• Tidak ada hasil yang ditemukan

Subordinasi Perempuan Dalam Adat Batak Toba (Studi Kasus terhadap Perempuan sebagai Orangtua Tunggal dalam Filosofi Dalihan Na Tolu pada Masyarakat Batak Toba)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Subordinasi Perempuan Dalam Adat Batak Toba (Studi Kasus terhadap Perempuan sebagai Orangtua Tunggal dalam Filosofi Dalihan Na Tolu pada Masyarakat Batak Toba)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1 : Transkrip Wawancara Perempuan sebagai Orangtua Tunggal RS

Wawancara Pertama

• Peneliti : Halo nantulang, aku kawan “J” yang janji kemarin.

• Ibu RS : oh, iyaa masuk nang. Lagi jualan nantulang, cemanalah ya. Duduk disini nang, ada apa kemarin nang?

• Peneliti : mau tanya-tanya nantulang, mau tanya soal perempuan sebagai orangtua tunggal dalam adat batak nantulang. Nantulang tahu dalihan na tolu ?

• Ibu RS : tau nang, itu yang somba marhula-hula itu kan nang. Kan orang batak, tau lah nantulang.

• Peneliti : iya nantulang jadi aku mau wawancara tentang subordinasi perempuan sebagai orangtua tunggal di adat batak dalihan na tolu

• Ibu RS : oiyaa yaa

• Peneliti : kapan tulang itu pergi menghadap Tuhan nantulang? • Ibu RS : dia bulan 5 tahun 2011, udah 3 tahun lah dia pergi

• Peneliti : berapa jarak umur nantulang ke tulang itu ?

• Ibu RS : kami sama umur kami, tahun 1964. Udah kau rekam ? rekam lah … hehe..

• Peneliti : iya nantulang ini sudah direkam dari tadi nantulang , hehe..

• Ibu RS : jadi dia itu sudah lama nya sakit jantung, tahun 2008 sudah pernah dia opname di tembakau deli itu.Cuma sekali itu kambuh lagi, sempat dia kemarin mau pasang ring tapi takut dia jadi tidak jadi. Tapi sebenarnya kalau kambuh-kambuh itu sudah sering. Dia kalau kekamar mandi pun harus sudah minum obat di bawah lidahnya. Mau mandi dan mau makan juga harus minum itu. Semenjak tahun 2008 itu lah dia mengkonsumsi obat itu (suara tegas tapi air mata keluar).

• Peneliti : oh begitu ya nantulang, kalau gitu kita bahas tentang “Dalihan Na Tolu” itu ya nantulang. Tahu nya nantulang tentang “Dalihan Na Tolu” itu dan bagaimana pandangan nantulang terhadap “Dalihan Na Tolu” itu ? kental nggak nantulang dengan adat ?

(2)

Hula-hula tidak bisa salah. Itulah sebagai contohnya nang. Itulah kelemahan dari “Dalihan Na Tolu” ini menurut ku ya nang.

• Peneliti : Menurut nantulang bagaimana peran ibu di adat batak ini ?

• Ibu RS : yah kalau sudah janda, dalam acara adat mana ada lagi ditanya-tanya. Nggak dianggapnya kadang. Kalau pun ada kita paling duduk dibelakang, dibelakang lah tempat kita. Pendapat kita tidak ditanya, pokoknya udah diiyakan aja. Tapi itu kalau di adat ya dek, soalnya kalau dipunguan berbeda dek. Dipunguan pasti ditanya nya pendapat kita bagaimana karena kalau dipunguan tidak ada hubungan saudara hanya karena semarga ajanya. Contohnya gimana menurut isteri sihombing padahal nggak ada lagi suami kita. Tapi kalau di keluarga, misalnya meninggal mertuaku , tidak mungkin lagi aku dipanggil kedepan pasti aku didalam rumah tapi kalau suamiku masih ada, pasti dipanggil lagian anak ku yang dipanggil bukan aku. Gitulah seorang janda, pokoknya semua janda itu sakitlah..

• Peneliti : ada nggak merasa berat ngejalani semua sendiri nantulang ? kebanyakan janda kan sering mengeluh dengan keadaannya ?

• Ibu RS : sebenarnya itu tergantung orangnya, kalau orangnya pintar nggak akan dibodohi orang. Kalau janda itu pintar, maksudku bukan aku pintar ya. Kita harus terima kalau posisi kita itu seorang janda. Karena apa? Mau siapa lagi yang kita harapkan membantu kita ? kayak nantulang sendirilah, pagi jam 5 bangun, nyuci sendiri, antar anak sekolah, langsung jualan sendiri. Kita kan nggak bisa mengenlu, itulah kondisi kita. Harus kita terima. Karena bukan manusi yang mencabut nyawanya, kan Tuhan yang mengambil kembali. Gitu maksudnya dek.

• Peneliti : apa perbedaan yang paling besar yang nantulang rasakan sebelum tulang itu pergi dan sesudah tulang itu pergi ?

• Ibu RS : perbedaannya sih gininya, kalau ada masalah tidak ada lagi kawan kita diskusi. Masalah anak, masalah keluargalah pasti ga ada kawan kita tukar pikiran. Kita simpan dihati aja (Meneteskan air mata).

• Peneliti : Sering tidak teringat tulang itu terus nangis sendiri, kadang merasaka campur aduk nantulang ?

• Ibu RS : yah seringlah… sering kali pun.

• Peneliti : Kadang kan ada rasa ingin berbagi, dulu ke suami, nah sekarang kemana nantulang ? apakah ke anak sekarang berbaginya nantulang ?

(3)

• Peneliti : Jadi dengan posisi seperti ini, nantulang sendirilah yang cari nafkah ya nantulang ? atau dibantu anak pertama ?

• Ibu RS : kalau anakku nggak kubebani, misalnya ngepelpun dia, hanya sekedar itunya karena aku memang gak suka rumah itu kotor. Kubilang sama anakku, “jangan kalian susahi lagi, mamak udah capek cari duit”. Untunglah anaknya bisa diatur,tapi kalau ada pikiran kita sikit, itulah kita nangis sendiri dek,kita kan nggak bisa cerita ke orang. Karena kalau kita cerita belum tentu orang itu bantu kita, kayak akulah cerita samamu dek, belum tentu kau bisa bantu aku kan ? segala perjalanan hidup ini, kita nya yang memegang peranan penting dek. Jadi aku nggak mau cerita sama orang, tertutup ajalah aku. Jadi aku sendirinya yang cari nafkah, berjuang aku asal anakku bahagia. Tapi bagaimana pun buruknya anakku, nggak pernah kuceritakan sama orang, biarpun sama kakakku sendiri nggak mau aku ceritakan.

• Peneliti : Kalau anak nantulang ada nggak terkadang mengeluh ? atau rasa ingin sendiri aja, pokoknya merasa minder atau sedih ?

• Ibu RS : nggakkkk, kalau misalnyalah kayak ada acara-acara ajalah. Seperti natal, tahun baru, barulah disitu merasakan rindu, sedih lah. Disitu lah kita betul-betul terasa tidak ada lagi.

• Peneliti : sering nantulang kunjungi makam suami ?

• Ibu RS : dulunya sering, kalau sekarang tidak. Dulunya 2 kali seminggu, ada setahun gitu terus kami. Kalau sekarang, kan ada yang bilang, aduuuuh, kau doa ajalah dirumah. Kan Tuhan yang ambil, jadi sama Tuhan aja kau berdoa. Ngapailah kau selalu kesitu, kayak tidak punya Tuhan kau, Cuma raganya aja nya disitu. Kan Tuhan yang menjemput bukan manusia. Dia itu hanya nisannya aja disana. Kayak anakku, kadang dia rindu bapak, terus aku mimpi bapak katanya, nah barulah dikunjungi itupun sekedar ajanya. Kalau sekarang terakhir desemberlah. Kalau yang paling kecil itu untunglah udah dewasa pemikirannya walaupun masih kecil. Aku sedih lah, sekarangpun aku sering dibecak itu sedih sendiri, kadang mau nangis kalau ingat. Tapi kusimpan semua dalam hati dek (menangis).

• Peneliti : Nantulang ajari adat nggak ke anak nantulang atau beradat ?

• Ibu RS : pastilah, sering anakku ini kuajak ke pesta. Atau kalau ada acara-acara, semua orang ini pasti kuajak, biar tau mereka. Kalau orang datang kerumahpun, kukenali nya mereka, ini boruku, inilah boruku walaupun bukan keluargaku. Kerumah opungnya pun kuajaknya, kalau dalihan na tolu itu paling penting itu nang.

(4)

• Ibu RS : gak ada, yah biasa ajalah. Kayaknya kayak nggak ada hubungan sama mereka lagi. Sedangkan bapaknya aja masih hidup, kami agak kurang karena mereka jauh sama kami. Bukan aku sombong ya, anak-anakku nggak ada yang jelek. Tapiitulah sifat mertuaku, nggak tau lah ntah dimana salahnya. Aku mungkin orang nya kan, aku to the point orangnya. Misalnya dibilang mertuaku salah aku langsung kulawan, langsung kubilang mana yang benar. Tapi kalau acara adat, aku datang aku walaupun aku dibelakang-belakang. Sekarangpun nggak ada suamiku, aku datang tetap. Aku memang gitu, kemarin mertuaku ulangtahun pun aku datang. Iyalah,misalnya keluarga suami ada pesta ya datanglah sampai keporsea atau ketarutungpun, aku pergi kok. Kalau aku berbuat baik itu nggak ada ruginya. Karena bukan sama manusia aku meminta berkat, tapi sama Tuhan, jadi mau gimana dia, itu urusannya. Yang penting aku berbuat baik terus. Aku sering bilang sama anakku ingat patik ke lima nak. Walaupun jahat orang sama kita, tetap aja kita baik nak, minimal jangan kau balas nak. Sedangkan kita buat baikpun,lihatlah masih ada yang merampok. Lihatlah tanganku ini bekas rampokan (Tangan luka-luka). Tapi Tuhan punya rencana kok apapun itu. Aku cepat tegar waktu aku janda, seminggu kematiannya aku langsung cepat urus akte kematiannya, urus surat-surat, seminggu kemudiannya aku udah kerja, orang bilang cepat bangkitnya. Tapi ada juga yang bilang, “udah jualan kau?” banyak yang bilang bermaksud kok cepat kali aku jualan, kok nggak dirumah dulu. Padahal kan, kalau nggak kerja aku, makan apa kami ? gimana anakku? Apalagi aku sendiri, aku yang mencari nafkah sendiri. Bukan aku meninggikan hatiku, tapi berdoa aku, banyak janda-janda ini setahun dulu baru bangkit. Ada juganya yang bilang, “nggak mau kau nikah lagi mak j?” kujawab lah tidak soalnya kan ngapain aku nikah lagi, anakku udah tiga, lagian kalau orang batak ini , kita nikah sama marga x misalnya, pasti keluarga suami kita dipanggil. Buat apa coba ? lagian aku nggak mau lagilah menikah. Yah biarkan ajalah, inipun udah jalan Tuhannya.

• Peneliti : yaa, yaa nantulang. Kalau acara adat gitu dari keluarga suami, nantulang masih dipanggilkan sebagai istri suami, atau dari adatnya dipanggilkah ?

