• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masnuatul Hawa S841102009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Masnuatul Hawa S841102009"

Copied!
206
0
0

Teks penuh

(1)

i

NOVEL

RANAH 3 WARNA

KARYA AHMAD FUADI

ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA DAN

NILAI PENDIDIKAN

TESIS

Di susun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Oleh:

Masnuatul Hawa

Nim: S841102009

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

ii

NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI

ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA DAN

NILAI PENDIDIKAN

TESIS

Oleh

Masnuatul Hawa S841102009

Komisi Pembimbing

Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr. Herman. J. Waluyo, M. Pd.

NIP 194402151978041001

……….

02 Juli 2012

Pembimbing II Dr. Nugraheni Eko Wardani, M. Hum.

NIP 197007162002122001

……….. 06 Juli 2012

Telah Dinyatakan Memenuhi Syarat Pada Tanggal 06-07-2012

Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana UNS

Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd.. NIP 196204071987031003

(3)

iii

NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA DAN

Ketua Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. NIP 19620407 198713 1 003

…………

Sekretaris Dr. Muh Rohmadi, M. Hum. NIP 19461208 198203 1 001

(4)
(5)

v

MASNUATUL HAWA. S 841102009. 2012. Novel Ranah 3 Warna Karya

Ahmad Fuadi Analisis Psikologi Sastra dan Nilai Pendidikan. TESIS.

Pembimbing I: Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd, II: Dr. Nugraheni Eko Wardani, M.Hum. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan (1) struktur naratif, (2) aspek psikologi watak, dan (3) nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Ranah 3 Warna. Dengan demikian, setelah membaca hasil penelitian ini pembaca dapat memperoleh gambaran secara jelas tentang struktur naratif, aspak psikologi watak tokoh, dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel.

Bentuk penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan menggunakan pendekatan strukturalisme dan aspek psikologi watak dengan metode deskriptif kualitatif dan strategi content analysis (analisis isi). kegiatan yang dilakukan adalah membaca, mencermati, menafsirkan, dan menganalisis novel Ranah 3 Warna. Hasil dari kegiatan tersebut dideskripsikan dalam bentuk kalimat-kalimat. Penelitian dilaksanakan selama lebih kurang lima bulan, yaitu bulan Oktober 2011 sampai dengan bulan Maret 2012.Sumber data dalam penelitian ini adalah: (1) teks, yaitu novel Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan oleh penerbit PT Gramedia Pustaka Utama pada bulan Januari 2011, dan (2) catatan lapangan yang terdiri dua bagian, yaitu bagian deskripsi dan bagian refleksi. Bagian deskripsi merupakan usaha untuk merumuskan objek yang sedang diteliti, sedangkan bagian refleksi merupakan renungan pada saat penelaahan, (3) buku-buku literatur yang relevan.Teknik pengumpulan data dengan metode dokumentasi dan metode telaah.

Setelah diadakan penelitian, dapat disimpulkan bahwa struktur naratif dalam novel terdiri atas: tema yang berupa motivasi hidup; plot atau alur novel Ranah 3 Warna secara umum menggunakan plot campuran; penokohan yang diciptakan pengarang berhasil menggambarkan secara riil karakter manusia; perwatakan yang diciptakan pengarang terbagi atas dua sisi watak, yaitu tokoh sederhana dan tokoh bulat atau tokoh kompleks; setting atau latar cerita novel Ranah 3 Warna adalah kota Bayur tepatnya di Meninjau, Gontor (Jawa Timur), Bandung, dan Quebec (Amerika); sudut pandang novel Ranah 3 Warna menggunakan sudut pandang persona pertama (firt-person) atau gaya “Aku”; dan amanat novel Ranah 3 Warna banyak memberi motivasi para kaum muda dalam bidang kehidupan. Dari hasil penelitian aspek psikologi watak pada tokoh dalam novel meliputi: (1) kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan rasa aman, (3) kebutuhan dicintai atau disayangi, (4) kebutuhan harga diri, dan (5) kebutuhan aktualisasi diri. Adapun nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Ranah 3 Warna setidaknya ada empat macam, yaitu nilai pendidikan agama, moral, sosial kemasyarakatan, dan budaya.

(6)

vi

MASNUATUL HAWA. S 841 102 009. Of 2012. The Novel Ranah 3 Warna by

Ahmad Fuadi, Psychology Analysis of Literature and Values Education.

THESIS. Mentors I : Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M Pd, II: Dr. Nugraheni Eko Wardani, M. Hum. Indonesian Education Studies Program, Post Graduate Program of the Sebelas Maret University, Surakarta.

ABSTRACT

This study aims to describe and explain (1) narrative structure, (2) the psychology of character, and (3) educational values embodied in the novel Ranah 3 Warna. Thus, after reading the results of this study the reader may obtain a clear narrative structure, character figures psychology aspect, and educational values embodied in the novel.

This is a form of qualitative descriptive study using the approach of structuralism and psychological aspects of character with the methods and strategies for qualitative descriptive content analysis. Activities carried out are reading, looking at, interpreting, and analyzing the novel Ranah 3 Warna. The results of the activity described in the form of sentences. The experiment was conducted for about five months, October 2011 to March 2012.Source of data in this study were: (1) text, the novel aspect Ahmad Fuadi published by PT Gramedia Pustaka Utama Press, January 2011 , and (2) field notes that consisted of two parts, the description part and reflection part. Description part is an effort to formulate a description of the object being studied, while the reflection part is a reflection upon the review, (3) literature books connected. Documentation and data collection methods.

After some research, it can be concluded that the structure consists of narrative in the novel: a form of motivational themes of life; plot or plot a novel Ranah 3 Warna in general use mixed plots; characterizations created by the author managed to describe the real character of men disposition that made the author divided the two-sided nature, the simple figures and prominent figures rounded or complex, the background setting of novel Ranah 3 Warna is the city Bayur, Maninjau, Gontor (East Java), Bandung, and Quebec (America) point of view using a novel Ranah 3 Warna. The first person perspective or the style of "I" and the mandate of novel Ranah 3 Warna motivates many young people in life. From the results of research on the psychology of the characters in the novel Ranah 3 Warna include: (1) physiological needs, (2) security needs, (3) a cherished and loved needs, (4) esteem needs, and (5) need for self-actualization. The educational values embodied in the novel Ranah 3 Warna there are at least four, namely the value of religious education, morality, social, and cultural. Key words: a novel Ranah 3 Warna, the psychology literature, the value of education.

(7)

vii

MOTTO

 Tiada tempat yang paling teduh kecuali di saat posisi kita dekat dengan Allah SWT

 Kesuksesan di dunia bukan menjadi jaminan kesuksesan di akhirat, akan tetapi kesuksesan di akhirat harus di mulai

dari ketekunan manusia ketika di dunia.

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Dengan segenap kasih sayang dan cintaku, sebuah karya ini kupersembahkan

kepada:

1.Suamiku mas Pamuji, S. Hi tercinta yang dengan ikhlas mengizinkanku, memberikan motivasi, dan selalu menjadi teman diskusi selama menempuh program Pascasarjana ini.

2.Buah hatiku tercinta M. Najih Nasril Maulana yang selalu ikut berjuang dan menjadi motivasi dalam menyelesaikan studi ini.

3.Bapakku H. Ahmad Bukhori dan Ibunda Hj. Mustamiroh . 4.Almamater tercinta.

5.Rekan-rekanku tercinta selama menempuh program pascasarjana. 6.IKIP PGRI Bojonegoro.

7.Rekan-rekan di LPPM.

(9)

ix PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah meberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesisini tepat waktu. Solawat serta salam semoga tetap tercurah kepada baginda Rosulillah yang telah menunjukkan manusia pada sebuah kebenaran.

Penyusunan tesis ini adalah guna memenuhi persyaratan untuk mencapai derajat Magister. Dalam proses penulisan ini tidak lepas dari peran pembimbing dan segenap masukan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1.Bapak Prof.sarwiji Suwandi, M.Pd. selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana.

2.Ibu Dr. Andayani, M.Pd. selaku sekretaris Program Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana.

3.Bapak Prof. Dr. Herman J.waluyo, M.Pd. selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan pengarahan dan saran-saran yang sangat berharga bagi proses penulisan tesis ini

4.Ibu Dr. Nugraheni Eko Wardani, M.Hum. selaku pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan saran-saran yang sangat berharga bagi proses penulisan tesis ini.

