BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radiografi Sefalometri
Ditemukannya sinar X di tahun 1985 oleh Roentgen merupakan suatu revolusi di
bidang kedokteran gigi yang merupakan awal mula dari ditemukannya radiografi
sefalometri.10,19 Penemuan ini memfasilitasi suatu metode untuk mendapatkan gambaran
kraniofasial dengan akurat. Radiografi sefalometri adalah suatu metode standar untuk
mendapatkan gambaran tulang tengkorak yang dapat digunakan sebagai alat diagnostik
dalam membuat rencana perawatan dan mengevaluasi perubahan-perubahan yang
disebabkan perawatan ortodonti.10,18-19
2.1.1 Kegunaan Radiografi Sefalometri
Sefalometri merupakan alat yang dapat digunakan untuk membuat rencana
perawatan dan mengikuti perkembangan serta perubahan selama perawatan ortodonti.
Beberapa kegunaan radiografi sefalometri adalah sebagai berikut 10:
a.
Mempelajari pertumbuhan kraniofasial
Sefalogram dapat memberikan infromasi yang berkaitan dengan variasi pola
pertumbuhan, gambaran standar kraniofasial,memprediksi pola pertumbuhan dan
memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari rencana perawatan.
b.
Diagnosis deformitas kraniofasial
Sefalogram dapat digunakan dalam identifikasi, menentukan dan mengukur
kelainan kraniofasial.Dalam hal ini, permasalahan yang paling utama adalah perbedaan
antara malrelasi skeletal dan dental.
c.
Rencana perawatan
Alat untuk menegakkan diagnosis, memprediksi morfologi kraniofasial dan
pertumbuhan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, sefalometri dapat membantu
d.
Evaluasi pasca perawatan
Hasil sefalogram dari awal hingga akhir perawatan dapat digunakan oleh
dokter gigi spesialis ortodonti sebagai alat untuk megevaluasi dan melihat perkembangan
dalam perawatan serta dapat digunakan sebagai pedoman pada perubahan perawatan yang
diinginkan.
e.
Penelitian relaps di bidang ortodonti
Sefalometri juga dapat membantu dalam mengidentifikasi penyebab-penyebab
relapsnya perawatan ortodonti dan stabilitas dari pasca perawatan ortodonti.
2.1.2 Tipe Sefalogram
Ada dua jenis tipe sefalogram, yaitu19:
a)
Sefalogram frontal
Memberikan gambaran frontal atau anterior-posterior dari tengkorak kepala
(Gambar 6A).
b)
Sefalogram lateral
Memberikan gambaran tulang tengkorak dari arah lateral (samping). Sefalogram ini
diambil dengan posisi kepala yang berada pada jarak yang spesifik dari sumber sinar X
(Gambar 1B).
Gambar 1.(A) Sefalogram frontal, (B) Sefalogram lateral10
2.1.3 Penggunaan Titik-titik Sefalometri dalam Menentukan Analisis
Jaringan Keras
Berikut ini adalah titik-titik pada sefalometri yang biasa digunakan dalam
analisis jaringan keras (Gambar 2)
10,17,19:
a.
Nasion (N) : titik paling anterior yang berbeda diantara tulang frontal
dan tulang nasalis pada sutura fronto nasalis
b.
Orbitale (O) : titik terendah dari dasar rongga mata yang terdepan
c.
Sella (S) : titik pusat geomtri dari
fossa pituitary
d.
Sub-spina (A) : titik paling cekung di maksila, biasanya berada di dekat
apeks akar gigi insisivus sentralis maksila
e.
Supra-mental (B) : titik paling cekung diantara infra dental dan
pogonion dan biasanya dekat apeks akar gigi insisivus sentralis mandibula.
f.
Pogonion (Pog) : titik paling depan atau anterior dari tulang dagu
g.
Gnathion (Gn) : titik diantara Pogonion dan Menton
h.
Menton (Me) : titik paling bawah atau inferior dari tulang dagu
i.
Articulare (Ar) : titik perpotongan antara batas posterior ramus dan
batas inferior dari basal kranial posterior
j.
Gonion (Go) : titik paling posteroinferior di sudut mandibula. Titik ini
merupakan pertemuan dari dataran ramus dan dataran mandibula
k.
Porion (Po) : titik paling superior dari meatus acuticus externus
l.
