• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Struktural Novel Ranah 3 Warna

Dalam dokumen Masnuatul Hawa S841102009 (Halaman 150-172)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian

1. Analisis Struktural Novel Ranah 3 Warna

a. Tema dalam Novel Ranah 3 Warna

Menurut Zainuddin Fenanie (2008: 84) tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra. karena sastra merupakan hasil refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diciptakan dalam karya sastra pun sifatnya beragam. Korrie Layun Rampan (1995: 36) dan Burhan Nurgiyantoro (2002: 68) juga memiliki pendapat yang hampir sama dengan pendapat di atas. Pendapat tersebut menyatakan bahwa tema merupakan dasar bagi pengembangan sebuah cerita.

Karena keberadaan tema merupakan dasar pembuatan cerita, maka agar menjadi sebuah cerita yang menarik, memikat, bernilai sastra, cerita harus dikembangkan secara kreatif oleh pengarang. Akan lebih baik jika tema tidak dinyatakan secara definitif, tetapi tersamarkan lewat unsur-unsur cerita. Bisa melalui jalan pikiran, perasaan, peristiwa, keadaan psikologi, setting, dan lain sebagainya.

Mengacu pada berbagai pendapat ahli di atas tentang tema, maka berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti laksanakan terbukti bahwa tema yang terkandung dalam novel Ranah 3 Warna adalah motivasi hidup. Karena di dalam novel ini sarat dengan tanda-tanda yang menunjukkan

adanya motivasi-motivasi pemuda dalam kegigihannya meraih impian dan cita-citanya. Pada akhir cerita dipaparkan usaha yang membuahkan keberhasilan dalam menempuh pendidikan S1 dan utamanya keberhasilan seseorang dalam proses pendewasaan berpikir, berteman, bersosialisasi, dan dalam menghadapi setiap ujian yang datang.

Sesungguhnya tema yang diangkat dalam novel Ranah 3 Warna merupakan pelajaran moral yang banyak memberikan motivasi hidup bagi para pembaca di tengah krisis kepercayaan diri yang terjadi di masyarakat. Saat ini banyak masyarakat kecil utamanya, yang menganggap bahwa impian dan cita-cita manusia miskin adalah sebuah angan-angan belaka yang tidak mungkin akan terwujud menjadi kenyataan. Berbagai pikiran tersebut muncul berdasarkan pandangan mereka terhadap kenyataan dunia yang terjadi di lingkungan tempat mereka tinggal.

Peran Ahmmad Fuadi untuk menampilkan cerita secara segar menjadi nilai tersendiri bagi pengarang. Dia mampu menyajikan tema tentang motivasi yang diiringi dengan perjuangan hidup tokoh, sehingga segala peristiwa yang terjadi di dalam cerita itu tampak sebuah cerita yang benar-benar ada dalam dunia nyata. Hal ini akan dapat mempengaruhi pola pikir serta mengubah pandangan hidup para pembaca tentang sempitnya peluang orang miskin untuk memperoleh kesempatan kesuksesan seperti yang dialami golongan orang-orang yang memiliki ekonomi cukup.

Pada dasarnya siapa pun saja berhak bermimpi dan mewujudkan mimpinya. Keyakinan akan adanya kemudahan di setiap keinginan

manusia dapat menumbuhkan semangat baru bagi manusia untuk tidak mudah putus asa ketika harus menghadapi rintangan dan cobaan yang bertubi-tubi. Segala bentuk peristiwa yang di lalui dalam hidup ini sesungguhnya ada ganjaran atau balasan tersendiri. Kesadaran inilah yang perlu kita tumbuhkan agar sebagai manusia kita lebih dapat bersyukur dan sedikit mengeluh terhadap apa yang telah Allah berikan kepada kita. b. Plot atau Alur Cerita Novel Ranah 3 Warna

Menurut Herman J. Waluyo (2002: 8) plot atau alur cerita merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Konflik itu berkembang karena kontradiksi para pelaku. Plot meliputi: (1) paparan awal cerita (eksposition), (2) masuk problem (inciting moment), (3) penanjakan konflik (rising action), (4) konflik makin ruwet (complication), (5) menurunnya konflik (talking action), dan (6) penyelesaian (denoument).