5.Suamiku mas Pamuji tercinta dan buah hatiku tersayang M. Najih Nasril Maulana yang selalu memberikan dukungan dan pengertiannya selama menempuh perkuliahan sampai penyusunan tesis ini.

(10)

x

Kritik dan saran konstruktif selalu penulis nantikan demi ksempurnaan penulisan. Akhirnya mudah-mudahan tesis ini bermanfaat bagi pembaca.

Bojonegoro, 06 Juli 2012 Penulis

(11)

xi

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS ... iv

ABSTRAK ... v

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR ... 8

A. Kajian Teori ... 8

1. Hakikat dan Jenis-jenis Novel ... 8

2. Pengertian Psikologi Sastra dan Metode Penelitian Psikologi Sastra ... 31

a. Pengertian Psikologi Sastra ... 31

b. Metode Penelitian Psikologi Sastra ... 40

3. Teori Psikologi Abraham Maslow ... 42

4. Pengertian Psikologi Kepribadian ... 49

a. Pengertian Kepribadian ... 49

(12)

xii

5. Nilai Pendidikan dalam Karya Sastra ... 56

a. Hakikat Nilai ... 56

b. Hakikat Pendidikan ... 60

c. Nilai Pendidikan dalam Karya Sastra Novel ... 64

1. Nilai Agama ... 66

2. Nilai Moral... 67

3. Nilai Sosial... 69

4. Nilai Budaya ... 71

B. Penelitian yang Relevan ... 71

C. Kerangka Berpikir ... 73

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 75

A. Tempat Penelitian ... 75

B. Waktu Penelitian ... 75

C. Pendekatan Penelitian ... 76

D. Sumber Data ... 77

E. Teknik Pengumpulan Data ... 77

F. Validitas Data ... 78

G. Teknik Analisis Data ... 79

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 83

A. HASIL PENELITIAN ... 83

1. Analisis Struktural dalam Novel Ranah 3 Warna ... 83

a. Tema ... 83

2. Aspek Psikologi Watak dalam Novel Ranah 3 Warna Berdasarkan Teori Kepribadian Abraham Maslow ... 118

(13)

xiii

c. Kebutuhan Dimiliki dan Cinta ... 122

d. Kebutuhan Harga Diri ... 124

e. Kebutuhan aktualisasi Diri ... 125

3. Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel Ranah 3 Warna ... 128

a. Nilai Pendidikan Agama ... 129

b. Nilai Pendidkan Moral ... 130

c. Nilai Pendidikan Sosial ... 132

d. Nilai Pendidikan Budaya... 134

B. PEMBAHASAN ... 135

1. Analisis Struktural Novel Ranah 3 Warna ... 137

a. Tema dalam Novel Ranah 3 Warna ... 137

b. Plot dalam novel Ranah 3 Warna ... 139

c. Tokoh dan Perwatakan dalam Novel Ranah 3 warna ... 132

d. Latar dalam Novel Ranah 3 Warna ... 148

e. Sudut Pandang dalam Novel Ranah 3 Warna ... 150

f. Amanat dalam Novel Ranah 3 Warna ... 154

2. Aspek Psikologi Watak dalam Novel Ranah 3 Warna Berdasarkan Teori Kepribadian Abraham Maslow ... 159

a. Kebutuhan Fisiologi ... 159

b. Kebutuhan Keamanan ... 161

c. Kebutuhan Dimiliki dan Cinta ... 163

d. Kebutuhan Harga Diri ... 166

e. Kebutuhan aktualisasi Diri ... 169

3. Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel Ranah 3 Warna ... 172

a. Nilai Pendidikan Agama ... 174

b. Nilai Pendidkan Moral ... 177

c. Nilai Pendidikan Sosial ... 181

d. Nilai Pendidikan Budaya ... 183

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 186 DAFTAR PUSTAKA

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa pengarang yang disampaikan kepada pembaca, karya sastra berisi luapan jiwa pengarang berdasarkan pengalaman pribadi (yang benar-benar pernah di alami) atau juga sekedar hasil rekaan (imajinasi). Sastra sebagai hasil imajinasi, juga bermanfaat sebagai hiburan yang menyenangkan. Karya sastra juga menambah pengalaman batin bagi para pembacanya.

Membicarakan sastra yang bersifat imajinatif, ada tiga jenis sastra yaitu prosa, puisi, dan drama. Salah satu jenis prosa adalah novel. Sebuah novel membicarakan tentang kejadian luar biasa dari kehidupan orang-orang.Berbagai permasalahan individu dapat dijadikan bahan penciptaan karya sastra. Tema seperti kritik sosial, perbedaan pandangan masyarakat, dan reaksi kejiwaan seseorang dalam menghadapi peremasalahan kehidupan saat ini banyak dijadikan pokok pemikiran pengarang. Seorang pengarang dapat menciptakan tema yang dirangkum dalam satu tema utama. Semakin banyak permaslahan batin yang dimunculkan melalui tokoh, semakin menarik dan membuat penasaran pembacanya untuk melanjutkan menyelesaikan aktivitas membaca novel tersebut.

Pada dasarnya sastra dalam analisisnya selalu melalui analisis struktural, yaitu analisis karya sastra berdasarkan unsur-unsur intrinsiknya. Unsur-unsur tersebut meliputi tema, alur, tokoh, dan penokohan, setting atau latar, sudut

(15)

pandang, serta amanat. Unsur tokoh dan penokohan menjadi fokus utama tinjauan kajian penelitian. Dalam analisis penokohan memiliki kaitan erat dengan pengertian diri individu. Dalam hal ini, pengarang berusaha mengungkapkan pemikiran dan gejolak batin yang biasa dialami manusia. Oleh sebab itu ada hubungan antara sastra dengan psikologi sastra yang meliputi hubungan psikologi watak tokoh dalam karya sastra, psikologis pembaca sebagai penikmat karya sastra, dan psikologis penulis ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat karangannya.

Dalam setiap karya sastra tercermin nilai-nilai pendidikan yang menjadi salah satu tendens sastra. Walaupun sastra pada saat ini tidak lagi sebagai bentuk sastra terikat seperti halnya sastra tahun 20-an atau 30-an tetapi unsur tendens selalu menyertai terciptanya sebuah karya sastra. Cerminan nilai-nilai pendidikan dalam karya sastra meliputi ; pendidikan agama, moral, dan karakter. Tujuan penyampaian nilai-nilai tersebut baik secara tersirat maupun tersurat diharapan dapat memberikan motivasi dan contoh-contoh baik yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan nyata.

Sastra merupakan salah satu materi pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari SD sampai dengan SMA atau sederajat. Secara material pembelajaran sastra harus diarahkan sebagai bentuk aktualisasi budaya nasional dan usaha menumbuhkan kecintaan siswa (sebagai generasi bangsa) terhadap karya-karya sastra anak bangsa. Secara esensial pada bagian tertentu guru dapat mengarahkan dan memantapkan perilaku siswa pada kearifan nasional untuk menumbuhkan karakteristik siswa yang normatif,

(16)

sehingga secara bertahap dapat membentuk pribadi yang berbudaya dan memiliki jati diri sebagai anak bangsa yang patut di banggakan.

Pendidikan sebagai keseluruhan yang kompleks sangat berhubungan dengan akal budi dalam kehidupan seseorang sebagai anggota masyarakat. Proses pendidikan di masyarakat bersifat membudaya. Budaya pendidikan dalam diri anak harus di tanamkan sejak mereka masih dalam usia dini, karena dengan usaha tersebut kita dapat meningkatkan sumberdaya manusia (SDM) untuk menjadikan bangsa berkualitas.

Budaya pendidikan dari kehidupan manusia adalah nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut perlu di tanamkan, dilestarikan, dan di laksanakan oleh seluruh anggota masyarakat. Keseluruhan proses tersebut disebut budaya, dengan demikian manusia hidup itu selalu beriringan dengan kebudayaan. Nilai budaya dikelompokkan menjadi lima macam, yaitu: (1) nilai keagamaan, (2) nilai ilmu pengetahuan, (3) nilai sosial, (4) nilai ekonomi, dan (5) nilai politik.