Pterygomaxilary (PTM) : kontur fisura pyterygomaxilary yang
dibentuk di anterior oleh tuberositas retromolar maksila dan di posterior oleh
kurva anterior dari prosesus pterygoid dari tulang sphenoid.
m.
Spina Nasalis Posterior (PNS) : titik paling posterior dari palatum
durum
n.
Spina Nasalis Anterior (ANS) : titik paling anterior dari prosesus
maksila pada batas bawah dari cavum nasal
Gambar 2. Titik-titik jaringan keras pada sefalometri lateral
172.1.4 Penggunaan Titik-titik Sefalometri dalam Menentukan Analisis Jaringan Lunak
Berikut ini adalah titik-titik pada sefalometri yang biasa digunakan dalam
analisis jaringan lunak (Gambar 3)
17,21:
a.
Glabella (G) : titik paling anterior dari dahi pada dataran midsagital
b.
Jaringan lunak Nasion (N’) : titik paling cekung pada pertengahan
dahi dan hidung
c.
Pronasale (Pr) : titik paling anterior dari hidung
d.
Subnasale (Sn) : titik septum nasal berbatasan dengan bibir atas
e.
Labrale superior (Ls) : titik perbatasan mukotaneous dari bibir atas
f.
Superior labial ulkus (SLS) : titik tercekung di antara Sn dan Ls
g.
Stomion superior (Stm
s) : titik paling bawah di vermilion dari bibir
atas
h.
Stomion inferior (Stm
i) : titik paling atas pada vermilion dari bibir
bawah
i.
Labrale inferius (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah
l.
Jaringan lunak Menton (Me’) : titik paling inferior dari jaringan lunak
dagu.
Gambar 3. Titik-titik jaringan lunak pada
sefalometri lateral21
2.2 Proporsi wajah
Proporsi wajah dapat dievaluasi dalam arah vertikal dan horizontal. Pengetahuan
tentang proporsi wajah berperan penting dalam perencanaan bedah dentofasial. Secara
horizontal, proporsi wajah dibagi menjadi 3 bagian, yaitu (Gambar 4):21,22
1.
Sepertiga wajah atas: batas rambut (trichion) ke glabella.
2.
Sepertiga wajah tengah: glabella ke subnasal.
Gambar 4. Proporsi vertikal wajah
222.2.1 Sepertiga wajah bawah
Sepertiga wajah bawah dibagi atas 3 (tiga) segmen, yaitu bibir atas, bibir bawah
dan dagu (Gambar 5).3,4 Pengukuran jaringan lunak pada profil wajah untuk menentukan
proporsi yang tepat dari ukuran dan posisi dari hidung, bibir dan dagu dapat membantu
individu untuk mengukur karakteristik wajah dan norma.23
2.3 Komponen jaringan keras pada sepertiga wajah bawah 2.3.1 Maksila
Maksila bergerak ke bawah dan depan, tetapi remodeling ke atas dan ke dalam.
Pertumbuhan maksila dan struktur yang saling berhubungan terjadi dari kombinasi
pertumbuhan pada sutura dan remodeling langsung pada tulang. Maksila cenderung ke
arah bawah dan ke depan seiring dengan pertumbuhan wajah dan pertumbuhan tulang
pada sutura. Jaringan lunak disekitarnya memainkan peran sebagai matriks fungsional
yang berkontribusi pada pertumbuhan maksila. Pertumbuhan cartilage pada septum
hidung berperan dalam arah pertumbuhan maksila.17,24
2.3.2 Mandibula
Pertumbuhan pada kepala kondilus terjadi dalam arah ke atas dan ke dalam.