Suatu plot yang terdapat pada novel Ranah 3 Warna menunjukkan bahwa keseluruhan peristiwa jalannya cerita dari awal sampai akhir merupakan jalinan konflik yang terjadi antara dua tokoh yaitu Alif (tokoh utama) dan Randai (tokoh sentra). Ke dua tokoh tersebut menjadi sumber terjadinya konflik dalam sebuah cerita. Sebuah konflik yang terjadi pada kedua tokoh tersebut tidak sampai pada istilah konflik yang pelik untuk diselesaikan, karena mereka berdua merupakan sahabat sejak kecil yang sama-sama memiliki jiwa kepedulian terhadap sesama, orang yang

berpendidikan, dan mampu menyelesaikan masalah secara bijak atau memiliki kemampuan mengekang emosi.

Paparan awal cerita yang di bangun oleh Ahmad Fuadi tampak pada peristiwa masa kecil yang menceritakan kisah persahabatan antara Alif dan Randai. Kedua sahabat ini sering menghabiskan waktu bermain bersama dengan melakukan kegiatan memancing atau bermain tembak-tembakan yang di buat dari bambu. Walaupun mereka tampak akrab dalam bersahabat akan tetapi dalam diri keduanya selalu terjadi persaingan yang mengarah pada hal-hal yang bersifat positif, misalnya bersaing untuk bisa masuk tes ujian UMPTN dan lain-lain. Di tengah persaingan itu Randai sering kali mengucapkan kata-kata yang tanpa disadarinya dapat membuat hati Alif tersinggung. Konflik-konflik kecil yang terjadi diantara keduanya tersebut tidak menjadikan persahabatan mereka terganggu, itulah yang unik dari mereka dua individu yang berbeda sifat dan watak tetapi keduanya dapat bersahabat sampai dewasa.

Problem dalam cerita mulai tampak ketika Alif hendak mengikuti ujian tes masuk UMPTN. Padahal kenyataannya dia yang lulusan pesantren dan tidak memiliki ijazah SMA mustahil untuk bisa dikatakan bisa masuk tes itu. Di situlah celoteh Randai selalu terngiang-ngiang di telinga Alif dan membuat harga diri Alif serasa diinjak-injak. Seharusnya Randai sebagai sahabat Alif sejak kecil lebih bisa memahami dan menghargai perasaan Alif yang juga menginginkan kesempatan yang sama untuk masuk di perguruan tinggi negeri.

Setelah melalui jalinan yang menjadikan problem awal cerita terjadilah penanjakan konflik yaitu ketika Alif dan Randai lagi-lagi harus bersaing untuk bisa mendapatkan hati Raisa yaitu gadis yang memiliki wajah cantik dan berkepribadian menarik, sekaligus persaingan untuk bisa masuk tes pertukaran pemuda antarnegara yang diadakan di Bandung.

Sedangkan penanjakan konflik terjadi ketika suatu hari Alif secara tidak sengaja merusakkan komputer Randai. Sejak saat itulah persahabatan keduanya merenggang. Alif merasakan dirinya sebagai pihak yang bersalah akan tetapi sebesar apa pun kesalahan yang dia lakukan tidak sepatutnya Randai berkata kasar yang menjadikan hatinya terluka. Sebagai seorang sahabat seharusnya lebih bisa menjaga perasaan sahabatnya, karena perkataan yang menyakitkan sampai kapan pun akan membekas di hati orang yang telah kita lukai.