Ranah 3 Warna adalah sebuah novel yang menceritakan kehidupan seorang pemuda yang bernama Alif. Dalam novel tersebut sarat akan aspek-aspek psikologi tokoh yang menyertai perjalanan hidup dari para tokoh utama dan tokoh-tokoh pembantu lainnya. Alif merupakan tokoh utama dalam cerita. Dia seorang pemuda lulusan pondok pesantren yang tidak memiliki ijazah SMA tetapi dia berani bermimpi/ brcita-cita untuk masuk UMPTN. Dari sinilah awal permasalah yang mempengaruhi aspek kejiwaan dimulai. Dengan berbagai gejolak di hatinya karena kemungkinan untuk meraih impian itu sangat kecil. Belum lagi berbagai ejekan dan gunjingan dari teman serta tetangganya yang

(17)

meragukan impian tersebut akan tercapai. bermodalkan mantra man jadda wa jadda berbagai keraguan untuk masuk di perguruan tinggi negeri pun tercapai.

Pada cerita berikutnya dipaparkan gejolak kejiwaan sang tokoh tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Dia masih harus menghadapi berbagai hambatan ketika sedang menempuh kuliah S1 di Bandung. Mulai dari kehilangan sosok ayah yang dicintainya, himpitan ekonomi karena amak di kampung harus berjuang menghidupi adik-adiknya, IP yang kurang memuaskan, sampai pada akhirnya Alif jatuh sakit karena badannya yang kurus karena setiap hari harus kerja sambil kuliah serta pikirannya yang terkuras habis untuk bisa tetap menyeimbangkan antara kuliah dan kerja. Pada akhir cerita dipaparkan sang tokoh Alif menyadari bahwa ternyata mantera man jadda wa jadda tidak cukup digunakan untuk bekal mengarungi kehidupan ini tetapi juga diperlukan mantera man sabara zafira sehingga dapat menjadikan dia berani menembus segala halangan dan hambatan untuk meraih cita-cita dan impiannya. Dari berbagai peristiwa yang ada dalam cerita itulah peneliti anggap bahwa novel Ranah 3 warna ini layak diteliti dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra.

Sebagai pengarang Ahmad Fuadi menampilkan tokoh Alif dengan memasukkan unsur-unsur pendidikan yang di wujudkan tokoh dalam bentuk sikap dan prilaku tokoh sehari-hari. Hal ini di maksudkan agar pembaca meresapi dan mengamalkan dalam kehidupan ini.

Sosok Ahmad Fuadi adalah salah satu pengarang dari Sumatra. Ia adalah mantan wartawan TEMPO dan VOA, penerima delapan beasiswa luar negeri, dan penyuka fotografi. Pernah tinggal di Kanada, Singapura, Amerika Serikat, dan

(18)

Ingris. Alumni pondok moderen Gontor. Novel pertamanya yang berjudul Negeri 5 Menara telah mendapat penghargaan dan pengakuan di hati masyarakat.

Atas dasar uraian di atas dapat di jelaskan alasan dalam pemilihan judul, antara lain:1) Penulis novel ini merupakan penulis terfavorit, anugrah pembaca Indonesia 2010, 2) novel Ranah 3 Warna banyak menggugah hati pembaca sehingga sebagian royalti trilogi ini untuk membangun komunitas menara, sebuah yayasan sosial untuk membantu pendidikan orang yang tidak mampu, yang berbasiskan sukarelawan. 3) novel ini menceritakan seseorang lulusan dari pesantren tetapi juga memiliki kemauan keras untuk merambah kesetaraan pendidikan negri bahkan sampai ke luar negeri.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan di bahasa dalam penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah struktur novel Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi?

2. Bagaimanakah aspek-aspek psikologi watak tokoh dalam novel Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi?

3. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi?

(19)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan pendekatan psikologi sastra yang dipresentasikan dalam novel Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi.

2. Tujuan Khusus

Sesuai dengan rumusan masalah maka tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan struktur dalam novel Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi.

b. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan aspek-aspek psikologi watak tokoh dalam novel Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi.

c. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan struktur nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis

Secara teori manfaat penelitian ini untuk melengkapi khasanah teori yang terkait dengan pembelajaran sastra. Hasil kajian ini diharapkan memberikan sumbangan terhadap keilmuan dalam mengapresiasi novel dan memberikan motivasi kepada penikmat sastra secara mendalam untuk akhirnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

(20)

2. Manfaat Praktis

Pertama, bagi guru novel ini bisa di jadikan sumber belajar dan media

pembelajaran baik yang berkaitan pendidikan bahasa, sastra, pendidikan moral, dan pendidikan karakter sehingga akan tercapai tujuan dari sebuah pendidikan itu sendiri. Kedua, bagi siswa di harapkan dengan meneladani isi novel ini akan terbentuk karakter siswa sesuai dengan watak dan kepribadian bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan budaya bangsa.

(21)

8 BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori 1. Hakikat dan Jenis-jenis Novel

Karya sastra pada dasarnya terbagi menjadi tiga jenis, yaitu prosa, puisi, dan drama.Karya sastra jenis prosa biasanya diungkapkan melalui bentuk fiksi atau cerita rekaan. Akan tetapi tidak semua karya yang mengandung unsur rekaan disebut karya fiksi (Nurgiyantoro: 8). Menurut kesastraan Inggris dan Amerika karya fiksi menunjuk pada karya yang berwujud novel dan cerita pendek.

Novel dianggap sebagai hasil perenungan dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupannya.Perenungan tersebut bukanlah suatu lamunan, melainkan berupa hasil pengalaman jiwa yang telah dipertimbangkan baik-baik. Perenungan yang telah dilakukan dengan penuh kesadaran dan bertanggung jawab tersebut menawarkan gambaran kehidupan seperti yang diisyaratkan oleh penulisnya sendiri. Hal ini seperti apa yang disampaikan oleh Burhan Nurgiyantoro (2005: 3) yang menyatakan “Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia. Interaksinya dengan lingkungan dan dan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan.

Fiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan.Walau berupa hayalan, tidak benar

(22)

jika fiksi dianggap sebagai hasil kerja lamunan belaka, lebih tepatnya fiksi dikatakan sebagai hasil penghayatan dan perenungan secara intens, perenungan terhadap hidup dan kehidupan yang dilakukan dengan penuh kesadaran. Fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas. Fiksi menawarkan model-model kehidupan sebagaimana yang diidealkan oleh pengarang sekaligus menunjukkan sosoknya sebagai karya seni yang memiliki nilai estetis.

Novel yang dalam bahasa Inggris Novel merupakan bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannnya yang kemudian novel dianggap bersinonim dengan fiksi ( Nurgiyantoro: 9). Kata novel berasal dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa Jerman novelle) yang berarti “baru” ( Nurgiyantoro, 1994: 9).

Kata novel berasal dari bahasa latin novellus yang diturunkan dari kata novies yang berarti “baru” (Henry Guntur Tarigan, 1993: 164). The Amarican Collage Dictioonary (dalam Tarigan, 1993: 164) menyebutkan

bahwa novel merupakan sebuah cerita fiktif berbentuk prosa yang memiliki panjang tertentu yang didalamnya melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur.Novel merupakan sebuah aksplorasi atau suatu kronik penghidupan, perenungan, dan melukiskan dalam bentuk pengaruh, ikatan hasil, kehancuran atau tercapainya gerak-gerik manusia.

Novel adalah salah satu bentuk dari sebuah karya sastra. Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai

(23)

unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut.

Menurut khasanah kesusastraan Indonesia moderen, novel berbeda dengan roman.Sebuah roman menyajikan alur cerita yang lebih kompleks dan jumlah pemeran (tokoh cerita) juga lebih banyak.Hal ini sangat berbeda dengan novel yang lebih sederhana dalam penyajian alur cerita dan tokoh cerita yang ditampilkan dalam cerita tidak terlalu banyak.

Pendapat lain mengatakan The present English (and Spanish) word derives from the Italian novella for "new", "news", or "short story of

something new", itself from the Latin novella, a singular noun use of the

neuter plural of novellus, diminutive of novus, meaning "new" (Lord Byron

Don Juan, 1824: 163). Di situ dikatakan bahwa istilah novel berasal dari Italia yang berarti “baru”. Sedangkan menurut bahasa Latin novel berasal

dari kata novellus yang berarti “baru”. Pengertian ini dikatakan karena sebelum adanya novel orang-orang Italia dan Latin lebih dulu mengenal istilah roman yang ceritanya 85 % berisi kisah-kisah percintaan.

