• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Musik Gamelan sebagai Identitas Jawa dalam Liturgi Ibadah di GKJ Salatiga Selatan T2 752016031 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Musik Gamelan sebagai Identitas Jawa dalam Liturgi Ibadah di GKJ Salatiga Selatan T2 752016031 BAB IV"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

Musik gamelan sebagai bagian dari Liturgi ibadah

Pemahaman Warga Jemaat terhadap musik gamelan dalam liturgi ibadah

Liturgi ibadah sesungguhnya memerlukan kehadiran musik untuk mengiringi

ibadah, sehingga suasana dalam ibadah semakin semangat dan bergairah. Berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan, penulis menganalisa pemahaman warga jemaat

mengenai musik gamelan secara khusus, kemudian menganalisa pemahaman warga

jemaat terhadap musik gamelan dalam liturgi. Pada bagian ini penulis membagi antara

pemahaman musik gamelan secara khusus dan pemahaman musik gamelan dalam

liturgi ibadah. Dalam membahas pertanyaan, penulis memulai dengan menganalisa

musik gamelan secara khusus. Menurut penulis setiap orang Kristen memahami

liturgi ibadah berbeda-beda, tetapi dari perbedaan tersebut menghasilkan sebuah

kemiripan dan tujuan yang sama, yaitu perjumpaan umat dengan Allah, sehingga

penulis tidak menganalisa teori liturgi secara khusus melainkan membahas musik

gamelan.

Musik gamelan Jawa merupakan musik yang diteruskan secara generasi ke

generasi, sehingga generasi sekarang melanjutkan budaya yang sudah ada, contohnya:

musik gamelan/karawitan. Selanjutnya kehadiran musik gamelan di Indonesia sudah

cukup lama, terutama dalam upacara tradisi di Keraton. Pada upacara tradisi tersebut,

peran karawitan atau musik gamelan menjadi penting, sehingga upacara tersebut

memerlukan kehadiran musik gamelan. Berdasarkan hal tersebut penulis menganalisa

(2)

Pada bagian ini, penulis menganalisa pemahaman jemaat mengenai musik

gamelan. Penulis membagi pemahaman warga jemaat menjadi dua yaitu pemahaman

warga muda dewasa dan pemahaman Adiyuswa (lanjut usia).

Awalnya penulis menganalisa bahwa pemahaman antara warga muda dan Adiyuswa

mengenai musik gamelan berbeda-beda sehingga dalam menganalisa pemahaman

tersebut dibagi menjadi dua kategori pemahaman mengenai musik gamelan.

Berdasarkan hasil penelitian penulis dengan beberapa warga muda dan pemuda di

GKJ Salatiga selatan, mereka berpendapat bahwa hampir semua warga muda tidak

mendalami pengertian, maupun sejarah dari musik gamelan tersebut. Dalam

wawancara tersebut, mereka berpendapat bahwa musik gamelan adalah musik

tradisional yang berasal Jawa. Penggunaan gamelan untuk mengiringi upacara dan

acara-acara penting di Keraton.

Menurut penulis dalam memahami musik gamelan dalam Liturgi ibadah, yang

menjadi salah satu ukuran memahami musik gamelan berawal dari pemahaman warga

jemaat mengenai sejarah maupun alat-alat dari musik gamelan, sehingga warga

jemaat benar-benar paham mengenai musik gamelan dalam liturgi. Terutama warga

jemaat yang asli dari daerah Jawa memahami musik gamelan secara mendalam,

walaupun tidak memainkan. Jikalau wamuda mempunyai bakat bermain musik

gamelan, maka orang tersebut akan mencari dengan pasti mengenai musik gamelan,

alat-alat yang digunakan. Dikarenakan musik gamelan Jawa merupakan alat musik

tradisional yang secara turun-temurun dan berasal dari daerah Jawa, penulis

berpendapat bahwa warga muda dapat mempelajari serta memahami dengan baik

(3)

membutuhkan proses yang lama dan mendalam, sehingga dalam hal ini warga muda

maupun pemuda membutuhkan proses yang lama dalam memahami musik gamelan.

