• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKILAS TAFSIR AYAT TENTANG WUDHU DAN TA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SEKILAS TAFSIR AYAT TENTANG WUDHU DAN TA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SEKILAS TAFSIR AYAT TENTANG

WUDHU DAN TAYAMMUM

Surat Al Maidah Ayat 6 Oleh

Dr. Habibi Al Amin M.Ag.

Abstrak

Tulisan sederhana ini bertujuan untuk menjelaskan penafsiran ayat al-Qur’an tentang wudhu dan tayammum. Banyak muncul perbedaan praktek waudhu dan tayammum yang menyebabkan sebagian masyarakat islam bingung tentang apa dasar perbedaan praktek wudhu dan tayammum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah library research dengan pendekatan analisis conten.

Kata Kunci: Tafsir, ayat, wudhu, tayammum

PENDAHULUAN

Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari pergaulan antar sesama dan hubungan dengan Sang Pencipta. Sebagai makhluk yang berakal, sudah selayaknya ketika menghadap Tuhan kita harus mematuhi rambu-rambu yang digariskan oleh syara’. Bahkan, ketika bermunajat dengan Sang Khaliq pun, harus diperhatikan aturan mainnya, diantaranya adalah dengan melakukan thaharah sebagai mediator dalam beribadah kepada Allah SWT.

Wudhu adalah sebuah syariat kesucian yang Allah ‘Azza Wa Jalla tetapkan kepada kaum muslimin. Sebagai pendahuluan bagi shalat dan ibadah-iabadah lain yang mensyaratkan suci baik dari hadats besar maupun hadats kecil dalam pelaksanaannya. Di dalamnya terkandung sebuah hikmah yang mengisyaratkan kepada kita bahwa hendaknya seorang muslim memulai ibadah dan kehidupannya dengan kesucian lahir batin.

Wudhu disyariatkan bukan hanya ketika kita hendak beribadah, bahkan juga disyariatkan pada seluruh kondisi. Oleh karena itu, seorang muslim dianjurkan agar selalu dalam keadaan bersuci (daimul wudhu’) sebagaimana yang dahulu yang dilakukan oleh Nabi

(2)

Salah satu ayat Al Qur’an yang menjelaskan tentang wudhu adalah suratAl Maidahayat 6. Ayat ini menjelaskan tentang tatacara berwudhu dan tayammum . Tulisan singkat ini akan menjelaskan beberapa hal yang berkaitan pandangan para mufassir tentang wudhu dan tayammum berdasarkan pada Surat Al Maidah Ayat 6, berikut, yaitu:

يي

ممككسسسءكركبس ااحكسيمماسي قسفساريميلما ليإس ممككييدسيمأيسي ممككهياجكسك االكسسغمغفي ةسليصصلا ليإس ممتكممقك اذيإس اانكميآ نييذسلصا غهيييأي

نيمس ممككنممس ددحيأي ءي جي سمأي ررفيسي ليعي سمأي ضيرممي ممتكنمكك نمإسسي اسركهصطصغفي غببنكجك ممتكنمكك نمإسسي نسيمبيعمكيلما ليإس ممككليجكرمأيسي

دكيرسيك غمي هكنممس ممككيدسيمأيسي ممككهساجكاكبس ااحكسيممغفي غببييطي ادبيعسصي اامكمصييتيفي ءب مي اسدكجستي ممليفي ءيغسينيلا مكتكسمميلي سمأي طسئس غيلما

: ةدئغملا) نيسركككشمتي ممككلصعيلي ممككيمليعي هكتيميعمنس مصتسيكلسسي ممككريهيطييكلس دكيرسيك نمكسليسي جرريحي نممس ممككيمليعي ليعيجمييلس لصكا

٦

(

Terjemah Ayat :

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai ke kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuhperempuan, maka jiak kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan debu yang baik (suci);usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.” (Q.S. al-Maidah : 6)[1]

A.Variasi Bacaan

Dalam segi bacaan, ada beberapa perbedaan pembacaan dalam ayat ini antara Imam Qurra’. Imam Nafi’, Ibnu ‘Amir, ‘Ashim riwayat Imam Hafsh dan ‘Aly Al Kisa’i membaca{ ممككللجكرمألول } dengan dibaca fathah huruf Lamnya, sedangkan Imam Hamzah, Abu ‘Amr dan

‘Ashim riwayat Imam Syu’bah membaca { ممككككلِجكرمألول } dengan kasroh huruf Lamnya.

