu intensif, maka

perubahan akan bersifat radikal, sebaliknya jika konflik berupa kekerasan,

maka akan terjadi perubahan struktural secara tiba-tiba. Menurut

Dahrendorf, Adanya status sosial didalam masyarakat (sumber konflik

yaitu: Adanya benturan kaya-miskin, pejabat-pegawai rendah,

(28)

antar Adanya dominasi Adanya ketidakadilan atau diskriminasi. agama).

kekuasaan (penguasa dan dikuasai).23

Penggabungan kepentingan-kepentingan kelas subordinat dalam

kebijaksanaan kelas yang berkuasa. Perubahan sistem sosial ini

menyebabkan juga perubahan-perubahan lain didalam masyarakat antara

lain Munculnya kelas, Dekomposisi tenaga kerja, Dekomposisi modal:

menengah baru Analisis Dahrendorf berbeda dengan teori Marx, yang

membagi masyarakat dalam kelas borjuis dan proletar sedangkan bagi

Dahrendorf, terdiri atas kaum pemilik modal, kaum eksklusif dan tenaga

kerja. Hal ini membuat perbedaan terhadap bentuk-bentuk konflik, dimana

Dahrendorf menganggap bahwa bentuk konflik terjadi karena adanya

kelompok yang berkuasa atau dominasi (domination) dan yang dikuasai

(submission), maka jelas ada dua sistem kelas sosial yaitu mereka yang

Dahrendorf menawarkan suatu variabel penting yang

mempengaruhi derajat kekerasan dalam konflik kelas/kelompok ialah

tingkat dimana konflik itu diterima secara eksplisit dan diatur. Salah satu

fungsi konflik atau konsekuensi konflik utama adalah menimbulkan

perubahan struktural sosial khususnya yang berkaitan dengan struktur

otoritas, maka Dahrendorf membedakan tiga tipe perubahan Perubahan

keseluruhan personel didalam posisi struktural yakni: Perubahan sebagian

personel dalam posisi dominasi.

23 Beilharz, Peter, Teori-Teori Sosial: Observasi Kritis Terhadap Para Filsof Terkemuka, Pustaka Belajar,

(29)

berperan serta dalam struktur kekuasaan melalui penguasaan dan mereka

yang tidak berpartisipasi melalui penundukan.

Sedangkan Marx berasumsi bahwa satu-satunya konflik adalah

konflik kelas yang terjadi karena adanya pertentangan antara kaum pemilik

sarana produksi dengan kaum buruh. Dahrendorf memandang manusia

sebagai makhluk abstrak dan artifisial yang dikenal dengan sebutan “homo

sociologious” dengan itu memiliki dua gambaran tentang manusia yakni

citra moral dan citra ilmiah. Citra moral adalah gambaran manusia sebagai

makhluk yang unik, integral, dan bebas. Citra ilmiah ialah gambaran

manusia sebagai makhluk dengan sekumpulan peranan yang beragam yang

sudah ditentukan sebelumnya. Asumsi Dahrendorf, manusia adalah

gambaran citra ilmiah sebab sosiologi tidak menjelaskan citra moral, maka

manusia berperilaku sesuai peranannya maka peranan yang ditentukan

oleh posisi sosial seseorang di dalam masyarakat, hal inilah masyarakat

yang menolong membentuk manusia, tetapi pada tingkat tertentu manusia

membentuk masyarakat. Sebagai homo sosiologis, manusia diberikan

kebebasan untuk menentukan perilaku yang sesuai dengan peran dan

posisi sosialnya tetapi di sisi lain dibatasi juga oleh peran dan posisi

sosialnya di dalam kehidupan bermasyarakat.

Jadi ada perilaku yang ditentukan dan perilaku yang otonom, maka

keduanya harus seimbang. Salah satu karya besar Dahrendorf “Class and

(30)

Dahrendorf dimana asumsinya bahwa teori fungsionalisme struktural

tradisional mengalami kegagalan karena teori ini tidak mampu untuk

memahami masalah perubahan sosial, terutama menganilisis masalah

konflik.24

3. Teori Peran

Dahrendorf mengemukakan teorinya dengan melakukan kritik dan

modifikasi atas pemikiran Karl Marx, yang berasumsi bahwa kapitalisme,

pemilikandan kontrol atas sarana-sarana produksi berada di tangan

individu-individu yang sama, yang sering disebut kaum borjuis dan kaum

proletariat.