Penulis beranggapan bahwa pemahaman warga muda dan pemuda terhadap

musik gamelan memasuki kategori pendengar maupun penikmat musik gamelan

sehingga dalam wawancara tersebut, hampir semua warga muda dan pemuda tidak

memahami sejarah maupun pengertian musik gamelan, tetapi mereka menikmati

musik gamelan. Hal tersebut terlihat ketika dari sekolah dasar, mereka mengikuti

pertunjukan wayang sehingga mereka menikmati wayang serta permainan musik

gamelan. Jika penulis menggali lebih jauh, hampir semua warga muda mengenal dan

mendengar musik gamelan sejak SD maupun SMP. Dalam hal ini warga muda tidak

menggali atau mendalami musik gamelan, tetapi menikmati permainan musik

gamelan. Sejak pihak GKJ Salatiga Selatan membeli musik gamelan tersebut, anggota

pemuda dan wamuda kembali berlatih bermain gamelan. Beberapa dari mereka

belajar dari awal untuk bermain gamelan, sehingga dapat penulis simpulkan bahwa

wamuda dan pemuda bermain secara otodidak atau berlatih sendiri tanpa mengadakan

kursus bermain musik gamelan. Berdasarkan hal tersebut wajar saja jikalau wamuda

tidak mendalami musik gamelan tersebut. Sangat disayangkan jikalau diantara

wamuda tidak mendalami musik gamelan secara penuh.

Lalu dalam penelitian, beberapa warga wamuda mengatakan bahwa GKJ Salatiga

Selatan masih merintis terhadap kehadiran musik gamelan dalam mengiringi ibadah,

karena sebelumnya hanya menggunakan keyboard dalam mengiringi ibadah. Sampai

(4)

ibadah. Akan tetapi pada minggu I, ibadah diiringi oleh musik gamelan atau

karawitan, sedangkan minggu IV menggunakan formasi band.

Dengan informasi yang diperoleh, penulis menyadari bahwa GKJ Salatiga

Selatan membutuhkan proses yang lama dan mendalam mengenai musik gamelan

dikarenakan masih tergolong muda dalam memainkan musik gamelan dalam ibadah.

Menurut penulis dalam memainkan musik gamelan maupun musik yang lain, kita

harus memahami serta mendalami permainan yang akan kita mainkan. Saat ini zaman

sudah semakin modern, sehingga memudahkan setiap orang untuk menggali lebih

jauh bahkan mendalami alat musik yang dimainkan. Dalam hal ini warga muda

maupun pemuda dapat mendalami dan memahami musik gamelan melalui internet,

sehingga pemahaman wamuda dan pemuda dapat diperlengkapi melalui

informasi-informasi yang didapatkan.

Menurut penulis salah satu cara bisa dilakukan ialah mendatangkan seseorang

yang mendalami musik gamelan, sehingga jemaat dapat mendengarkan dan

memperoleh informasi mengenai musik gamelan. Ketika wawancara dengan warga

muda dan pemuda, diantaranya merupakan pemain musik gamelan wamuda. Dalam

wawancara tersebut mengatakan bahwa ia hanya bisa bermain musik gamelan secara

sendiri tetapi tidak mendalami musik gamelan secara teori. Ia sangat tertarik dengan

musik gamelan sehingga ia bermain musik gamelan. Dalam hal sejarah musik

gamelan ia tidak mengetahui dengan benar. Berdasarkan hal tersebut, penulis

beranggapan bahwa hampir semua warga muda yang bermain musik gamelan

merupakan praktisi lapangan (bermain otodidak), sehingga mereka hanya mengetahui

bermain musik gamelan. Penulis sangat menyayangkan hal tersebut, karena wamuda

(5)

musik gamelan. Jikalau mereka tidak mendalami musik gamelan secara tepat, maka

generasi selanjutnya akan menghadapi hal yang sama tanpa mengetahui dengan pasti

sejarah masa lalu maupun alat musik gamelan secara utuh. Dalam hal ini dibutuhkan

proses yang panjang dan mendalam sehingga wamuda tersebut dapat mengetahui

dengan pasti mengenai musik gamelan.

Selanjutnya pemahaman Adiyuswa mengenai musik gamelan berbeda dengan

pemahaman wamuda. Pemahaman Adiyuswa mengenai musik gamelan memberikan

informasi kepada penulis. Pemahaman Adiyuswa antara satu dengan yang lain saling

melengkapi mengenai musik gamelan, sehingga penulis dapat memahami musik

gamelan. Pemahaman Adiyuswa akan terus berkembang jikalau diantara mereka

memperdalam informasi dari berbagi sumber terpercaya, sehingga pengetahuan

tersebut dapat dibagikan kepada wamuda maupun pemuda di GKJ Salatiga Selatan.

Pada dasarnya musik gamelan dapat dilepajari melalui teori dan belajar bermain

musik, sehingga keduanya dapat berjalan seiring berjalannya waktu.