• Ibu RS : masih nya tetap dipanggil, namun kayak kubilang tadi ,udah nggak bisa kita duduk didepan. Duduknya dibelakang-belakanglah, tapi kalau suamiku masih hidup duduk didepanlah. Yah gitunya bedanya. • Peneliti : Kalau keluarga tulang itu, seperti opungnya, masih

member perhatian kepada anak-anak nantulang tidak ?

(5)

kamipun gitu. Tapikan orang bisa lihat perlakuan mereka bagaimana. Banyak orang bilang, kalau kayak gini kali mertuamu itu ? tapi yasudahlah, biarlah mereka itu.

• Peneliti : ada nggak sebenarnya tekanan sendiri ?

• Ibu RS : awalnya iya, kadangpun kalau dipikiri iyanya tertekan, stress. Tapi lama kelamaan, yaudahlah sukanya situ. Teserah dialah, aku enjoy aja lama-kelamaan. Bawa santai ajalah, aku yang penting anakku baik-baik aja.

• Peneliti : kalau keluarga dari nantulang sendiri bagaimana ? masihkah peduli ?

• Ibu RS : oh,kalau keluargaku masihnya. Kayak kemarin lah dilihat aku langsung pas aku luka ini, cerita cerita disitu, bukan karena dikasih uang dia baik, tapi karena perhatiaannya lah walaupun Cuma cerita-cerita aja. Kawan ngomong aja udah senang kita. Kalau dari keluargaku, perhatiannya terus. Dari keluarga suamiku pun gitunya, tapi keluarga yang jauh-jauh bukan keluarga kandung suami ku. Sama nya dulu sama sekarang dek, nggak ada itu pengaruh nggak ada suami atau masih ada suami. Tapi memang kayak STM aja pun masih pedulinya, tapi pas meninggal suami-suami STM agak kurang lah karena kan takut orang menilai apa padahal nggak nya ada apa-apa. Tapi nantulang kalau naik becak nggak pernah nantulang bilang nantulang janda. Kalau ditanya kerja dimana suami, ya nantulang bilang. Tapi nggak mau nantulang bilang bilang ke orang kalau nantulang janda. Soalnya kita kalau janda ini gak pernah dihargai, sebagai contohlah, nantulang pernah diajak ke hotel, itu masih punya suami. Kan gila tukang becak gitu, apalagi janda, oh habislah nantulang ga dihargai. Karena banyak sekarang janda yang gatal, genit. Jadi semua orang kira sama janda. Ditanyapun masih hidup, kujawabnya langsung masih hidup supaya ga dilecehkan aku. Dalam hati sedih nya, tapi kalau kita bilang dia masih hidup ada perasaan kita kalau dia masih disamping kita, jadi jernih otak kita ini, jadi ga ada niat kita cari yang lain. Karena kita harus menjaganya, karena kita berharga. Pokoknya kalau udah janda jangan mau disepelekan.

• Peneliti : Ada nggak perasaan risih ketika menghadapi seperti ini atau menjadi orangtua tunggal nantulang ?

(6)

harusnya gitunya omongan. Ada memang 2 orang tetangga kayak gitu, lalap merecoki. Kalau jalan ku lurusnya ngapain aku harus gitu. Janda itu ngeri, kalau ada suami kalian nanti, kalian jagalah, soalnya janda ini ngeri kali. Bayangi ajalah sendiri menghadapi semua. Makanya aku heran kalau ada yang bilang sama suaminya, “mati aja kau dijalan itu, biar tau rasa kau”. Dalam hatiku yah yang nggak ngertinya dia bagaimana jadi janda. Yang merasa gimana kalinya dia, aku memang dr dulu sampe sekarang nggak pernah aku ngomong gitu sama suamiku. Kami nggak pernah berantam dulu, dia pendiam. Kalau aku marah, ngomel, dia langsung keluar, kalau udah siap aku marah-marah baru dia masuk. Makanya kami nggak pernah kuat-kuat suara kami, ngomong pun pelannya kami. Tapi memang nggak ada buruknya kulihat dan kuingat buruknya pun gak ada. Bayangilah dulu pas hidup, dia mau masak, mau nyuci. Aku yaaah, nggak pernah aku nyuci selama kami menikah, bayangkan tahun 1993 kami menikah sampai tahun 2011 nggak ada aku mencuci dibuatnya. Bahkan buat tehnya pun gak pernah disuruhnya anak-anak. Makanya anakku yang pertama buat teh pun dia tidak tau. Mengepel nanti suamiku itu, ah kalau aku ngelihat dia nggaknya ada buruknya dia. Itulah (mau nangis). (berbicara dengan kawan penjual)

• Peneliti : tanggapan nantulang sama tetangga atau orang sekitar bagaimana nantulang ?

• Ibu RS : aku ya gak peduli aku, teserah mereka situ. Dipikikarnku, yah berarti kau orang nya memang gitu sifatnya. Karena kalaupun aku sakit hati pun ga ada gunanya. Kurang mau berkomunikasi, ya kayak kurang ada harganya. Tapi aku carenya..

• Peneliti : mulai terbiasa nggak dengan kehidupan yang begini ? • Ibu RS : ya udahlah, udah terbiasa aku hidup begini. Soalnya pun pas

bapak nya hidup, aku jarang sama dia, diakan kerja di Belawan, dilabolatorium. Jadi kadang maunya dia nginap disitu, akulah yang bawa bajunya kesana. Sama-sama sibuknya kami nang. Tapi kalau dia masuk jam 8 pagi pulang jam 6 sore, baru kami ketemu. Tapi kalau lembur, ya tidak ketemulah. Apalagi kalau misalnya salah, kan dia yang kena, itulah yang buat diayang lembur. Dia itu ga pernah marah , makanya aku udah mandiri. Cuma namanya suami selalunya dikenang dihati. Selalunya awak ingat dia tapi kalau terbiasa, ya beginilah biasanya.

Wawancara Kedua

• Peneliti : Selamat sore nantulang, maaf ya nantulang kalau kelamaan datangnya. Macet tadi di juanda nantulang, hehehe.

(7)

• Peneliti: wah, lagi repot ini ya nantulang ? nggak mengganggu aku ini kan nantulang ? aduh, tidak enak ini..

• RS : Ah, sama sekali nggak lah nang. Nantulang juga nggak direpotkan loh, tapi maklum lah kau ya nang. Masih berantakan nantulang, ini juga mau masaknya sebenarnya untuk malam. Tapi cerita aja dulu kita ya..

• Peneliti: tidak usah nantulang, sambil masak aja ngobrolnya nantulang. Nggak apa-apakan nantulang ?

• RS : (tertawa) tapi gimana rekamannya ntar? Nanti kau rekam pula suara gorengan ini, tapi nggak apa-apalah ya nang ? maklumlah mamak-mamak repot..

• Peneliti: ya nantulang, mana tau aku juga bisa bantu nantulang motong-motong, atau apalah nantulang..

• RS : ayoklah, nantulang malah merasa dibantu kali… (sambil berjalan kedapur dan mempersiapkan seluruh persiapan masakan)

• Peneliti: nantulang sering masak ?

• RS : iyalah nang, apalagi yang paling kecil itu. Senang kali kalau nantulang masak sambel, enak katanya. Taulah kau kan, siapa yang masak ? Cuma aku nya yang masak, kalau si “J” mana bisa masak itu. (tertawa sambil memotong tempe)

• Peneliti: habis pulang jualan langsung masak, wah hebat kali nantulang ya. Nggak capek begini terus nantulang ? kan nggak ada henti-hentinya dari pagi nantulang…

• RS : tidaklah nang, aku kan udah terbiasa. Dari bapak masih ada sampai sekarang masih tetap nya sama kan nang…

• Peneliti: wahh, kalau semua nantulang bisa berarti tinggi dong sinamot nantulang dulu ya. (tertawa sambil tersenyum)

• RS : haduh, nggak juga ah nang. Biasa aja nya sinamot nantulang, lagian udah berapa tahun lalu, ada kali 21 tahun yang lalu nang. Aduhh, gitulah nang. Tapi ya sinamot nantulang berapa ya, udah lupa juga nantulang. Udah lama kali itu nang, tapi tulang mu memang baik kali orangnya. Kayak yang nantulang certain kemarinlah nang, jadi berapapun dulu sinamotku, lebih senangnya aku dengan pernikahanku disbanding mikiri sinamot. (tertawa terbahak)

• Peneliti: iya ya nantulang, memang kalau suami ninggali kesan baik pasti susah kali ingat jahat nya ya nantulang. Apalagi jarang dapat laki-laki kayak tulang itu, wah sampai sekarang masih terasa semua dong nantulang ?

(8)

lagi banyak yang lahiran di Medan ini ya. Oh rame kalilah nang, maunya disitu tadi sekalian kau bantukan. Tapi nggak siap lah wawancara mu ini, udah gimana rupanya skripsimu ini nang ?

• Peneliti: aduuh, masih begini aja skripsinya nantulang. Banyakan malasnya sih nantulang, tapi gitulah nantulang harus cepat semangatnya kayak nantulang kan. (tertawa)

• RS : ya lah nang, semangat lah nang. Si “J” juga terus nantulang motivasi, biar cepat kan. Bisalah dibantunya adeknya ini kan nanti. Oiya, mau tanya apa nang ? apa yang kurang jelas itu nang ??

• Peneliti: oh, iya nantulang mau tanya-tanya tentang kemarin nantulang. Hehe, menurut nantulang apa aja peminggiran atau penomerduaan di adat batak ini nantulang ?

(9)

jahat maksudnya, baiknya maksudnya. (menjelaskan serius dan terhenti sejenak menyiapkan masakan)

• Peneliti: iya nantulang, wah enak ini sepertinya nantulang. Terasa menggebu-gebu ya nantulang, apalagi sambil masak ya nantulang. Padahal tadi aku itu sempat mikir kecapekan kali nantulang, rupanya semangat kali bahas adat ini ya nantulang. Wahh, salut kali memang sama nantulang ini. Oiya nantulang, jadi penomerduaan itu baik menurut nantulang ? sepertinya pro sekali ini ya nantulang dengan ajaran di adat ini ?

• RS : hahaha, ah bisa aja kau. Nggaknya, pro lah nantulang. Gini ya elin, sedihnya kita jadi urutan kedua, siapa yang nggak mau jadi yang pertama? terkadang adanya rasa kesal, kan belum tentu semua laki-laki itu keputusannya benar. Cuma mungkin sudah itulah jalannya dari zaman dulu, ya nantulang pun bingungnya kadang. Nggaknya sesuai dengan hati tapi ya mau gimana nang ? kayak kubilanglah, dulu duduk didepan aku karena ada suamiku, tapi setelah meninggal dimana coba ? di belakang kan nang ? itu nomer dua kurasa, karena aku dihargai kalau ada suamiku, kalau tidak ada suamiku ya tidak dihargai aku. Kenapa duduk dibelakang ? karena nggak ada suara kita, tapi sebenarnya kalau di adat setauku tetapnya duduk didepan karena aku kan ditinggal karena meninggalnya bukan karena orang atau karena cerai. Aku masih istrinya, tapi ya itulah, mungkin ada nggak enak dihatinya jadi ditunjukkinnya lah mungkin. Gitulah nang, makanya stresnya kalau dipikiri tapi aku masa bodo ajalah nang.

