• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teologi Lingkungan Dalam Islam pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Teologi Lingkungan Dalam Islam pdf"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

19/10/2016 Harian Umum PELITA

http://www.pelita.or.id/baca.php?id=51266 1/3

   Halaman Muka | Kontak Kami | Tentang Kami | Iklan  | Arsip  Edisi Selasa, 18 Oktober 2016  

Politik dan Keamanan Ekonomi dan Keuangan Metropolitan

Opini

Agama dan Pendidikan Nusantara

Olah Raga Luar Negeri Assalamu'alaikum Derap TNI­POLRI Hallo Bogor

 

       Cari

  Login  

       

  Password  

   

  Submit  

Dunia Tasawuf Forum Berbangsa dan Bernegara

Swadaya Mandiri Forum Mahasiswa Lingkaran Hidup

Pemahaman Keagamaan Otonomi Daerah

Lemb Anak Indonesia Parlementaria

Budaya Kesehatan Pariwisata Hiburan Pelita Hati ..

DATABASE ..

NILAI TUKAR RUPIAH Source : www.klikbca.com

  Jual Beli

 

Teologi Lingkungan Dalam Islam [Opini]

Teologi Lingkungan Dalam Islam

Oleh Ahmad Khoirul Fata

MONOTEISME sering dikritik sebagai keyakinan yang kurang memiliki kepekaan terhadap alam dan ligkungan hidup. Penyebabnya, dalam agama­ agama monoteisme, manusia diposisikan lebih unggul daripada alam (Yonky Karman, Teologi Ramah Lingkungan, Kompas 23 November 07). Superioritas manusia itu ditegaskan dengan konsep imago dei (manusia citra Tuhan) dalam doktrin Yahudi dan Kristen, serta khalifah fil ardh dalam Islam.  Doktrin superioritas inilah yang seringkali dijadikan legitimasi bagi manusia untuk melakukan segala tindakan atas alam, termasuk mengeksploitasinya. Tetapi benarkah doktrin khalifah fi al­ardh dalam Islam merupakan stempel bagi manusia untuk memperlakukan alam seenaknya? Bagaimana

sesungguhnya konsep teologi Islam tentang relasi manusia­alam? Relasi manusia­alam

Alam sesungguhnya memiliki posisi istimewa sebagai salah satu tanda eksistensi Allah Swt (ayat kauniyah) (QS al­Fusshilat: 53, al­Jatsiyah: 13). Keberadaan alam secara langsung menunjukkan adanya sang pencipta. Seandainya alam tercipta secara kebetulan, maka tidak akan ditemukan keteraturan di dalamnya. Selain sebagai tanda eksistensi Allah Swt, Surat al­ Jatsiyah di atas dan al­Baqarah: 29 juga menegaskan bahwa penciptaan alam juga terkait dengan kepentingan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Karenanya alam diciptakan dalam pola­pola tertentu yang teratur (QS al­ Furqan: 2 dan al­Qamar: 49) agar manusia dapat dengan mudah memahami alam dan memanfaatkannya. 

Pandangan dunia Islam (Islamic world view) memposisikan manusia sebagai makhluk Allah Swt par excellence (QS al­Tin: 4, al­Isra\': 70). Islam

memandang manusia secara positif dan optimistik dengan melekatkan sifat fitrah (kesucian) dan hanif (cenderungan kepada kebenaran) padanya (QS al­ Rum: 30), yang kemudian ditegaskan dengan ikrar kesaksian pada

ketauhidan (QS al­A\'raf: 172). Sisi keunggulan inilah yang menempatkan manusia layak menerima amanat kekhilafahan Allah Swt di muka bumi (QS al­Baqarah: 30, al­An\'am: 165). Khalifah berarti wakil/pengganti. Dalam konteks ini manusia adalah wakil Allah Swt yang memiliki kewajiban moral menjabarkan segala kehendak Allah Swt di muka bumi ini agar bumi tetap dalam kondisi nature­nya (QS Hud: 61). 