Melihat sejarah mula adanya musik gamelan di GKJ Salatiga Selatan berawal

dari kumpulan Adiyuswa yang ingin melestarikan budaya Jawa melalui adanya musik

gamelan dalam ibadah. Pada saat itu beberapa Adiyuswa dan jemaat yang lain

mencari dana untuk membeli musik gamelan. Harus diakui bahwa Adiyuswa

membawa peran yang besar terhadap musik gamelan di GKJ Salatiga Selatan.

Kelompok Adiyuswa ingin melestarikan budaya Jawa dan ingin adanya re-generasi

sehingga anak-anak muda dapat melanjutkan yang telah ada dan yang diusahakan

oleh kaum Adiyuswa. Penulis berpikir bahwa ide tersebut merupakan ide yang baik

dan tepat dalam mempertahankan dan melestarikan budaya Jawa. Semua harus

bermula dari mimpi, kemudian diusahakan dan dipertahankan dengan adanya

(6)

Setiap kebudayaan akan tetap eksis dan bertahan jikalau adanya re-generasi yang

akan meneruskannya. Sebagai kaum Adiyuswa berharap dan berusaha agar warga

muda dapat melestarikan dan mempertahankan identitas Jawa dalam liturgi ibadah.

Selain itu dalam penelitian tersebut, kaum Adiyuswa berharap warga muda dapat

menggunakan bahasa Jawa yang seharusnya, karena antara musik gamelan dan bahasa

Jawa merupakan satu kesatuan, sehingga dalam memainkan musik gamelan,

seseorang harus bisa berbahasa Jawa sehingga dapat menghayati permainan musik

gamelan. Dengan melestarikan dan mempertahankan musik gamelan, secara otomatis

warga muda juga dapat berbahasa Jawa dengan baik dan benar, sehingga identitas

Jawa dapat dipertahankan dan tetap eksis, meskipun zaman sudah semakin modern.

Berdasarkan pengamatan penulis pada minggu pertama menggunakan

gamelan, permainan kelompok Adiyuswa menyatu dibandingkan permainan wamuda.

Dalam hal ini penulis tidak menghakimi melainkan mencoba merasakan permainan

dari keduanya. Itu artinya kelompok Adiyuswa sudah lama berlatih bermain gamelan

dan mempunyai spirit dalam bermain musik gamelan, sehingga menyatu dengan alat

musiknya. Berdasarkan hasil wawancara beberapa wamuda menyadari bahwa dengan

adanya keterbatasan waktu dalam berlatih sehingga wamuda tidak sering berlatih

dibandingkan Adiyuswa. Lalu beberapa wamuda juga menyadari bahwa mereka harus

tetap berlatih sehingga dapat bermain dengan maksimal. Jika penulis melihat satu sisi

lain yaitu wamuda ingin melestarikan dan mempertahankan identitas Jawa dengan

mengiringi musik gamelan. Walaupun ada keterbatasan waktu hal tersebut tidak

menjadi hambatan dan tantangan bagi wamuda, melainkan menjadi motivasi menjadi

lebih baik.

Selanjutnya pemahaman warga jemaat terhadap musik gamelan sebagai

(7)

dengan hal tersebut saling melengkapi dan menguatkan sehingga penulis tidak

membagi kategori melainkan menjadikan satu kesatuan yang menguatkan. Warga

jemaat mengatakan bahwa pada dasarnya liturgi ibadah dan musik ibadah tidak bisa

dilepaskan dan saling berkaitan sehingga menghasilkan liturgi yang indah, khusuk

dan menyentuh, karena sebagaian besar unsur Liturgi ibadah berasal dari musik dan

nyanyian. Jikalau dalam liturgi ibadah tidak ada musik, maka suasana ibadah akan

berbeda dan tidak khusuk.

Musik gamelan dalam liturgi ibadah merupakan saling berkaitan antara satu

dengan yang lain, khususnya dalam Liturgi GKJ sehingga keduanya tidak dapat

dipisahkan melainkan berjalan bersamaan. Sebagai contoh, ketika ibadah belum

dimulai, musik gamelan mengalunkan lagu-lagu rohani Jawa untuk mengantarkan

jemaat dapat beribadah dengan khusuk dan tenang, karena bagi orang Jawa beribadah

merupakan bertemunya dengan sang Ilahi sehingga keadaan harus tenang dan khusuk.