• Peneliti: oiya nantulang, begitu ya nantulang. Jadi semua pada dasarnya itu baik ya nantulang. Positif sekali nantulang menanggapinya ya. Ini udah masak ya nantulang ?

• RS : iya, ini sudah masak. Ya begini ajalah nang, yang penting ada ikan orang ini. Karena nggak ada bapaknya, jadi ya harus nantulang semua yang merangkap. Kayak nantulang bilang kalau nantulang harus siap jadi ayah dan jadi ibu buat anak nantulang.

• Peneliti: hem, tapi ini saja sudah sempurna bagi mereka ya nantulang. Kata “J” saudara dari tulang di Medan semua ya nantulang ? sering mereka berkunjung atau main kesini nantulang ?

• RS : yah begitulah, di Medannya orang itu semua tinggal. Tapi nggak pernah nang, sedikit pun tidak. Lihatlah ya, mereka itu sebelum tulang pergi, nggaknya baik. Apalagi tulang sudah menghadap ke Surga, pastilah mereka tidak menganggap lagi, karena kayak yang nantulang bilang. Kalaupun ada pesta nantulang hanya seperti tamu. Mungkin itu semua karena nantulang tidak begitu dekat dan memang karena ada masalah yang dipendam. Jadi, ya seperti ini lah keluarga kami nang…

(10)

• RS : yah, membatasi dirilah nang. Dari awal berumah tanggah sudah membatasi diri mereka sama kami, nantulang nggak tau kenapa tapi mungkin karena nantulang bersikap tegas. Kalau nantulang tidak suka ya tidak suka, itulah nantulang. Kalau nggak enak di hati ya nantulang bilang daripada nantulang simpan-simpan.

• Peneliti: pernah tidak sampai berantam nantulang ?

• RS : oh, nggaklah nang. Gini, mereka kalau tidak senang hanya dalam hati baru diceritakan ke orang lain. Nantulang mana bisa begitu nang, jadi kalau di depan orang ya baiknya kami. Cuma di dalam hati ini perangnya nang. Karena nantulang pun nggak tau kenapa mereka bisa begitu nang. Seringnya nantulang mikir, kenapa lah bisa gitu ? tapi daripada stres, ya nantulang buang jauh-jauh pemikiran itu. Apalagi sekarang janda, yah mana mau nantulang pikiri kali itu. Kasihan anakku, mending mereka kuperhatikan nang.

• Peneliti: jadi dari saudara tulang perlakuannya hanya begitu aja nantulang ? tidak ada menunjukkan rasa tidak sukanya atau hanya sekedar berpendapat bahkan menyapa aja nggak ada nantulang ?

• RS : ya iya lah nang, Cuma “uda”nya si “J” baik nya sama kami. Si “J” sering dikasih tas dari “uda”nya itu. Makanya kalau aku, tetap nya sama ku buat semua kan nang, padahal bapak si “J” kan laki-laki tertua, nah jadi opung “J” nya namanya. Itupun sebenarnya penomerduaan juga menurutku, karena anak pertama perempuan, anak ketiganya bapak si “J” kan ? tapi itulah karena ikut marga bapak kan, karena perempuan ini kan ikut marga suami kelak. Ya itupun opungnya nggaknya di urusi kami, ya ibarat kayak saudara, hanya sekedar saudara aja nang. Padahal kan keluarga dekatnya kami, bahkan cucunya tapi ya begitulah nang. Itulah tergantung kita nya adat ini, samaku yaudahlah sama nya semua. Capek loh nang mikiri masalah, kurasa kaupun nggaknya mau punya masalah kan nang ? hahahah. Ah, ayoklah duduk di depan kita, masak didapur cerita. (serius bercerita)

• Peneliti: hahahah, iya nantulang. (duduk di samping ibu RS)

• RS : itulah ceritaku nang, tanya aja si “J” taunya dia nang. Ini satu gang ini, keluarganya kami. Keluarga dari ku ya, jadi gang ini saudara nang. Sitanggang lah nang, kakakku di depan tinggal. Itulah nang, tetapnya keluarga darah kita yang lebih memperhatikan kita nang. Aku kan baru dekorasi rumah, di tempat kakakku nya kami tinggal pas lagi di renovasi, ehe dekorasi pula kubilang tadi ya ? itulah nang, udah tua nang.. • Peneliti: oh, begitu ya nantulang. Jadi mereka tidak keberatan nantulang ?

soalnya ada juga nya keluarga sendiri jadi musuh kan nantulang ?

(11)

yang kita perbuat itukan karena kita, mana ada campur tangan orang lain. Kan diri kita yang menentukan kita kemana nang,itulah nang nggak nya mereka keberatan. Tapi tau diri juga lah kita nang, hahaha. Semua ergantung kita nya bawakkan diri kita nang. Kalau orang lihat mana yakin hidup sendiri bisa biayai anak, didik anak, bahkan jadi kawan sama anak. Nggak terpikirkan ku aku bisa begini, tapi apa ? bisa nya kan nang ? kita nya itu yang bawakkan diri kita bagaimana nang. Jadi mungkin adanya diluar sana tapi kalau kami, masih bisalah ku atasi dan ku kasih jarak nang. • Peneliti: jadi begitulah ya nantulang. Jadi sewaktu tulang meninggal,

bagaimana sikap mereka nang ?

• RS : itulah nang, sebenarnya kami “hula-hula” mereka kan ? tapi adakah kami dianggap ? tidakkan, jadi sama aja itu tergantung orangnya. Waktu meninggal, ya gimana ninggal lah. berbelasungkawa nya mereka, tapi standar aja. Pastilah sedih, namanya saudara mereka. Tapi setelah pergi tulang, merekapun pergi. Kalau ada ninggali sepatah dua kata kan nggak apa-apa, ini sekarang seperti perang dingin kami termasuk mertuaku. Sikap mereka ya biasa aja, gimana lah keluarga biasa aja nang. Itulah nggak tertebak kita orang kan ?

• Peneliti: oh, ya nantulang. Tadi kan nantulang bilang orang nantulang hula-hula mereka, seharusnya “somba marhula-hula” kan nantulang ? itu gimana pandangan nantulang ?

• RS : itu dia nang, harusnya “somba”. Harusnya dihormati tapi kenyataannya tidak demikian, setelah bapa meninggal kami tidak di anggap. Itu lah kenapa aku bilang kembali ke orangnya. Seharusnya hula-hula itu di hormati, di segani, tapi malah kami yang segan sama kakaknya, adeknya. Itu yang buat aku, yaudahlah. Jadi seperti tidak peduli lah, karena ketika aku peduli mungkin aku yang seperti orang gila. Berat jadi janda karena sendiri aja sekalipun memiliki anak, sedih sekali dek.

• Peneliti:iya nantulang, sabar ya nantulang. Tapi kalau begitu, makasih ya nantulang buat waktunya.

• RS : iya nang, ayoklah makan disini.. (wawancara berakhir) •

Wawancara Ketiga Melalui Telepon Seluler

• Peneliti : bagaimana menurut nantulang mengenai sinamot di kalangan batak ?

(12)

• Peneliti : jadi kalau sinamot tidak ada bagaimana ? apa mempengaruhi harga diri ?

• RS : tergantung manusianya, pasti lah ada yang mempengaruhi harga diri tapi ya balik ke orangnya bagaimana menanggapi sinamot. Sinamot itu bisa juga sekalian uang pestanya atau hanya sekedar untuk baju dan sebagainya. Tapi sebenarnya aku belum pernah mendengar tidak ada sinamotnya, karena sinamot itu kan hanya simbol penghargaan. Kalau masalah banyaknya uang berapa itu tergantung kita, tergantung yang bersangkutan. Kalau sinamotnya kecil, ada dek, sering aku dengar itu. Tapi kan karena kemampuan yang kita miliki itu semua.

• Peneliti : hubungan sinamot dengan pendidikan ada nggak nantulang ? orang sering bilang, makin tinggi pendidikan, sinamot juga tinggi. Bagaimana maksudnya ya nantulang ?

• RS : maksudnya itu, kan nggak mungkin lah professor tapi gajinya anak baru tamat SMA. Jadi begininya itu, kalau pendidikan tinggi, kerjaan juga nggak akan sama dengan yang pendidikannya tidak tinggi, jadi uang yang dia miliki juga pasti berbeda. Bukan hanya uang tapi pengetahuannya juga tinggi, jadi nggak akan pernah sama yang pendidikan tinggi dan pendidikan rendah. Kemampuannya juga akan berbeda, sehingga dikatakan makin tinggi pendidikan, sinamot juga makin tinggi. Tapi itu hanya sekedar aja nya nang, tidak begitu ada itu di adat. Intinya besarnya sinamot tergantung kepada dua belah pihak. Sebenarnya kan sinamot itu hanya rasa terimakasih aja sudah menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi, jadi kan mau diambil pihak laki-laki menjadi bagian keluarga sehingga di beri lah rasa terimakasih.

• • • • • • •

Lampiran 2 : Transkrip Wawancara Perempuan sebagai Orangtua

Tunggal YS

Wawancara Pertama

• Peneliti : ibu, nama ibu siapa ?

• Ibu Y.S : ibu silalahi nak, kalau nama lengkapnya y****** silalahi nak. Kalau bapak simamora.

• Peneliti : ibu sama bapak berapa jarak umurnya ?

(13)

• Peneliti : sejak kapan ibu tidak memiliki suami ? • Ibu Y.S : tanggal 1 mei 2007 yang lalu nak.

• Peneliti : kalau boleh tau kenapa ibu tidak memiliki suami lagi ? • Ibu Y.S : Bapak punya penyakit jantung nak, itulah yang

kukesalkan nak, nggak pernah bapak cerita nak, selalu diam. Akupun tahu pas 4 bulan sebelum bapak pergi nak. Sifatnya pendiam kali nak, makanya yaudahlah mau gimana lagi nak.

• Peneliti : Oiya, Ibu kental tidak dengan adat ? tau nggak “Dalihan Na Tolu” ibu?

• Ibu Y.S : Semenjak berumahtangga ininya aku belajar tentang adat nak, namanya sudah jadi istri nak. Ya, sedikit banyaknya aku mengertilah tentang adat. Tapi aku bukan paradat ya nak.

• Peneliti : oh haha, iya ibu. Ibu tau tidak “Dalihan Na Tolu” ?

• Ibu Y.S : ehe, masak orang batak tidak tau itu. Tahu lah aku , itu kan apanya orang batak. Kalau kita orang batak ini harus taulah itu, makanya kita tau beradat, tau menghormati, gitu nak. Elek marboru, somba marhula-hula, manat mardongan tubu. Udah semua dicakup disitu, kalau tau kita itu, ya bisalah kita paham tentang batak ini.

• Peneliti : ya yaa ibu, kalau gitu gimana pandangan ibu tentang “Dalihan Na Tolu” itu ?

• Ibu Y.S : ya, kalau akunya yang kayak kubilang tadilah, itu kan adat, budaya batak. Jadi harus taunya kita yang ketiga itu , dan itunya pedoman orang batak. Makanya aku tetap nya menghormati hula-hulaku sekalipun dia marah-marah atau apalah. Tapi menghormatipun ada batas-batasnya, jahatpun dia contohnya tetap kuhormati tapikan banyak cara untuk menghormati. Tapi apapun itu gak nya ada yang salah menurutku dari “Dalihan Na Tolu” itu, itukan hal yang baik, kadang kita bilang “Dalihan Na Tolu” itu tidak benar, tapikan kembali ke orangnya nya nak. Positif ajalah hidup ini, soalnya ya gak pun kita jahat, banyaknya yang jahat sama kita nak. Ah, gitunya hidup.