Dengan adanya kejadian pinjam-meminjam diantara kedua teman itu membuat mereka harus berpisah sementara. Alif memutuskan untuk pindah kos dan hal itu memjadikan intensitas waktu untuk bertemu keduanya menjadi jarang. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu rasa sakit hati diantara Allif dan Randai dapat mereka tekan dan hapus, karena sesungguhnya mereka menyadari persahabatan yang terjalin diantara mereka berdua sudah sangat lama, akan tampak konyol jika sebuah persahabatan itu putus hanya gara-gara satu peristiwa pinjam-meminjam. Di situlah penurunan konflik sekaligus penyelesaian konflik terjadi.

Selain mengacu pada pandangan Herman J. Waluyo plot atau alur dalam cerita yang di tampilkan pengarang adalah tergolong dalam istilah alur campuran, yaitu suatu alur cerita yang menampilkan paparan cerita secara maju artinya cerita disampaikan sesuai dengan perkembangan kejadian dari masa lalu menuju masa saat ini atau masa sekarang dan terkadang peristiwa terjadi kembali ke masa lalu sang tokoh (alur mundur) artinya penceritaan yang seharusnya membahas masa sekarang justru berbalik menceritakan kisah masa lalu tokoh. Walaupun novel Ranah 3 Warna menggunakan alur campuran akan tetapi hal tersebut tidak menjadikan cerita yang hadir menjadi bacaan yang membosankan dan sulit di pahami. Karena pengarang mampu menyajikan isi cerita secara bertahap, detail, dan menarik sehingga memudahkan pemahaman bagi para pembacanya.

Keberadaan alur dalam cerita menjadi salah satu struktur penting novel. Penyajian alur yang tepat akan dapat mempengaruhi nilai seni yang di tampilkan pengarang. Selain itu dengan tatanan alur yang bagus dapat menghasilkan sebuah cerita yang mudah untuk diikuti jalan ceritanya oleh pembaca. Keberhasilan seorang pengarang untuk menyampaikan ide cerita juga dapat ditentukan melalui kepiawaiannya dalam menciptakan struktur novel yang lengkap dan menarik.

c. Tokoh dan Perwatakan dalam Novel Ranah 3 Warna

Menurut Jones (1968: 33) penokohan adalah penyajian watak, penciptaan citra, atau pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang

yang ditampilkan sebagai tokoh dalam sebuah cerita. Sebagai subjek yang menggerakkan peristiwa-peristiwa cerita. Penyajian tokoh menjadi sumber utama awal terbentuknya sebuah karya sastra khususnya novel.

Sedangkan pendapat yang sama juga disampaikan Abrams (1981: 20) bahwa tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dari dua kutipan di atas dapat di ketahui bahwa antara tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan dalam penerimaan pembaca.

Ketepatan seorang pengarang dalam menampilkan tokoh yang sesuai dengan karakter serta perwatakannya dapat memberikan kesan kepada pembaca seolah-olah peristiwa yang diceritakan bukan sekedar imajinatif melainkan peristiwa faktual. Dalam hal ini apa yang disampaikan oleh Ahmad Fuadi pada cerita dikisahkan secara mendalam, karena dalam kehidupan nyata seorang Ahmad Fuadi sudah mengetahui betul tentang dunia pondok pesantren, dunia pendidikan, serta lokasi sebagaimana yang dikisahkan dalam novelnya.

Berbagai pengalaman yang dimiliki pengarang cukup untuk di jadikan pedang yang bisa menembus segala model dan sisi kehidupan sehingga akhirnya terapresiasikan melalui hasil karangannya. Segala bentuk tampilan penokohan disajikan secara menarik sesuai dengan kehidupan tokoh di dunia nyata. Walaupun tokoh cerita hanya merupakan

tokoh ciptaan pengarang akan tetapi ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar. Tokoh dalam cerita haruslah bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan cerita yang di buat oleh pengarang.