Melihat sejarah dari gamelan atau karawitan, karawitan berasal dari kata rawit yang

berarti halus.1 Jikalau musik gamelan dalam liturgi ibadah akan menghasilkan liturgi

yang mengalun halus seperti musik gamelan. Pada dasarnya musik gamelan

mempunyai musik yang halus, akan tetapi jikalau suatu lagu itu gembira maka musik

gamelan dapat menyesuaikan dengan lagu tersebut. Dalam karawitan atau Musik

gamelan dapat menghasilkan beberapa suasana musik diantaranya musik senang,

musik sedih, musik sukacita dan musik yang lain. Sama halnya dengan liturgi, ada

saatnya mengaku dosa, menyambut Firman, merespon Firman, memberikan

persembahan serta ibadah penutup. Semua hal tersebut dapat dimainkan dan

dilatunkan melalui kehadiran musik gamelan dalam liturgi.

(8)

Berdasarkan penelitian tersebut warga jemaat mengatakan bahwa dikarenakan

lagu-lagu Jawa mempunyai nada pentatonik sehingga diperlukan orang yang dapat

meraransemen nada pentatonik menjadi diatonik. Musik gamelan mempunyai nada

diatonik. Sampai saat ini lagu-lagu yang bernada diatonik masih sedikit sehingga

diperlukan orang yang dapat meransemen dari pentatonik menjadi diatonik. GKJ

Salatiga Selatan mempunyai orang yang dapat meransemen nada tersebut, tetapi

masih banyak nada-nada yang belum semua dipindahkan menjadi nada diatonik.

Dalam hal ini penulis mengatakan bahwa setiap minggu pertama menggunakan

gamelan, lagu-lagu yang sudah menjadi nada diatonik dimasukkan dalam liturgi

ibadah sehingga lagu-lagu tersebut dapat diiringi dengan musik gamelan. Penulis

berpendapat bahwa GKJ Salatiga Selatan masih berproses dan berkembang menjadi

lebih baik dalam bemain musik gamelan. Oleh karena itu, penulis menyarankan

diperlukan studi banding ke GKJ yang sudah lebih dahulu menggunakan musik

gamelan dan sudah banyak mengaransemen ke nada diatonik sehingga lagu-lagu yang

ada semakin banyak dan berkembang.

Berdasarkan hal tersebut, dalam buku E.Martasudjita yang berjudul Pengantar

Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi mengatakan bahwa ‘salah satu bentuk

dari liturgi adalah musik. Manusia tidak bisa melepaskan diri dari musik. Musik selalu

menjadi bagian ungkapan dan media komunikasi manusia. Apa yang terkadang tidak

dapat disampaikan melalui kata-kata, dapat diungkapkan melalui musik oleh karena

itu liturgi gereja menggunakan musik sebagai salah satu bentuk ungkapan perayaan

iman. Musik memiliki peranan yang penting dalam liturgi’2.

2

(9)

Adapun peranan musik dalam liturgi menurut paham Konsili Vatikan II yaitu

‘musik sebagai bagian dari liturgi, musik menggungkapkan partisipasi aktif umat dan

musik memperjelas misteri Kristus’.3

Menurut Penulis, berdasarkan peranan musik

dalam liturgi tersebut merupakan penjelasan bahwa musik tidak bisa dilepaskan dari

Liturgi ibadah begitupun sebaliknya Liturgi tidak bisa dilepaskan dari Musik. Sebagai

contoh yang nyata, bahwa sebelum ibadah maupun sesudah ibadah, musik gamelan

mengambil peranan yang penting dalam sebuah liturgi ibadah yaitu memainkan

melodi yang lembut sesuai dengan khas Jawa yang membuat hati seseorang tersentuh,

mengena dengan irama atau melodi yang dimainkan sehingga jemaat dapat

merasakan ibadah yang khusuk maupun ibadah yang mengena melalui alunan musik

gamelan. Tanpa sadar atau sadar musik gamelan memainkan peranan yang penting

dalam Liturgi ibadah. Seandainya dalam Liturgi tidak ada musik, maka ibadah

tersebut akan terasa hampa dan tidak bermakna.

Musik mempunyai sesuatu yang tidak bisa digantikan apapun sehingga

kehadiran musik dalam Liturgi merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Peranan pertama menurut paham Konsili Vatikan II yaitu musik sebagai bagian dari

liturgi itu sendiri. Menurut penulis, peranan tersebut menjadi penting bagi pelayanan

dalam ibadah, bahwa musik bukan hanya menjadi tempelan dalam ibadah melainkan

musik benar-benar menjadi bagian dari liturgi itu sendiri. Musik gamelan

mendapatkan tempat yang indah dihati setiap jemaat. Musik gamelan melihat suatu

nyanyian yang tepat, sehingga penghayatan terhadap lagu tersebut menyentuh dan

bermanfaat bagi jemaat yang hadir. Sebagai contoh, jika dalam pengakuan dosa,

musik gamelan tersebut harus dimainkan secara lembut dan indah, sehingga jemaat

dapat menghayati bagian dari Liturgi yaitu pengakuan dosa. Selain itu dalam

3

(10)

memberikan persembahan, musik gamelan dimainkan dengan irama bergembira atau

dengan ungkapan syukur, sehingga dalam memberikan persembahan jemaat dapat

memberikan dengan hati yang tulus dan berkenan kepada Tuhan.