• Peneliti : iyaa bu, namanya hidup ya bu. Terus gimananya menurut ibu peran perempuan di adat batak atau di keluarga batak ini ?

• Ibu Y.S : yah, kalau aku kurangnya mengerti adat dan kenyataannya. (tertawa dan mata berkaca-kaca).

• Peneliti : loh, kenapa gitu ibu ?

(14)

baru saja satu setengah bulan suami saya meninggal, kami sudah dicekcokin sama harta gono gini, rumah kamipun dikunci mereka. Sedih kalinya dek, aku dulu dikampung dek sama suamiku, di merek itu nya kami tinggal, tapi pas meninggal suamiku, anakku pun udah gedek, makanya aku dimedan ini. Tahun 2009 nya aku dimedan ini, tapi itupun nggaknya enak hidupku dek. Lalap diganggu sama mereka, makanya kubilang adat itu tidak salah, orangnya yang salah mengartikan. Suamiku itu anak bontotnya sebenarnya, tapi pas hidup, dianya abang, dianya yang dihargai mereka. Banyak suamiku ini bantu keluarganya, hormat kali keluarganya tapi sekarang tidak lagi. Gitulah dek, mungkin dipertanyaan adek selanjutnyalah bisa kulanjuti cerita ku ini. (tertawa menghibur diri) • Peneliti : yaa, ya bu. Saya pun tidak tahu mau ngomong gimana. Ibu

seringnya ikut acara adat gitu ?

• Ibu Y.S : kalau dari keluarga pihak saya, ikutnya aku. Aktifpun aku, di acara masyrakat gitupun hadirnya saya. Saya senang ikut gitu, karena buat saya banyak teman, hidup saya pun jadi gak gitu-gitu aja. Kalau anak saya bilang yang perempuan baru tamat itu, biar gak flat gitu. Tapi ya nak kalau dikeluarga suami, aduhhh, tidak dianggap saya nak, tapi tetap saya baik nak. Teserah mereka mau bagaimana, yang penting saya baik aja. Tapi kalau kayak di punguan simamora, datangnya saya. Saya mau datang nak, tapi kalau dikeluarga suami, datangpun saya, tidak nya mereka anggap. Saya dibelakangpun mereka tau itu, dan malah tidak dipedulikan. Kadang mikirnya saya, sudah kayak sinetron hidup saya in, tapi itulah kalau tau kita arti serakah dek.

• Peneliti : bagaimananya menurut ibu adat batak toba ini ?

• Ibu Y.S : Adat batak ini kan sifatnya baik. Sebenarnya kan untuk menjaga kerukunan, semua diatur supaya harmonis kan. Tapi ya pada kenyataannya yang saya lihat, hanya setengah nya dijalani orang batak ini, hanya simbol aja nya. Bahkan ya dek, orang zaman sekarang mana pala mau tahu tentang adat. Coba adek tanya “Dalihan Na Tolu” sama mahasiswa kedokteran itu, pasti jawaban mereka itukan orang tua-tua dulu yang tau. Kenapa kubilang gitu, pernah kutanya sama anak abangku yang dikedokteran, gitu jawabannya. Anakkupun yang ketiga itunya yang Cuma tau “Dalihan Na Tolu”, itupun karena anak panggoran laki-laki nya dia.makanya zaman sekarang mulai tercerminnya kalau adat itu hamper terlewatkan.

• Peneliti : yaa ibu, ibu mengajarkan adat ke anak-anak juga ?

• Ibu Y.S : yaaa, gimananya adek ini. Ya diajarkan loh, saya bimbing, saya tekankan tentang adat, biar mereka tau jati diri mereka sebagai orang batak nak ku.

(15)

• Ibu Y.S : yah saya kalau mengrurus anak ya seperti biasalah nak, tapi ya kalau anak-anak ada masalah, hanya saya sendiri yang berfikir nak. Kadang saya mengurus anak ini kan nggak bisa hanya sendiri aja, apapun katanya ya harus ada nya suami, dibiasakanpun gaknya biasa sepenuhnya nak. Dulu saya mengurus anak kan biasanya saya kasih bontot, suamiku yang ngasih jajan lagi, ngantar , gitu lah nak. Sekarang saya sendiri semuanya, apa-apa sendiri. Untunglah anak saya mengerti nak, jadi orang ini memang saya sekolahkan udah disiantar mulai SMP nak, jadi mereka pun mandirinya semua. Cuma hanya masalah-masalah sedikit tidak bisa saya diskusikan lagi. Kalau urus anak, dulu anak saya SMA kelas 1 dikalam kudus siantar, langsung saya pindahkan ke kampong semenjak suamiku nggak ada lagi. Itulah saya bersyukurnya ke Tuhan nak, mereka mengerti nak ku. Mereka baik-baik, walaupun mereka nggak ngerti masalah besar. Menurutku berhasilnya aku mengurus anak ini walaupun sendiri, soalnya anakku yang pertama udah tamat kuliahnya, udah kerja di banknya, kalau anakku yang kedua baru tamatnya dari polmed ini, sekarang cari kerja dia. Baru bulan 10 kalau tidak salah wisudanya , kalau yang ketiga ini masih kuliahnya di usu ini, kenalnya kau nak, orang satu kuliahnya kalian. Kalau yang ke empat bentar lagi tamat SMA nya nak, kalau si pudan kami itu ya itulah perjuangan sekarang, apalagi masih kecilnya dia suamiku meninggal. Emang susah nak menjalani sendiri, semua sendiri, tapi anakku tinggal yang bisa kuperjuangkan. Suamiku itu sayang kali sama semua anaknya, tapi mau gimanalah , kalau kata orang nak, orang baik ini cepatnya dipanggil Tuhan. Aku sering nya nangis sendiri, makanya pas anakku yang pertama sarjana, nangis bahagia kali aku nak. Berhasil aku kuliahkan anakku, dulu aku sempat kuliah nak, tapi gitulah nak nggak bisa melanjutkan lagi. Makanya aku biasakan begini karena aku tau anakku mampu untuk jadi orang yang berhasil. Gitu nakku. • Peneliti : iya ibu, Bagaimananya perasaan ibu saat menjadi orangtua

tunggal ini?

(16)

janda ini baiknya tapi negative nanti pandangan orang,karena orang lalapnya lihat negatifnya. Kalau aku suka mu situ, urus urusku sendiri, ngapain urusi orang.

• Peneliti : perbedaan yang paling ibu rasakan itu apa ?

• Ibu Y.S : yah, dulu apa-apa suaminya walaupun dia pendiam kali. Sekarang sendiri, apalagi yaa, dulu adanya kawan kita nangis, sekarang kan nggak mungkin anak kawan nangis kita ? (tertawa). Aku ya nak, gak nya pala kupikiri kali hidup ini lagi, udah susah kali kurasa kalau kupikiri, mendingan senang-senanglah aku, tertutupi sedih itu. Memang dulu aku dekat sama Tuhan nak, sekarangpun dekatnya tapi ada rasa marah kadang, tapi itu salah yaa nak. Masak Tuhan kita marahi. Haha. Dulukan kami dua yang kerja nak, sekarang akulah sendiri. Aku nya yang kerja sendiri, walaupun anakku udah kerja di Jakarta sana, aku nggak mau repoti dia, apalagi meminta uangnya sepeserpun. Karena biarlah dia disana baik-baik. Gitu aku nak, aku sekarang ceritanya sama anakku yang laki-laki itulah, jadi itulah bedanya nak. Hahaha

• Peneliti : berarti ibu saat ini sendiri aja menafkahi anak-anak ibu ? • Ibu Y.S : ya iyalah nak, jadi siapa lagi. Iya nak saya yang cari

nafkah sendiri,dulu saya ada toko pupuk, tapikan sekarang tinggal di medan nak, jadi jeruk itu yang dikampung saya olah. Dulu ada kopi juga nak, tapi karena banyak masalah keluarga, saya juallah nak. Kerja keras kalilah nak, karena keluarga pihak suami ini nya nak. Kami itu tidaknya ada kenapa-kenapa. Kami pernah nya gak makan karena tertutup kayaknya berkat itu dibuat orang itu nak. Taulah dikampung kan nak. Masih kentalnya dukun-dukunnya, tapi terserahlah nak, Tuhan aja kupercayai, buktinya bisanya aku hidupi anak-anakku.

• Peneliti : ibu sering tidak menangis ingat zaman dulu, ingat suami ? • Ibu Y.S : hahahaha, bagaimananya ya.. ya nangislah nak, sering aku

dikuburan itu nangis nak, malampun mau aku nangis,karena kan disebelah rumah kaminya kuburan nya. Sering aku nangis nak, tapi bangkit lagilah aku. Aku gak mau terpuruk lama-lama nak. Kalau lagi sedih, aku nonton aja life channel itu nak. Taukan nak ? tv rohani itu ? aku dulu kalau ingat dia, mau marah-marah, karena pastinya ada tidak terimanya, karena pendiamnya itu buat aku jadi bingung nak. Aduh, kalau kuingat dia nano-nano nya nak (airmata bercucuran).

• Peneliti : Jadi bagaimananya hubungan ibu dengan keluarga suami ? • Ibu Y.S : wah, hahahahaha. Aduh nak terkejut badannya aku nak,

(17)

meninggal adanya masalah, mau dibuat kuburannya dikampung lebih kampung dalam sana tapi aku nggak maulah. Apalagi baru satu setengah bulannya suamiku meninggal, udah dikunci orang itu rumah kami, mau diambil alih mereka. Makanya lah tamat SMA anakku, langsung kujualkan itu, makanya lah aku dimenteng ini. Kalau kuceritakan semua, muak nanti kau nak. Aku pun agak malasnya bahas mereka. Tapi nak udah adalah satu dua orang yang berubah mereka, itulah kalau kita baik, adanya nanti dikasih Tuhan sama kita. Inilah minta maafnya mereka, tapi aku nggak maulah kayak dulu lagi, pastinya ada jarak, bukan karena apa tapi takut terulang nak, daripada terulang lagi mendingan jaga jarak biar nyaman aja yak an nak?

• Peneliti : iyaa ibu yaa, benarnya itu ibu. Kalau dengan keluarga dari pihak ibu bagaimana ?

• Ibu Y.S : kalau itu tetapnya baik, tapi ada satu itu memang nggak dekat kami sekarang. Abangku ada disitu, di tanjung balai. Kalau dia memang gak nak, itulah mau dijodohkan pula anakku sama anaknya, kalau aku ya terserah anakku aja tapi akupun masih adanya rasa sakit nak. Tapi semua keluargaku mendukungku nya nak. Kembali keorangnya nak, kalau jahat awalnya jahatnya terus, pastinya ada jahatnya nak. kalau acara-acara adat, aku pastinya datang nak, aku nya nanti yang aktif pun.

• Peneliti : Kalau sikap keluarga ke anak bagaimana bu ?

