• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembinaan dan pengembangan Peserta Didik (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pembinaan dan pengembangan Peserta Didik (1)"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

I RF A N SETI AW A N, S

.

I P, M .S i

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN

PESERTA DIDIK

PADA

(2)
(3)

DAFTAR ISI

PENGANTAR

BAB I BOARDING SCHOOL 1

A. Peserta didik 6

B. Kegiatan pendidikan 9

C. Fasilitas asrama 10

BAB II MODEL DAN BUDAYA LEMBAGA

PENDIDIKAN BERASRAMA 17

A. Model Lembaga Pendidikan Berasrama 17

B. Budaya Lembaga Pendidikan Berasrama 22

C. Pengaruh Buruk Efek Globalisasi Terhadap

Sekolah Berasrama 26

BAB III METODE PEMBINAAN DAN

PEMBIMBINGAN PESERTA DIDIK 35

A. Konsep Pengasuhan 37

B. Metode Pengasuhan 49

C. Materi Pembinaan Karakter di Lingkungan

Asrama. 54

D. Hak dan Kewajiban Peserta Didik 57

E. Pengasuh 74

BAB IV EVALUASI 78

A. Evaluasi Peserta Didik 78

B. Pelaksanaan Evaluasi 86

BAB V HAMBATAN DAN TANTANGAN

INSTITUSI PENDIDIKAN BERASRAMA 93

A. Hambatan 93

B. Tantangan Institusi pendidikan Berasrama 95

(4)

PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan uku ya g erjudul Pembinaan

dan pengembangan Peserta Didik Pada Institusi Pendidikan Berasrama”.

Penyusunan buku ini dimaksudkan untuk menambah kaedah pembinaan dan pembimbingan peserta didik pada

institusi dengan model Boarding School, sehingga diharapkan

dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengelola

dan Pelaksana institusi serta memberikan pemahaman kepada

masyarakat mengenai Boarding School. Buku ini pula tersusun

berdasarkan pengetahuan dan pengalaman penulis sebagai pengasuh dan pembina pengasuhan di lingkungan Institut Pemerintahan Dalam Negeri.

Dalam buku ini mendeskripsikan metode pembinaan dan pengelolaan institusi pendidikan berasrama yang banyak mengambil contoh pada Institusi pesantren, Institusi pendidikan kedinasan dan Institusi pendidikan umum. Pokok-pokok pembahasan buku ini terdiri dari 5 bab yang akan membahas secara mendasar yaitu: Bab 1 Konsep Boarding School khususnya di Indonesia; Bab 2 Model dan budaya lembaga pendidikan berasrama; Bab 3 Metode pembinaan dan pembimbingan peserta didik; Bab 4 Evaluasi; dan Bab 5 Hambatan dan tantangan institusi pendidikan berasrama.

(5)

seluruh kritik dan saran yang bersifat membangun guna pengembangan pengelolaan Institusi pendidikan berasrama.

Dalam kesempatan ini tim peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian buku ini. Semoga buku ini dapat menambah kaedah dalam pembinaan peserta didik untuk pembangunan karakter manusia Indonesia.

Jatinangor, Juli 2013 Penulis

(6)

BAB I BOARDING SCHOOL

Ada fenomena menarik dari dunia pendidikan yang telah diselenggarakan sejak dulu, baik itu di indonesia maupun di luar negeri. Menjadi suatu fenomena karena sampai saat ini tetap menarik perhatian para pelajar dan orangtua diberbagai tingkatan. Sebenarnya sejak dulu kita telah mengenal lembaga-institusi pendidikan yang mengharuskan pelajar, peserta didik atau mahasiswa didiknya untuk tinggal dan belajar di dalam area sekolah atau kampus. Kita telah mengenal sistem pendidikan tersebut dengan pola sekolah berasrama atau yang lebih sering didengar dengan istilah boarding school seperti di pondok pesantren, sekolah-sekolah gereja, sekolah pada lembaga-institusi pendidikan kedinasan.

(7)

Akmil, Akpol, Sekolah Tinggi Pelayaran, STKS, STT-Telkom dll).

Sampai saat ini peminat dari boarding school selalu bertambah, walaupun para peserta didiknya sudah dapat membayangkan kegiatan yang super padat di dalamnya. Mereka di bentuk untuk menguasai ilmu pengetahuan, teknologi serta nilai-nilai khusus yang di harapkan oleh institusi pendidikan. Hari-hari mereka akan bergelut dengan rekan sebaya, guru, dosen dan civitas dalam institusi pendidikan secara rutin mulai dari pagi hingga malam hari sampai esok paginya lagi.

(8)

Pendidikan di boarding school terkenal akan memiliki standar yang ketat pendidikan dan disiplin. Perilaku dan disiplin diri peserta didik yang baik diharapkan terlaksana dalam lingkungan pendidikan agar dapat berhasil dalam studi. Setiap boarding school memiliki berbagai standar disiplin dan metode penanganan perilaku bagi peserta didik, tetapi sebagian besar sekolah asrama memiliki standar yang sama.

Secara umum pada boarding school menerapkan polapendidikan bagi peserta didiknya sebagai berikut: 1. Penjadwalan

Boarding school memiliki penjadwalan yang ketat bagi peserta didik untuk diikuti. Para peserta didik memiliki waktu tetap untuk tidur, waktu tertentu untuk bangun, makan, belajar di kelas dan kegiatan ekstrakurikuler direncanakan setiap hari. Jadwal yang tepat berbeda antara institusi pendidikan, tetapi sebagian besar boarding school mengharuskan peserta didik untuk tetap mengikuti jadwal mereka dan menjaga kedisiplinan dalam jadwal.

2. Disiplin dalam tugas

(9)

pula memerlukan perbaikan khusus di kelas selama periode waktu, tergantung pada jenis institusi pendidikannya.

3. Aturan untuk perilaku yang tepat

Boarding school pada umumnya memiliki aturan perilaku yang tepat bagi peserta didik. Sebagai contoh, peserta didik diwajibkan untuk mengikuti jadwal pendidikan, menjaga kamar agar tetapbersih dan rapi, menjaga kebersihan diri, mengenakan seragam standar sekolah, hindari perkelahian, gunakan bahasa yang sesuai tanpa memaki dan menjaga tangan dari barang-barang milik peserta didik lain serta hubungan antara senior junior. Aturan bervariasi tergantung pada institusi pendidikan, tetapi beberapa standar seperti menjaga kebersihan dan kerapihan kamar atau menjaga kebersihan diri yang baik adalah aturan yang berlaku umum di beberapa institusi pendidikan. 4. Sanksi bagi yang kelakuan buruk

(10)

pendidikan memiliki aturan tingkatan sanksi mulai dari yang ringan, sedang sampai dengan sanksi berat.