E.M. Foster (2005: 78) mengatakan novel is one form of an extended fictional prose narrative. Dari pendapat tersebut dikatakan

bahwa novel adalah satu bentuk prosa fiksi naratif yang diperluas.Prosa fiksi yang diperluas disini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang

(24)

kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam, dan setting yang beragam pula. Namun ukuran luas disini juga tidak mutlak demikian, mungkin yang luas hanya salah satu unsur fidiknya saja, misalnya tema sedangkan untuk karakter, setting dan lain-lainnya tidak.Novel menceritakan peristiwa yang biasa dialami oleh manusia sehari-hari. Kisah yang disajikan biasanya berupa percintaan, ketuhanan, pendidikan dan sebagainya.

Rene Wellek and Austin Warren (1995: 35) menyatakan novel refers to both a higher reality and deeper psychology, in all, a birth of a

novel is an illustration of human condition and the environment of the

society surrounding us. Novel lebih mengacu kepada realitas yang tinggi

dan psikologi yang lebih mendalam, tetapi pada dasarnya kelahiran sebuah novel merupakan gambaran terhadap suatu keadaan manusia dan lingkungan masyarakat yang ada disekeliling kita.Keadaan psikologi pengarang dan lingkungan tempat tinggal pengarang menjadi hal yang paling utama mempengaruhi lahirnya novel.

Berikutnya istilah novel juga disampaikan oleh Chesil Beach (1982: 90) yang menyatakan bahwa:

novel is a long work of fiction that contain more than 10000 words. It

is more complex because it has more incidents, setting, character, and

may take place in a long span of time. I may have more than one theme

and more conflicts. Novel tends to expands and it is very complex in

it’s structure. It does not finish to be read once a seat as a short story

because it’s length develops the character’s problem.

(25)

Novel diartikan sebagai cerita fiksi panjang lebih dari 10.000 kata.Novel lebih bersifat kompleks karena mempunyai banyak peristiwa, setting, karakter, dan latar tempat yang memiliki kemungkinan diambil dalam waktu yang lama.Penulis dalam menulis novel memiliki satu tema dengan banyak konflik.Novel memiliki tendensi untuk memperluas sehingga sangat kompleks dalam strukturnya. Novel tidak dapat diselesaikan atau di baca dalam sekali duduk seperti halnya cerpen, karena di dalam novel memiliki perkembangan di berbagai permasalahan dalam ceritanya.

Dari berbagai pendapat mengenai novel dapat disimpulkan bahwa novel adalah suatu cerita dengan alur panjang mengisi satu buku atau lebih yang mengarang kehidupan manusia yang bersifat imajinatif, menceritakan kehidupan manusia hingga terjadinya konflik yang dapat menyebabkan perubahan nasib bagi para pelakunya.

Penulisan karya sastra dalam bentuk novel ada kaitannya dengan unsur kesejarahan sehingga interpretasi dan pemberian makna akan lebih lengkap. Memberi interpretasi dan makna secara penuh terhadap karya sastra, dimulai dengan membahas teori dan unsur pembentuk karya tersebut. Menggali dan menentukan teori dan unsur pembentuknya untuk mengetahui makna dari novel yang kita analisis.

Novel digolongkan menjadi tiga jenis yang berbeda (Goldmann dalam Faruk, 1994: 31).Ketiga jenis penggolongan tersebut adalah 1) novel idealisme abstrak, 2) novel psikologis, dan 3) novel pendidikan.

(26)

Novel pertama disebut “idealisme abstrak”, artinya novel yang

menampilkan tokoh yang masih ingin bersatu dengan dunia.Novel itu memperlihatkan idealism, namun karena persepsi tokoh tentang dunia bersifat subjektif dan didasarkan pada kesadaran yang sempit, maka idealismenya menjadi abstrak. Berbeda dengan novel idealism abstrak, novel jenis romantisme idealism menampilkan sang hero yang terlampau luas. Kesadarannya lebih luas daripada dunia sehingga menjadi berdiri sendiri dan terpisah dari dunia. Itulah sebabnya sang hero cenderung pasif dan cerita berkembang menjadi analisis psikologis semata.

Novel pendidikan berada diantara kedua jenis novel tersebut. Dalam novel jenis ketiga ini, sang hero di satu pihak memiliki interioritas, tetapi di pihak lain juga ingin bersatu dengan dunia, sehingga sang hero itu mengalami kegagalan. Kegagalan yang dialami sang hero merupakan kegagalan yang tidak disengaja diciptakan oleh dunia batinnya, namun Ia menyadari sebab kegagalan itu. Hal itu disebabkan sang hero memiliki interioritas dan kesadaran yang tinggi. Oleh Lukacs novel pendidikan ini disebut sebagai novel “kematangan yang jantan” (Faruk, 1994: 19).

Adapun Zaiden Hendy (1993: 225) membagi novel berdasarkan unsur fiksi dan corak isinya. Berdasarkan unsur fiksi novel dapat dibagi menjadi tiga, yaitu novel plot, novel watak, dan novel tematis.

1. Novel plot atau novel kejadian. Novel ini mementingkan struktur cerita atau perkembangan kejadian. Novel ini biasanya banyak melukiskan ketegangan karena banyak mengisahkan kejadian;

(27)

2. Novel watak atau novel karakter. Novel ini mementingkan pengisahan watak atau karakter para pelakunya misalnya penakut, pemalas, humor, pemarah, mudah putus asa, mudah kecil hati, dan sebagainya;

3. Novel tematis. Novel ini mementingkan tema atau pokok persoalan yang sangat banyak, maka novel tematispun bermacam-macam pula. Dari sekian banyak itu digolongkan atau beberapa saja yaitu novel politik, novel agama, dan novel sosial.

Berdasarkan corak isinya, novel dibagi atas novel popular dan novel aktual. Novel popular adalah novel kebanyakan yang ditulis dengan pola tiru meniru karena itu novel jenis ini sangat banyak dihasilkan.Yang tergolong dalam novel ini yaitu novel detektif, novel kriminal, novel western, dan novel silat.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa novel merupakan jenis karya sastra yang mengangkat tema dan dalam alur cerita diperankan oleh beberapa tokoh dalam beberapa episode kehidupan serta di dalam cerita tersebut terdapat perubahan nasib tokoh-tokohnya.Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian atau unsur-unsur yang berkaitan dan dapat membangun totalitas dari novel itu sendiri. Unsur pembangun novel itu salah satunya adalah subsistem organisme. Kata inilah yang menyebabkan novel, juga sastra pada umumnya menjadi berwujud. Pembicaraan unsur fiksi berikut dilakukan menurut pandangan Stanton (1965) dan Chapman (1980).

(28)

Unsur-unsur pembangun novel secara totalitas di samping unsur formal bahasa, masih banyak lagi macamnya.Namun secara garis besar unsur dalam novel di bedakan menjadi dua bagian yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

Unsur intrinsik ialah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Unsur intrinsik dalam karya sastra meliputi: peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Unsur-unsur intrinsik dalam novel meliputi:

a. Tema

Tema (theme), menurut Stanton (1965: 20) dan Kenny (1966: 88) adalah makna yang dikandung dalam sebuah cerita.Tema yang bagus adalah tema yang bisa melingkupi semua isi cerita.Cerita yang disampaikan secara panjang lebar dapat terangkum dalam sebuah tema yang singkat dan bisa mewakili keberadaan sebuah cerita. Sedangkan pendapat lain menyatakan tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantik dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko & Rahmanto dalam Burhan Nurgiyantoro, 1965: 68).

Suminto A. Sayuti berpendapat bahwa tema ialah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita (1996: 118).tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum sebuah karya novel. Gagasan

(29)

umum inilah yang harus ditentukan oleh pengarang dalam tahap awal yang nantinya akan dipergunakan untuk membangun cerita.

Berikutnya tema menurut Brooks dan Warren diartikan sebagai dasar atau makna suatu cerita atau novel (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993: 125). Dasar cerita inilah yang nantinya akan terus digunakan untuk mengembangkan sebuah cerita, dengan kata lain cerita tentunya „setia”

mengikuti gagasan dasar umum yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga berbagai peristiwa-konflik dan pemilihan berbagai unsur intrinsik yang lain seperti penokohan, pelataran, dan penyudutpandangan diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum tersebut. Jika dasar cerita telah ditetapkan maka akan mempermudahkan dalam menentukan langkah pembuatan cerita, sehingga cerita tidak akan keluar dari lingkup tema yang telah ditentukan.

Dari berbagai pandangan mengenai pengertian tema maka dapat disimpulkan bahwa tema ialah gagasan dasar yang di buat atau ditentukan oleh pengarang sebelum mencipta sebuah karya sastra.

b. Plot

Plot menurut Stanton (1965: 14) plot ialah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Plot merupakan unsur penting. Tinjauan struktural karya fiksi sering ditonjolkan pada pembicaraan plot.

