• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tokoh-tokoh Tambahan

Dalam dokumen Masnuatul Hawa S841102009 (Halaman 110-141)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian

3. Tokoh-tokoh Tambahan

Dalam novel ini, terdapat tokoh-tokoh tambahan, diantaranya adalah : Amak, Ayah, Raisa, bang Togar, Rusdi, dan Francois Pepin. Kehadiran mereka sebagai tokoh pembantu menjadi pelengkap atau tambahan dalam mata rantai cerita untuk menciptakan sebuah cerita menjadi lebih indah, menarik, serta realistis.

a. Amak

Amak adalah ibu dari tokoh utama (Alif). Amak adalah panggilan untuk seorang Ibu khususnya di tanah Meninjau, Sumatera Barat. Sebagai seorang ibu amak memiliki sifat lemah lembut, mengasihi anak-anaknya, mengayomi, menciptakan suasana tenang, dan selalu memperjuangkan cita-cita anaknya walaupun kadang dia harus bekerja keras menggantikan posisi ayah ketika sudah terlebih dulu di panggil Sang Pencipta.

Seperti para kaum ibu pada umumnya amak adalah ibu dari tiga orang anak. Selain berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang setiap harinya mempersiapkan makanan untuk suami dan anak-anaknya amak juga berprofesi sebagai guru SD di Meninjau. Dua pekerjaan ini tentulah tidak mudah, itu berarti amak harus pandai-pandai membagi waktu antara karir dan keluarganya. Tapi keadaan seperti itu dijalani amak dengan penuh keikhlasan dan tanggung jawab untuk bisa membantu suaminya mencari nafkah.

Amak bukanlah wanita yang sering mengeluh. Biarpun dalam kondisi susah dan dalam keadaan keterpurukan amak tetap menjadi seorang ibu yang tegar. Bertanggung jawab atas masa depan anak-anaknya. Kehilangan suami ketika ketiga anaknya masih banyak membutuhkan biaya sekolah bukanlah menjadi halangan amak untuk tetap memperjuangkan nasib ketiga puteranya. Sosok inilah yang menjadi motivasi Alif untuk lebih bersemangat dan akan mebuktikan kepada amak bahwa dia akan berhasil meraih impiannya untuk menjadi seorang sarjana.

Surat balasan dari amak cepat sekali datang. Tidak berpanjang-panjang. Hanya ada kalimat singkat-singkat dan di tutup dengan “ancaman”: “ Amak sedih sekali belum bisa mencukupi kebutuhan waang di rantau. Tapi jangan pernah berani-berani pulang tanpa menyelesaikan apa yang sudah wa‟ang mulai. Selesaikan kuliah. Amak akan mendukung dengan sepenuh tenaga dan do‟a. menuntut ilmu itu juga berjuang di jalan Tuhan. Insya Allah, amak masih sanggup menghidupi kalian. Dengan cara apapun”

(Ahmad fuadi: 105) b. Ayah

Ayah adalah orang tua laki-laki dari tokoh utama Alif. Kedudukan sang ayah menjadi motivasi hidup dalam memperjuangkan cita-cita kuliah Alif. Sosok ayah disini digambarkan sebagai kepala rumah tangga yang bertanggung jawab, mengayomi keluarganya, penuh kasih sayang walau

terkadang harus keras dalam mendidik anaknya dalam hal kebaikan.

Perjuangan seorang ayah terhadap anaknya akan selalu dilakukan sepanjang hayat. Walaupun dalam bentuk pengorbanan terhadap benda kesayangannya sekalipun. Dia rela menjual sepeda bebek kesayangannya yang setiap pagi selalu di lap dengan penuh cinta. Hal itu dilakukan agar dapat melihat anaknya tersenyum karena bisa masuk kuliah di Bandung.

Sosok ayah dalam cerita juga digambarkan sebagai seorang yang memiliki hobi memotret. Hampir di setiap momen yang dialami keluarganya diabadikan dalam jepretan potret. Menurutnya melalui gambar-gambar itu kelak dapat dijadikan kenangan yang dapat menimbulkan rasa syukur kepada Allah.