Boarding school merupakan lembaga yang memiliki tugas sosialisasi nilai dan norma yang hidup dalam masyarakat. Dalam boarding school, terdapat berbagai kegiatan dimana seseorang dibawa menuju pada pemahaman budaya lingkungannya. Budaya masyarakat memiliki seperangkat nilai dan norma untuk dijalankan dan ditaati oleh warganya, dan institusi pendidikan merupakan tempat yang menjadi pusat promosi budaya nasional. Promosi budaya nasional dapat terlihat pada institusi pendidikan berasrama yang bertaraf regional dan nasional. Institusi pendidikan berasrama telah menjadi tempat interaksi budaya secara nasional, baik dari aceh sampai papua. Setiap individu akan menginteraksikan budaya lokalnya sehingga menjadi budaya secara nasional.

(11)

Boarding school yang bertaraf nasional seperti lembaga pendidikan kedinasan telah melakukan proses asimilasi dan transmisi kultural, teknik dan pengetahuan dari berbagai daerah di indonesia. Para peserta didik datang dari berbagai daerah membawa budaya baik etika maupun tingkah laku bercampur jadi satu dengan etika dan kebiasaan yang diterapkan dalam aturan yang berlaku dalam institusi pendidikan. Institusi pendidikan berasrama sebagai suatu masyarakat yang memiliki kebiasaan dan aturan bersama yang mengikat seluruh civitasnya. Peserta didik mengerti jam berapa harus makan, jam berapa harus ke kelas, mengetahui apa yang harus dilakukan bila terlambat. Seragam apa yang harus dikenakan pada siang ini dan malam harinya, dan berbagai kebiasaan lainnya yang unik dan agak berbeda-beda sesuai dengan institusi pendidikannya.

(12)

kebiasaan dan hubungan diantara civitasnya. Budaya sekolah ini merupakan seluruh pengalaman psikologis para peserta didik baik yang bersifat sosial, emosional, maupun intelektual yang diserap oleh mereka selama berada dalam lingkungan sekolah (Muhaimin 2009:308).

Institusi Pendidikan yang memiliki budaya yang mampu mengakomodir keinginan dan kebutuhan peserta didik dalam bentuk sarana dan prasarana maupun interaksi pendidik-peserta didik akan menghasilkan lulusan yang baik dan begitupun sebaliknya. Budaya yang merupakan hasil asimilasi dan transmisi diantara civitas tersebut menjadi landasan yang sangat penting bagaimana lulusan yang akan dibentuk. Bila positif maka akan tercermin pada prestasi, karakter, sikap dan perilaku lulusannya.

A. Peserta didik

(13)

Peserta didik merupakan salah satu komponen dalam sistem pendidikan yang diproses hingga menjadi manusia berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional (Oemar Hamalik, 1995;7). Sehingga sebagai komponen dalam dunia pendidikan, peserta didik dapat dikaji melalui pendekatan edukatif sosial, dan psikologis.

Pendekatan edukatif menurut Oemar Hamalik (1995;8) bahwa peserta didik ditempatkan sebagai unsur penting yang memiliki hak dan kewajiban dalam rangka sistem pendidikan menyeluruh dan terpadu. Sebagai unsur penting karena proses belajar mengajar takkan berjalan tanpa adanya peserta didik, sehingga memiliki hak untuk memperoleh pendidikan, menggunakan sarana dan prasarana sekolah yang disediakan. Kewajibannya, peserta didik wajib mengikuti aturan yang berlaku dilingkungan lembaga pendidikannya. Baik itu peraturan dalam proses pendidikan maupun peraturan terhadap penggunaan sarana dan prasarana pendidikan.

(14)

proses pembelajaran dan pengalaman langsung di lingkungan sekolah (Oemar Hamalik, 1995; 7).

Kemudian melalui pendekatan psikologis, peserta didik dikaji sebagai suatu organisme yang sedang tumbuh dan berkembang. Setiap peserta didik memiliki potensi manusia, seperti bakat, minat, sosial-emosional-personal, dan kemampuan jasmaniah. Potensi-potensi tersebut perlu dikembangkan, salah satunya melalui proses pendidikan dan belajar-mengajar sehingga terjadi perkembangan secara menyeluruh menjadi manusia seluruhnya. Proses perkembangannya terlihat pada perubahan kualitas dan abilitas dalam diri seseorang, seperti adanya perubahan dalam struktur, kapasitas, fungsi, dan efesiensi.

Peserta didik pada lembaga pendidikan yang menerapkan boarding school wajib mengikuti aturan yang berlaku dalam proses pendidikan. Aturan kadang mengekang hak-hak tertentu dari peserta didik. Bentuk-bentuk pembatasan hak-hak peserta didik sebagai berikut: 1. Pembatasan menggunakan alat komunikasi

(15)

kamera, pengaturan ini bertujuan untuk mengurangi efek samping penggunaan foto atau video yang tidak pantas.

2. Pembatasan hak bersosialisasi

Dalam hal ini intitusi pendidikan yang membatasi peserta didik untuk bersosialisasi dengan lingkungan luar. Beberapa lembaga pendidikan seperti pesantren, didirikan pada lokasi terpencil yang jauh dari kepadatan pemukiman penduduk. Ada pula lembaga pendidikan membangun tembok pembatas yang tinggi untuk membatasi dunia luar terhadap peserta didiknya.

3. Pembatasan menerima informasi

Penyaringan informasi yang keluar dan masuk penting dilakukan oleh lembaga pendidikan yang ingin membentuk karakter peserta didiknya. Pemberian akses informasi yang bebas kepada peserta didik merupakan hal yang kurang tepat karena dapat memberikan efek negatif pada peserta didik terutama yang berada pada sistem boarding school. Tidak semua informasi yang dapat dipastikan kebenarannya dan dapat berguna bagi peserta didik, apalagi bila informasi tersebut berasal dari internet. Bahkan beberapa lembaga pendidikan lainnya melarang peserta didiknya untuk mengakses facebook, twitter, yahoo mesengger dan sejenisnya serta beberapa pesantren melarang santrinya menggunakan internet.