(30)

Pendapat lain mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat (Kenny: 14). Untuk menjadi sebuah plot, peristiwa haruslah disiasati secara kreatif, sehingga akan menghasilkan suatu plot yang bernilai estetis. Kegiatan pemplotan meliputi kegiatan menata, pengaluran, dan pengambangan, dengan memilih peristiwa yang akan diceritakan.

Sedangkan menurut Forster (1927: 93) plot ialah peristiwa- peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas. Jadi berdasarkan beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa plot adalah struktur peristiwa yang terdapat dalam karya fiksi yang ditata secara apik, serta berdasarkan urutan sebab akibat.

Pembedaan plot berdasarkan kriteria urutan waktu menurut Burhan Nurgiyantoro (153-156) dibedakan menjadi tiga, yaitu pertama plot lurus, maju atau dapat juga dinamakan plot progresif, kedua plot sorot balik atau regresif, ketiga plot campuran. plot sebuah novel dikatakan progresif jika peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh (atau menyebabkan terjadinya) peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau, secara runtut cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian).

Plot sorot balik, adalah urutan kejadian yang dikisahkan tidak dimulai dari tahap awal (yang benar-benar merupakan awal cerita secara

(31)

logika), melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan akhir, baru kemudian tahap awal cerita yang dikisahkan. Sedangkan plot campuran adalah urutan kejadian yang dikisahkan bersifat campuran, artinya terkadang sebuah cerita dikisahkan secara lurus dan suatu saat cerita berubah menjadi regresif.

c. Penokohan dan Perwatakan

Dalam karya fiksi sering dipergunakan istilah tokoh atau penokohan, watak dan perwatakan. Dalam hal ini tokoh diartikan sebagai pelaku cerita.Tokoh cerita menurut Abrams (1981: 20), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikamn dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Jadi istilah penokohan sekaligus terkandung dua aspek, yakni isi dan bentuk.

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2010: 165) karakterisasi sering disamakan artinya dengan perwatakan yakni menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita. Sedangkan penggunaan istilah karakter character sendiri dalam literature bahasa Inggris menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut (Stanton, 1965: 17). Dengan demikian karakter dapat berarti pelaku cerita dan dapat pula berarti perwatakan.

(32)

Antara seorang tokoh dengan perwatakan yang dimilikinya, memang merupakan suatu kepaduan yang utuh. Penyebutan nama tokoh tertentu, tak jarang langsung dapat mengisyaratkan kepada kita perwatakan yang dimilikinya. Hal itu terjadi terutama pada tokoh-tokoh cerita yang telah menjadi milik masyarakat.

Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh sederhana dan tokoh bulat atau tokoh kompleks (Burhan Nurgiyantoro: 181). Tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia ia tidak diungkap berbagai kemungkinan sisi hidupnya. Sedangkan tokoh bulat atau tokoh kompleks adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin bertentangan dan sulit diduga.

d. Latar

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981: 175). Latar yang ditulis dalam cerita biasanya sesuai dengan latar atau tempat-tempat yang pernah di kunjungi oleh penulis. Artinya pengalaman suatu tempat yang dimiliki oleh penulis akan digunakan sebagai modal

(33)

dalam menulis cerita, sehingga latar yang diceritakan terlihat nyata dan rinci penjelasannya.

Unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial (Burhan Nurgiyantoro: 227). Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur-unsur yang mungkin dipergunakan berupa tempat-tempat dengan nama tertentu. Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya

dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Sedangkan latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. e. Sudut Pandang

Sudut pandang, menyarankan pada cara sebuah cerita dikisahkan. Sudut pandang ialah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai

(34)

peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams, 1981: 142). Sudut pandang merupakan salah satu unsur fiksi yang digolongkan sebagai sarana cerita. Sudut pandang merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.

Stevick (1967: 85) mengemukakan bahwa sudut pandang dapat disamakan artinya, bahkan dapat lebih memperjelas dengan istilah pengisahan ( focus of narration). Menurut Stevick pengertian sudut pandang adalah sebuah pengisahan tokoh melalui persona atau yang biasa disebut dengan kata ganti orang. Hal itu akan mempermudah dalam pengisahan cerita dan membuat cerita yang disampaikan pengarang lebih terlihat hidup.

Sudut pandang diartikan sebagai sesuatu yang menyaran pada masalah teknis, sarana untuk menyampaikan maksud yang lebih besar dari pada sudut pandang itu sendiri.Sudut pandang merupakan teknik yang dipergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna karya artistiknya, untuk dapat sampai dan berhubungan dengan pembaca (Booth dalam Stevick, 1967: 107). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sudut pandang merupakan tempat pencerita dalam hubungannya dengan cerita dari sudut mana pencerita menyampaikan kisahnya.

Sudut pandang memiliki banyak macam jenis, tergantung dari sudut mana ia dipandang dan seberapa rinci ia dibedakan. Pembedaan sudut pandang juga dapat dilihat dari bagaimana kehadiran cerita itu

(35)

kepada pembaca: lebih bersifat penceritaan, telling atau penunjukan, showing, naratif atau dramatik. Metode langsung (telling) pemaparan dilakukan secara langsung oleh si pengarang. Metode ini biasanya digunakan oleh kisah-kisah rekaan jaman dahulu sehingga pembaca hanya mengandalkan penjelasan yang dilakukan pengarang semata. Menurut Albertin Minderop (2011: 8) ada beberapa cara yang dapat dilakukan pengarang dalam memaparkan ceritanya melalui metode langsung, diantanya adalah sebagai berikut:

1. Karakterisasi Menggunakan Nama Tokoh

Nama tokoh dalam suatu karya sastra kerap kali digunakan untuk memberikan idea tau menumbuhkan gagasan, memperjelas serta mempertajam perwatakan tokoh. Para tokoh diberikan nama yang melukiskan kualitas karakteristik yang membedakannya dengan tokoh lain nama tersebut mengacu pada karakteristik dominan si tokoh.

2. Karakterisasi Melalui Penampilan Tokoh

Dalam suatu karya sastra faktor penampilan tokoh memegang peranan penting sehubungan dengan telaah karakterisasi. Penampilan tikoh yang dimaksud misalnya, pakaian apa yang dikenakannya atau bagaimanaekspresinya. Rincian penampilan memperlihatkan kepada pembaca tentang usia, kondisi fisik/kesehatan, dan tingkat kesejahteraan si tokoh. Dari pelukisan ini tampak apakah si tokoh merupakan sosok yang kuat, terkadang lemah, relatif berbahagia, tenang atau kadang kala kasar.

(36)

Sesungguhnya perwatakan tokoh melalui penampilan tidak dapat disangkal terkait pula kondisi psikologis tokoh dalam cerita.

3.Karakterisasi Melalui Tuturan Pengarang

Metode ini memberikan tempat yang luas dan bebas kepada pengarang dalam menentukan kisahnya. Pengarang berkomentar tentang watak dan kepribadian para tokoh hingga menembus ke dalam pikiran, perasaan, dan gejolak batin sang tokoh. Dengan demikian, pengarang terus-menerus mengawasi karakterisasi tokoh. Pengarang tidak sekedar menggiring perhatian pembaca terhadap komentarnya tentang watak tokoh tetapi juga mencoba membentuk persepsi pembaca tentang tokoh yang dikisahkannya.

Sedangkan metode tidak langsung (showing) adalah metode yang mengabaikan kehadiran pengarang, sehingga para tokoh dalam karya sastra dapat menampilkan diri secara langsung melalui tingkah laku mereka. Dalam hal ini pembaca dapat menganalisis sendiri karakter para tokoh. Dalam metode ini Albertin Minderop (2011: 22) menyatakan bahwa metode tidak langsung dapat dilakukan melalui:

a. Karakterisasi Melalui Dialog

Karakterisasi melalui dialog terbagi atas apa yang dikatakan penutur, jati diri penutur, lokasi dan situasi percakapan, jati diri tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental para tokoh, nada suara, penekanan, dialek, dan kosa kata para tokoh.