Meski dicipta dengan berbagai keunggulan, secara eksistensial manusia tetaplah ciptaan (makhluk) layaknya ciptaan­ciptaan Allah swt yang lainnya. Derajat manusia sebagai makhluk tidak pernah berubah hanya karena ia adalah khalifah Allah Swt. Pada titik ini manusia dan alam adalah dua hal yang sama; sama­sama ekspresi eksistensi ketuhanan (QS al­Fusshilat: 53). Kedekatan relasi manusia­alam dalam Islam tergambarkan pada berbagai ritus ibadat yang wajib dijalani kaum muslim yang seringkali terkait dengan pergerakan alam. Waktu­waktu shalat wajib ditentukan sesuai pergerakan spesifik matahari, demikian juga dengan waktu pemulaan dan akhir bulan puasa yang berpedoman pada peredaran bulan. Selain itu, Islam juga memandang bumi ini sebagai masjid. 

(2)

19/10/2016 Harian Umum PELITA

http://www.pelita.or.id/baca.php?id=51266 2/3

USD 9200.00   9100.00  

SGD 6325.65   6236.65  

HKD 1187.90   1173.10  

CHF 7874.45   7769.45  

GBP 18868.05   18609.05  

AUD 8331.10   8203.10  

JPY 80.82   79.36  

SEK 1437.75   1407.65  

DKK 1776.20   1737.00  

CAD 9530.55   9376.55  

EUR 13145.74   12975.74  

SAR 2466.00   2426.00   25­Okt­2007 / 15:41 WIB  

 

alam juga (QS. al­Sajdah: 7). 

Karena itu Allah Swt secara tegas melarang manusia merusak keteraturan alam (QS al­A\'raf: 56, 74, 85, al­Syuara: 151) dengan menempatkan kesalahan tersebut setingkat di bawah memusuhi Allah dan Rasul, serta mengancam pelakunya dengan hukuman mati, disalib, dipotong tangan dan kakinya bersalang­seling, atau diasingkan, sesuai dengan tingkat kerusakan alam yang ditimbulkannya (QS al­Maidah: 33). Selain hukuman melalui tangan manusia lain tersebut, Allah Swt juga akan memberikan siksa secara langsung kepada manusia itu sendiri, seperti pemanasan global, angin puting beliung, banjir, atau longsor (QS al­Rum: 41).

Krisis kemanusiaan

Jika alam tercipta secara teratur dan memiliki hubungan yang harmonis dengan manusia, lalu kenapa saat ini alam seakan memusuhi manusia? Jawabannya terletak pada QS al­Rum ayat 41 di atas: Telah timbul kerusakan di darat dan di laut karena ulah tangan­tangan manusia, sehingga Allah memberikan kepada mereka sebagian (akibat) dari perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar. 

Ayat di atas secara tegas memberitahukan pada kita bahwa alam tidak pernah merusak dirinya sendiri. Kerusakan alam lebih disebabkan oleh adanya kekuatan­kekuatan luar yang menghilangkan keseimbangan dan keteraturannya sehingga menghasilkan chaos, dan kekuatan perusak itu adalah manusia.

Kenapa manusia merusak alam? Bukankah manusia adalah khalifah di alam ini dan kehadirannya untuk melestarikan alam?

Meski dicipta dengan segala keunggulannya, secara nature manusia adalah ciptaan Allah yang memiliki sifat­sifat kelemahan (QS al­Nisa: 28) dan menjadi sebab kelalaian manusia pada misi utama penciptaannya. Dengan demikian, dalam diri manusia terdapat dua sifat yang bertentangan:

kesempurnaan dan kelemahan, kebaikan dan kekurangan (QS al­Syams: 7­ 8). 

Kedua unsur tersebut berdialektika memperebutkan dominasinya atas diri manusia. Ketika unsur kesempurnaan mendominasi, maka manusia hidup di atas rel ketuhanan dan memperoleh kebahagiaan (QS al­Syams: 9),

sebaliknya, dominasi unsur negatif mengakibatkan manusia terjebak pada bencana dan kerugian (ayat 10), pribadi yang terakhir ini disebut al­Quran sebagai pribadi yang condong kepada kejahatan (QS Yusuf: 53) sehingga melupakan Tuhan dan dirinya sendiri (QS al­Hasyr: 19).