Selain usaha dalam rangka memenuhi kebutuhan fisik yang dilakukan orang tua terhadap anaknya mereka juga senantiasa dengan ikhlas berdoa untuk keselamatan dan keberhasilanya. Apa yang dilakukan orang tua terhadap kita tidak pernah sedikitpun mereka berharap akan balasan atau imbalan. Melihat anaknya bisa bahagia dan sejahtera dalam hidup sudah cukup menjadi balasan kebahagiaan bagi orang tua.

Ayah tersenyum dan menatapku leka-lekat. “ semoga bisa lulus UMPTN ya, nak. Hanya biaya kuliah di universitas negeri yang mungkin bisa kita bayar,” kata ayah lirih. Aku

paham betul harapan ayah dan aku hanya bisa mengangguk-angguk.

( Ahmad Fuadi: 6) c. Raisa

Sosok Raisa merupakan teman sekaligus tetangga Alif di Bandung. Raisa inilah yang pada akhirnya menjadi pilihan hati Alif sekaligus Randai. Ini berarti mereka berdua lagi-lagi harus berusaha untuk berlomba merebut hati Raisa. Dalam cerita Raisa digambarkan sebagai wanita yang cantik mempesona, lembut, cerdas, dan ramah.

Walaupun terlahir dari orang tua blesteran akan tetapi kecintaan Raisa terhadap Indonesia dan segala budayanya sangat tinggi. Selain mahir berbahasa Inggris dan Prancis, Raisa juga memiliki suara yang bagus dan keahlian dalam memainkan berbagai alat musik termasuk angklung.

Keelokan wajah, kecerdasan, dan kepiawaiannya dalam bertutur inilah yang pada akhirnya membuat Alif jatuh hati kepada Raisa. Dalam cerita Raisa digambarkan sebagai gadis periang, energik, cerdas, memiliki lensa mata berwarna coklat, kulit tubuhnya putih, dan senyumannya selalu mempesona bagi siapa saja yang melihat. Kebiasaan gadis ini adalah selalu mengepang rambutnya dan menggunakan topi dari bahan wol.

Bunyi derap langkahnya berbeda. Ketipak-ketipak sepatunya ringan dan pendek-penden. Aku lihat ke belakang. Dia lagi. Beberapa hari terakhir ini, aku tidak

sengaja berjalan seiring dengan orang yang sama dari Tubagus Ismail ke pasar Simpang Dago. Seorang gadis bermata bulat dengan bulu mata lentik, wajahnya lonjong telur. Dia selalu bertopi wol di atas kepangnya. Menggendong ransel hijau tentara dan berjalan dengan lincah membelah gang sempit. Sesekali dia meloncati sisa genangan air hujan semalam dengan energik sekali. Bahkan dengan melihat dia berjalan saja aku ikut bersemangat seakan-akan ini hari terindah.

(Ahmad Fuadi: 49) d. Rusdi

Rusdi adalah teman satu grup Alif ketika menjadi duta muda di Amerika. Dia dari Banjar Kalimantan dan pandai sekali berpantun sehingga dijuluki kesatria berpantun. Hampir dalam setiap kesempatan dia selalu mengubahnya menjadi sebuah pantun. Bisa di bilang dia bisa membuat pantun dalam waktu singkat atau sekerjab mata. Dalam situasi penting ketika acara upacara pemberangkatan duta pun dia masih menyempatkan diri untuk berpantun, padahal waktu itu dia datang terlambat. Bahkan pernah ketika kondisi sedang genting dia justru bisa menyuarakan isi hatinya dalam wujud pantun. Hal itu menunjukkan bahwa darah Banjar seorang Rusdi sudah sangat melekat pada dirinya.

Rusdi adalah pemuda pelosok yang sangat lugu. Bahkan pernah suatu ketika akibat keluguannya terjadi peristiwa heboh yang menggemparkan seluruh kompleks karena alarm kebakaran berbunyi. Hal itu terjadi karena secara tidak sengaja Rusdi commit to user

memencet tombol merah yang menjadi tombol peringatan kebakaran, akibatnya tombol itu berbunyi dengan keras. Seisi kompleks yang semula sedang tidur pulas keluar berhamburan dengan wajah panik dan mencari sumber kebakaran itu. Tetapi nyala api tidak dapat ditemukan dan akhirnya semua teman-teman Rusdi satu kompleks kembali tidur dengan hati dongkol.