(37)

Percakapan yang berlangsung dalam cerita ditampilkan sesuai kebutuhan, keadaan, dan lokasi di mana dia sedang berbicara. Lokasi yang ditampilkan tokoh dalam cerita dapat digambarkan ketika tokoh sedang berada di jalan, pasar, kamar pribadi, sekolahan, atau tempat-tempat umum lainnya. Situasi terjadinya percakapan apakah pada malam hari, pagi hari, atau siang hari sangat mempengaruhi percakapan yang berlangsung dalam cerita.

c. Jatidiri Tokoh yang Dituju Oleh Penutur

Penutur di sini berarti tuturan yang disampaikan tokoh dalam cerita. Maksudnya tuturan yang diucapkan tokoh tertentu tentang tokoh lainnya.

d. Kualitas Mental Para Tokoh

Kualitas mental para tokoh dapat dikenali melalui alunan adan aliran tuturan ketika para tokoh bercakap-cakap. Misalnya para tokoh yang terlibat dalam suatu diskusi yang hidup menandakan bahwa mereka memiliki sikap mental yang open-minded. Ada pula tokoh yang gemar memeberikan opini, atau bersikap tertutup (close-minded), atau tokoh yang penuh rahasia dan menyembunyikan sesuatu.

e. Nada Suara, Tekanan, Dialek, dan Kosa Kata

Nada suara, tekanan, dialek, dan kosa kata dapat membantu memperjelas karakter para tokoh apabila pembaca mampu mengamati dan mencermatinya secara tekun dan sungguh-sungguh. Nada suara walaupun diekspresikan secara eksplisit maupun implisit dapat memberikan

(38)

gambaran kepada pembaca tentang perwatakan tokoh. Sedangkan tekanan suara memberikan gambaran penting karena memperlihatkan keaslian watak tokoh bahkan dapat merefleksikan pendidikan, profesi, dan dari kelas mana tokoh berasal.

f. Karakterisasi Melalui Tindakan Para Tokoh

Perbuatan dan tingkah laku secara logis merupakan pengembangan psikologi dan kepribadian, memperlihatkan bagaimana watak tokoh ditampilkan dalam perbuatannya. Selain itu, terdapat motivasi yang melatarbelakangi perbuatan dan dapat memeperjelas gambaran watak para tokoh. Apabila pembaca mampu menelusuri motivasi ini maka tidak sulit untuk menentukan watak tokoh.

Pembedaan sudut pandang yang akan dikemukakan berikut berdasarkan pembedaan yang telah umum dilakukan orang. Macam-macam sudut pandang dalam karya sastra dapat digolongkan sebagaimana yang diungkapkan oleh Burhan Nurgiyantoro (2011: ) sebagai berikut:

1. Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”

Sudut pandang orang pertama ini pengarang berlaku sebagai narrator atau seseorang yang terlibat dalam cerita.

2. Sudut Pandang Persona Ketiga: “Dia”

Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga, gaya “Dia” , narator adalah seseorang yang berada di

(39)

luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya; Ia, Dia, mereka.

3. Sudut Pandang Campuran

Penggunaan sudut pandang yang bersifat campuran di dalamnya mungkin menggunakan sudut pandang persona ketiga dengan teknik “Dia” mahatahu dan “Dia” sebagai pengamat.

Jakob Sumardjo dan Saini K.M. dalam bukunya Apresiasi Kesusastraan (1998: 82) menyatakan bahwa sudut pandang pada dasarnya

adalah visi pengarang , artinya sudut pandang yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita ada empat macam sudut pandang, yaitu:

1. Omniscient point of view (sudut penglihatan yang berkuasa). Disini pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya

2. Objective point of view. Dalam teknik ini pengarang bekerja seperti dalam teknik omniscient, hanya pengarang sama sekali tidak member komentar apa pun. Pembaca hanya disuguhi “pandangan mata”

3. Sudut pandang orang pertama. Gaya ini bercerita dengan sudut pandangan “Aku”. Jadi seperti orang menceritakan pengalamannya

sendiri

4. I”oini of View. Peninjau dalam teknik ini pengarang memilih salah

satu tokohnya untuk bercerita.

Sedangkan A. sayuti membagi sudut pandang menjadi empat jenis yaitu, 1) sudut pandang akuan-sertaan; 2) sudut pandang akuan-taksertaan;

(40)

3) sudut pandang diaan-mahatahu; 4) sudut pandang diaan-terbatas. Keempat sudut pandang tersebut memiliki peran masing-masing, namun tidak menutup kemungkinan bahwa dalam sebuah novel pengarang mengguna kan beberapa sudut pandang sekaligus.

Di dalam sudut pandang akuan-sertaan, tokoh sentral cerita adalah pengarang yang secara langsung terlibat dalam cerita. Sementara itu dalam sudut pandang akuann-taksertaan tokoh “Aku” biasanya hanya menjadi pembantu atau pengantar tokoh lain yang lebih penting. Pencerita pada umumnya hanya muncul di awal atau di akhir cerita saja (Suminto A.sayuti, 1996: 101).

Di dalam sudut pandang diaan-mahatahu Pengarang berada di luar cerita. Pengarang berperan menjadi pengamat yang mahatahu, bahkan dapat berdialog langsung dengan pembaca. Sedangkan diaan-terbatas, pengarang menjadi orang ketiga, yakni sebagai pencerita yang terbatas hak berceritanya. Pengarang dengan kedudukannya sebagai orang ketiga henya menceritakan apa yang dialami oleh tokoh yang dijadikan tumpuan cerita Suminto A. sayuti, 1996: 101).

Panuti Sudjiman dalam Zulfahnur dkk (1996: 35) mengemukakan bahwa sudut pandang adalah tempat pencerita dalam hubungannya dengan cerita-cerita dari sudut mana pencerita menyampaikan kisahnya. Hal tersebut memiliki pengertian bahwa pengarang menuturkan kejadian atau rentetan peristiwa melalui siapa, dan jika pembaca mendapatkan gambaran yang jelas maka ia akan mudah mamahmi cerita.

(41)

Harry Shaw (dalam Zulfahnur, dkk, 1996: 36) menbagi sudut pandang menjadi tiga macam, yaitu:

1. Pengarang terlibat : pengarang ikut ambil bagian dalam cerita sebagai tokoh utama atau yang lain, mengisahkan tentang dirinya. Dalam cerita ini pengarang menggunakan kata ganti orang pertama (aku atau saya) 2. Pengarang sebagai pengamat: posisi pengarang sebagai pengamat yang

mengisahkan pengamatannya sebagai tokoh samping. Pengarang berada di luar cerita, dan menggunakan kata ganti orang ketiga (ia atau dia) di dalm ceritanya.

3. Pengarang serba tahu : pengarang berada di luar cerita (impersonal) tapi serba tahu tentang apa yang di rasa dan di pikirkan oleh tokjoh cerita. Dalam kisahan cerita pengarang memakai nama-nama orang dan kata ganti “dia” (orang ketiga).

Jadi sudut pandang atau pusat pengisahan adalah tempat pencerita dalam hubungannya denga cerita yang digunakan pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita secara utuh untuk memperoleh totalitas cerita.Sudut pandang mewakili pengarang dalam menuturkan setiap kejadian yang ada dalam cerita.

g. Amanat

Zulfahnur, dkk (1996: 26) berpendapat bahwa amanat dapat diartikan sebagi pesan berupa ide, gagasan, ajaran moral, dan nilai-nilai kemanusiaan yang ingin disampaikan pengarang melalui cerita.Pesan-pesan moral yang mewakili pengarang sebagai bagian dari sebuah

(42)

masyarakat tertentu itulah yang menjadi sbeuah ruh dalam sebuah karya. Sebuah karya tidak akan berarti jika tidak mengandung pesan-pesan tersebut.

Amanat menurut Panuti Sudjiman (1988: 57) ialah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang.Dalam amanat terdapat dua jenis bentuk, yaitu implisit dan eksplisit.Sudjiman mengatakan bahwa amanat implisit jika jalan keluar atau ajarean moral itu disiratkan dalam tingkah laku tokoh yang menjelang akhir cerita.Sedangkan dikatakan eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, nasihat, anjuran, larangan, dan sebagainya.

Burhan Nurgiyantoro mengemukakan bahwa dalam sebuah novel sering ditemukan adanya pesan yang tersembunyi, namun ada juga yang disampaikan secara langsung dan terkesan ditonjolkan pengarang. Bentuk penyampaian pesan moral yang ditonjolkan secara langsung identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian, telling atau penjelasan expository (1995: 336).