(16)

Beberapa lembaga pendidikan yang menggunakan sistem boarding school mengatur cara penyempaian pendapat kepada pimpinan, tenaga pendidik bahkan kepada senior/kakak kelas. Penyampaian pendapat peserta didik disampaikan melalui organisasi mahasiswa, seperti osis, senat mahasiswa dll. Tak dapat dibayangkan bagaimana bila peserta didik dalam asrama yang jumlahnya ratusan atau ribuan menyampaikan pendapat yang masing-masing berbeda satu sama lain.

B. Kegiatan pendidikan

Proses pendidikan pada institusi pendidikan regular umumnya hanya terkonsentrasi pada kegiatan akademis namun kurang menyentuh aspek peningkatan keterampian dan pembentukan karakter peserta didik. Hal ini disebabkan keterbatasan waktu dalam program pendidikan pada institusi pendidikan regular. Sementara pada institusi pendidikan berasrama merancang program pendidikan yang komprehensif, sehingga proses pembelajaran tidak hanya sampai pada tataran teoritis, tapi juga implementasinya serta pembentukan watak dan prilaku.

(17)

kegiatan pendidikan berlangsung 24 jam, mulai dari bangun pagi sampai tidur malam kemudian bangun pagi lagi.

Seperti IPDN contohnya, pada segi peningkatan mutu akademik peserta didik, proses belajar diampuh oleh dosen fungsional, proses pendidikan keahliannya ditangani oleh para praktisi sesuai mata pelatihan, dan proses pengembangan karakter dilakukan oleh pengasuh/instruktur asrama yang selain bertugas untuk memberikan materi-materi pengembangan kepribadian juga bertugas menggantikan fungsi dan peran orangtua peserta didik.

Keseimbangan proses pendidikan ini, dilaksanakan terpadu dalam rangka pembekalan pengetahuan, keterampilan dan sikap prilaku peserta didik. Keterpaduan tersebut diharapkan menghasilkan kompetensi peserta didik yang didukung hard skill dan soft skill. Sebab ini sangat penting dalam pembentukan peserta didik yang mampu bersaing dan beretika pada dunia kerja.

C. Fasilitas asrama

Pada Institusi pendidikan kedinasan yang menerapkan sistem boarding school biasanya dilengkapi fasilitas kegiatan pembelajaran, penunjang asrama dan fasilitas kegiatan ekstrakurikuler. Sementara pada institusi pesantren ada yang dilengkapi berbagai fasilitas dan ada yang mempunyai fasilitas yang seadanya.

(18)

a. Ruang kuliah/belajar;

b. Kamar tidur, yang lengkap beserta tempat tidur, lemari pakaian dan meja belajar (lemari pakaian dan meja belajar bisa dipadukan);

c. Fasilitas olahraga, minimal terdapat lapangan tempat berolahraga;

d. Fasilitas makan dan minum (air minum dapat diakses dan diminum kapan saja);

Fasilitas yang lengkap tentunya dapat menunjang kenyamanan peserta didik pada setiap kegiatan pendidikan di dalam asrama. Ruang kelas yang baik biasanya memiliki daya tampung yang sesuai dengan luas ruangan dan jumlah peserta didik. Tidak harus memakai AC, yang penting memiliki sirkulasi udara yang baik dan nyaman. Memiliki perangkat penunjang pembelajaran seperti smart board, infokus dan lainnya, serta memiliki akses internet yang terbatas (yang membatasi akses situs porno, situs game, situs fb, twitter dll).

Sementara fasilitas penunjang asrama dilengkapi dengan laboratorium, perpustakaan, klinik, ruang aula, tempat ibadah, taman, laundry, ruang makan, dapur, kantin/koperasi, barak/wisma dll. Khusus untuk wisma yang baik, selain adanya tempat tidur dilengkapi dengan tempat pakaian, ruang belajar, toilet bila perlu ruang teras dilengkapi CCTV.

(19)

fasilitas kesenian, fasilitas untuk senat mahasiswa. Fasilitas untuk kegiatan ekstrakurikuler berguna sebagai media penyaluran minat dan bakat serta aspirasi peserta didik. Dengan adanya fasilitas tersebut, dapat membantu menghilangkan kejenuhan dan kebosanan serta homesick peserta didik.

Berikut ini penulis menguraikan beberapa contoh fasilitas asrama pada beberapa institusi perguruan tinggi di Indonesia sebagai berikut:

1. Asrama Tingkat Persiapan Bersama di Institut Pertanian Bogor, fasilitas asramanya terdiri dari : a. Fasilitas Gedung

Asrama TPB IPB memiliki dua lokasi, yaitu : Asrama Putri dan Asrama Putra, Asrama Putri terdiri dari empat Gedung, Asrama Putra terdiri dari tiga Gedung, Fasilitas Gedung dilengkapi dengan TV, ruang bersama, mushola, halaman tempat jemuran, kamar mandi, tempat mencuci pakaian, dll. Setiap gedung memiliki 10 lorong. Masing-masing lorong teridiri dari 13-14 kamar. Fasilitas Lorong disediakan alat setrika, pemanas air/Dispenser, dll.

(20)

b. Fasilitas Kamar

Kamar Asrama dihuni oleh 4 orang mahasiswa yang dilengkapi dengan fasilitas tempat tidur susun, meja belajar, lampu belajar, rak handuk, lemari pakaian, gantungan pakaian.