Karya sastra novel adalah suatu bentuk karya kreatif, maka di dalam novel ini Ahmad Fuadi berhasil mewujudkan dan mengembangkan tokoh-tokoh ceritanya sesuai dengan kreativitas yang dimiliki sebagai seorang pengarang. Novel Ranah 3 Warna menawarkan model kehidupan seperti yang dialami tokoh-tokoh cerita sesuai dengan pandangan pengarang terhadap kehidupan itu sendiri.

Tokoh-tokoh penting dalam novel Ranah 3 warna berjumlah tujuh orang, diantaranya adalah Alif, Randai, Amak, Ayah, Raisa, Rusdi, dan Francois pepin. Tokoh-tokoh inilah yang menjadi sumber terjadinya cerita. Pengarang berhasil menampilkan sosok tokoh yang sesuai dengan karakter masing-masing.

Alif sang tokoh utama yang digambarkan sebagai sosok pemuda pesantren yang hidup penuh kesederhanaan serta terbiasa dengan lingkungan sosial yang memiliki keberagaman namun di tengah menjalani ujian hidup masih juga dia merasakan perasaan putus asa karena berbagai cobaan yang datang bertubi menimpa dirinya. Sedangkan Randai ditampilkan sebagai sosok pemuda yang memiliki kecerdasan IQ tinggi serta postur tubuh yang ideal, kehidupannya jauh lebih baik dari segi ekonomi, serba kecukupan di banding sosok tokoh utama. Sosok ibu yang lemah lembut dan peyayang digambarkan melalui tokoh Amak. Ayah

adalah figur orang tua yang keras tapi peyayang. Keberadaan teman yang unik dan memiliki humor tinggi dimiliki olah Rusdi dan Francois pepin.

Sebenarnya masih banyak tokoh lain yang terlibat dalam novel, diantaranya bang Togar, Wira, Agam, dan Memet. Ketiga tokoh tersebut hadir dan menjadi guru serta teman Alif sewaktu di Bandung. Akan tetapi keberadaanya tidak di bahas secara berkelanjutan pada tiyap-tiyap episode seperti halnya tokoh-tokoh penting di atas. Mereka merupakan tokoh pelengkap cerita yang dapat membuat suasana cerita tampil lebih menarik.

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2010: 165) perwatakan adalah suatu istilah yang menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Jika tokoh adalah sebagai wujud penggambaran manusia yang menjadi sumber terjadinya peristiwa sedangkan perwatakan merupakan sifat yang melekat pada diri seorang tokoh tersebut. Sifat yang digambarkan oleh seorang pengarang meliputi sifat baik dan sifat kurang baik atau buruk. Sifat baik yang melekat dalam diri tokoh biasanya menimbulkan simpati di hati pembacanya,

Novel ini lebih dominan dengan penampilan sifat atau perwatakan baik pada diri tokoh. Baik itu tokoh protagonis maupun tokoh antagonis berusaha di tampilkan dengan perwatakan yang sesuai dengan harapan pembaca, tetapi ada sebagian kecil yang terdapat dalam diri tokoh antagonis yang menunjukkan bahwa perwatakan yang dimilikinya tidak patut di contoh oleh para pembaca. Sifat yang tidak bisa di jadikan suri tauladan tersebut berupa sifat sebagai seorang manusia yang suka

merendahkan orang lain, mengejek, dan tidak menjaga hati temannya atau suka berbicara tanpa berpikir akan akibat yang di timbulkan dari perkataannya.

Sesungguhnya banyak sisi lain dari sifat atau perwatakan tokoh protagonis maupun antagonis yang dapat di jadikan panutan dalam kehidupan masyarakat. Sifat-sifat baik tersebut diantaranya adalah sifat saling mengasihi, setia, hormat pada orang tua, jujur, ikhlas, dan sabar dalam menerima cobaan hidup. Pengarang berusaha menempatkan karakter serta perwatakan baik pada tokoh utama dan juga tokoh sentra dalam novel. apa yang dilakukan merupakan bentuk kreativitas pengarang untuk membuat cerita lebih hidup dan tampak pada keadaan manusia dalam dunia nyata.