Karya sastra adalah karya yang estetis yang memiliki fungsi untuk menghibur, memberi kenikmatan emosional dan intelektual.Oleh karenanya karya sastra harus memiliki kepaduan yang utuh pada semua unsurnya. Pesan moral yang bersifat langsung oleh Burhan Nurgiyantoro (1995: 337), dikatakan biasanya terasa dipaksakan dan kurang koheren dengan unsur yang lain. Hal tersebut dapat mengurangi nilai karya sastra

(43)

yang bersangkutan. Hubungan langsung yang terjadi tersebut dijelaskan dalam gambar berikut ini:

pengarang Amanat pembaca

(Andresser) (Message) (Andresse)

Gambar 1. Hubungan Langsung Pengarang dengan Karyanya Gambar di atas menunjukkan bahwa pesan yang ingin disampaikan pengarang tidak memiliki hubungan yang berkaitan dengan cerita sehingga terkesan tidak melibatkan tokoh cerita dan alut penceritaannya. Pengarang akan lebih bijak jika dalam menyampaikan pesannya mengikutsertakan teks cerita , sehingga terjalin koherensi yang kuat dan padu. Hubungan komunikasi langsung pengarang dan pembaca yang tidak mengabaikan teks sastra tersebt dapat dilukiskan dalam gambar berikut ini:

Gambar 1.2 Hubungan Langsung Pengarang Dengan Karyanya Tanpa Mengabaikan Teks

Bentuk penyampaian pesan secara tak langsung atau tersirat menurut Burhan Nurgiyantoro (1995: 341), mengandung arti bahwa pengarang

Pengarang Amanat Pembaca

Amanat

Ditafsirkan Oleh

h

Amanat

Teks

(44)

memberikan kebebasan seluas – luasnya untuk pembaca sehingga kurang ada potensi pengarang untuk langsung menggurui pembaca, pengarang tidak menganggap pembaca bodoh, demikian pula sebaliknya, pembaca pun tidak mau dibodohi oleh pengarang.Dengan begitu, satu pihak pengarang berusaha “Menyembunyikan” pesan dalam teks, dalam kepaduannya dengan totalitas

cerita, di lain pihak, pembaca berusaha menemukannya lewat teks cerita itu sendiri.

Dilihat dari kebutuhan pengarang yang ingin menyampaikan pesan dan pandangannya, menurut Burhan Nurgiyantoro (1995: 341). Cara penyampaian pesan tak langsung ini mungkin kurang komunikatif, sebab pembaca belum tentu mampu mengungkap apa yang sesungguhnya ingin pengarang sampaikan, paling tidak dengan memilih penyampaian pesan tak langsung ini, peluang terjadinya salah tafsir cukup besar.Namun, hal tersebut dapat dimaklumi, bahkan merupakan hal yang esensial dalam karya sastra yang notabene mengandung banyak penafsiran.

Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa amanat dalam karya sastra merupakan hal yang ingin disampaikan oleh pengarang lewat karya tersebut, dan amanat dibedakan menjadi dua, yaitu implisit dan eksplisit. 2. Pengertian Psikologi Sastra dan Metode Penelitian Psikologi Sastra a. Pengertian Psikologi Sastra

Psikologi sastra adalah model penelitian interdisiplin dengan menetapkan karya sastra sebagai memiliki posisi lebih dominan (Nyoman Kutha Ratna, 2004: 349). Pada dasarnya psikologi sastra memberikan

(45)

perhatian pada pembicaraan dalam kaitannya dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya.Melalui pendekatan psikologi sastra masyarakat dapat menikmati sebuah karya melalui pemahaman terhadap tokoh-tokoh, misalnya adanya perubahan, kontradiksi, dan penyimpangan-penyimpangan lain yang terjadi dalam masyarakat khususnya yang berkaitan dengan psike atau kejiwaan.

Psikologi Sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis. Artinya, psikologi turut berperan penting dalam penganalisisan sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut baik dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Dengan dipusatkannya perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin yang terkandung dalam karya sastra. Jadi, Secara umum dapat disimpulkan bahwa hubungan antara sastra dan psikologi sangat erat hingga melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut dengan “Psikologi Sastra”.

Rene Wellek dan Austin Warren (1989: 90) berpendapat bahwa istilah psikologi sastra mempunyai empat pengertian.Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang dierapkan pada karya sastra.Dan yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca).Istilah psikologi pengarang artinya kecerdasan sastrawan dalam menghasilkan karya sastra yang biasanya sering melampaui batas kewajaran, melalui psikologi sastra keadaan psike

(46)

pengarang dapat di deteksi. Selain itu studi psikologi yang berkaitan dengan pengarang berhubungan dengan inspirasi, ilham, dan kekuatan-kekuatan supranatural lainnya.

The term of “psychological literature” posses four possibilities. The

first is the study of author’s psychology as a type or as a personal.

The second is the study of creative process. The third is study of type

and psychological laws applied on literature. The fourth is to learn

the impacts of literature on reader (reader’s psychology) (1948: 90).

Berikutnya Schallenberg menyatakan According to Sigmund Freud, psychological literature is all mental phenomena which are covered by the

unconscious nature of consciousness (1997: 18). Artinya menurut Sigmund Freud psikologi sastra adalah semua gejala yang bersifat mental bersifat tak sadar yang tertutup oleh alam kesadaran (Schellenberg, 1997: 18). Asas psikologi merupakan alam bawah sadar, yang disadari secara samar-samar oleh individu yang bersangkutan.Ketaksadaran justru merupakan bagian yang paling besar dan paling aktif dalam diri setiap orang. Dalam hal ini Freud juga menghubungkan karya sastra dengan mimpi.Sastra dan mimpi dianggap memberikankepuasan secara tak langsung.

Daiches (1956: 340-357) states that psychology research on literature is devided into three: first, psychological literature through authorship

analysis; second, psychological literature through the figures and

characteristics analysis; third, psychological literature in term of archetypal

(47)

kepengarangan, kedua psikologi sastra melalui analisis tokoh-tokoh dan penokohan, ketiga psikologi sastra dalam kaitannya dengan citra arketipe. Cara yang pertama disebut sebagai kritik ekspresif sebab melukiskan pengarang sebagai subjek individual, khususnya antara sikap pengarang dengan karya yang dihasilkan.Cara yang kedua disebut kritik objektif dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh, sebagai perwujudan karakterologi dan karakterisasi. Cara yang ketiga disebut sebagai kritik arkatipe sebab analisis dipusatkan pada eksistensi ketaksadaran kolektif.

Ernest Hilgert (1957: 58) mengatakan Psychology may be defined is the science that studies the behavior of man and other a nimal yang artinya adalah psikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan lainnya. Dalam hubungannya dengan psikologi sastra ilmu psikologi mempelajari hubungan kejiwaan tokoh-tokoh dengan sikap atau tingkah laku yang tercermin dalam karya sastra.Keberadaan sikap dan kejiwaan pengarang dapat dideteksi melalui karya sastranya, sedangkan sikap dan perilaku tokoh biasanya erat kaitannya dengan kehidupan pengarang.

Robert S. Woodworth dan Marquis (1984: 110) mengatakan Psychology is the scientific studies of individual activities relation to the

inveronment artinya psikologi merupakan keilmuan yang mempelajari tentang

aktivitas in divide dalam hubungan dengan alam sekitarnya. Alam sekitar ini meliputi kehidupan pengarang sebagai pencipta karya, karya sastra itu sendiri, dan pembaca sebagai penikmat karya sastra.Segala aspek yang berhubungan dengan psike dapat dianalisis melalui pendekatan psikologi sastra.

(48)

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa psikologi sastra ialah model penelitian interdisiplin dengan menetapkan karya sastra sebagai memiliki posisi yang dominan yang memusatkan penelitian pada aspek kejiwaan tokoh yang terdapat dalam karya sastra.Aspek-aspek kemanusiaan merupakan objek utama psikologi sastra.Unsur-unsur kejiwaan tokoh fiksional dalam karya sastra dianalisis untuk mengetahui aspek psikologis watak yang timbul dalam karya tersebut.

Menurut Semi (1993: 41), ada beberapa asumsi yang memunculkan psikologi sastra antara lain, yaitu:

1. Karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar (subconcius) setelah mendapat bentuk yang jelas dituangkan ke dalam bentuk tertentu secara sadar (conscious) dalam bentuk penciptaan karya sastra. Jadi proses terbentuknya karya sastra terjadi dari dua tahap, yaitu pertama dalam bentuk meramu gagasan dalam situasi imajinatif dan abstrak, kemudian dipindahkan ke dalam tahap kedua, yaitu penulisan karya sastra yang sifatnya mengkonkretkan apa yang sebelumnya dalam bentuk abstrak.