Peranan kedua dalam paham Konsili Vatikan II yaitu musik mengungkapkan

pastisipasi aktif umat. Dalam hal ini beberapa lagu dan musik menyesuaikan tema

liturgi dan akan membantu jemaat dalam beribadah. Artinya berdasarkan tema yang

ada disusun sebuah lagu-lagu yang berdasarkan tema sehingga jemaat dapat

menyanyikan dan menghayati nyanyian tersebut berdasarkan tema yang ada dalam

ibadah. Musik gamelan mengambil peranan yang penting dalam hal ini sehingga

jemaat dapat merasakan perasaan yang menyentuh dan mengena dalam mengikuti

ibadah.

Sesuai dengan peranan yang ketiga yaitu musik memperjelas misteri Kristus.

Dalam hal ini, melalui isi syair lagu Jawa dapat memperjelas misteri Kristus, sehingga

jemaat merenungkan dan merefleksikan sesuai dengan melodi maupun syair yang

dilatunkan melalui perjumpaan dengan Allah. Dengan menyanyikan lagu tersebut

maka jemaat akan merasakan perjumpaan yang indah bersama dengan Allah dan

dihayati dengan sungguh-sungguh kehadiran Tuhan dalam ibadah tersebut. Sebagai

contoh, syair Kidung Pasamuwan Kristen 249:1,2,3

Gusti Yesus Sinalib

Gusti Yesus sinalib, sinrahken Allah priyangga, karsa nyangga paukuman myang laknat, dados lintuning jagad.

Gusti Yesus sinalib,sinami lan tiang dosa, nging yektine dosa duraka kita sinanggi ng sriranya.

(11)

Terjemahan lagu tersebut sebagai berikut

Tuhan Yesus disalib, serahkan diri pribadi, mau menyangga hukuman dan laknat jadi ganti dunia.

Tuhan Yesus disalib, disamakan orang berdosa, sesungguhnya dosa kita ditanggumg olehNya.

Tuhan Yesus disalib, korbankan diri pribadi agar insan rukun dengan Bapa sehingga hidup sejahtera.

Pada dasarnya setiap lagu Kidung Pasamuwan Kristen dapat memperjelas misteri

Yesus yang dirayakan dalam liturgi. Melalui syair tersebut umat dapat merenungkan

dan menghayati sesuai dengan tema liturgi. Dalam syair lagu dapat merasakan dan

mengalami perjumpaan dengan Allah.

Seorang warga jemaat mengatakan bahwa ‘pada awalnya musik gamelan tidak

difungsikan dalam mengiringi ibadah. Musik gamelan difungsikan untuk mengiringi

upacara di Keraton. Namun dalam perkembangannya gereja menggunakan musik

gamelan sebenarnya memberikan warna sentuhan Jawa. Lalu seniman-seniman yang

bergereja menambah permusikan dengan nuansa Jawa yaitu musik gamelan dalam

mengiringi ibadah. Musik gamelan dalam liturgi merupakan adanya dukungan gereja

kepada kearifan lokal. Ia berpendapat bahwa musik gereja tidak hanya menggunakan

musik dari Barat, yaitu Piano/organ melainkan dapat menggunakan musik gamelan

sebagai pengiring ibadah.4 Dalam hal ini penulis sangat setuju dengan pendapat

tersebut bahwa musik gamelan merupakan sebuah dukungan yang dilakukan GKJ

untuk mendukung kearifan lokal dan mempertahankan identitas sebagai orang Jawa.

GKJ bukan hanya bertempat di wilayah Jawa melainkan sebuah entitas Jawa yang

4

(12)

harus dilestarikan dan dipertahankan oleh umat. Karena itu musik gamelan dalam

Liturgi ibadah merupakan sebuah dukungan terhadap kearifan lokal sehingga dalam

hal ini GKJ mempertahankan identitas Jawa melalui penggunaan musik gamelan

dalam ibadah.