Kebiasaan lain Rusdi yang di gambarkan dalam sebuah cerita adalah ketika dia dalam kondisi senang dan grogi kerjanya menekuk-nekuk jari tangan dan kakinya sampai berbunyi seperti tulang patah. Kebiasaannya lagi di semua tempat dia selalu membawa bendera Merah Putih sebagai wujud kebanggaannya terhadap bangsa Indonesia. Segala pakaian dan koper yang dikenakannya juga di tempeli stiker bendera merah putih.

Keunikan lain yang dimiliki Rusdi adalah suara tertawanya yang sangat keras. Keadaan seperti itu dapat membuat suasana yang ada di sekitarnya menjadi segar dan riang. Walaupun dia sosok yang lugu tapi keberadaannya yang unik sering membuat siapa saja yang berteman dengannnya menjadi nyaman. Topik pembicaraan yang paling dia sukai adalah nasionalisme, hutan, dunia polisi, dan mata-mata.

Ke mana saja Rusdi pergi, dia pasti membawa bendera Indonesia. Bahkan kopernya di cat merah putih, ranselnya punya badge merah putih, buku diary-nya juga di tempeli stiker gambar bendera. Salah satu topik pembicaraan yang commit to user

disukainya adalah nasionalisme, hutan , dunia polisi, dan mata-mata. Kalau sedang senang atau grogi, kerjanya menekuk-nekuk jari sampai berbunyi seperti tulang patah. Semakin dia bersemangat, semakin banyak bunyi tulang patah, termasuk leher, bahu, sampai jari kaki.Dia juga seseorang yang mempunyai tawa yang menurutku paling kencang yang pernah aku dengar dan sekaligus menular kepada siapa saja yang ada di sekitarnya. Satu lagi mukjizat Rusdi adalah dia lihai menggubah pantun. Dalam situasi apa saja, dia mampu merangkai pantun dalam hitungan detik atau kerjapan mata.

(Ahmad Fuadi: 220) e. Francois Pepin

Francois Pepin adalah homologue Alif ketika di Quebec. Dia orang asli Quebec, orang tuanya bekerja sebagai petani di dekat St. Agapit, sebuah daerah di luar Quebec City. Tanah pertanian keluarganya menghasilkan berbagai hasil bumi mulai dari tomat, lobak, gandum, jagung, dan tanaman lain yang kemudian dijual di pasar pagi, fres market. Orang tuanya juga beternak sapi perah, biri-biri, dan ayam petelur. Yang unik dari keluarga ini mereka juga memelihara ribuan ekor lebah dan menjual madu dalam botol-botol.

Perawakan Franc panggilan untuk Francois Pepin digambarkan sebagai sosok pemuda tampan, tubuhnya tinggi, kulitnya putih, pupil matanya berwarna biru, mukanya lonjong, dagunya simetris, dan pipinya lesung sehingga ketika tersenyum

akan membuat aura ketampanannya terlihat semakin sempurna. Dia adalah homolog yang kompak dalam menyelaraskan pikiran serta misi menjadi duta antarnegara.

Perilaku yang dimiliki Franc adalah ramah, supel (mudah bergaul dengan siapa saja), berterus terang, mau menerima kritikan dari teman, dan bersungguh-sungguh dalam belajar maupun menjalankan tugasnya selama ditempatkan untuk bekerja di stasiun TV bersama Alif. Perbedaan kebiasaan sehari-hari serta kebudayaan antara Alif dan Franc tidak menjadi masalah yang berarti bagi persahabatan keduanya, justru hal itu menjadikan mereka belajar bagaimana agar bisa menjadi manusia yang saling menghargai kebiasaan dan kebudayaan masing-masing. Kesempatan menjadi homolog mereka gunakan untuk melengkapi dan saling belajar kekurangan serta kelebihan yang dimiliki.