[2]Mayoritas ahli qurra’ membaca lafadz { ممتكسممل ومأل } dengan menetapkan alif antara lam dan

mim, sedangkan Imam Hamzah dan ‘Ali Al Kisai membaca dengan membuang huruf alif (lam dibaca pendek).[3]

1______, Al Qur’an Terjemah Per Kata, (Bandung : Syaamil Al Qur’an,2007),108

2 Muhammad Nawawi Al Bantany , Marah Labid Juz 1, (Jakarta : Ar Ridho), 192

(3)

B. Asbabun Nuzul

Asbabun Nuzul ayat ini diceritakan dalam hadits riwayat Imam Bukhori, yaitu hadits yang bersumber dari ‘Aisyah RA, ia bercerita : “kalungkuterjatuh di padang pasir ketika hampir memasuki kota Madinah. Lalu Rasulullah SAW menghentikan kendaraannya dan turun, kemudian beliau meletakkan kepalanya di pangkuanku dalam keadaan tertidur. Tiba-tiba Abu Bakar datang dan memukulku dengan keras seraya berkata,” Kamu telah menahan orang-orang di sini karena kalung itu.” Maka pada saat itu aku berharap mati karena kedudukan Rasulullah SAW dariku, dan itu Menyakitkanku. Kemudian Rasulullah SAW bangun dan waktu shubuh pun telah tiba, Kemudian beliau mencari air tetapi tidak menemukannya. Maka turunlah ayat {ممككهياجكسك االكسسغمغفي ةسليصصلا ليإس ممتكممقك اذيإس اانكميآ نييذسلصا غهيييأي يي }, “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu”(QS Al Maidah : 6) hingga akhir ayat ini. Maka Usaid bin Al Mudhair pun mengatakan, “ Sungguh Allah telah memberkati manusia karena diri kalian, hai keluarga Abu Bakar, kalian tidak lain merupakan berkah bagi mereka.”[4]

C. Isi Kandungan Ayat Menurut Para Mufassir

Banyak dari ulama salaf yang berpendapat mengenai firman-Nya {ةِللصصلا للإِ ممتكممقك اذلإِ } “apabila kamu hendak mengerjakan shalat” bahwa maksudnya adalah, sedangkan kalian dalam keadaan berhadats. Sedangkan ulama lainnya berpendapat, “(yaitu) apabila kalian bangun tidur dan hendak mengerjakan shalat”. Kedua pendapat ini berdekatan. Pendapat yang lain lagi mengatakan, “bahwa maknanya adalah lebih umum dari itu semua. Ayat ini memerintahkan untuk berwudhu ketika hendak shalat, tetapi hal tersebut wajib bagi orang yang berhadats, dan disukai (sunnah) bagi orang yang suci (dari hadats). Ada juga pendapat yang mengatakan, “bahwa perintah wudhu untuk setiap kali shalat adalah wajib pada masa permulaan Islam, kemudian hal itu dihapuskan (dinasakh).[5]

Firman-Nya { ممككهياججكسك االكجسسغمغفي} “maka basuhlah mukamu.” Sekelompok ulama telah menjadikan firman Allah Ta’ala berikut ini : {ممككهياجكسك االكسسغمغفي ةسليصصلا ليإس ممتكممقك اذيإس } “apabila kamu

4Abul Fida’ Ismail bin Katsir, Lubabut Tafsir min Ibn Katsir, (Kairo : Muassasah Daar al-Hilaal,1994), alih bahasa M. Abdul Ghoffar E.M, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3, (Bogor : Pustaka Imam Syafi’i,

2004), 42

5 Abul Fida’ Ismail bin Katsir, Lubabut Tafsir min Ibn Katsir, (Kairo : Muassasah Daar al-Hilaal,1994), alih bahasa M. Abdul Ghoffar E.M, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3, (Bogor : Pustaka Imam Syafi’i,

(4)

hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu” sebagai dalil diwajibkannya niat dalam wudhu.[6]

Sedangkan pengertian لكسغللما atau “membasuh” adalah mengalirkan air di atas sesuatu untuk menghilangkan kotoran atau yang lain di atasnya.[7]

Sebagian ulama berpendapat bahwa menyebut nama Allah termasuk rukun wudhu.. Dalam hal ini mereka mengemukakan alasan berdasarkan pada hadits marfu’ yang menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda :

لص

ل ا ممسليك مملل نممللِ ؤلضكوك لل

“Tidak ada wudhu selainpada orang yang menyebut nama Allah ”.