• Ibu Y.S : kalau anak sih sama ajanya perlakuan mereka. Tapi aku jahat pun mereka kan kembali lagi keanaknya, gimana pandangan mereka , karena aku kubebaskannya anak-anakku sama mereka. Tapi sikap mereka adanya kurang baiknya, karena kulihat keluarga suamiku ini sama aja nya gimana aku dan gimana anakku. Bayangi aja dulu mereka sempatnya mau ngapain anakku, tapi aku nggak terimalah, ngerinya keluarga kami nak, suamiku nya baik kali jadi manusia nak. tapi gitulah nak.

• Peneliti : kalau keluarga pihak ibu bagaimana ?

• Ibu Y.S : yah, keluarga ku ya baiknya sama mereka. Tengoklah kuliahpun samanya anakku sama anak kakakku. Baik-baik ajanya, tapi keluarga suami ininya yang buat aku bingung, ntah apa salahku, tapi begini terus nak. tetanggapun taunya nak bagaimana perlakuan mereka. Kasihan pun tetangga melihat kami, katanya yang terlalu kuat kali kami menghadapi mereka. Masak jadi mereka yang menolong aku, harusnya kan keluargaku sendirilah yakan nak ?

• Peneliti : oh yaa lah bu, jadi tetangga atau orang sekitar gimana pendapatnya tentang ibu?

(18)

makanya yaudahlah, tapi pasti adanya tanggapan orang negatif, tapi karena udah kerja anakku, ya udah tualah menurut mereka, kan nggak mungkin lagi direcoki nak. adanya yang tanya, kok nggak menikah lagi ? tapi apalah mau kubilang, kalau tadi aku nggak punya anak bisalah nak, ini anakku pun ada, akupun masihnya selalu sayang dan ingat sama suamiku, masak kucari orang lain. Aduh kalau tadi mamak-mamak genit itu bisalah gitu, ini aku urus pula lagi nanti orang lain ? aduh nggak kerjaanku kali itu nak, lagian buat apa kawin lagi yakan nak ? tapikan mereka nanya gitupun karena nggak mengertinya nak. memang kalau janda ini negatifnya pandangan orang terus tapi tergantung kita buat jadi positif nak. • Peneliti : iyaa ibu, tepat nya itu. Oiya, kalau peninggalan suami

adanya sama keluarga ibu? maksudnya adakah yang tidak ibu terima ? • Ibu Y.S : iya nak, dulu pas suami ibu meninggal mobilpun ditarik

mereka, dijual mereka. Katanya itu hak mereka, ibu malas sebenarnya cerita yang beginian nak. tapi yaudahlah nak, mau kata apa lagi dek.

• Peneliti : Ada nggak bu perbedaan sikap ibu terhadap anak sewaktu masih memiliki suami dan tidak ?

• Ibu Y.S : adalah nak, ibu lebih giat lagi bekerja untuk anak. Lebih berjuang nak, tapi kalau sikap ibu ya biasalah nak, gimana buat anak-anak ibu tidak sedih. Karena mereka tertekannya pasti kalau nggak punya bapak apalagi sikap keluarga suami yang tidak mendukung nak.

• Peneliti : Bagaimana menurut ibu posisi ibu di keluarga ? • Ibu Y.S : keluarga mana nak ? keluarga ibu yang inti ini ? • Peneliti : iya ibu, bagaimana posisi ibu sekarang ?

• Ibu Y.S : saya sih nak tentu berbedalah nak, dulu saya sebagai ibu sekarang sebagai ayah juga. Merangkap lah nak, Cuma sekarang ibu lebih tegas lah nak, tapi harus seimbang juganya nak, kadang kayak ayah kadang kayak ibu, gitunya nak.

Wawancara Kedua

• Peneliti: Selamat siang ibu, nggak mengganggu kan ibu ?

• YS : ah, nggak lah nak. kemarin kurang ya wawancara nya ? ibu kira udah semua ibu bilang dengan jelas lah. (senyum sambil mengarahkan duduk di ruang tamu)

• Peneliti: iya ibu, ada yang kurang pertanyaan kemarin ibu. Ada beberapa yang ingin di tanya lagi ibu, sudah lengkap kok yang ibu kasih, hanya mau lebih dekat lagi ibu. Saya penasaran dengan kehidupan orangtua yang mandiri ibu.

(19)

• Peneliti: loh, kenapa tidak muat ibu ? hahaha, ibu ini bisa aja.

• YS : ya iyalah, soalnya banyak hal negatif yang akan kau dapat, banyak yang menyakitkan nak jadi maksud ibu kamu ambil saja hikmahnya nak.

• Peneliti: makasih ya ibu, oh ya. Ibu kemarin bilang semenjak berumah tangga baru tau adat, emang sebelumnya ibu tidak tau ya ?

• YS : oh, ya nak. ibukan di Medan, di Menteng ini nya ibu kecil. Kalau di Medan, ayah ibu itu juga hanya sekedar tau nak. anaknya juga kan banyak nak, jadi nggak semua lah bisa diperhatikan. Ibu juga dulu nggak begitu paham tentang adat, ibu abaikan lah nak karena ibu belum begitu paham. Setelah menikah sama bapak dan tinggal di kampong, yaudah sering bapak ajak ibu ke pesta adat, apalagi kalau dikampung kan kita harus ikut nak. masih dekat sama tetangga kan nak, baru semua itu sama. Pasti ada aja hubungan keluarganya, semarga aja udah saudara. Ibukan orang batak, bapak juga orang batak, tinggal di kampong ada lagi yang semarga nak, kayak ibu kan kalau ke simalungun sipayung, jadi semua orang sipayung itu saudara ibu. Dekat lah dengan sipayung, kalau ke karo sembiring kan jadi sembiring juga saudara ibu. Apalagi dulu ibu di Merek kan, jadi becampur itu toba, simalungun dan karo. Itu sih enaknya beradat ini, tapi yah pasti adanya gak enaknya nak.

• Peneliti: wah, banyak sekali dong keluarga ya ibu. Kalau tersesat hanya dengan marga aja dong ibu ?

• YS : hahahahahhah, pas yang kamu bilang nak. tinggal jual marga aja kan nak..

• Peneliti: iya iya ibu, oiya anak ibu yang terakhir kalau tidak salah masih kecil ya ditinggal bapak ? itu gimana perasaan ibu menrawatnya ?

• YS : mirip sekali kan nak mereka ? udah kamu lihat foto bapak dan si pudan kami itu kan ? jadi setulus hati kali aku merawatnya, ada sosok suamiku disitu. Itulah yang sering buat aku nangis, apalagi dia cepat ditinggal. Sedih kali nya nak, dia belum tau apa-apa nak. masih SD atau SMP dia itu, ibu lupa tapi kasihan lah nak, sangat disayangkan sekali nak. ibu merawat dia setulus hati kali, ibu memang beda kan dia dari yang lain. Dia harus di double kan kasih sayangnya nak. dulu memang sering sekali bapak memberi dia hadiah, tapi itu masih kecil jadi ingatannya juga tidak akan sekuat orang dewasa kan, maksudnya tidak begitu di ingatnya atau hanya sekdar. Taulah gimana perasaan anak kan? Masih labilnya nak. • Peneliti: wah, tapi kemarin cerita-cerita kecil sama kakak, katanya sempat

ya si kecil mau diangkat pak tuanya ya ibu ?

(20)

mau dibiayai nya. Makanya herannya aku tapi yaudahlah nak, untung gak jadi nak. ih jahat nya mereka nak, syukur udah nyamannya hidupku di Menteng ini sekarang nak.

• Peneliti: oh begitu ya ibu, jadi sekarang bagaimana keluarga dari suami ibu ? apa pendapat mereka tentang keluarga ibu yang sekarang ?

• YS : wah, itu lah nak. awalnya mungkin mereka pikir kami akan hancur karena keadaan, tapi aku sama anakku bekerja sama kami. Kerja keras kami untuk dapatkan yang lebih baik lagi nak. adalah kakaknya sudah berubah samaku, minta maaf mereka tapi jahatnya itu masih membekas loh nak.makanya udahlah memaafkan tapi bukan berarti lupa aku dengan perbuatan mereka. Ada juga paktua orang ini udah skait-sakitan , samaku nya datangnya. Bukan karena uang ya nak tapi mungkin dilihatnya kalau aku nggak nya jahat Cuma kalau nggak enak ya kita bilang lah. hehehe. Tapi abangnya juga ada satu yang udah meninggal, istrinya baik samaku skerang. Cuma abangnya ada satu, itulah otak dari kehancuran kami. Dia yang jahat, dia sampai sekarang di kampung nak. pendapat mereka sama kami ya nggak tau lah nak, kalau masih di suduti, ya disudutinya. Ibu itu udah malas kali bahas tentang mereka nak, ibu tau jahat dari mereka lah nak. ibu juga dulu awalnya yang dilarikan bapaknya nak untuk menikah..

• Peneliti: iya ibu, oiya kenapa ibu bilang waktu masih hidup sangat di hormati keluarga suami ?

• YS : ya nak, walaupun paling kecil tapi bapak lebih berwibawa nak. Bapak diam tapi tegas, jadi hormat mereka. Bapak juga baik, bapak sangat baik sama keluarga bahkan lebih perhatian dengan keluarganya dibanding keluarga intinya. Bapak dulu sangat rela berkorban nak, tapi bapak tidak terbuka dengan ibu kalau masalah keluarga nak. Menurut ibu, salahnya bapak ini karena nggak tau dia apa arti pernikahan, seharusnya kan kami satu. Seharusnya tidak adalagi yang harus kami tutupi, bahkan aku nya orang terdekatnya bukan lagi keluarga. Yah, tapi mau gimana lagi nak. Nasi sudah menjadi bubur sekarang, jadi karena bapak terlalu pemberi lah sehingga kami disegani dulu. Asal kami berantam, tidak pernah satu orang pun yang tahu nak. Bapak tidak suka mengumbar-umbarkan kebobrokan kami. Orang tau keluarga kami ya akur aja, tapi itulah nak semua sudah terbalik. Apapun tidak adalagi kami di anggap.

• Peneliti: Dari awal ibu sudah tau kalau bapak orangnya pendiam dan emang begitu sifatnya ?