Kalaulah Franc hidup di Indonesia, aku yakin wajahnya sudah menghiasi sampul majalah sebagai bintang iklan. Pupil matanya sepenuhnya biru terang, mirip batu akik bening melekat di cincin ayahku dulu. Mukanya lonjong dan dagunya simetris serta dibalut bulu tipis yang membikin dia terlihat macho. Sedangkan rambutnya ikal pirang. Badannya sedang, tidak terlalu tinggi. Yang paling aku ingat adalah dia selalu tersenyum lebar. Dan senyum hangatnya ini menular.

(Ahmad Fuadi: 275)

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2010: 165) perwatakan disamakan artinya dengan karakter yakni menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Perwatakan merupakan sifat yang melekat dalam tiap-tiap diri tokoh yang diciptakan oleh pengarang. Keberadaan watak sudah merupakan satu bentuk kesatuan (unity) yang dapat melukiskan gambaran secara jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Perwatakan hadir sebagai bentuk penggambaran yang diciptakan oleh pengarang untuk membuat peran para tokoh fiktif menjadi hidup. Keberadaan manusia dalam dunia nyata yang banyak memiliki sifat dan perwatakan menjdikan sebuah inspirasi untuk penciptaan tokoh manusia dalam cerita. Perwatakan yang sering ditampilkan pengarang biasanya hanya terdiri dari dua sisi sudut manusia saja, yakni manusia baik dan manusia jahat. Penyandang perwatakan baik diperuntukkan kepada tokoh utama, sedangkan perwatakan jahat atau kurang baik diperuntukkan kepada tokoh tambahan maupun tokoh sentra.

Berdasarkan perwatakannya tokoh cerita dapat dibedakan kedalam tokoh sederhana (simple atau flat character) dan tokoh complex atau tokoh bulat (complex atau round character) (Froster, 1970: 75). Tokoh sederhana ialah penggambaran tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, keberadaannya tidak diungkap segala bentuk kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tidak memiliki sifat atau tingkah laku yang dapat

memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat yang dimiliki adalah datar, monoton, dan mencerminkan satu watak saja. Walaupun tokoh sederhana dapat melakukan berbagai tindakan akan tetapi semua tindakannya akan dikembalikan kepada perwatakan yang telah diformulakan itu.

Sedangkan tokoh bulat atau tokoh kompleks ialah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia hadir dengan membawa dua atau bahkan lebih dari sifat asal yang telah diformulasikan sejak awal. Watak dan tingkah lakunya bermacam-macam, bahkan terkadang sulit di duga oleh pembaca. Tokoh bulat menyerupai manusia sesungguhnya, karena disamping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan bagi para pembaca. Berikut dipaparkan perwatakan para tokoh dalam novel.

a. Alif

Berdasarkan hasil analisis data novel Ranah 3 Warna menunjukkan bahwa karakter atau perwatakan yang dimiliki tokoh-tokoh terbagi atas dua perwatakan, yaitu tokoh sederhana dan tokoh bulat. Tokoh sederhana disandang oleh Alif sang tokoh utama dalam novel. Alif digambarkan perwatakannya oleh pengarang sebagai sosok manusia yang memiliki sifat baik, sopan, patuh terhadap kedua orang tua, jujur, dan pekerja keras. Segala sifat baik lengkap sudah digambarkan pengarang pada diri Alif, walau pun terkadang pengarang berusaha menjadikan Alif sebagai sosok manusia pada umumnya dalam dunia nyata yang memiliki

berbagai kemungkinan sifat lain. Akan tetapi ujung-ujungnya pengarang akan mengembalikan Alif kepada sebuah formulasi yakni sebagai orang baik yang ketika melakukan kesalahan akhirnya insaf juga.

Kalau aku lihat dicermin, badanku kini mengurus, agak pucat, dan mataku merah. Tapi aku tidak peduli. Ini perjuangan penting dalam hidupku. Mungkin menjadi penentu nasib masa depanku.