Dalam penelitian, pemahaman beberapa jemaat mengatakan bahwa musik

gamelan merupakan identitas Jawa yang harus dipertahankan dan dimiliki oleh setiap

orang Jawa khususnya. Musik gamelan merupakan sebuah kesenian yang berasal dari

Jawa, sehingga sebagai orang Jawa menjadi sebuah identitas Jawa yang harus

dipertahankan. Sama halnya dengan kesenian yang lain seperti wayang kulit, dan

tarian. Musik gamelan juga merupakan bagian dari wayang kulit dan tarian yang

berasal dari Jawa. Dalam buku Liliweri yang berjudul Makna Budaya dalam

Komunikasi Antarbudaya, identitas budaya merupakan rincian karakteristik atau

ciri-ciri sebuah kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang diketahui

batas-batasnya dibandingkan kebudayaan yang lain.5 Menurut Koentjaraningrat,

masyarakat adalah semua kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu

sistem adat istiadat tertentu yang bersiat kontiniu dan yang terikat oleh suatu rasa

identitas bersama.6

Identitas Jawa menurut penulis ialah sebuah jati diri atau ciri dari budaya Jawa

yang membedakan budaya yang satu dengan yang lain, sehingga melalui jati diri Jawa

tersebut daerah yang lain dapat melihat perbedaan yang membedakan Jawa

dibandingkan budaya yang lain. Setiap budaya memiliki ciri khas masing-masing dan

itulah yang memperkaya setiap budaya dengan adanya perbedaan. Dalam hal ini

5

Aldo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta. 2002), 72.

6

(13)

identitas budaya Jawa mempunyai ciri khas yang berbeda dengan budaya yang lain,

sehingga dinamakan identitas.

Berdasarkan hal tersebut, musik gamelan merupakan sebuah identitas budaya

Jawa dan harus dilestarikan dan dipertahankan sehingga identitas tersebut menjadi

kekuatan bagi budaya Jawa dalam mempertahankan musik gamelan, terutama dalam

mengiringi ibadah Minggu. Menurut penulis, hal tersebut menjadi kekuatan GKJ

Salatiga dalam membangun dan mempertahankan budaya Jawa dalam era sekarang ini.

Tidak bisa dipungkiri bahwa dunia semakin modern sehingga alat musik juga

mengikuti zaman yang modern. Oleh karena itu penulis mengambil judul tesis:

Penggunaan Musik Gamelan sebagai identitas Jawa dalam Liturgi ibadah. Menurut

penulis, GKJ Salatiga Selatan mengambil langkah yang baik dan tepat dalam hal

menjaga dan mempertahankan identitas Jawa. Musik gamelan tidak bisa terlepas

dengan bahasa Jawa didalamnya. Bahasa Jawa dan musik gamelan merupakan satu

kesatuan yang tidak bisa dipisahkan melainkan keduanya saling berkaitan. Dalam hal

ini, bahasa Jawa merupakan bagian dari identitas Jawa. Dengan mengambil langkah

yang tepat, GKJ Salatiga Selatan dapat mempertahankan dan menjaga identitas Jawa

yang sudah ada tersebut. Menurut penulis dalam menjaga dan mempertahankan

tersebut dibutuhkan tekad dan niat yang kuat, karena tidaklah mudah

mempertahankan identitas tersebut. Banyak gereja-gereja lain ingin mempertahankan

dan menjaga identitas Jawa yang mungkin selama ini tidak kelihatan oleh orang. Hal

tersebut mungkin tidak didukung oleh berbagai hal sehingga membutuhkan proses

yang panjang, artinya GKJ Salatiga Selatan memilih jalan yang tepat sehingga

kedepannya harus tetap dijaga dan dipertahankan identitas Jawa yang suda ada

(14)

‘Dalam melaksanakan liturgi ibadah selalu menggunakan musik. Jika

memperhatikan GKJ, kata Jawa bukan hanya tempat tetapi budaya. Memasukkan

budaya Jawa berupa musik gamelan dalam liturgi artinya ‘menjawakan’ ibadah

sehingga identitas Jawa tetap ada dan tidak hilang. Bukan hanya musik gamelan tetapi

bahasa Jawa. Identitas yang dimaksudkan berupa bahasa Jawa dan musik gamelan.