Tetapi, hadits ini tidak shohih menurut ahli riwayat. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa maksud “menyebut nama Allah ” itu hukumnya sunat.[8]

Juga disunnahkan membersihkan kedua telapak tangan sebelum memasukkannya ke dalam bejana air. Juga disunnahkan untuk berkumur-kumur, memasukkan air ke dalam hidung dan menghirupnya dengan kuat menurut madzhab Imam Syafi’i dan Imam Malik. Sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hambal dua hal tersebut adalah wajib dilakukan dalam wudhu’.[9]

Setelah sunnah-sunnah itu dilakukan, barulah masuk ke rukun wudhu’ yang kedua yaitu membasuh wajah. Semua ulama sepakat bahwa membasuh muka itu salah satu dari fardhu wudhu dengan dasar Al Qur’an. Adapun batasan wajah yang harus dibasuh adalah dari segi panjangnya mulai dahi paling atas (batas tumbuhnya rambut atau kira-kiranya) sampai

6ibid

7Muhammad ‘Ali Ash-Shobuni, Rowai’ul Bayan Juz 1, (Beirut : Maktabah ‘Ashriyyah, 2010), 502

8Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, (Beirut : Dar Al-Jiil, 1989), alih bahasa Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun, Bidayatul Mujtahid : Analisa Fiqih Para Mujtahid Jilid 1, (Jakarta :

Pustaka Amani, 20017), 24

9Abul Fida’ Ismail bin Katsir, Lubabut Tafsir min Ibn Katsir, (Kairo : Muassasah Daar al-Hilaal,1994), alih bahasa M. Abdul Ghoffar E.M, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3, (Bogor : Pustaka Imam Syafi’i,

(5)

janggut paling bawah, adapun secara lebarnya mulai dari daging depan telinga satu ke daging depan telinga yang lain.[10]

Firman-Nya {قسججفساريميلما ججليإس ممككييدسججيمأيسي } “Dan tanganmu sampai dengan ke siku” yakni termasuk siku.[11] Pendapat bahwa siku termasuk bagian tangan yang wajib dibasuh ini

dikemukakakn Jumhur ulama, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Abu Hanifah. Sedangkan sebagian ulama Zhahiri, sebagian pengikut Imam Malik dan Thabari tidak mewajibkan membasuh siku.[12]

Perselisihan pendapat di kalangan mereka disebabkan karena kata “ ليإس” kadang berarti sampai (makna ghayah), kadang juga berarti beserta atau bersama (makna ma’a). Ulama

yang berpendapat “ ليإس “ bermakna sampai (ghayah) maka siku bukan termasuk bagian tangan yang wajib dibasuh. Sedangkan Ulama yang berpendapat “ ججليإس “ bermakna beserta atau bersama, maka siku termasuk bagian tangan yang wajib dibasuh[13]

Firman-nya {ممككسسسءكركبس ااحكسيمماسي } “dan usaplah kepalamu” Para ulama berbeda pendapat dikarenakan perbedaan pemahaman arti ganda (isytirak) huruf “Ba” dalam Bahasa Arab. Kadang-kadang huru “Ba” itu hanya berfungsi sebagai huruf Zaidah (tambahan atau

pelengkap), kadang juga mengandung arti Tab’idh (sebagian). Oleh karena itu Imam Malik

berpendapat bahwa yang wajib diusap itu adalah seluruh kepala. Sedangkan Imam Syafi’i, sebagian sahabat Imam Malik Malik, dan Abu Hanifah berpendapat bahwa yang wajib diusap adalah sebagian kepala saja.[14]