(Ahmad Fuadi: 12) b. Randai

Tokoh kompleks atau tokoh bulat dalam novel ini ditunjukan pada Randai sahabat kecil Alif dan juga bang Togar. Kedua manusia ini digambarkan sebagai sosok yang tidak hanya memiliki satu sisi sifat atau perwatakan saja melainkan terkadang muncul sifat lain yang menjadi kejutan tak terduga bagi para pembaca. Hal tersebut tampak pada sifat Randai sebagai seorang sahabat yang setia, baik, penolong, dan murah hati. Akan tetapi pada suatu saat sifat kurang baiknya pun muncul, yakni sifat menyakiti dan suka mengejek Alif. Disinilah sisi manusia yang sesungguhnya dimunculkan oleh pengarang.

c. Amak

Dalam penceritaan novel amak digambarkan sebagai sosok ibu yang hanya memiliki satu sisi perwatakan, yaitu perwatakan baik. Perwatakan baik seorang ibu terhadap anaknya sering ditunjukkan tokoh amak dalam bentuk tutur kata, sikap, dan tingkah laku sebagai bentuk kasih sayangnya terhadap anak-anaknya. Lazimnya seorang ibu, amak selalu memberikan perhatian dan selalu setia menemani anak-anaknya di kala senang maupun susah. Begitu juga bentuk pengorbanan demi

memperjuangkan cita-cita besar anaknya akan selalu dilakukan sebagai wujud kasih sayang dan perhatiannya.

Isi ranselku hanya empat helai baju, dua helai celana panjang berbahan tetoron, dan satu plastik rendang yang khusus dimasak amak untukku. Di dalam dompetku ada beberapa helai puluhan ribu hasil berhemat ayah dan amak, serta hadiah dari kakek dan nenekku. Semua milikku kecil dan sederhana, kecuali hati dan kepercayaan diri yang menggelembung sebesar gajah.

(Ahmad Fuadi: 41) d. Ayah

Ayah merupakan sosok motivator bagi keberhasilan Alif. Kehadirannya membawa suasana tenang dan menjadikan segala keraguan untuk mencapai cita-cita Alif musnah. Sosok ayah dalam cerita adalah sebagai tokoh sederhana yang dianggap hanya memiliki sifat baik dalam tutur kata, sikap, maupun perilakunya.

Ayah sering memberikan nasihat-nasihat baik kepada anak-anaknya. Walaupun terkadang harus keras dalam mendidik, akan tetapi sesungguhnya dalam hatinya terselip niat baik demi keberhasilan anak-anaknya kelak. Selain itu bentuk kerja keras dan kegigihan sosok ayah dalam mencari nafkah selalu dilakukan untuk bisa memenuhi segala kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya.

“Ayah sengaja memesan ke tukang sepatu dan terompah di pasar Ateh. Khusus dari kulit jawi. Asli kulit sapi” kata ayah sambil membuka kotak itu. Sambil terbatuk-batuk, beliau mengeluarkan sebuah sepatu hitam berkilat-kilat dan mendaratkan ke dekat

kakiku. Semuanya berwarna hitam gelap, mulai dari kulit, jahitan, tali, sampai sol.

(Ahmad Fuadi: 40) e. Bang Togar

Bang Togar juga digambarkan sebagai sosok manusia yang memiliki banyak sisi perwatakan. Bang Togar memiliki watak baik, penyayang, peduli terhadap kesusahan orang lain, dan dermawan bang Togar juga terkadang memiliki watak keras, hal ini dilakukan sebagai bentuk usahanya mendidik muridnya untuk memiliki mental kuat.

“Heh kau anak baru, ke mana saja kau selama ini? Aku pikir kau hilang diculik. Masa baru menulis satu tulisan di Kutub sudah senang minta ampun dan berhenti menulis. Bagaimana akan maju kau dirantau!” Katanya merepet dengan alis terangkat tinggi.

(Ahmad Fuadi: 138) f. Latar

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981: 175). Latar yang terdapat dalam novel ini meliputi banyak waktu dan tempat, diantaranya latar ketika sang tokoh berada di kota Meninjau, yakni tempat kelahiran Alif, berikutnya latar di pondok Madani, Bandung tempat melanjutkan kuliah S1 setelah menempuh ujian UMPTN, dan terakhir adalah Amerika yang menjadi cita-cita Alif selama di podok Madani.

1. Latar di Meninjau

Sewaktu di Meninjau banyak latar atau tempat yang di paparkan dalam novel. Meninjau merupakan tanah kelahiran Alif sang tokoh utama dan juga Randai yang menjadi tokoh sentra dalam cerita. Oleh sebab itu hampir di setiap episode cerita menampilkan tanah Meninjau sebagai sentra utama tempat berawalnya sebuah cerita.