http://asramatpb.ipb.ac.id

c. Fasilitas Penunjang

(21)

http://asramatpb.ipb.ac.id

2. Fasilitas Asrama di Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al hakim Surabaya terdiri dari:

a. Ruang Kuliah yang representatif di lengkapi LCD Projector

b. La oratoriu ko puter, ahasa & da’ ah

c. Perpustakaan dengan koleksi buku yang mendukung

d. Sarana olahraga & kegiatan kemahasiswaan e. Asrama Mahasiswa

f. Auditorium

g. Dapur dan Ruang Makan

h. Masjid yang menampung 5000

jamaah

3. Fasilitas Asrama di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Masyarakat terdiri dari :

a. Ruang Kuliah b. Ruang Ujian

(22)

d. Laboratorium Bahasa e. Laboratorium Komputer f. Perpustakaan

g. Sarana Olahraga h. Sarana Kesenian i. Sarana Ibadah j. Poliklinik

k. Asrama putra dan putri (bagi mahasiswa tugas belajar)

l. Gedung Serba Guna m. Book Store

n. Kantin

o. Free Hot Spot Internet

4. Fasilitas Asrama di Institut Pemerintahan Dalam Negeri di Jatinangor terdiri dari :

a. Fasilitas Gedung

(23)

www.ipdn.ac.id

b. Fasilitas Kamar

Kamar Asrama dilengkapi dengan fasilitas tempat tidur, meja belajar, rak handuk, lemari pakaian. c. Fasilitas Penunjang

(24)

Foto: tempat makan praja (Menza)

5. Fasilitas asrama pada Akademi Ilmu Kemasyarakatan terdiri dari:

a. Fasilitas Gedung Asrama

Asrama pendidikan putra dilengkapi dengan fasilitas ruang tamu asrama, TV, kamar tidur, Taman, ruang lobby, kamar mandi dan wc

(25)

b. Fasilitas Kamar

Kamar Asrama dilengkapi dengan fasilitas tempat tidur, meja belajar, rak handuk, lemari pakaian, tempat jemuran.

Sumber: www.akip.ac.id

c. Fasilitas Penunjang

(26)

BAB II

MODEL DAN BUDAYA INSTITUSI PENDIDIKAN BERASRAMA

Dalam satu dekade terakhir terdapat perkembangan dalam bidang pendidikan khususnya terkait berdirinya sekolah-sekolah berasrama, baik dengan mengusung kurikulum tambahan seperti yang berbasis keagamaan dan yang berbasis nasionalisme maupun yang non kurikulum tambahan. Hal ini tidak terlepas dari kesadaran orangtua ataupun peserta didik itu sendiri untuk sekolah ataupun kuliah pada institusi pendidikan berasrama yang cukup meningkat.

Keresahan para orangtua terhadap maraknya peredaran narkoba, pergaulan remaja, dan keamanan membuat mereka berpikir untuk menyekolahkan dan atau mengkuliahkan anaknya di institusi pendidikan berasrama. Sebagian lagi orangtua memilih institusi pendidikan berasrama karena menginginkan anaknya memiliki bekal pendidikan keagamaan ataupun perilaku disiplin. Lainnya dikarenakan kesadaran orang tua bersama peserta didik itu sendiri yang menginginkan masa depan yang lebih pasti sehingga menyekolahkan anaknya pada insttitusi pendidikan kedinasan yang pada umumnya berasrama.

A. Model Institusi Pendidikan Berasrama

(27)

mengetahui bentuk dan model asrama yang hendak dipilih. Ada berbagai bentuk dan model kehidupan asrama yang berbeda-beda pada institusi pendidikan. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:

1. Berdasarkan cara bermukim peserta didik

a) Seluruh peserta didik tinggal di asrama selama proses pendidikan

Pada model ini, peserta didik akan tinggal di asrama selama proses pendidikan sesuai dengan peraturan pendidikan yang diterapkan. Peserta didik dapat kembali pulang ke rumah masing-masing ketika proses pendidikan selesai dan atau ketika mereka telah yudicium kenaikan tingkat. Ketika kembali ke kampung halaman atau rumah masing-masing, peserta didik tetap mengikuti peraturan pendidikan seperti tetap mengenakan pakaian dinas, tetap mengikuti aturan kehidupan peserta didik seperti ketika mereka berada di dalam lembaga pendidikan.

(28)

diwajibkan untuk mengikuti peraturan kehidupan yang berlaku dalam asrama.

c) Hanya sebagian peserta didik yang tinggal di asrama dan kapan saja dapat pulang kerumah Pada model ini, peserta didik diberikan kebebasan untuk memilih tinggal di asrama atau tetap berada dirumah/kost atau menginap di luar asrama. Peserta didik yang berada di asrama tetap mengikuti peraturan kehidupan peserta didik yang berlaku, namun peraturan tersebut tidak terlalu ketat seperti kedua model di atas. 2. Berdasarkan jenis peserta didik

a) Boarding school untuk murid SD, SMP dan SMA yang berkelanjutan (pesantren)

b) Boarding school untuk murid SMA (pesantren, SMK, SMA)

c) Boarding school untuk tingkat mahasiswa (IPDN, Akmil, UMJ, President University dll)

3. Berdasarkan sistem kurikulum

a) Boarding school yang kurikulumnya mengacu pada agama tertentu

(29)

b) Boarding school yang kurikulumnya mengacu nasionalisme, biasanya berbentuk sistem militerisme atau semi militerisme.

Model institusi pendidikan seperti ini banyak dipakai pada lembaga pendidikan kedinasan. Peserta didik menjalani proses pendidikan dengan kurikulum yang sesuai kebutuhan institusinya, namun ditambah dengan kurikulum dan peraturan pendidikan khusus yang mengadopsi kedisiplinan militer

c) Boarding school yang kurikulumnya mengacu pada penanganan anak bermasalah

Institusi pendidikan pada model ini, hanya melaksanakan kurikulum untuk penanganan anak-anak yang bermasalah seperti narkoba, perkelahian dsb, namun tidak mengadakan format pendidikan umum. Peserta didiknya juga berasal dari tingkatan umur remaja yang berbeda-beda.

(30)

Suasana asrama dengan beragam sifat, budaya dan prilaku tiap individu peserta didik sangat memberikan andil dalam pembentukan budaya baru dalam asrama. Institusi asrama tingkat lokal saja biasanya sudah dipenuhi oleh peserta didik yang berlainan bahasa, dialek serta sukunya, apalagi bila institusi yang bertaraf nasional. Bisa dibayangkan dalam satu kamar yang diisi oleh peserta didik dari suku batak, jawa, bugis, betawi, sunda. Tentunya perlu kemampuan penyesuaian diri yang baik.

Kehidupan di asrama serupa dengan kehidupan dalam lingkungan keluarga namun lebih terstruktur. Di asrama ada bapak/ibu sebagai pengganti orangtua, ada peraturan-peraturan secara tertulis maupun tidak tertulis, dan seperangkat fasilitas yang menyerupai fasilitas dalam kehidupan keluarga di rumah. Karena merupakan lingkungan yang menyerupai lingkungan keluarga namun lebih formal, maka kehidupan di asrama peserta didik dapat dikondisikan untuk membentuk sikap dan kepribadian penghuninya.