Musik Gamelan masuk dalam Liturgi ibadah Minggu bertujuan untuk menjaga

kekhusukan dalam ibadah sehingga jemaat dapat beribadah dengan baik’.7

Penulis

bependapat bahwa dengan kehadiran musik gamelan dalam liturgi, dapat dikatakan

bahwa liturgi ‘menjawakan’ ibadah, artinya dari setiap sisi bahasa Jawa dan musik

Jawa mewarnai ibadah tersebut. Dalam liturgi terdapat lagu-lagu Jawa, berkotbah

menggunakan bahasa Jawa, menggunakan iringan musik gamelan, serta diharapkan

jemaat menggunakan batik pada ibadah minggu pertama. Menurut penulis hal tersebut

menunjukan identitas Jawa dalam liturgi ibadah. Jikalau penulis beribadah di GKJ

Salatiga Selatan, penulis merasakan suasana Jawa di dalam liturgi. Liturgi tersebut

dapat dikatakan kontekstual sebab menggunakan ornamen maupun bahasa Jawa

didalamnya. Dalam hal ini GKJ Salatiga Selatan menunjukkan identitas Jawa dalam

hal liturgi ibadah.

‘Kehadiran musik gamelan dalam Liturgi membuat liturgi semakin

kontekstual dan variatif. Ia mengatakan bahwa musik gamelan Jawa memiliki ciri

yang berbeda dengan musik gamelan sunda maupun Bali, sehingga ketika musik

gamelan Jawa mengiringi liturgi maka liturgi semakin hidup, mengena serta

bervariatif’.8 Berdasarkan kalimat tersebut, dapat dikatakan adanya liturgi variatif

dan liturgi kontekstual yang dilakukan GKJ Salatiga Selatan. Liturgi variatif berarti

setiap minggu gereja tersebut memiliki susunan liturgi yang berbeda-beda, tetapi tidak

7

“P , Wawa cara Je aat, “alatiga, Ju i 7. 8

(15)

merubah aspek penting yaitu Votum, Pengakuan dosa, Firman Tuhan, dan Berkat.

Selain dari hal tersebut menjadi variatif dari setiap minggunya sehingga ibadah

semakin menjadi berbeda setiap minggunya. Liturgi kontekstual berarti liturgi yang

menggunakan bahasa dan aturan dari daerah tertentu, dalam hal ini menggunakan

bahasa Jawa dan musik gamelan dalam ibadah.

Jikalau dilihat dari sejarah karawitan, dimana hubungan antara raja, karawitan

dan upacara tradisi memiliki hubungan yang saling berkaitan sehingga menghasilkan

sebuah system.9 Dalam hal ini penulis berhipotesa melihat dari kacamata Kristen,

dimana gereja menggunakan musik gamelan sebagai pengiringi dalam ibadah. Penulis

mengaitkan antara Ilahi, musik gamelan dan liturgi.

Dalam hal ini antara Tuhan, musik gamelan dan liturgi merupakan sebuah sistem

yang tidak bisa dipisahkan, dalam hal ini menggunakan kebudayaan. Jikalau ditarik

secara umum, musik gamelan merupakan sebuah instrumen musik sehingga penulis

dapat mengaplikasikan buku Joko Daryanto mengenai hubungan Tuhan, musik

gamelan dan liturgi.

Alasan GKJ Salatiga Selatan menggunakan musik gamelan dalam ibadah

Minggu

Berdasarkan hasil penelitian, alasan GKJ Salatiga Selatan menggunakan

musik gamelan dalam Liturgi ibadah adalah yang pertama, gereja ini adalah Gereja

Kristen Jawa yang mempertahankan budaya Jawa. Dan hal tersebut diakui oleh

pemerintah, bahwa satu-satunya yang masih mempertahankan budaya Jawa adalah

GKJ. Berdasarkan pemikiran tersebut, sebagai orang Jawa berusaha nguri-uri (

memelihara) budaya Jawa mulai dari penggunaan alat musik Jawa, terutama musik

9

(16)

Gamelan. Itu sebabnya pada awalnya, kita ingin ibadah diiringi dengan budaya

Jawa. Persoalannya adalah tidak semua orang Jawa menguasai budaya Jawa, bahkan

berbahasa Jawa tidak semua tahu”.10

Berdasarkan alasan tersebut terlihat bahwa pada awalnya jemaat GKJ Salatiga

Selatan berpikir bahwa alat musik gamelan merupakan hasil budaya Jawa yang harus

dilestarikan dan dipelihara. Sesuai dengan namanya ‘GKJ’ dimana gereja yang harus