Firman Allah Ta’ala lebih lanjut, {نسيمبيعمكيلما ليإس ممككليجكرمأيسي }” basuhlah kakimu sampai ke kedua mata kaki” , ada yang membaca lafadz “ممككليجكرمأيسي”, lam dibaca fathah diathafkan kepada lafadz “ممككييدسججيمأيسي ممككهياجججكسك االكججسسغمغفي” dan ada juga yang membaca “ممججككلسجكرمأيسي”, lam dibaca kasrah

10Muhammad ‘Ali Ash-Shobuni, Rowai’ul Bayan Juz 1, (Beirut : Maktabah ‘Ashriyyah, 2010), 501

11Abul Fida’ Ismail bin Katsir, Lubabut Tafsir min Ibn Katsir, (Kairo : Muassasah Daar al-Hilaal,1994), alih bahasa M. Abdul Ghoffar E.M, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3, (Bogor : Pustaka Imam Syafi’i,

2004),34

12Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, (Beirut : Dar Al-Jiil, 1989), alih bahasa Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun, Bidayatul Mujtahid : Analisa Fiqih Para Mujtahid Jilid 1, (Jakarta :

Pustaka Amani, 20017), 24

13ibid

(6)

diathafkan kepada lafadz “ممككجججسسسءكركبس ااحكجججسيمماسي”. Dari sini ulama berselisih tentang cara menyucikan kedua kaki, mayoritas ulama berpendapat caranya adalah dengan membasuh kedua kaki, sebagian ulama dengan mengusap kedua kaki.[15]

Firman Allah {اسركهصطصغفي غببنكجك ممتكنمكك نمإسسي } menjadi dalil wajibnya mandi disebabkan adanya janabat atau hadats besar. Adapun hal-hal yang menyebabkan hadats besar dan mandi wajib yaitu :

1. Bersetubuh/junub, yakni bertemunya dua alat kelamin

2. Keluarnya mani, baik karena bersetubuh, mimpi, atau disengaja dengan istimna’

3. Sebab selesai haidh

4. Sebab selesai melahirkan

5. Sebab nifas

6. Sebab mati [16]

Firman Allah {ءب ججمي اسدكجستي ممليفي ءيغسينيلا مكتكسمميلي سمأي طسئس غيلما نيمس ممككنممس ددحيأي ءي جي سمأي ررفيسي ليعي سمأي ضيرممي ممتكنمكك نمإسسي

هكنممس ممككيدسيمأيسي ممككهساجكاكبس ااحكسيممغفي غببييطي ادبيعسصي اامكمصييتيفي} ini menjadi dalil dari tayammum. Tayammum ini diperbolehkan bagi orang yang sakit yang mana apabila terkena air maka sakitnya bertambah parah, juga bagi musafir, dan bagi orang yang berhadats kecil seperti setelah buang air kecil/besar atau orang yang berhadats besar seperti setelah bersetubuh, dan mereka tidak menemukan air setelah mencari-cari untuk berwudhu atau mandi besar , maka mereka diperbolehkan tayammum dengan memakai debu yang bersih dan suci. [17] Adapun rukun

tayammum ada 3, yaitu niat, mengusap wajah dengan debu yang suci dilanjutkan mengusap kedua tangan sampai siku dengan debu yang suci pula

Firman Allah {جرريحي نممس ممككيمليعي ليعيجمييلس لصكا دكيرسيك غمي } “Allah tidak ingin menyulitkan kamu”, maksudnya, oleh karena itu Allah memberikan kemudahan dan tidak memberikan kesulitan kepada kalian, justru Allah membolehkan kalian tayammum ketika sedang sakit, dalam perjalanan, dan ketika tidak ada air, sebagai kelonggaran sekaligus rahmat bagi manusia.[18]

Firman Allah {نيسركككججشمتي ممججككلصعيلي ممججككيمليعي هكججتيميعمنس مصججتسيكلسسي ممججككريهيطييكلس دكججيرسيك نمججكسليسي }” tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur” maksudnya agar kalian mensyukuri nikmat-nikmat yang diberikan kepada kalian dalam

apa-15Ibid, 19

16Maftuh Ahnan. Risalah Shalat Lengkap. (Surabaya : Bintang Usaha Jaya, 1990), 30

17Muhammad Nawawi Al Bantany , Marah Labid Juz 1, (Jakarta : Ar Ridho), 193

18Abul Fida’ Ismail bin Katsir, Lubabut Tafsir min Ibn Katsir, (Kairo : Muassasah Daar al-Hilaal,1994), alih bahasa M. Abdul Ghoffar E.M, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3, (Bogor : Pustaka Imam Syafi’i,

(7)

apa yang telah disyariatkan-Nya kepada kalian, termasuk kelonggaran, kelembutan, rahmat, kemudahan, dan kelapangan.