(31)

Tabel 2.1

Perbedaan sekolah formal dengan boarding school No. Kriteria Institusi Pendidikan

Formal Asrama 2. Kurikulum Kurikulum

standar Nasional

Kurikulum standar Nasional, dan kurikulum tambahan/ soft skill khas boarding school

4. Fasilitas Standar sekolah umum

(32)

Hal di atas terlihat perbedaan yang mencolok antara institusi pendidikan formal dan institusi pendidikan berasrama. Institusi pendidikan berasrama lebih mengembangkan pendidikan berkarakter yang memadukan pengetahuan serta keterampilan (hard skill) dan pengembangan keterampilan mengelola diri dan orang lain (soft skill).

Secara umum para pakar pendidikan sepakat mengenai pentingnya pendidikan karakter, walaupun terdapat beberapa perbedaan tentang model pendidikan dan pendekatan yang dilakukan. Sebagian berpendapat bahwa sebaiknya dilakukan dengan pendekatan pendidikan moral seperti pendekatan perkembangan kognitif, pendekatan analisis nilai dan pendekatan klarifikasi nilai, sementara lainnya menyarankan penggunaan pendekatan tradisional seperti penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam peserta didik.

B. Budaya Institusi Pendidikan Berasrama

Setiap institusi pendidikan mempunyai budaya yang membentuk prilaku peserta didiknya. Hal senada juga ditegaskan Williard Waller (1932) yang mengatakan

ah a e ery s hool has a culture of its own, with aset of

ritual and folkways and a moralkodethat shapes behavior

a d relatio ship Maila Dinia dkk, 2012). Institusi

(33)

bersama. Pencapaian tujuan ini dilakukan dengan saling berhubungan antara satu dengan lainnya yang menggunakan cara-cara yang kemudian menjadi budaya.

Aspek tersebut meliputi pengelola SDM, pengelola kegiatan akademik, pengelola pengasuhan, pengelola sarana prasarana, kurikulum, peraturan pendidikan, pengelola pembiayaan, dan budaya institusi yang akan dikembangkan. Lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut: a) Pengelola SDM menjamin ketersediaan tenaga

pengajar, tenaga pelatih dan tenaga pengasuh pada setiap kegiatan pendidikan. Pengelola SDM harus mampu menyeleksi, mengatur, menempatkan, dan mengevaluasi SDM untuk mendidik para peserta didik. Sehingga para pendidik yang melaksanakan kegiatan pengajaran, pelatihan dan pengasuhan dapat dijamin kualitasnya.

b) Aspek pengelola kegiatan akademik menjamin kelancaran proses belajar mengajar dan praktek keterampilan. Pengelola kegiatan akademik harus mampu mengatur mata kuliah dan mata pelatihan serta bagaimana proses tersebut dapat menghasilkan peserta didik yang berkualitas secara akademik. c) Pengelola pengasuhan

(34)

peserta didik akan istirahat serta menanamkan nilai-nilai kepribadian yang dikembangkan melalui proses edukatif dan pembiasaan-pembiasaan.

d) Pengelola sarana prasarana

Pengelola sarana prasarana menjamin ketersediaan fasilitas pendukung kegiatan pendidikan. Lembaga pendidikan berasrama yang memiliki fasilitas yang lengkap tentunya dapat menunjang keberhasilan proses pendidikan peserta didik. Lembaga pendidikan berasrama yang baik biasanya mengelola tersendiri unsur yang penting dan dapat membantu menekan pembiayaan pendidikan. Misalnya mengadakan secara swakelola makanan peserta didik. Sebagian bahan-bahan makanan (lauk pauk, sayuran dan buah) disiapkan dari sarana perkebunan dan peternakan di area lingkungan lembaga pendidikan. Mengelola air bersih untuk peserta didik dari sumber mata air atau sungai yang berlokasi dekat dengan lingkungan asrama. Hal ini terlihat dari banyaknya lembaga pendidikan berasrama yang berlokasi dengan sungai atau mata air.

e) Kurikulum

(35)

f) Peraturan Pendidikan

Peraturan pendidikan diadakan sebagai dasar pelaksanaan pendidikan. Peraturan pendidikan tidak hanya menyangkut masalah pelaksanaan kurikulum, namun secara menyeluruh termasuk managemen pengelolaan dan pengaturan kehidupan peserta didik. Peraturan pendidikan terhadap pengaturan kehidupan peserta didik sebaiknya diformulasikan secara mendetail, karena dapat saja nantinya berhubungan dengan kasus hukum diantara peserta didik, maupun lembaga pendidikan dengan peserta didik.

g) Pengelola pembiayaan

Sebesar apapun lembaga pendidikannya bila pengelolaan pembiayaan tidak diatur secara baik pastinya akan berpengaruh negatif bagi kegiatan pendidikan. Pengelolaan pembiayaan pada lembaga pendidikan berasrama pastinya banyak terbebani pada masalah pembiayaan kehidupan peserta didik yang diluar kegiatan akademik namun harus diberikan perhatian khusus, seperti makan, air, dan listrik.

h) Budaya institusi yang akan dikembangkan

(36)

dibentuk pada peserta didik di institusi pendidikan berasrama berupa Iman dan Ketaqwaan, Kepedulian, Etika, Kualitas, Kepemimpinan, serta Kedisiplinan.

Institusi pendidikan berasrama menghasilkan praktek budaya dan nilai-nilai yang merupakan refleksi norma yang ada dan hidup dimasyarakat. Budaya sekolah yang baik dapat berbentuk norma-norma, nilai-nilai, simbol dan cerita yang menberikan pengaruh positif dalam kegiatan pembelajaran.

Budaya pendidikan yang dibentuk oleh kegiatan pengkondisian dalam segenap aspek kehidupan dalam asrama merujuk pada suatu tindakan dimana para peserta didik diminta untuk mengikuti suatu peristiwa yang secara terprogram, teratur dan kadang berulang-ulang. Terprogram dimaksudkan agar peristiwa atau kegiatan tersebut dapat menjamin tujuan lembaga pendidikan. Sementara dilakukan secara berulang-ulang agar peserta didik nantinya melakukan peristiwa karena sudah terbiasa.