mempertahankan kesukuannya dengan cara melestarikan musik gamelan. Dan hal

tersebut juga diakui oleh pemerintah bahwa satu-satunya yang masih

mempertahankan budaya Jawa adalah GKJ. Menurut penulis, hampir semua

gereja-gereja bernunsa etnis menghilangkan atau tidak menggunakan alat musik

tradisionalnya dalam mengiringi ibadah. Selain terbatasnya sumber daya manusia,

dikarenakan rasa cinta terhadap budaya tersebut belum terpikir untuk memasukkan

unsur budaya dalam mengiringi ibadah. Dalam hal ini memerlukan penelitian yang

mendalam. Akan tetapi berdasarkan pemikiran penulis bahwa musik gamelan harus

dilestarikan dan dipelihara maka kesadaran dan kecintaan jemaat GKJ Salatiga selatan

harus diikuti dan tertanam oleh gereja-gereja lain dalam menerapkan alat musik

gamelan maupun musik dari daerah masing-masing dalam mengiringi ibadah minggu.

Dengan kata lain bahwa warga jemaat GKJ Salatiga Selatan berusaha

nguri-uri ( memelihara) budaya Jawa dimulai dari penggunaan musik gamelan dalam

mengiringi ibadah. Alasan tersebut penulis dapatkan kepada beberapa orang, sehingga

alasan utama mengapa GKJ Salatiga Selatan menggunakan musik gamelan dalam

ibadah dikarenakan nguri-uri ( memelihara) budaya Jawa agar tidak hilang dan punah.

Lalu persoalan selanjutnya berkaitan dengan bahasa Jawa, sehingga dalam

menggunakan musik gamelan harus menggunakan bahasa Jawa. Menurut penelitian,

(17)

tidak semua orang Jawa menguasai budaya Jawa bahkan tidak tahu berbahasa Jawa.

Dengan kehadiran musik gamelan, maka jemaat diajak untuk berbahasa Jawa dengan

baik. Hal tersebut yang dibangun warga jemaat GKJ Salatiga Selatan, sehingga bukan

hanya kesenian tetapi bahasa Jawa juga dipelihara.

Alasan yang lainnya adalah adanya re-generasi dengan cara menyiapkan

anak-anak muda bahkan anak-anak sekolah minggu agar bermain musik gamelan

bahkan berbahasa Jawa dengan baik. Berkaitan dengan bahasa Jawa, kaum wamuda

menyelenggarakan kursus bahasa Jawa sehingga minat wamuda dalam mempelajari

bahasa Jawa tetap ada dan menjadi lancar berbasaha Jawa. Jadi yang penting bagi

orangtua yaitu mendorong anak-anak muda agar supaya mempelajari, melestarikan

budaya dan bahasa Jawa”11

Dalam hal ini jika dari generasi muda tidak diajarkan

dan dikenalkan dengan budaya Jawa lambat laun bahasa maupun kesenian akan terus

pudar dan menghilang. Kebudayaan akan tetap eksis dan berkembang jikalau

pengelolaan re-generasi tetap terjadi dalam sebuah organisasi, dalam hal ini GKJ

Salatiga Selatan. Penulis setuju dengan pernyataan tersebut bahwa generasi muda

yang akan mengganti peran Adiyuswa dalam menjaga dan melestarikan budaya Jawa

yang ada dan sudah baik sampai sekarang, khususnya penggunaan musik gamelan dan

bahasa Jawa. Jikalau generasi muda tidak dilibatkan bahkan tidak dikenalkan dengan

budaya Jawa, maka nguri-uri budaya dalam memperjuangkan mengadakan musik

gamelan tersebut menjadi pudar. Dalam hal ini gereja juga ikut berperan dalam

membantu anak-anak muda dalam mempertahankan identitas Jawa di GKJ Salatiga

Selatan.

11

Referensi

Dokumen terkait

Penjelasan di atas menjelaskan tentang balasan dan ganjaran yang diterima oleh dua kelompok manusia, yaitu kelompok manusia yang disebut sebagai seburuk-buruk

Wordlist comparison, dialect intelligibility testing, language use and attitude questionnaires, and pilot bilingualism tests were used together in this survey to determine to

Berdasarkan Surat Penetapan Penyedian Barang dan Jasa Nomor: 12/PPBJ/02.12/DPKP/VI/2014, Tanggal 23 Juni 2014, Dengan ini Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Pertanian

(2) Dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak

:imasa depan ini ditandai oleh makin pudarnya bintang-bintang, jutaan :ahun lagi bintang-billtang itu akan mengempis menjadi benda langit yang -lampat dan dingin

[r]

Wina Sanjaya, (2006), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan , Jakarta: Kencana Prenada Media, hal.. sepenuhnya tercapai, selama ini guru hanya

Pengaturan Electronic Banking (E-Banking) tidak terlepas dari Undang- undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10