Pertumbuhan mandibula dinyatakan sebagai perpindahan ke arah bawah dan ke depan,
yang merupakan contoh translasi utama. Proses translasi ini dan perubahan kompleks
nasomaxillary memungkinkan untuk pertumbuhan faring, lidah, dan struktur lain yang
terkait. Pertumbuhan pada kondilus berkompensasi untuk perpindahan vertikal mandibula
dan mengakomodasikan erupsi gigi secara vertikal. Selain itu, resorpsi tulang pada batas
anterior dan deposisi pada batas posterior dari kedua-dua ramus mempengaruhi
pertumbuhan anteroposterior dari ramus dan badan mandibula. Perubahan ini
meningkatkan panjang badan mandibula posterior untuk mengakomodasikan erupsi gigi
molar permanen.17
2.3.2.1 Analisis skeletal dalam arah vertikal
Penilaian skeletal dalam arah vertikal dapat digunakan untuk menentukan
perbedaan tipe wajah vertikal dan tipe wajah horizontal. Hal ini berkaitan dengan arah
pertumbuhan mandibula yang berhubungan dengan kranial atau dasar maksila yang
berbeda.25 Menurut Creekmore dkk., diketahui bahwa pertumbuhan wajah terdiri dari
pertumbuhan horizontal dan vertikal. Schudy meneliti interaksi antara displasia wajah
vertikal dan horizontal serta menekankan pentingnya dimensi wajah vertikal dalam
perawatan ortodontik. Beliau menggambarkan pertumbuhan horizontal dan vertikal
anterior mandibula. Oleh karena itu, fase akhir pertumbuhan wajah adalah hasil dari efek
kombinasi dua komponen pertumbuhan. Beliau kemudian memperkenalkan istilah
perbedaan wajah untuk menggambarkan tipe wajah berdasarkan indikator seperti oklusal
mandibular (OM) dan sudut MP-SN. Beliau menggunakan istilah hyperdivergent dan
hypodivergent untuk menggambarkan perbedaan wajah yang ekstrim.12,16
2.3.2.2 Tipe Pertumbuhan Vertikal Wajah
Schudy membagi tipe pertumbuhan vertikal wajah atas 2, yaitu
27:
a.
Hypodivergent
Tipe pertumbuhan ini memiliki ciri wajah yang pendek dan lebar,
biasanya terdapat sudut bidang mandibular datar dan sudut gonial tertutup.
Gigitan dalam (
deep bite
) sering dijumpai pada pasien dengan jenis wajah ini.
Contoh dari jenis wajah yang mempunyai kepala yang pendek dan lebar adalah
maloklusi Klas II divisi 2.
b.
Hyperdivergent
Tipe pertumbuhan ini memiliki ciri wajah yang panjang dan sempit.
Ini disebabkan rahang atas menunjukkan pertumbuhan vertikal yang berlebihan
dan sudut bidang mandibula yang lebih besar dan kadang-kadang menyebabkan
gigitan terbuka (
open bite
). Pola pertumbuhan ini akan mengakibatkan lengkung
dentoalveolar yang panjang dan sempit pada lengkung rahang atas dan
menghasilkan rotasi searah jarum jam mandibula selama pertumbuhan.
2.3.2.3. Analisis Steiner
Steiner mengembangkan analisis ini untuk memperoleh informasi klinis dari
pengukuran sefalometri lateral. Steiner membagi analisisnya atas 3 bagian yaitu skeletal,
dental dan jaringan lunak.10
1. Analisis skeletal mencakup hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap
tulang tengkorak.
2. Analisis dental mencakup hubungan insisivus rahang atas dan rahang bawah.
3. Analisis jaringan lunak mencakup keseimbangan dan estetika profil wajah
Gambar 6 menunjukkan analisis skeletal Steiner dengan 5 sudut pengukuran yang
digunakan antara lain17:
a. Sudut SNA
Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella - Nasion dan garis Nasion - titik A.
Besar sudut SNA menyatakan hubungan anteroposterior maksila terhadap basis kranium.
Nilai normal rata-rata SNA adalah 82° ± 2°. Apabila nilai SNA lebih besar, maka maksila
diindikasikan mengalami prognasi. Apabila nilai SNA lebih kecil, maka maksila
diindikasikan mengalami retrognasi.
b. Sudut SNB
Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella - Nasion dan garis Nasion - titik B.
Besar sudut SNB menyatakan hubungan antero-posterior mandibula terhadap basis
kranium. Nilai normal rata-rata SNB adalah 80° ± 2°. Apabila nilai SNB lebih besar,
maka mandibula diindikasikan mengalami prognasi. Apabila nilai SNB lebih kecil, maka
mandibula diindikasikan mengalami retrognasi.
c. Sudut ANB
Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Nasion - titik A dan garis Nasion - titik
B. Besar sudut ANB menyatakan hubungan maksila dan mandibula. Nilai normal
rata-rata ANB adalah 2° ± 2°. Apabila nilai ANB lebih besar, maka diindikasikan
kecenderungan hubungan klas II skeletal. Apabila nilai ANB lebih kecil, maka
diindikasikan kecenderungan hubungan klas III skeletal.