Teori konflik dipahami melalui suatu pemahaman bahwa

masyarakat memiliki dua wajah karena setiap masyarakat kapan saja

tunduk pada perubahan, sehingga asumsinya bahwa perubahan sosial ada

dimana-mana, selanjutnya masyarakat juga bisa memperlihatkan

perpecahan dan konflik pada saat tertentu dan juga memberikan kontribusi

bagi disintegrasi dan perubahan, karena masyarakat didasarkan pada

paksaan dari beberapa anggotanya atas orang lain.

Untuk menjawab rumusan masalah, penulis terlebih dahulu akan

menjelaskan mengenai teori peran. Dimana peranan nasional dapat membantu

menggambarkan tugas suatu negara dan memberikan pedoman untuk

24

(31)

bertindak ketika negara tersebut sudah mengidentifikasi peranan nasionalnya.

Dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Wawan Juanda, Holsti menyatakan

bahwa:

“...Peranan nasional menggambarkan fungsi dan tugas suatu negara dalam

berbagai konteks internasional yang berbeda. Dengan demikian peranan

nasional memberikan pedoman untuk bertindak ketika situasi tertentu

muncul pada lingkungan internasional.”25 Disini, peranan nasional akan nampak sebagai kebijakan luar negeri suatu negara pada saat ia terlibat

dalam suatu masalah regional maupun internasional. Peranan nasional juga

memiliki ciri-ciri yang mengarah pada tindakan yang lebih konkret.

Misalnya, ketika suatu negara berperan sebagai mediator integrator, bisa

diramalkan bahwa negara tersebut bersedia menawarkan penyelesaian

masalah dan melakukan beberapa usaha diplomatik jika suatu konflik

terjadi26 Peranan nasional sendiri sangat berkaitan erat dengan kebutuhan domestik, sikap masyarakat serta kondisi eksternal negaranya27

25

KJ Holsti (terj). 1987. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Bandung. Binacipta. Hal 166

26 Ibid. Hal 159 27

Ibid. Hal 165

Selain itu,

Peranan nasional suatu negara dapat di identifikasi dari tujuan negara

tersebut dimana dalam penyelesaian konflik Rohingya ini, Indonesia

memiliki tujuan untuk meningkatkan prestisnya sebagai negara yang

mampu. Untuk itulah, penulis menggunakan salah satu dari 16 jenis

(32)

Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya tergolong sebagai

mediator integrator dengan pengertian sebagai berikut: “Sejumlah

pemerintahan menganggap negaranya mampu atau bertanggung jawab

menyelesaikan, atau memikul tanggung jawab khusus untuk melakukan

mediasi dalam menyelesaikan atau mendamaikan konfik negara lain.

Mereka memandang negaranya sebagai “tukang” dalam menyelesaikan

masalah regional atau global.”28 Dijelaskan pula dalam buku Holsti bahwa terdapat sumber-sumber yang dapat dijadikan pertimbangan mengapa

negara tersebut menjalankan sebuah konsepsi peranan nasional sebagai

mediator integrator, yakni dilihat dari: (1) Lokasi geografi; Holsti

menjelaskan bahwa geografi dan topografi merupakan faktor paling

penting karena sifatnya yang permanen. Sehingga dapat memberikan

peluang dan batasan program kebijaksanaan luar negeri suatu negara.

Dalam hal ini, Indonesia dan Myanmar memiliki kedekatan geografi di

wilayah Asia Tenggara, meski tidak berbatasan secara langsung. (2)

Peranan Tradisional; yang dapat dijelaskan dengan sikap Indonesia yang

menjunjung tinggi HAM dan keinginan untuk menghapuskan penjajahan

diatas dunia seperti yang tertuang dalam UUD dan arah politik luar negeri

Indonesia.29

28 Ibid. Hal 162 29

Citra Media Wacana. 2008. “UUD 1945 dan GBHN.” Hal 1 dan 116.