Contohnya, peserta didik diperintahkan untuk tidak menginjak rumput atau melintas (memotong jalan) di taman menuju asrama atau gedung lainnya dengan peraturan akan diberikan sanksi dan diharapkan untuk berjalan menuju asrama, gedung kuliah atau gedung lainnya. Pengkondisian ini bertujuan agar para peserta didik dilatih secara tidak sadar untuk berprilaku mengikuti

proses ya g harus dite puh, uka hasil yang dapat

(37)

olahraga dan sholat, pengkondisian pelaksanaan makan teratur dan menggunakan sendok dan garpu, pengkondisian dengan uji kesigapan, saling menghormati sesama peserta didik, pengucapan salam ketika bertemu dan lainnya.

Pengkondisian yang terprogram, teratur dan berulang-ulang ini diharapkan menjadi budaya dalam lingkungan asrama sehingga secara tidak sadar dapat membentuk perilaku yang baik bagi peserta didik. Pengkondisian tersebut juga diupayakan untuk dapat mengekang budaya negatif dari luar yang dapat mempengaruhi peserta didik sehingga berperilaku negatif.

C. Pengaruh Buruk Efek Globalisasi Terhadap Sekolah Berasrama

Perkembangan budaya negatif baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang sangat pesat membawa tantangan serius bagi dunia pendidikan berasrama. Efek globalisasi yang menyebabkan liberalisme moral, etika prilaku dan paham pemikiran yang merubah norma dan kebiasaan baik yang selama ini kita junjung tinggi. Tradisionalisme dan konservatisme malah menjadi hal yang tabu dan memalukan untuk dilakukan. Berbagai tantangan dari efek negatif globalisasi harus dapat diantisipasi oleh berbagai lembaga pendidikan.

(38)

kekuatan untuk membendung gelombang perubahan yang terjadi begitu cepat.

Perubahan itu mutlak terjadi, namun tergantung perubahan kemana kita pilih. Beberapa lembaga pendidikan publik lemah dalam mengantisipasi dan menolak efek globalisasi dalam dunia asrama. Lembaga pendidikan tersebut terjebak dalam birokratik yang mengatasnamakan hak asasi manusia dan kebebasan berpikir. Sementara lembaga pendidikan private seperti pesantren, dan sekolah pastori masih dapat mempertahankan tradisionalisme dan konsevatisme dalam pendidikan berasrama.

Berbagai efek globalisasi yang susah dibendung dalam sekolah berasrama misalkan penggunaan Handphone, Televisi, Internet, pergaulan bebas dan pornografi. Lembaga pendidikan berasrama idealnya melakukan pengaturan ketat penggunaan Handphone, televisi dan internet untuk membatasi efek negatif yang dapat ditimbulkan nantinya. Pengaturan ketat didasarkan bukan berarti melarang penggunaannya tapi diatur sedemikian rupa sehingga dapat menekan pengaruh negatif yang ditimbulkan.

1. Pengaruh Negatif Tayangan Televisi

(39)

dicerna dan dipilah dulu baru dapat ditonton bebas oleh segala usia.

Orang yang mempunyai dana yang berlebih, menambah fasilitas untuk program siaran televisi melalui parabola sehingga dapat mengakses pada stasiun televise di luar negeri. Sementara mereka tidak menyadari bagaimana dampak penggunaan televisi bila tidak diatur apa yang layan ditonton apa yang tidak layak.

Program siaran televisi yang isi tayangannya bersifat mendidik jumlahnya terbatas baik oleh televisi lokal maupun luar negeri. Kebanyakan program televisi bersifat hiburan yang banyak cenderung bersifat pornografi dan pornoaksi. Adapun yang bersifat berita, kadang hanya untuk menggiring pendapat pemirsa kepada pembenaran atau pembiasaan suatu keadaan/ kejadian. Penggiringan pendapat pada hal-hal yang selama ini dianggap tabu dapat berubah menjadi layak dan biasa dikalangan masyarakat.

(40)

Tentunya outcome dari kegiatan yang dilaksanakan tidak dapat mengena pada seluruh peserta didik.

Lain lagi jika peserta didik tersebut menonton tayangan televisi hingga larut malam, dampaknya akan berpengaruh pada keseriusan mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas. Peserta didik di kelas akan kurang konsentrasi pada pembelajaran, dan bias saja mereka tidur di kelas pada saat dosen/pendidik menyampaikan bahan ajar.

Tidak adanya pengaturan ketat mengenai kapan peserta didik diberikan waktu untuk menonton tayangan televisi dapat membuat peserta didik menjadi malas serta memberikan kesempatan dan godaan untuk tidak mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain itu juga dapat berpengaruh pada menurunnya kondisi kesehatan akibat kebiasaan begadang dengan menonton televisi.

Inilah dampak negatif tayangan televisi terhadap sikap perilaku dan kesehatan peserta didik. Sehigga idealnya institusi pendidikan berasrama menerapkan pengaturan ketat pada waktu penggunaan televisi.

2. Pengaruh Negatif Penggunaan Handphone

(41)

Handphone berguna untuk mengetahui keberadaan anak mereka, karena jarak rumah dengan sekolah berjauhan, selain itu juga untuk alas an keamanan kerena di kota-kota besar banyak terjadi penculikan.

Di institusi pendidikan berasrama, penggunaan handphone banyak diatur oleh pengelola pendidikan tersebut, ada yang membebaskan, ada yang melarang dan ada juga yang membolehkan namun dengan beberapa pengaturan yang ketat. Beberapa pengaturan yang ketat misalkan;

a. handphone yang boleh digunakan tidak menggunakan kamera;

b. handphone yang boleh digu aka ya g jadul ha ya untuk sms dan telpon, internet gak bisa);

c. handphone boleh digunakan, namun dengan bunyi beep atau getar;

d. handphone hanya dapat digunakan di kamar asrama, diruang kelas dan diruang kegiatan pembelajaran tidak dapat digunakan serta dibawa;

e. handphone dapat digunakan hanya pada waktu pesiar;

f. handphone hanya dapat di gunakan pada jam-jam tertentu.