(21)

sewaktu bapak sakit keras yang mau dibawa ke Medan bertukar mobil dia sama abangnya. Di Kabanjahe tukar mobilnya, ibu lupa kalau semua surat-surat bapak buat di mobil. Semua surat-surat disitu nak, surat-surat tanah, surat-surat-surat-surat mobil, truk, semua ada di dalam nak. Pokoknya lengkap semua di dalam nak, tapi sudah terlanjur nak soalnya tidak kesitu pikiran ibu, pasti suamilah yang ibu pikiri nak, setelah itu sampai di Herna itu lah ibu baru keingat. Yah, pikiran ibu masih positif nak. Belum ada mencurigai, rupanya itulah semua awalnya nak. Ibu heran nak, kenapa bisa abang buat seperti itu ke adiknya sendiri. Memang bapak anak dari istri kedua nak, tapi kan masih mengalir darah itu kan nak ? Sakitnya hati ibu, tapi yaudah ibu jalani ajalah semua sekarang. Jadi kalau kupikir-pikir nak, uang itu penghancur nak. Satu hal yang buat aku terkejut, ada ya keluarga begini kejamnya. Ah, sinetronpun kalah nya sama nasib ku ini. Sedihnya tapi mau apa? Awalnya mereka baik, kakak-kakaknya juga baik samaku nak. Apalagi abangnya yang paling jahat itu, baiknya sama kami nak. Suaraku sebagai perempuan pun diutamakan, seharusnya aku sebagai perempuan kan tidak wajib di batak kan nak? Tapi suaraku berpengaruh kali, rupanya yang topengnya semua. Makanya dulu, harusnya perempuan itu tidak ada suaranya tapi mereka buat aku sama kayak laki-laki. Kan kalau di batak ini, laki-laki itu nya yang nomer satu kan? Kalau tidak ada laki-laki keluarga juga tidak pas kan ? Darimana pun jadi, asal ada anak laki-laki yang bermarga atau yang meneruskan. Itulah makanya abang yang jahat itu juga akhirnya adopsi anak laki-laki, karena tidak ada marga keturunannya. Untung saja kemarin si pudan ini nggak jadi kan ? Sempatlah jadi, mungkin habislah anakku itu karena jahatnya kan. Aduh, inilah kalau udah tua ini nak, bawaannya mau cerita aja terus. Semua udah sibuk anak-anakku dengan urusannya masing-masing, dirumah pun jarang. Inilah si pudan ini pun nanti kalau kuliah pasti jauh lebih sibuk dari sekarang kan? Ah, kalau sepi gini aku sedih kali karena nggak tau apa yang mau dikerjakan nak.

• Peneliti: Jadi kalau biasanya nggak ada kerjaan dan sepi gini, apa yang ibu lakukan ?

• YS : yah, apalah ya. Nontonlah, ingat masa lalu, kubongkar foto-foto yang masih ada. Terkadang ibu tetidur lah di depan TV itu, bosan juga kalau sudah tua begini nak.

• Peneliti: Masih kelihatan muda kok ibu, masih tetap cantik loh ibu. Mukanya belum terlihat tua loh bu, masih segar kok.

(22)

• Peneliti: hahah, harus itu ibu. Harus di rawat bu, kalau bukan kita yang buat diri kita cantik siapa lagi ? jadi bagaimana pendapat keluarga ibu dengan keluarga suami ibu ?

• YS : Akukan anak yang paling kecilnya nak, gini lah aku mereka bilang, bodoh kali kau mau mikiri itu. Pikiri aja kesehatanmu, kalau orang gila dilawan kan gila juga kita nak ? (ketawa dan pandangan mengarah keluar sambil menghela nafas). Keluarga ibu itu yah nggak bisa juga ibu bilang membela ibu, karena mereka pun punya urusan juga. Jadi seadanya aja lah nak bantu ibu, dukung ibu. Ibu tidak menuntut juga, kayak anakku yang kuliah di Nomensen kemarin ya tetapnya kukasih kakakku itu tanggungan anakku. Aku kasih uang, aku kasih beras, karena tidak ada yang gratis menurutku nak. Sekalipun keluarga pastilah ada suatu saat bebannya nak, kita juga tidak boleh utang budi.

• Peneliti: gitu ya bu, jadi menurut ibu apa aja penomerduaan di adat batak ini ?

• YS : adat atau masyarakatnya nak ? • Peneliti: Adat ibu..

• YS : Kalau di adat ya ibu kurang paham nak, tapi biasanya yang ibu lihat di nomer duakan itu seperti marga ayah bukan marga ibu, terus kalau di batak anak laki-laki itu nomer satu nak. Kalau di adat ya itu ajalah nak. • Peneliti: Sinamot penomerduaan nggak menurut ibu ?

• YS : oh, itu nggak lah nak. Sinamot itu memang di beli kata kasarnya, tetapi baguslah soalnya kan walaupun di beli tapi mereka memberikan rasa terimakasih nak. Menurut ibu sih tidak ya, tapi nggak taulah orang bagaimana beranggapan nak. Susah juga ibu jelaskan, soalnya takut tidak sesuai nak.

• Peneliti: Nggak bu, itukan pendapat ibu. Ibu berhak menjelaskan apa saja yang menurut ibu tepat.

• YS : Hm, apa ya nak… Sinamot itu kan diberikan oleh pihak laki-laki ke perempuan untuk melamar si perempuan. Adalah pembicaraan berapa resminya, ada juga sinamot itu sekalian pesta atau ada juga yang tidak. Itu tergantung pembicaraan kedua belah pihak, sinamot itu gunanya ya untuk itu kan. Jadi rasa syukurnya sudah membesarkan si gadis dan sekarang si gadis sudah tidak sendiri lagi. Gitu lah nak, jadi sinamot itu bukan berarti perempuan di nomerduakan menurut ibu ya. Tapi beda-beda pendapat orang nak. (serius menjelaskan dan memastikan jawaban yang diberikan sudah tepat)

• Peneliti: oh begitu ya bu, tapi kan perempuannya yang di beli bu ? di beli loh bu, itu kan seperti barang bu ?

(23)

beda arti sebenarnya nak. Jadi bukan di beli seperti barang nak, melainkan tanda syukur, tanda terimakasih. Itu arti yang sebenarnya ya nak, kalau di adat itu maksudnya nak, cuma orang sering menganggap itu di beli. Kalau di beli berarti perempuan bukan sebagai istri lah nak, tapi pembantu nak. itu menurut ibu ya nak..

• Peneliti: Tapi tadi ibu bilang, di beli itu kata kasarnya?

• YS : ya, zaman sekarang orang bilang kan di beli. Itu maksud ibu, tapi kalau dari segi adatnya tidak itu artinya nak. Orang beranggapan itu di beli, tapi di adat artinya itu rasa terimakasih kita nak, kau bayangkan ya nak, kau menikah kan harus dihargai bapakmu ? si laki-laki itu tidak boleh asal main kawini saja kan ? pasti dihargai, bertanggung jawab. Jadi bentuk tanggung jawabnya itu ya ditunjukkannya melalui sinamot itu. Artinya ini aku, aku sudah bisa membiayai anak bapak. Akulah yang menghidupi anak bapak sekarang. Jadi itu bukan nomer dua kan nak ? tapi nomer satu karena sinamot itu kan nak ? Makanya ibu bilang beda-beda pendapat orang nak.

• Peneliti: oya ibu, saya paham maksud ibu. Jadi, ibu setuju dengan adanya sinamot itu ?

• YS : setuju nak, karena memang harus begitu lah nak. Karena memang sudah dari sana seperti itu.

• • • • • • • • • • • • • • •

Lampiran 3 : Transkrip Wawancara Perempuan sebagai Orangtua

Tunggal SM

Wawancara Pertama

(24)

• S.M : Bah, kurang tau aku soal itu dek. Pernahnya kudengar tapi gak tau aku apa artinya itu. Akukan udah nggak pala tau lagilah tentang itu, orang dulunya tahu tentang itu. Kalau adat hanya tau sekedar ajanya dek. Panggil kakak ajalah, kalau ibu terlalu tua kali dek.

• Peneliti : oh iya kak, kalau gitu aku tanya soal “janda” aja ya kak. Sudah berapa lama kakak jadi janda?

• S.M : sudah sekitar kapan ya dek, hampir tujuh tahun yang lalu lah dek, soalnya anakku yang sekarang itu udah TK, udah 5 tahun umurnya dek. • Peneliti : oh, itu anak kakak sama suami terdahulu kak ?

• S.M : Kalau yang cewek ini sama “bojo”ku setelah yang pertama dek. ini dari mantan suamiku yang kedua dek.

• Peneliti : jadi bagaimana dengan anak kakak yang pertama ?

• S.M : anakku yang laki-laki sama suamiku yang pertama itu dek. soalnya akunya dulu yang buat salah, padahal mertuaku sayang kali samaku dek. sampai sekarang pun hubungan kami masih baiknya. Makanya merasa bersalah kali aku . dulu aku yang salah, karena aku pacaran sama suamiku yang kedua ini, rupanya kandas juganya dek hubungan kami, padahal karena dianya makanya kutinggalkan suamiku ini. Dulu aku sama suamiku yang pertama kawin karena hamil dulu aku, itupun karena satu pabriknya kami. Kenal dipabrik, akukan orang sibolga, suamiku itu orang medan, di namorambenya dulu aku tinggal. Terus yaudahlah nikah kami kan, mulai nikah aku buka “kede” kecil-kecillah dek, terus si juntak itu jadi makin lalap kerjaannya di pabrik itu aja. Palaklah aku, katanya sih untuk anak, mau makan apa nanti kita, taulah dek gimana kerja dipabrik. Akupun memang pemalasnya orangnya, kuakui aku emang kurangnya beres, sekarang lah aku menyesalnya dek (meneteskan air mata).

• Peneliti : jadi bagaimana dengan suami kedua kak?

• S.M : kalau itu, nggak adanya otaknya itu. Udah nikah lagi dia di kabanjahe sana. Udah duda kiannya dia tapi pas nikah samaku, main gila lagi dia sama orang. Memang pas sama kami, taunya aku dia ada istrinya, tapi ngakunya udah duda rupanya istrinya masih ada. Tapi nggak taulah aku sekarang gimana, masih dibiayainya anakku yang cewek ini, TKkan dia. Tapi gitulah dek, tertipu aku karena supir truk itu mungkin dia makanya nggak tahan sama satu wanita. Kalau aku mau bilang apalagilah ? sakitnya hatiku, tapi itulah imbalanku, kutinggalkan suamiku karena dia rupanya aku yang ditinggalkannya.

• Peneliti : oh begitu ya kak, jadi gimana hubungan kakak dengan anak kakak yang pertama?

(25)

kali samaku, opungnya itu benci kali kurasa samaku. Pernah dibilangnya samaku, aku wanita tapi nggak kayak wanita. Kejam aku katanya, karena suamiku kerja keras tapi aku malah main gila sama laki-laki lain. Padahalkan aku pun butuhnya disayang dek, bukan uangnya kubutuhkan. Ginilah ya dek, untuk apa kita hanya dapat uang tapi batin kita nggak? Kosong kurasa gitu, namanya wanita apalagi sudah punya suami. Kalau uang untuk apaku? Akupun bisanya cari uang sendiri. Tapi kami belumnya “diadati” memang, sementara orangtuanya kental adat. Tapi orangtuaku pun peduli nggak pedulinya dikampung sana samaku, jadi ngapain diadati pikirku. Digereja aja udah cukuplah, itupun nggak digereja kami dek, dirumahnya diberkati, gitu peraturan gereja. Soalnya aku sudah mengandung, jadi hanya disahkan. Tapi karena baik kali inang itu samaku, makin nggak ada jalan pikirku kutengokpun. Pasnya memang amang itu tidak suka samaku, cemanalah dari kampungnya aku dek, datang kemedan masih belumnya tau apa-apa, keluargakupun nggaknya ajari adat samaku. Bapakku itu pemabuk, mamakku sama nya kek aku, berwarungnya kerjanya dek. adekku masih kecilnya, jadi aku datang kemedan ini masih kosongnya tahuku. Makanya dek, penyesalan itu memang datangnya lambat memang. Itulah sekarang, nggak mungkin lagi aku bisa kembali kan. Cuman, masih berfikirnya , terus apalagi yang mau ditanya ya dek ? aku sampe sekarang kekmana cara supaya sayang lagi anakku itu samaku. Kekgitulah dek. (mata memerah menahan air mata).