Menurut Forster (1970: 75) berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat di bedakan ke dalam tokoh sederhana (simple atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat (complex atau round character). Tokoh sederhana merupakan tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, keberadaannya tidak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan suatu watak tertentu.

Dalam novel ini penampilan Alif adalah hadir sebagai tokoh sederhana. Sosok Alif memiliki satu perwatakan yang tidak berubah-ubah. Perwatakan yang dia miliki cenderung baik, jujur, dan keberadaannya menjadi tokoh yang familiar di hati pembaca. Sifa-sifat baik tersebut sengaja di tampilkan pengarang untuk menjadikan tampilan tokoh utama terlihat sempurna.

Sedangkan Randai sahabat Alif kedudukannya adalah sebagai tokoh bulat atau tokoh kompleks. Tokoh kompleks ialah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia memiliki watak tertentu yang dapat di formulasikan dan juga menampilkan watak dan tingkah laku yang bermacam-macam. Sosok Randai dalam novel ini selain memiliki watak yang baik, tindakan yang santun, setia, dan suka menolong tetapi di sisi lain perwatakan yang melekat dengan tanpa di sadarinya menjadi sosok seorang sahabat yang suka mengejek, dan menyakiti temannya.

Tokoh kompleks ini memiliki perwatakan yang sulit di deskripsikan secara tepat di bandingkan tokoh sederhana. Tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena di samping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan. Selain itu tokoh kompleks merupakan tokoh yang kurang familiar di hati pembaca. Tingkah laku yang di tampilkan memberikan efek kejutan pada pembaca.

d. Latar dalam Novel Ranah 3 Warna

Menurut Abrams (1981: 175) latar atau setting di sebut juga dengan landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peritiwa-peristiwa yang di ceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini diharapkan dapat memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Dengan demikian pembaca akan merasa di permudah untuk mengoperasikan daya imajinasinya dan berperan kritis sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya.

Latar yang di tampilkan pengarang dalam karyanya langsung dalam kaitannya dengan sikap, pandangan, dan perlakuan tokoh. Dalam novel Ranah 3 Warna Ahmad Fuadi berusaha menampilkan latar fisik secara khusus dan detail. Kreativitas ini sesuai dengan pengalaman seorang pengarang terhadap segala situasi, kondisi, dan tempat yang pernah di kunjunginya.

Menurut Kenny (1966: 39) latar dalam karya fiksi tidak terbatas pada penempatan lokasi-lokasi tertentu, atau sesuatu yang bersifat fisik saja, melainkan juga yang berwujud tata cara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di tempat bersangkutan. Hal ini juga tampak pada penceritaan yang ada dalam novel Ranah 3 Warna. Selain pengarang menyampaikan pikirannnya pada pengalaman segala tempat dan lokasi pengarang juga mampu menampilkan segala bentuk kebiasaan atau adat

dan budaya yang ada di lokasi atau tempat terjadinya cerita. Keberagaman segala bentuk budaya tersebut merupakan nilai luhur yang patut di jadikan panutan bagi para pembaca novel ini.

Latar yang di tampilkan secara rinci dapat terlihat pada awal cerita yang mengkisahkan suasana tanah Meninjau yang sejuk, damai, banyak di kelilingi pohon rindang, dan memiliki danau Meninjau yang airnya berwarna biru pekat. Penceritaan ini menunjukkan suasana dan kondisi tanah kelahiran tokoh utama.

Sedangkan pengkisahan latar berikutnya juga di sampaikan secara rinci ketika kehidupan tokoh utama hijrah ke Pondok Madani, yaitu tempat sang tokoh utama (Alif) menimba ilmu agama dan ilmu-ilmu tasawuf. Pada bagian ini tampak jelas penguasaan pengarang terhadap situasi dan tempat kehidupan pondok pesantren. Kehidupan pondok digambarkan sebagai tempatnya orang-orang hidup dalam kesederhanaan, tidur tanpa kasur, makan seadanya, dan uang saku yang pas-pasan serta menahan kerinduan karena harus jauh dari orang tua dan segala orang-orang yang di cintai termasuk sahabatnya.