(42)

Beberapa contoh efek negatif penggunaan handphone di dalam lingkungan asrama yaitu:

1) peserta didik dapat tergoda untuk menggunakan handphone sebagai alat untuk mencontek pada saat ujian sehingga membuat seseorang menjadi berprilaku culas/curang

2) peserta didik kadang bertelponan dengan pacar atau teman dekat berjam-jam sehingga telat istirahat malam sehingga dapat mengganggu kesehatan dan mengganggu jadwal kegiatan yang akan dihadapi esok harinya.

3) Handphone sering mempermudah peserta didik untuk memesan barang-barang atau jasa terlarang dari luar asrama untuk diselundupkan ke asrama. 4) Handphone dapat mengganggu konsentrasi peserta

didik sewaktu kegiatan pembelajaran, seperti berbunyi ketika mendengarkan kuliah, dan atau sedang dalam kegiatan luar kelas/pembentukan karakter, dsb.

(43)

Untuk itu perlunya ada pengaturan dalam penggunaan handphone dalam kehidupan asrama peserta didik. Institusi pendidikan dapat saja mengatur sesuai tingkat kedisiplinan yang berlaku dalam lingkungan asrama masing-masing, bahkan hal tersebut perlu diterapkan.

Kebutuhan komunikasi dengan dunia luar lingkungan perlu diatur agar tidak mengganggu kepentingan pendidikan. Bila dibebaskan begitu saja, sama saja bila mereka ngekost atau tidak berada dalam lingkungan asrama. Dan hal itu akan membuat kewalahan para pendidik atau mungkin saja pembiaran dari para pengelola asrama yang tentunya hasil pendidikan karakter tidak akan sesuai dengan yang diharapkan.

Kebutuhan komunikasi penting dari luar kampus memang tidak boleh dibatasi khususnya pada informasi bersifat pribadi, misalkan dari keluarga. Sehingga untuk menjaga komunikasi penting dari keluarga dapat tetap dipenuhi sementara program pemngaturan penggunaan handphone tetap terlaksana yaitu dengan mengatur waktu penggunaan handphone pada saat tidak ada kegiatan pendidikan atau jam istirahat (bukan waktu tidur malam). Segala informasi dari pihak keluarga selain pada jam tersebut dapat melalui piket atau Pembina yang melaksanakan tugas jaga.

(44)

umum tersebut juga baiknya yang dapat menerima telepon dari luar sehingga hubungan komunikasi dari luar ke dalam maupun dari dalam keluar asrama dapat berjalan lancar. Sehingga pihak pengelola institusi hanya menempatkan telepon umum tersebut sesuai kebutuhan (dilihat dari banyaknya jumlah peserta didik) serta jarak yang dekat dengan pengasuh dan peserta didik.

3. Pengaruh Negatif Internet

Internet merupakan alat komunikasi dan informasi yang sangat mutakhir dan banyak digemari masyarakat. Utamanya remaja saat ini yang semakin ingin tahu tentang teknologi modern dan untuk dapat bergaul dengan dunia luar.

Hal inilah yang dapat menimbulkan berbagai macam manfaat dan akibat yang akan diterima oleh para pengguna internet. Internet mempunyai manfaat (pengaruh positif) yang baik namun juga memiliki (pengaruh negatif) atau akibat yang buruk jika salah mempergunakannya.

Beberapa manfaat (pengaruh positif) dari internet yang dapat kita rasakan antara lain :

a) Dapat dengan mudah memperoleh informasi yang aktual dan jelas dalam waktu singkat.

b) Dapat dengan mudah bergaul atau berkenalan dengan orang lain untuk menambah relasi.

c) Dapat menggunakan berbagai macam hiburan, game dsb.

(45)

Bagi dunia pendidikan, internet sebagai media pembelajaran. Bermunculannya E-Book dan BSE semakin membuat peserta didik semakin merasa dimudahkan dalam dunia pendidikan. Tapi kita menyadari terdapat dampak negatif internet bagi pendidikan. Sebagian dari kita hanya memikirkan dampak positifnya saja sedangkan dampak negatifnya terkadang diabaikan, padahal dampak negatif bagi pendidikan masih menjadi momok dikalangan pendidik. Dampak negatifnya sebagai berikut :

a) Dengan kemampuan penyampaian informasi yang dimiliki internet, pornografi pun merajalela. Di internet terdapat gambar-gambar pornografi dan kekerasan yang bisa mengakibatkan dorongan kepada seseorang untuk bertindak kriminal.

b) Internet banyak menampilkan kekejaman dan kesadisan. Begitu pula dengan hal-hal yang bersifat tabu. Sehingga hal-hal tabu yang terlalu sering ditontong dapat merubah pandangan seseorang menjadi sesuatu yang layak.

c) Peserta didik akan merasa malas untuk mencari materi dibuku-buku pelajaran dan lebih memilih menggunakan google atau wikipedia sehingga akan muncul sifat yang menggampangkan segala tugas. d) Peserta didik lebih banyak membuat tugas dengan

(46)

e) Dampak lainnya adalah meluasnya perjudian. Para penjudi tidak perlu pergi ke tempat khusus untuk memenuhi keinginannya.

4. Pengaruh Negatif Tempat Kost

Kehidupan ditempat kost memang identik dengan kehidupan yang serba apa adanya Di sinilah kehidupan baru dimulai. Kehidupan yang mengharuskan seseorang untuk mandiri. Peserta didik yang mempunyai tempat kost diluar asrama biasanya merasa bebas dari kebisaan-kebiasaan yang dilakukan di dalam asrama, karena kehidupan di rumah dan asrama sangat berbeda dengan kehidupan yang harus dijalani ditempat kost.

Tempat kost bagi peserta didik biasanya digunakan untuk menyimpan barang-barang pribadi yang dilarang digunakan di dalam asrama. Kadang juga digunakan sebagai tempat istirahat ketika sedang pesiar atau libur bermalam dari asrama.

Di tempat kost, peserta didik biasanya beradaptasi dengan kehidupan baru yang bebas. Kehidupan dan pergaulan yang mereka hadapi tergantung dengan lingkungan yang berlaku di sekitar tempat kost. Bila kehidupan sekitar tempat kost relatif baik maka perilaku peserta didik dapat terjamin. Begitu pula sebaliknya, bila kehidupan dan pergaulan disekitar tempat kost buruk, maka dapat saja berpengaruh buruk pada perilaku peserta didik.