• Peneliti : ooh, begitu ya kak. Jadi gimana kakak dengan anak kakak yang perempuan ?

• S.M : kalo aku sama anakku yang perempuan ini, kuurusnya dia baik-baik. Nggak mau lagi buat kesalahan. Gak ada pun lagi uangku kuusahakannya untuk anakku itu. Kubelinya bajunya yang bagus. Pokoknya harus cantik lah dia di depan orang. Soalnya kan dek, kekginilah kubilang samamu. Udah banyaknya borok kita, kan gaknya mungkin kita tambahi lagi. Memang ya, aku sama yang kedua itu, gaknya ada orang yang tau. Cuman itulah, sakit hatinya aku, karma itu. Jadi aku ngurus anakku ini yaa, kayak mamak-mamak normal lah. Nggak pernah aku buat anakku ini biar susah, selalu yang baik. Kusuruhnya dia kegereja, sekarang seringnya PA di rumah kami ini. PA anak-anak itu dek. Kan kau tengoknya tadi anakku itu cantik kan ? tapi ya, kalo kubilang samamu, karna dari kecil aku gak pernah diajari orang tuaku apa-apa. Mantan suamiku yang pertama itupun masih lajangnya dia. Bawahannya nya aku di pabrik itu. Di kasih Tuhan aku suami yang baik, tapi kusia-siakan. Pokoknya gak mau lagi aku terus kayak gini dalam penyesalan. Pokoknya gitulah dek, anakku yang perempuan itu bagusnya.

(26)

• S.M : yaaah, apa yang kutahu ya diajarkan dong. Tapikan masih TK juga, akupun belajarnya jadi mamak yang baik. Sekarang belajar juganya tentang adat, karenakan adat itu penting juga sama kita. Menikahkan anak kan? Kan perlu adat, jangan sampai anakku ini merasakan kayak yang kurasakan dek. Kalau beradat, tau kita siapa keluarga kita, dimanapun ngerti kita. Ini apa-apa juga nggak tau aku, adat itu pentingya sama kita dek, baru kusadari pas berumah tangga itulah. Karena kayak kubilang tadi, kalau tau kita adat pasti sedikit banyaknya adanya keluarga kita, ada yang mendukung kita.

• Peneliti : Maksudnya bagaimana kak, sedikit kurang mengerti dengan adat yang kakak bilang ?

• S.M : gimana lah dibilang ya dek, maksudku itu kalau seandainya kita beradat atau paradat, pasti kita itu punya saudara, punya teman yang semarga, kalau semarga itukan pastinya ada rasa tolong menolongnya. Taulah orang batak ini, ke ujung sana pun kau tinggal, kalau ada dapatmu semarga pasti beda yang kau rasakan. Pasti ada dibenak kita berfikir kalau itu lah saudaraku disini. Apalagi perantauan itu, pasti kompaknya dek. Itulah untungnya kita tau adat, tapi kalau kita nggak tau, pasti terasing kita. Memang tidak diasingkan tapi ada rasa akuka sendiri. Gitu dek, itunya yang tangkap dari belajar adat ini dek. Tapi kalau orang lain pasti beda-bedanya pemikirannya. Oiya dek, kalau orang batak ini kan lebih senangnya dia kawin dengan satu sukunya. Itukan yang memperkenalkanpun karena adatnya. Gitu menurutku dek, maklumlah kau dek, “parhuta”nya aku. Mana ngerti aku kayak anak kuliahan gitu. Anak kuliahan itukan pintar-pintarnya semua, apalagi di USU. Kan hebatnya anak USU, kalau masih muda kian aku pasti maunya aku kuliah, tapi mamakkupun nggak adanya uangnya kuliahkan dulu. Makanya jadi beginilah dek (tertawa).

• Peneliti : ah, semua kan udah di atur Tuhan kak. Semua tujuannya baik kok kak, oiya kak, jadi gimana perasaan kakak setelah tidak memiliki suami ?

(27)
(28)

• Peneliti : (tertawa) aduh kak, makasih banyak ya kak. Tapi masih ada yang mau aku tanya kak, nggak apa-apakan kak ? mungkin lebih rahasia kak?

• S.M : nggaknya apa-apa lah, asal nggak tau aja orang kalau itu aku. Tanya ajalah, tapi jangan pula kau ceritakan sama orang kayak tetanggaku dek, soalnya malulah. Itu kusimpan kali dek, malu jadi janda apalagi janda nggak beres dek. Hanya sama pendetakunya aku terbuka dek, ngertilah kau ya dek.

• Peneliti : iya kak, kalau sekarang ada nggak bedanya dengan dulu kak ? sebelum dan sesudah menjadi janda kak ? kalau ada, apa bedanya kak ?

• S.M : apalah ya, tunggu kupikirkanlah dulu ya. Karena akupun bingung, sudah dua kali menjadi janda soalnya dek. Aku bingung karena sama ajanya kuanggap, oh.. bedanya dulu aku jahat sekarang aku sudah berubah, dulu aku egois sekali, tidak peduli sama orang tapi sekarang aku peduli, dulu kerjaku hanya laki-laki, senang-senang aja, sekarang aku mendekatkan diri ke Tuhan. Kalau dulu aku tidak ingin suamiku tapi sekarang aku inginnya kembali sama dia, apalagi dia belum memiliki istrinya. Tapi bukan yang kedua itu ya, kalau itu kesalah besar itu. Itulah karena keinginan daging kita kuat kali, jadi lupa diri kita. Kalau si “e” sering bilang, “galau mamak? Kenapa mak?”. Ya gitu memang dek, galau nya aku mikiri semua, kayak anak kecil pun cinta-cintaan lalap bukannya masa depan dipikiri. Itu lah bedanya dek..

• Peneliti : waduh, gitu pula ya kak. Jadi kakak nggak merasa sedih sama keadaan sekarang?

• S.M : sedih pastinya ada, meyesalpun ada. Tapi kupandang keatas, setiap mulai nangis aku stres langsung kulihat Tuhanku, berdoa aku dek, semuanya campur aduk dek, tapi ingatlah Tuhan itu nggak akan lepaskan kita, nggak dibiarinya kita terpuruk. Apa katanya di alkitab itu ? pencobaan itu pencobaan biasa, Tuhan bisa kok kembalikan apa yang kumau, masalahnya Tuhan percaya tidak samaku ? hanya dua dek, Tuhan percaya memberikannya samaku atau aku yang tidak percaya Tuhan bisa ? jadi menurutku Tuhan belum percaya samaku, karena mungkin tidak sesuai kehendaknya ketika dikasihnya samaku. Itu saja kupegang sekarang dek, jadi kuserahkan sama Tuhan semuanya dek. Nggak ada yang mustahil dek, walaupun kita nggak tau apa yang jadi nantikan ?

• Peneliti : ya kak, benar yang kakak bilang itu, masalahnya Tuhan percaya nggak sama kita. Aduh, bagus sekali pemikiran kakak, aku tertegur dengan yang kakak bilang itu. Aduh kak, hampir lupa, kakak kapan berpisah sama abang supir itu kak ?

(29)

taunya kau dulu gimana caranya kasih uang padahal udah pisahnya kami ? dikasihnya dulu amplop sama tukang jahit sebelah itu, kan suka aku minta dibuatnya baju sama si “e” dari bahan sisa itu, tapi kalau cantik ya. Jadi dikasihnya lewat kakak itu, oh awalnya nggak kuterima, kesal aku. Tapi selama tiga bulan lalap dikasihnya, kan jadi terkumpul uang itu sama tukang jahit, yaudahlah jadi ada uang si “e” dek, setidaknya bisa kuajak dia jalan-jalan. Karena susahpun aku, harus normal dan bahagia anakku. Itupun pas jalan kami dua, ketemu aku sama inang itu, opung si “a”, inang suamiku pertama, tapi dia sama “eda”ku lah dek, makan kami sama di tempat makan di medan plaza itu dek. Baiknya walaupun ada segannya, sama si “e” pun dibelinya makanan. Itulah nggak tau-tau kita memang kan ?

• Peneliti : begitu ya kak, (tertawa). Luar biasa baiknya ya kak, aku nggak nyangka loh gitu baiknya kak.

• S.M : itulah dek, itukan karena Tuhan dek. Inang itu memang baiknya luar biasa karena berTuhan juga dia dek. Tunggu dulu ya dek, biar mandi dulu si “e” ini. Dia kalau malam mandi bisa sakit nanti, kan nggaknya kau buru-buru kan ? sini ajalah dulu kita, kakak pun jarangnya mau cerita panjang lebar gini, sendiri soalnya, adanya bibi si “e” ini disini biasanya, tapi kerja pula dia. Di Indomaret simpang kuala itu dek, nanti malam jam 10.00 baru pulang itu.

• Peneliti : oh, iya kak. Hehehe... • (Setelah selesai beres-beres)

• S.M : jadi sampe mana tadi ? apa yang mau ditanya lagi dek? Tapikan kalau adatnya, kurang bisa kujawab apalagi “Dalihan Na Tolu” nggak ngerti aku, kan nggak mungkin sok ngerti pula padahal nggaknya ngertikan dek ?

• Peneliti : iya kak, jadi bagaimana dengan keluarga suami kakak yang kedua ? bagaimana sikap mereka ?

(30)

ya kalau di adat aja pun adanya boru, apalagi aku “boru panggoaran”nya. Udah aku wanita, janda karena bercerai, suami pun udah, lengkaplah sudah dek. Kalau di batak itu sebenarnya perempuan itu harus disayang, dihormati, karena mereka yang ada untuk keluarga, taulah kau peran ibu kan ? dianya semua, tapi sebenarnya tengok-tengok orangnya juganya “attong”. Kayak mertuaku yang pertama itukan baik dia, mengerti dia, apalagi mungkin karena paradat juga diakan dek. Kalau sama suamiku pertama, anakku itu lah cucu laki-laki pertama dek, dikeluargaku dia cucu pertama.

• Peneliti : oh, begitu ya kak, kakak sering nggak ke acara-acar adat ? • S.M : (tertawa). Nggak taunya aku adat dek, kan udah kubilangnya

samamu dari awal. Tapi pernahlah sekali duakali ku ikuti adat-adat itu, itupun aku ikut karena suamiku pertama. Keluarganya kan beradat kali. Gitu lah dek, maaf ya dek kalau nggak bisa kujawab tentang adat ini. Apalah kubilang samamu ? kan nggak mungkin kubilangi padahal apapun tidak.

• Peneliti : iya kak, setidaknya yang kakak tau aja lah kak. Hehehe... • S.M : iyaa dek, kalau adat batak toba ini dek, pasnya kan. Cobalah

tengok, kita menikahpun harusnya diadati, ceraipun sebenarnya diadati juga dek, dikembalikan istilahnya. Jadi kalau udah dikambilikan kita jadi orang lain, asing kita. Dan kita sudah berhak dengan yang lain selama kita udah dikembalikan. Tapi kalau kita nggak diadati nikahnya, bagaimana dikembalikan ? hanya negara ajalah dek, kalau orang batak ini ada tiga sistem nikahnya, pertama ke acara ke gereja kan, disahkan pendeta, baru dibuatlah di sipil itu kalau nggak salah ya, barulah diadati, kalau banyak uangnya di resepsikan lah dek. Tapi kadang kek sekaranglah, lebih senang orang diresepsi daripada diadati, margondang kan. Padahal kan kalau nikah itu bukan keluarga kita aja, keluarga besar loh itu dek. Akupun tau gini dari inang itu nya, karenakan dulu setelah aku nikah, setahun lagi nikah adeknya si juntak itu, “eda”ku itu. Kalau dia rame acara nikahnya, lengkaplah dek. Kaminya yang paling prihatin, itulah kalau hamil duluan dek. Malu keluarga, gitulah dek..