2. Mutu sebuah karya sastra ditentukan oleh bentuk proses penciptaan dari tingkat pertama, yang berada di alam bawah sadar, kepada tingkat kedua yang berada dalam keadaan sadar.

(49)

3. Di samping membahas proses penciptaan dan kedalaman segi perwatakan tokoh, perlu pula mendapat perhatian dan penelitian, yaitu aspek makna, pemikiran, dan falsafah yang terlihat di dalam karya sastra.

4. Karya yang bermutu, menurut pendekatan psikologis, adalah karya sastra yang mampu menyajikan simbol-simbol, wawasan, perlambangan yang bersifat universal yang mempunyai kaitan dengan mitologi, kepercayaan, tradisi, moral, budaya, dan lain-lain.

5. Karya sastra yang bermutu menurut pandangan pendekatan psikologis adalah karya sastra yang mempu menggambarkan kekalutan dan kekacauan batin manusia karena hakikat kehidupan manusia itu adalah perjuangan menghadapi kekalutan batinnya sendiri. Perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari bagi setiap orang belum sepenuhnya menggambarkan diri mereka masing-masing. Apa yang diperlihatkan belum tentu sama dengan apa yang sesungguhnya terjadi di dalam dirinya karena manusia sering kali menutupinya. Kejujuran, kecintaan, kemunafikan, dan lain-lain berada di dalam batin masing-masing yang kadang terlihat gejalanya dari luar dan kadang-kadang tidak.

6. Kebebasan individu penulis sangat dihargai, dan kebebasan mencipta juga mendapat tempat yang istimewa. Dalam hal ini, sangat dihargai individu yang senantiasa berusaha mengenal hakikat dirinya. Dalam upaya mengenal dirinya pula sastrawan mencipta untuk mengkonkretkan apa yang bergolak di dalam dirinya.

(50)

Dari enam alasan tersebut secara jelas dapat dipahami bahwa psikologi sastra layak dikembangkan.Kehadiran psikologi sastra merupakan analisis produk kejiwaan.Melalui analisis ini diharapkan sebuah karya sastra dapat dipahami secara mendalam melalui watak-watak psikologis yang dialami tokoh dalam karya sastra tersebut.

Pada dasarnya penelitian psikologi sastra meliputi tiga hal, yaitu: 1. Psikologi Pengarang

Yang perlu dikaji dalam kaitannya dengan pengarang menurut Wright (1991: 146) adalah mencermati sastra sebagai analog fantasi percobaan sintom penulis tertentu.Setelah itu baru dapat dipahami seberapa jauh fantasi bergulir dalam sastra. Dalam psikologi pengarang terdapat empat lingkup dunia kepengarangan, yaitu:

a. Memori Psikologis Pengarang

Memori adalah salah satu persoalan yang dapat digunakan untuk menciptakan sebuah karya sastra. Seorang sastrawan tidak akan lepas dari fantasi kejiwaan, bahkan amat mungkin fantasi dalam diri sastrawan semakin berlebihan. Sastrawan dianggapnya mengulangi kembali atau mempertahankan hubungan dengan masa kanak-kanaknya dan masa mudanya.Karya sastra dalam konteks ini merupakan “rekaman ulang”.Reka ulang merupakan potret

jiwa.Pemutaran ulang kejiwaan tidak hanya timbul dari dirinya, tetapi juga lingkungan. Kekayaan diri pengarang akan ditempa oleh kondisi lain.

(51)

b. Tipologi Psikis Pengarang

Keadaan psikis pengarang adalah suasana unik.Dikatakan oleh wellek dan Warren (1989: 95-98) bahwa homo scriptor tidak terdiri satu tipe saja. Pengarang adalah makhluk multijiwa, yang bisa bersuara apa saja. Dalam hal ini sastrawan digolongkan ke dalam dua tipe psikologis, yaitu (1) sastrawan yang “kesurupan” yang penuh emosi,

menulis dengan spontan dan yang meramal masa depan, dan (2) sastrawan “pengrajin” yang penuh keterampilan, terlatih dan bekerja

dengan serius dan penuh tanggung jawab. c. Psikobudaya Pengarang

Psikobudaya adalah kondisi pengarang yang tidak lepas dari aspek budaya.Kejiwaan pengarang dituntun oleh kondisi budaya.Hampir semua pengarang tidak lepas dariyang faktor budaya. Pengarang tidak bisa lepas dari budaya, pribadi, dan moral yang mengitari jiwanya. Oleh sebab itu, kreativitas pengarang sebenarnya merupakan “cetak

ulang” dari jiwanya. Dari faktor budaya karakter pribadi pengarang akan terbentuk, misalnya pengarang yang hidup dalam lingkup budaya keras, marginal, ketidakadilan tentu akan menghasilkan karya yang keras juga. Budaya kota dan desa juga akan membentuk jiwa pengarang.

d. Kepribadian Pengarang

Kepribadian adalah persoalan jiwa pengarang yang asasi. Pribadi pengarang akan mempengaruhi ruh karya. Dikatakan oleh Danandjaja

(52)

91994: 41) bahwa kepribadian seseorang ada yang normal dan abnormal.Pribadi normal biasanya mengikuti irama yang lazim dalam kehidupannya. Adapun abnormal, bila terjadi deviasi kepribadian. Kedua wilayah tersebut sah dalam kehidupan pengarang.

2. Psikologi Tokoh

Tokoh adalah figur yang dikenai dan sekaligus mengenai tindakan psikologis. Dia adalah “eksekutor” dalam sastra. Jutaan rasa akan hadir melalui tokoh. Segala sesuatu yang dialami tokoh yakni, kecemasan, kegelisahan moral akibat ia telah berbuat dosa dan salah sehingga perasaan bersalah dan berdosa menghantui nuraninya. Tokoh yang menjadi tumpuan penelitian psikologi sastra perlu diidentifikasi.Dalam analisisnya pada umumnya yang menjadi tujuan adalah tokoh utama, sedangkan tokoh kedua, kedua, ketiga, dan seterusnya kurang mendapat penekanan.Seharusnya semua aspek psikologi tokoh dianalisis karena semua tokoh memiliki watak sendiri-sendiri yang seringkali juga dijadikan cerminan diri bagi pembaca.

3. Psikologi Pembaca

Psikologi pembaca atau disebut dengan resepsi pembaca merupakan sebuah penerimaan. Penerimaan sastra oleh pembaca bisa berbeda-beda tafsirnya. Perbedaan inilah yang menuntut kebebasan tafsir. Tafsir yang beragam dan plural, akan memperkaya pesan. Tafsir psikologis akan membangkitkan imajinasi yang berharga. Pembaca bebas bermain imajinasi.

Gambar

Gambar di atas menunjukkan bahwa pesan yang ingin disampaikan
Gambar 1.3 Kerangka Berpikir
Tabel I. Waktu Pelaksanaan Penelitian.
Gambar 1.4 Teknik Analisis

Referensi

Dokumen terkait

Beradasarkan hasil forecasting dan decision tree maka dapat disimpulkan bahwa peluang peningkatan penjualan tiket pesawat untuk PT Harum Indah Sari Tour& Travel

Hambatan utama yang dihadapi adalah kesadaran masyarakat serta kendala anggaran dalam pengembangan wisata alam Rammang-Rammang, strategi pengelolaan wisata alam Rammang-Rammang

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah variabel makro seperti Produk Domestik Regional Bruto, jumlah penduduk, tingkat inflasi mempengaruhi Pendapatan Asli

a. Kota Tarakan termasuk rawan bencana banjir, dan longsor, pohon tumbang, kecelakaan laut, gempa serta abrasi pantai. Terkait dengan shelter buat para pengungsi juga

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh subsitusi tepung labu kuning ( Cucurbita moschata) terhadap serat pangan,aktivitas

Sementara itu, elemen hubungan sosial produksi prakapitalis yang masih bertahan adalah unit produksi masih merupakan unit usaha rumah tangga, hubungan sosial

Sementara itu, hasil penelitian yang diperoleh selama pembelajaran pada siklus III, kemampuan mengenal kata pada anak kelas B TK Mahkota di peroleh angka 95%

Sehingga setelah lulus, siswa mampu menentukan sendiri ke mana ia akan melangkah. Apakah ia akan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi atau langsung terjun ke dunia