(3) Komposisi etnis-budaya nasional; berkaitan erat dengan

kondisi Indonesia dan Myanmar yang memiliki beberapa etnis. Oleh

(33)

yang pernah dialami membuat Indonesia merasa harus turun tangan untuk

memberikan pelajaran yang sudah diambilnya dari konflik tersebut.

Menurut Holsti, sebuah konsepsi peranan juga dapat dijelaskan dengan

memakai beberapa variabel kondisi tertentu seperti sikap dan pendapat

masyarakat, kebutuhan ekonomi, identifikasi diri terhadap kawasan,

komposisi etnis dan lain sebagainya30 Untuk itu dalam menjelaskan peran Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya, selain melihat dari

peranannya sebagai mediator integrator, penulis juga melihat dari berbagai

sumber yang dicantumkan oleh Holsti yang akan dibagi menjadi aspek

internal (mencakup kebutuhan domestik, sikap masyarakat, dan

identifikasi diri terhadap kawasan) serta aspek eksternal yang dapat

digambarkan sebagai respon atas apa yang terjadi di lingkungan eksternal

Indonesia.31

Berangkat dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun

kerangka pemikiran di atas, penelitian ini akan menggunakan metode

penelitian content analysis dengan deskriptif. Metode penelitian Analisis

isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan

mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media

massa. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang memelopori

teknik symbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara

1.7 Metode Penelitian

30 KJ Holsti. Hal 463 & 465 31

(34)

sistematis, kemudian diberi interpretasi. Analisis isi dapat digunakan untuk

menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik surat kabar, berita radio,

iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain. Hampir

semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan analisis isi sebagai

teknik/metode penelitian32 Metode penelitian deskriptif merupakan suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah pada masa sekarang

berdasarkan fakta data-data yang ada. Penelitian deskriptif dapat pula

diartikan sebagai penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan

suatu fenomena individual, situasi, atau kelompok tertentu yang terjadi

secara kekinian. Tujuan dasar penelitian deskriptif adalah mendeskripsikan

seperangkat peristiwa atau kondisi populasi saat ini33

1. Jenis Penelitian

.

Sebagaimana yang dinyatakan oelh Conny R. Semiawan, bahwa

peneletian yang tujuannya untuk memberikan gambaran tentang suatu

masalah, gejala, fakta, peristiwa, dan realita secara luas dan mendalam

sehingga diperoleh suatu pemahaman baru, maka metode kualitatif akan

lebih tepat digunakan. Hal lain yang menentukan jenis penilitian adalaj

data yang hendak diambil. Metode kualitatif akan mengguanakan data

yang diambila melalui wawancara, dan dokumen-dokumen yang tersedia.

Dalam metode kualitatif peneliti sendiri adalah alat pengumpulan data

32

https://andreyuris.wordpress.com/2009/09/02/analisis-isi-content-analysis/

33

(35)

yang mengmpulkan datanya sendiri secara langsung. Pemeilihan dalam

patrisipan penelitian kualitatif juga didasarkan atas kredibilitas dan juga

kekayan informasi yang mereka miliki. Selain itu, keunggulan dari alat

penelitian alat kualitatif adalah bahwa alat penelitian dalam hal ini

peneliti, dapat berbicara dan berfikir. Maka berdasarkan tujuannya,

penelitian ini digolongkan sebagai penelitian kualitatif.

2. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, lokasi yang menjadi sumber penelitian adalah

Kementrian Pertahanan, kota Jakarta.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam mendukung

pennelitian ini, maka peneliti melakukan tekhnik pengumpulan data

sebagai berikut :

a. Data Primer

Pengumpulan data primer ini dilakukan dengan wawancara dengan

pihak-pihak dalam lingkaran pengambil maupun pelaksana kebijakan

yang memilki kapabilitas terhadap masalah-masalah yang diteliti.

Tekhnik ini dilakukan dengan bertanya langsung kepada informan

ataupun narasumber yang dianggap relevan dalam memberikan

(36)

b. Data Sekunder

Disamping data primer, penulis juga akan melakukan kajian pustaka

(library research) dari berbagai literatur terkait. Adapun data sekunder

yang dibutuhkan adalah dokumen-dokumen dan laporan-laporan resmi

mengenai bentuk bantuan yang telah diberikan Pemerintah Indonesia

serta data mengenai proses berjalannya pemberian bantuan tersebut.