Meninjau merupakan tanah kelahiran Alif yang banyak menyimpan kenangan serta impiannya. Kampung ini di gambarkan sebagai kampung yang sejuk penuh dengan pepohonan dan terdapat juga danau yang di sebut dengan danau Meninjau. Ini membuat suasana asri dan kedamaian tanah kelahirannya tidak bisa di lupakan. Kampung yang menjadi kebanggaan dan akan selalu di junjung tinggi kebudayaan dan adat yang ada di mana pun dia tinggal kelak.

Banyak hal yang menarik di kampung Meninjau. Salah satunya adalah danau Meninjau yang sewaktu kecil sering mereka gunakan sebagai arena perlombaan memancing ikan supareh. Selain itu berbagai permainan tradisional masih di pertahankan keberadaannya sebagai bentuk pelestarian budaya. Ketika waktu puasa tiba banyak anak kecil bermain tembak-tembakan dengan menggunakan bambu sebagai alat tembaknya. Ketentraman dan kedamaian sangat terlihat dari penduduknya yang saling bergotong –royong di setiap ada hajatan di desa.

Aku mahir dalam kaligrafi Arab, tapi apa hubungannya dengan pertunjukan? Apa lagi? O ya, aku bisa sedikit silat, tapi sekarang hanya sisa-sisa ingatan ketika belajar silek commit to user Minang waktu kecil di

Meninjau. Entah bagaimana caranya aku lolos tes ini. Aku terduduk lesu, tidak tahu harus bagaimana. Ya Tuhan, tunjukilah jalan terbaik.

(Ahmad Fuadi: 190) 2. Latar di pondok Madani

Latar atau tempat kedua yang di tampilkan dalam cerita adalah pondok pesantren Madani yang ada di Gontor Jawa Timur. Hal itu terjadi seiring dengan keinginan orang tua Alif selepas tamat SMP ingin mendidik anaknya dalam dunia pondok pesantren. Di pondok Madani inilah yang banyak menjadi kenangan sekaligus tempat menimba ilmu agama sebagai bekal kehidupannya kelak di akhirat.

Dalam dunia pondok pesantren banyak mengajarkan Alif berbagai ilmu agama termasuk cara menjalankan ibadah sholat secara benar, puasa, membaca Al-Quran, dan membaca kitab-kitab kuning yang menjadi ciri khas di setiap pondok pesantren. Selain mendapatkan pelajaran ilmu agama, para santri juga di bekali dengan ilmu tasawuf yaitu suatu imu yang mengajarkan manusia untuk bisa berbuat ikhlas, sabar, dan tawakal/pasrah terhadap segala takdir Allah. Pelajaran-pelajaran itu semua yang pada akhirnya dapat mencetak Alif sebagai sosok pemuda yang tangguh, berani bercita-cita tinggi dan juga berani mengaktualisasikan apa yang menjadi cita-citanya tersebut.

Aku tulis ketika mendengarkan salah satu wejangan Kiai Rais di PM sekitar dua tahun lalu. Membaca lembaran itu membuat aku hanyut ke suatu masa ketika kiaiku berpidato di depan ribuan santrinya. Aku mencatat, seluruh aula tiba-tiba berdengung oleh commit to user

bisik-bisik kami, ketika kiai Rais masuk ruangan berkapasitas 3000 orang itu.

(Ahmad Fuadi: 191) 3. Latar di Bandung

Selain terdapat latar di pondok Madani yang merupakan suatu tempat yang pernah di singgahi tokoh jalannya cerita juga menampilkan kota Bandung sebagai tempat Alif melanjutkan studinya untuk meraih gelar S1. Bandung sering di sebut dengan kota pelajar yakni tempat yang banyak di minati mahasiswa untuk mencari ilmu. Selain itu kota Bandung terkenal memiliki curah hujan cukup tinggi, karena letak geografisnya yang berada di daerah pegunungan sehingga dapat di bilang hampir setiap hari terjadi hujan.

Dalam dokumen Masnuatul Hawa S841102009 (Halaman 110-141)