• Peneliti : Iya ya kak, jadi kalau keluarga kakak sendiri bagaimana ? • S.M : Kalau keluargaku biasa aja dek, nggak ngertinya dia itu.

Ngapainpun aku kan udah dewasa katanya dek. Jadi nggak pala ditanggapinya, apapun itu dia biasa aja dek. Bapakku pun nggaknya tau-tau dia itu. Pedulipun tidaknya pala, karena sebelum menikahpun aku gitu juga dek. Biasa aja lah dek.

• Peneliti : Risih nggak sih kak semenjak jadi janda ini?

(31)

negatif sama kita. Kita ini ibaratkan sampah dek, itulah kalau cerai tadi. Lain cerita ketika meninggal, iba orang. Ini apapun nggak ada dipikirkan yang baik sama kita. Kalau janda, kita harus jaga sikap ngomong sama laki-laki, apalagi kalau ada istrinya. Ada juganya janda tetanggaku dek, yang diujung itu, kau tanya aja nanti dia, tapi kurasa nggak mau dia. Itulah dia nggak beres, jadi adanya janda ini yang gatal kali “tit”nya, suami orangpun diembatnya. Bayangilah ada isri orang, beda tiga rumahnya pulak, masih bisa dia main gila sama suaminya. Sudah edan lah dek, haha. Jadikan orangnya yang berbuat begitu, tapi karena kita janda juga jadi sama pikirnya dek. Nggak enaklah jadi janda, penyesalan semua dek. Lebih bagus kurasa pun aku ditinggal mati daripada hidup gini, susahnya dek. Ditinggal matipun belum tentu kita dihargai kan? Apalagi cerai dek. Aku sempatnya diam-diam aja dirumah pas cerai itu, malu tunjukkan muka didepan orang dek. Apalagikan nggaknya jelek badanku ? kurusnya aku, nggak pula nampak udah tua kan ? makin ngeri pandangan orang dek. Kalau gemuk tadi, ada dipikiran orang nggak lakunya nanti. Bukan kubilang aku laku dek, tapi itulah pandangan orang...

• Peneliti : kalau anak kakak sering tidak berkunjung kak ke keluarga suami atau keluarga kakak ?

• S.M : kalau keluarga suami nggak pernah dek, sekalipun tidak pernah dek. Karena nggaknya pala dianggap kami, kalau di keluargakupun nggak nya dek, biasa aja. Itulah karena gak tau adat, nggak punya keluarga rasanya dek..

• Peneliti : gimana pandangan kakak dengan tetangga ?

• S.M : biasa aja dek, itu kan hak mereka gitu loh. Jadi “baenma” itu aja dipikiranku, suka mereka aja. Terserahlah gitu dek, karena hidupku pun udah susah kan dek.

• Peneliti : bagaimana posisi kakak dikeluarga ?

• S.M : posisiku ? ya biasa aja dek, nggak ada bedanya. Kan udah kubilangnya dari awalkan ? hehehe. Nggak ada yang berbeda sama sekali dek..

• Peneliti : ada nggak keluarga kakak pengen agar kakak menikah lagi ?

• S.M : nggak dek. Nggak dicampuri mereka, itu lah mereka pun nggak mau aku gagal ketiga kalinya juga dek, tapi semua tergantung akunya dek. • Peneliti : kakak tertekan nggak dengan keadaan yang sekarang ? • S.M : Pastilah dek, pastinya tertekan. Semua janda didunia inipun pasti

bilang tertekan dek. Karena janda ini buruk dimata orang dek. Udah kujelasinya buruknya gimana dek.

(32)

• S.M : Nggaklah, biasa aja dek. Kalau anak, kan aku ibunya. Masih kecil pula, jadi mana mungkinlah berbeda dek...

Wawancara Ketiga

• Peneliti : Kak, aku mau nanyak beberapa hal. Soalnya kemarin masih kurang jelas.

• SM : oh iyalah, apa yang mau ditanya itu dek.

• Peneliti : Sudah berapa tahun kakak menjanda? Umur kakak berapa sekarang?

• SM : Kukira pertanyaan mu entah apalah, 7 tahun kayaknya aku menjanda,pokoknya umur anak ku yang pertama 6 tahun kami pisah,sekarang umurnya udah 11 tahun.anak ku yang kedua sekarang umurnya udah 5 tahub, kami pisah 3 tahun yang lalu. Paslah 7 tahun dek. kalau umur ku 35 tahun sekarang, lahir aku di Sibolga, pokonya aku lahir tahun 1979.

• Peneliti : Oh, begitu ya kak. Kalau keluarga dari suami pertama ada berapa kak ? hehehe

• SM :Oh, sebenarnya kalau yang pertama begini. Dia anak laki-laki pertama, saudaranya ada berapa ya, kakak juga lupa. Oh, kakaknya ada, adeknya juga ada. Tapi kakak gak begitu ingat…

• Peneliti : Loh tapi kakak udah menikah selama enam tahun dan kakak ga tau ? emang dulu jarang ketemu ya kak ?

• SM : Seringnya ketemu dek, mungkin karena aku tidak dekat denga keluarganya jadi aku gak begitu tau. Cuman yang kutau dia itu anak laki-laki yang pertama, sementara kakaknya ada, anak nomor satu adeknya pun ada dua entah tiga adeknya. Solanya ada dulu dirumahnya satu dibilang itu adeknya, tapi aku gak tau itu sepupu atau adek kandung.kayak gitulah dulu dek, lagiankan suamiku yang pertama selalu kerja, jarang ketemu, aku pun disitu masih belum dewasa jadi gak pernah kutanya – tanya namnya masih bandal.

• Peneliti : Oh begitu ya kak,jadi kalu suami kedua berapa bersaudara kak?

• SM : Kalau suami kedua dia anak ketiga,abanya anak pertama, kakaknya anak kedua simamora itu anak ketiga yang dirumahku ini anak keempat itupun gak begitu kenal aku sama mereka. Kerena tau lah kau masalahku gimana dibilang duda padahal masih adanya istrinya di Kabanjahe sana begitulah hidupku dek.

• Peneliti :Jadi kalo kakak ditanya, apabentuk penomor duaan dihidup kakak sebagai perempuan,maksudku ada gak peminggiran yang kakak rasakan? Contonya laki – laki lebih diutamakan.

(33)

dianggap,kalo kayak aku ini janda karena cerai,ah aneh –aneh nya perilaku orang. Aku dianggap murahan, dianggap tidak beres tapi itu sewaktu aku di Namorambe sering kali merea memperlakukan aku tidak adil. Anak – anak ku saja sama bapaknya, bapaknya dianggap lebih pantas padahal kan sebenarnyakan aku ibunya sekalipun aku tidak beres. Apalagi ya dek? • Peneliti : Terus kakak kan orang batak, perlakuan orang batak itu

sendiri gimana kak?

• SM : Apalah maui kubilang dek akugak dianggap,namanya acara adat pernikahan pun gak ada, kalo gak diadati mana bisa kita menuntut untuk dihargai, kecuali kalo aku sudah dekat denganmereka sebelum suami istri. Apalagi dilihatnya orang tuaku manalah pulak diterima mereka.

• Peneliti : kalau suami kedua giaman kak ?

• SM : itulah karna perempuan anakku makanya aku tidak dianggap tapi itu menurutku yah. Coba kalo anak ku laki – laki kayak suamiku yang pertama lah kan sama dia anakku, sedih kan.

• Peneliti : oh begitu ya kak, jadi menurut kakak bagaimana kedepannya hidup kakak kalau begini?

• SM : yah aku nggak tahu gimana pastinya, yang pasti aku sama anakku akan baik-baik saja dek. aku nggak mau berfikiran aneh-aneh dek. tapi yasudalah, kan udah panjang aku juga aku cerita samamu dek. tahunya kau semua ceritaku.

• Peneliti : oh, iya kak.. ini ada lagi yang mau aku tanya kak. Kemarin kan kakak bilang suami kakak sudah menikah lagi itu gimana kak , bagaimana perasaan kakak ? berarti sudah tiga istrinya kak ?

• SM : Hahahahaha biarlah situ ,iya udah tiga istrinya tapi yang pertama itu cuman dianggap orangtuanya , akusih biasa ajalah sekarang terserah dialah situ mau kek mana ya gitulah, dianya yang tahu dirinya. Aku udah gak peduli lagi dek walaupun mungkin masihnya ada bekas tapi yasudahlah teserah dia gak ngerti dek.

• Peneliti : Oh begitu ya kak , trus dikampung kan kentalnya orang dengan adat masak orang tua kakak tidak ?

• SM : Kayak manalah kubilang yah, kek gitulah aku kan tinggal di Sibolganya udah kota itu dek ,lagian disana bukan cuman orang batak aja, campur – campurnya apalagi mamak ku enggaknya bergaul yang macam mana kali jadi ya begitu dek apalagi bapakkumungkin tau adat tapi karena sikapnya tingkahnya yang tidak dekat denga anaknya yang buat aku gak mengerti. Sekalipunaku punya kawan mereka pun tidaknya paham kali. Tapi mungkin kalo di Tarutung sana masihlah tau.

(34)

• SM : kalo sama anak yang pertama sekalipun dia tidak suka dengan ku aku tetap berjuang karena gak ada ibu yang mau kehilangan anaknya. • Peneliti : jadi kakak akan tetap berjuang sekalipun sulit.

• SM : ya iyalah dek , mana ada inu yang rela kehilangan anaknya , nangisnya tiap hari aku cuman aku sok kuat itu aja dek.

• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

Lampiran 4 : Transkrip Wawancara Perempuan sebagai Orangtua

Tunggal MP

Wawancara Pertama

• Peneliti : Selamat malam bou • Ibu M.P : yaa, yaa selamat malam.

• Peneliti : saya mau tanya bou kenapa bisa hidup sendiri tanpa memiliki suami ?

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit batang Tanjung memiliki efek sitotoksik yang kurang poten terhadap sel kanker payudara T47D.. Kata Kunci: sitotoksik,Mimusopsi cortex ,

Processed spectra (smoothing +Savitzky-Golay derivation) of coffee blend (Luwak- Arabica) with different content of adulterant (Arabica) in the range of 200-450

[r]

8 Mardianto, ( 2012), Psikologi Pendidikan , Medan: Perdana Publising, hal.193.. mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses

It covers political education, social education, local cultural wisdom (through Kiai Kanjeng), religious education, critical character building, and civic education, 50 as

Dari studi yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) pengambilan data detail situasi tidak hanya mengambil batas-batas atap dari setiap

Jika diketahui ukuran logical address adalah 16-bit dengan page size sebesar 256 Byte, maka tentukanlah alamat pemetaan page number tersebut pada memori utama jika pasangan

Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada 26 - 28 September 2017 bertempat di Ruang rapat Biro Perencanaan Lantai 3A GMB 1 Biro Perencanaan Kementerian Kelautan dan Perikanan