Data sekunder juga akan diperoleh melalui studi pustaka berupa buku

mengenai hubungan internasional, karya ilmiah dan jurnal-jurnal baik

nasional maupun internasional, surat kabar maupun website resmi

terkait implementasi bantuan dan kebijakan pemerintah, serta

dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan permasalahan yang

diteliti.

4. Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan dalam menganalisa data dalam

penelitian ini adalah teknik data analisis kualitatif. Dalam hal ini,

analisis data kualitatif dilakukan dalam tiga langkah : (1) Reduksi data

(2) Penyajian data (3) Pengambilan kesimpulan.

Reduksi data merujuk kepada proses pemilihan data, memfokuskan data,

penyederhanaan dan peringkasan data, atau mentransformasikan data yang

muncul dalam catatan lapangan, transkip interview, dokumen-dokumen

(37)

penelitian dan proses seleksi data yang dibutuhkan atau relevan dalam

penelitian ini. Pada tahap ini data yang didapat kemudian diolah menjadi

teks naratif yang tersusun secara sistematis kedalam bagian-bagian

penting. Bagian-bagian tersebut disesuaikan dengan masalah-masalah

yang menjadi fokus pada penelitian ini. Kemudian, pengambilan

kesimpulan dan verifikasi dilakukan dengan melanjutkan analisa dari

reduksi data dan penyajian data. Pada tahap ini, data disimpulkan masih

berpeluang untuk menerima masukan. Setelah hasil penelitian diuji

kebenarannya maka peniliti dapat menarik kesimpulan berbentuk

desksripsi

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan penjabaran rencana penelitian

untuk menjadikan penyusunan skripsi ini lebih terarah. Agar mendapatkan

gambaran yang jelas dan terperinci, peneliti membagi penyusunan skripsi

ini ke dalam empat bab. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab satu terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,

batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka

(38)

BAB II : SEJARAH SINGKAT DAN PERKEMBANGAN KONFLIK ROHINGYA

Dalam bab ini penulis akan menjabarkan dan menjelaskan secara

keseluruhan dan terperinci tentang konflik etnis yang kerap terjadi bagi

rakyat Rohingya di Myanmar.

BAB III : ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA TERHADAP KONFLIK ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR

Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai analisis

implementasi sikap Indonesia terhadap konflik etnis yang telah lama

berkembang di Myanmar.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan dan

saran yang diperoleh dari hasil analisa data pada bab-bab sebelumnya,

Referensi

Dokumen terkait

Saran untuk penelitian selanjutnya dapat mengganti metode SIFT dalam mendapatkan fitur dari sebuah citra, sehingga diha- rapkan dapat melengkapi Singular Value Decomposition

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang bertujuan mengetahui efek dan menentukan dosis ekstrak etanol daun sendok terhadap penurunan kadar darah pada tikus

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang memiliki prinsip non-diskriminasi sehingga undang-undang tersebut tidak membedakan antara anak

Setiap kata dalam keterangan tabel menggunakan huruf kapital, kecuali untuk kata-kata pendek seperti yang tercantum pada bagian III-B.. Keterangan angka tabel

KAJIAN STRUKTUR, NILAI MORAL, DAN REPRESENTASI BUDAYA JAMBI PADA KUMPULAN CERPEN NEGERI CINTA BATANGHARI SERTA PEMANFAATAN CERPEN SEBAGAI MODUL SISWA SMP..

Hal ini dikarenakan oleh banyaknya anggota kelompok dukungan ter- sebut, dukungan emosi yang diberikan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan baik dari segi waktu

73 ditemukan 1 (satu) sachet Kristal bening shabu yang mana ditemukan pada tangan kanan Anak dan pada saat diintrogasi mengenai kepemilikan barang tersebut Anak

Dengan demikian, intensi berwirausaha merupakan keinginan atau niat di dalam diri yang terdiri dari keyakinan pada perilaku, norma dan kontrol perilaku untuk melakukan