Maka dapat kita simpulkan bahwa berbagai bencana yang menimpa bangsa ini beberapa tahun terakhir ini sesungguhnya berakar pada satu hal: krisis kemanusiaan. Manusia telah lupa pada dirinya sendiri, hakikat, visi dan misi kehadirannya di muka bumi ini. Manusia, dalam lingkup yang lebih sempit: bangsa Indonesia, lupa bahwa dirinya adalah khalifah Allah yang bertugas menjaga alam agar tetap berjalan sesuai dengan kehendak Allah. 

Kelupa­dirian manusia telah menjatuhkannya ke derajat yang lebih rendah: binatang, bahkan lebih rendah dari itu. Untuk memuaskan nafsu

kebinatangannya manusia melakukan apa pun tanpa memedulikan akibatnya. Alam, yang sejatinya harus dilindunginya, berubah menjadi obyek eksploitasi demi pemuasan dirinya. Maka tidak heran bila hutan­hutan di Jawa, Papua, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi habis tereksplotasi. Akibat dari semua itu adalah, seperti tertera dalam Surat al­Rum di atas, terjadinya pemanasan global, banjir, longsor, gempa bumi, angin puting beliung, kecelakaan

transportasi, kebakaran hutan, kekeringan, semburan lumpur panas dan berbagai bencana alam lainnya. 

Lalu apa yang mesti kita lakukan? Jawaban yang diberikan Surat al­Rum di atas sudah sangat jelas: kembali ke jalan kebenaran, yaitu kembali kepada visi­misi penciptaan kita sebagai khalifah di muka bumi. Allahu A\'lam. (Penulis adalah Koordinator Jaringan KB­PII Muda Jawa Timur)

Alamat: Jl. Ketintang III/10 (blk) Surabaya Telp. 031­71324819

(3)

19/10/2016 Harian Umum PELITA

http://www.pelita.or.id/baca.php?id=51266 3/3

 

 Baca Komentar  Beri Komentar

 Kirimkan Artikel  Cetak Artikel

 

Artikel sebelumnya  

• Menakar Keberhasilan UN ?

• Figur Kepemimpinan Nasional Pasca Demokratik • Kepemimpinan ke Depan, Bagaimana?

• Mengoreksi Arah Kiblat

• Pemikiran Alternatif Hikmah Dibalik Waiting List Pendaftaran Haji  

Halaman Muka  | Politik dan Keamanan  | Ekonomi dan Keuangan  | Metropolitan  | Opini  | Agama dan Pendidikan  | Nusantara  | Olah Raga  | Luar Negeri  | Assalamu'alaikum  | Derap TNI­POLRI  | Hallo Bogor | Dunia Tasawuf  | Forum Berbangsa dan Bernegara  | Swadaya Mandiri  | Forum Mahasiswa  | Lingkaran

Hidup | Pemahaman Keagamaan  | Otonomi Daerah  | Lemb Anak

Indonesia  | Parlementaria  | Budaya  | Kesehatan | Pariwisata  | Hiburan  | Pelita Hati 

DATABASE: Rumah Sakit | Puskesmas 

Redaksi Harian PELITA: redaksi@pelita.or.id Copyright © 2003 pelita.or.id

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Erwin (2011) yang berjudul “ Pengaruh Faktor Harga, Promosi, Dan Pelayan Terhadap Keputusan Konsumen Untuk Belanja Di

Implementasi hubungan hukum antara peserta dengan BPJS bidang kesehatan, tidak tunduk sepenuhnya pada hukum perjanjian sebagaimana diatur dalam KUH.Perdata, oleh

Tujuan dari penelitian untuk merancang konsep dan membuat sebuah film dokumentasi infografik animasi 2 dimensi yang menjelaskan tentang perdagangan anak yang terjadi di

[r]

RKA - SKPD 2.2.1 Rincian Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah.. RKA - SKPD 3.1 Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah

Terdapat beberapa model pertumbuhan yang banyak digunakan, misalnya model linier, model eksponensial, modifikasi model berpangkat, dan model logistik (Gilbert 1978;

Di dalam literatur lain, terdapat karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang tenaga kesehatan, khususnya dokter adalah menurut Ja’far Khadim Yamani, ilmu kedokteran