d. Sudut MP-SN
Sudut ini mengindikasikan garis bidang mandibula terhadap basis kranial
anterior. Garis bidang mandibula ditarik dari gonion (Go) ke gnathion (Gn). Nilai
rata-rata dari sudut ini adalah 32° ± 5°. Isaacson dkk. menyatakan bahwa semakin besar
inklinasi mandibula terhadap basis kranial, maka semakin curam dataran mandibula dan
dagu bergerak ke arah posterior serta semakin kecil inklinasi mandibula terhadap basis
kranial, maka semakin datar dataran mandibula dan dagu bergerak ke arah anterior.16,21,25
Inklinasi dataran mandibula merupakan indikator terjadinya rotasi mandibular.12
Rotasi mandibula dapat terjadi dalam dua arah, yaitu searah jarum jam atau
berlawanan dengan arah jarum jam.27 Sudut MP-SN lebih besar dari normal menunjukkan
bawah dan ke belakang. Terjadi pola pertumbuhan wajah secara vertikal yang
menunjukkan pola pertumbuhan yang hyperdivergent. Sebaliknya, bila sudut MP-SN
lebih kecil dari normal menunjukkan rotasi mandibula berlawanan arah jarum jam dan
mengindikasikan pertumbuhan mandibula ke atas dan ke depan. Terjadi pola
pertumbuhan wajah secara horizontal yang menunjukkan pola pertumbuhan yang
hypodivergent.12,27
e. Sudut Dataran Oklusal
Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella-Nasion dan dataran oklusal. Nilai
normal rata-rata sudut ini adalah 14,5°. Besar sudut ini menyatakan hubungan dataran
oklusal terhadap kranium dan wajah serta mengindikasikan pola pertumbuhan wajah
Gambar 6. (A) Sudut SNA, (B) Sudut SNB, (C) Sudut ANB,
(D) Sudut MP-SN, (E) Sudut Bidang Oklusal19
2.4 Komponen jaringan lunak pada sepertiga wajah bawah 2.4.1 Bibir
Bibir atas dan hidung saling berhubungan dan merupakan unit penting pada
estetis wajah. Bibir atas biasanya berukuran lebih panjang sekitar 2-3 mm dari bibir
bawah, namun ini semua tergantung dari struktur gigi (Gambar 7). Bibir atas merupakan
sepertiga atas pada sepertiga bawah wajah. Berdasarkan analisis Holdaway, ketebalan
Berdasarkan analisis Burstone, ketebalan bibir bawah diukur secara horizontal dari
insisivus inferior ke labial inferior.21,28
Gambar 7. Bibir yang
ideal29
2.4.2 Dagu
Dagu secara visual berkaitan dengan bibir dan leher. Dagu membentuk sepertiga
bawah dari wajah. Studi dari referensi estetika dan seni klasik menunjukkan dimana
preferensi bibir bawah sedikit ke posterior terhadap bibir atas dan dagu terletak pada garis
lurus yang menghubungkan bibir atas dan bibir bawah. Konfigurasi jaringan lunak dagu
tidak hanya ditentukan oleh struktur tulang, tetapi juga oleh ketebalan otot mentalis dan
faktor lain, termasuk morfologi kraniofasial serta hubungan rahang. Perkembangan yang
berlebihan terhadap tinggi dagu mengubah posisi bibir bawah dan mengganggu proses
penutupan bibir. Secara umum, kontur dagu dievaluasi dengan kaitannya terhadap posisi
bibir bawah dan konfigurasi mentolabial. Profil jaringan lunak dagu tergantung pada
posisi dari jaringan lunak dagu.28
2.4.2.1 Ketinggian
Pada pandangan frontal, estetika dagu tergantung terutama pada ketinggian dagu,
khususnya pada hubungan antara wajah bawah dengan seluruh ketinggian wajah
anterior.30 Ketinggian dagu dapat diukur pada titik ketinggian bibir bawah superior ke
2.4.2.2 Ketebalan
Menurut Holdaway ketebalan jaringan lunak dagu diukur dari titik Pogonion
skeletal ke Pogonion kulit (Pog – Pog’). Dikatakan tebal jaringan lunak dagu harmonis
dan seimbang jika tebalnya berkisar antara 10-12 mm sedangkan jika lebih tipis dagu
akan terlihat sangat datar. Dagu datar dapat disebabkan oleh inklinasi insisivus bawah
lebih protrusif (Gambar 8).1,2
.
Gambar 8. Nilai normal ketebalan jaringan lunak
Holdaway berkisar 10-12mm
21