(47)

pekerja lainnya yang bukan peserta didik dapat berupa; sering dijadikan tempat perjudian, adanya kehidupan pemakai miras dan atau narkoba, serta adanya pergaulan bebas oleh anak kost lainnya,

Lingkungan kehidupan dan pergaulan yang buruk ini perlu dihindari oleh para peserta didik. Karena tanpa disadari peserta didik dapat terpengaruh untuk terlibat dalam kehidupan tersebut. Perjudian dan miras serta narkoba mungkin masih mendapat sorotan dari warga sekitar tempat kost, sehingga masih dapat terhindari, namun pergaulan bebas, nampaknya kini sudah kurang dianggap hal yang tabu dibeberapa tempat lingkungan kost di kota-kota besar.

Pergaulan bebas merupakan sudah menjadi rahasia umum di beberapa kota besar. Biasanya sesama penghuni kost saling memahami dengan penghuni kost lainnya yang hidup tanpa ikatan dengan wanita atau mahasiswi lainnya. Pengaruhnya sangat negatif bagi peserta didik, karena bila peserta didik terpengaruh, bukan tidak mungkin bila peserta didik menyimpan wanita yang bukan istrinya di tempat kost. Bahkan mungkin saja tempat kost tersebut menjadi tempat pertemuan untuk melakukan pergaulan bebas bersama peserta didik wanita diluar asrama.

(48)
(49)

BAB III

METODE PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN PESERTA DIDIK

Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa negara berkewajiban dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, salah satu upayanya melalui bidang pendidikan. Sehingga pemerintah meneruskan ke dalam kebijakan pendidikan nasional yang berfungsi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengembangan kemampuan serta pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat di tengah persaingan zaman.

Kebijakan pendidikan nasional memiliki tujuan pengembangan potensi sumber daya manusia agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tujuan ini sejalan dengan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia di abad 21, yaitu menampilkan profesionalisme SDM yang memiliki jatidiri yang berimtaq, berkualitas serta mampu dan mau mengakualisasikan peran dan fungsinya dalam mengambil kebijakan dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.

(50)

institusi pendidikan yang dapat memberikan pendidikan secara komprehensif, baik dari segi intelektual, sikap dan keterampilan. Model pendidikan seperti ini banyak diterapkan pada institusi pendidikan dimana peserta didiknya tinggal di dalam asrama.

Lembaga pendidikan berasrama menerapkan pendidikan berupa pengembangan intelektual, keterampilan dan pembentukan sikap. Pengembangan intelektual berupa pengajaran mata kuliah/pelajaran di kelas, pengembangan keterampilan berupa praktek keterampilan di tempat/ruang khusus sesuai dengan mata pelatihan keterampilan dan pembentukan sikap berupa kegiatan pengasuhan.

Salah satu unsur penting dalam sistem pendidikan berasrama adalah bidang pengasuhan. Kegiatan pengasuhan sebagai bagian dari upaya pendidikan dilaksanakan dalam rangka menumbuhkan, mengembangkan dan memantapkan kepribadian peserta didik agar memiliki nilai-nilai moral, etika dan tingkah laku yang dibutuhkan. Dalam pelaksanaannya kegiatan pengasuhan merupakan proses yang berjalan secara simultan dan terintegrasi dengan upaya-upaya pendidikan lainnya.

(51)

tingkat/kelas selanjutnya. Beberapa yang lainnya lagi tidak menerapkan sebagai kurikulum namun tetap menjadi pedoman aturan untuk mengikuti pendidikan di dalam asrama.

Pembinaan dan pembimbingan peserta didik melalui pengasuhan adalah upaya terencana untuk menumbuh-kembangkan kreativitas dan wawasan untuk mewujudkan karakter peserta didik sehingga terbentuk keseimbangan intelektual, kesamaptaan serta kecerdasan emosional dan spiritual.

Kreativitas dan wawasan tentunya berbeda-beda pada tiap peserta didik, bahkan mungkin masih banyak yang terpendam dalam diri peserta didik. Sehingga perlunya upaya terencana berupa kurikulum untuk merangsang pertumbuhan dan pengembangannya. Perancangan kurikulum pengasuhan tentunya disesuaikan dengan visi institusi pendidikan yang akan melaksanakan pendidikan berasrama. Kemudian ditentukan model boarding school yang akan diterapkan.

A. Konsep Pengasuhan

(52)

diasramakan pada tingkatan mahasiswa namun dapat pula diterapkan pada asrama tingkat siswa SLTA.

Konsep pengasuhan diarahkan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang dicapai melalui pencapaian pembentukan karakter, etika dan prilaku mulia peserta didik secara utuh sesuai standar pendidikan yang telah ditetapkan. Konsep ini tidak jauh berbeda dengan konsep pendidikan karakter secara umum. Pendidikan karakter pada tingkatan institusi, mengarah pada pembentukan budaya sekolah yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan, keseharian dan simbol-simbol yang dipraktekkan oleh semua warga sekolah dan masyarakat sekitar (jamal

a’ ur as a i .

……… ……… ………

Untuk mendapatkan buku cetak versi selengkapnya 102 halaman ISBN 978-602-7858-43-5

silahkan hubungi kami di 081321123795 atau pada email

(53)

Gambar

Tabel 2.1 Perbedaan sekolah formal dengan boarding school

Referensi

Dokumen terkait

Dokumen Rencana Kinerja Tahunan Kecamatan Bandung Wetan Kota Bandung Tahun 2015 ini disusun berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2011 tentang Perubahan

ANALISA PERENCANAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU SEPATU NIKE SCRAMBLE TR II 313395-431 BERDASARKAN SISTEM MRP

Hasil perhitungan nilai MPN coliform dan colifekal, memperlihatkan penurunan nilai MPN coliform dan colifekal pada sampel air sumur yang telah dilewatkan dalam

[r]

Pada saat pengisian Surat Bukti Gadai, Putra menginginkan jangka waktu Uang Kelebihan dinyatakan kadaluarsa apabila telah melebihi jangka waktu 6 (enam) bulan sejak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penerapan kolaborasi pendekatan SAVI ( Somatic Auditory Visualization Intellectuality ) dan pendekatan

Indonesia Power UPJP Kamojang dengan melakukan penilaian risiko (risk assessment) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar risiko yang akan diterima oleh

[r]