D. Kesimpulan

Dalam ayat al-Maidah ayat 6, Allah SWT memerintahkan kepada orag-orang yang beriman untuk berwudlu dahulu bila mereka mempunyai hadats kecil sebelum mereka melakukan shalat, yaitu membasuh muka, membasuh tangan sampai siku, mengusap kepala dan membasuh kaki samapai mata kaki. Dan ketika berhadast besar mereka hendaklah mandi. Namun apabila tidak bisa wudlu atau tidak menemukan air dalam perjalanan atau karena sakit yang menghalangi menggunakan air maka boleh bertayammum, yaitu mengusap wajah dan tangan dengan debu yang suci. Aturaninitidaklahdimaksudkan Allah untukmempersulit, tetapi untukmensucikanmerekadanmenyempurnakanNikmat-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

______, Al Qur’an Terjemah Per Kata, Bandung : Syaamil Al Qur’an, 2007

Abul Fida’ Ismail bin Katsir, Lubabut Tafsir min Ibn Katsir, Kairo : Muassasah Daar

al-Hilaal,1994

M. Abdul Ghoffar E.M, TerjemahTafsir Ibnu Katsir Jilid 3, Bogor : Pustaka Imam Syafi’i,

2004

Abdul Fattah Abdul Ghoni Al Qodhi, Buduruz Zahirah Juz 1, Kairo: Darus Salam, 2010

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, (Beirut : Dar Al-Jiil, 1989), alih

bahasa Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun, Bidayatul Mujtahid : Analisa

Fiqih Para Mujtahid Jilid 1, Jakarta : Pustaka Amani, 2007

Maftuh Ahnan. Risalah Shalat Lengkap. Surabaya : Bintang Usaha Jaya, 1990

Muhammad ‘Ali Ash-Shobuni, Rowai’ul Bayan Juz 1, (Beirut : Maktabah ‘Ashriyyah, 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan konsentrasi urin kelinci berpengaruh sangat nyata pada parameter jumlah polong per tanaman, dan berpengaruh nyata pada parameter bobot biji per tanaman

Dari hasil penelitian ini diperoleh lembar hasil observasi yaitu kemampuan guru merencanakan pembelajaran IPKG I, kemampuan guru melaksanakan pembelajaran IPKG II dan

Semangat ini pula yang membuat karya-karya boom menjadi sangat politis dan dengan caranya masing-masing mempersoalkan kediktatoran politik: Cortázar dengan kepelikan urbannya,

peningkatan pendapatan bunga dengan total presentase lebih besar dari total.. presentase peningkatan biaya bunga yang mengakibatkan laba

'HQJDQ EHUEDJDLSHUWLPEDQJDQ WHUVHEXW SHQXOLV EHULQLVLDWLI XQWXN PHQJHPEDQJNDQ EDKDQDMDUEHUEDVLV PXOWLPHGLD GDODPEHQWXN PXOWLPHGLD SUHVHQWDVL SHPEHODMDUDQ DWDX PXOWLPHGLD

Kemudian mereka menghadap raja dan menanyakan kepadanya tentang larangan raja: “Bukankah tuanku mengeluarkan suatu larangan, supaya setiap orang yang dalam tiga puluh

Pada Balai Penelitian terjadi kekurangan pada tahun- tahun 1982/1983 - 1986/1987, sedangkan sejak tahun 1988/1989 sampai dengan akhir tahun proyeksi akan ter jadi kelebihan

Terlaksananya Pelaporan Keuangan Semesteran SKPD Kecamatan Binong Bobot Kelompok Indikator Kinerja = 30 Tingkat Keterbukaan Informasi Publik Bobot Kelompok Indikator Kinerja =