Latar berikutnya hadir di pertengahan cerita, yakni tepatnya ketika Alif mulai kuliah di Bandung. Di situ pengarang berlaku sebagai sosok tokoh utama yang dengan gamblang menceritakan keadaan serta segala kebudayaan yang biasa dilakukan oleh masyarakat Bandung. Kebiasaan yang di lakukan oleh masyarakat Bandung meliputi dialek dan penggunaan

bahasa yang berbeda dengan bahasa yang biasa digunakan oleh orang Meninjau.

Selain itu kondisi masyarakat miskin yang tinggal di kota Bandung memiliki nasib yang tragis di bandingkan dengan kondisi masyarakat miskin yang ada di tanah Meninjau tempat kelahirannya. Walaupun strata kehidupannya sama-sama tercatat sebagai orang miskin akan tetapi orang miskin yang tinggal di Meninjau masih bisa makan karena mereka bisa bertanam dan memiliki lahan di sekitar rumahnya, sedangkan keadaan orang miskin yang tinggal di kota memang benar-benar miskin segala-galanya bahkan tempat tinggal pun terkadang mereka tidak punya, karena memang tidak memiliki lahan untuk membuat rumah, mereka harus rela tinggal di tempat pembuangan sampah atau kolong-kolong jembatan.

Latar terakhir yang disampaikan dalam novel adalah negara Amerika, yaitu suatu negara yang banyak memiliki tempat pendidikan di bidang teknologi, dan bidang-bidang lain. Tempat inilah yang menjadi pelabuhan cita-cita Alif untuk mendalami ilmu di dunia kejurnalisan. Kemampuan dan kreativitas pengarang untuk bisa menampilkan latar di Negara Amerika tidak di ragukan lagi. Pengarang berhasil menciptakan suasana latar peristiwa di Negara Amerika tersebut secara estetis.

e. Sudut Pandang dalam Novel Ranah 3 Warna

Sudut pandang, point of view merupakan cara dan atau pandangan yang di pergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam

sebuah karya fiksi khususnya novel. Pada hakikatnya sudut pandang ialah strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja di pilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang di kemukakan dalam novel, memang hak sepenuhnya pengarang, pandangan hidup dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun, kesemuanya itu dalam novel di tampilkan pengarang melalui sudut pandang tokoh atau lewat kaca mata tokoh cerita.

Sudut pandang juga dapat di samakan artinya dengan istilah pusat pengisahan, focus of narration. Sebagai pusat pengisahan segala sesuatu yang menjadi tonggak awal dalam pembuatan cerita bisa di katakan bertumpu pada sudut pandang. Penceritaan peristiwa yang ada dalam novel di mulai dari pembuatan sudut pandang cerita. Sebelum pengarang menulis cerita langkah awal yang di lakukan adalah memutuskan pemilihan sudut pandang yang akan di gunakan dalam pengisahan ceritanya. Ia harus telah mengambil sikap naratif, antara mengemukakan cerita dengan dikisahkan oleh seorang tokohnya, atau oleh narrator yang di luar cerita itu sendiri. Ia juga harus mengambil sikap apakah akan menuliskan cerita dengan menggunakan sudut pandang orang pertama atau ketiga, yang masing-masing memiliki berbagai kemungkinan atau bahkan menggunakan keduanya sekaligus.

Penggunaan sudut pandang “Aku” atau pun “Dia” biasanya juga berarti tokoh aku atau tokoh dia, dalam novel berfungsi untuk memerankan dan menyampaikan berbagai hal yang dimaksudkan

pengarang. Ia dapat berupa ide, gagasan, nilai-nilai, sikap dan pandangan

Dalam dokumen Masnuatul Hawa S841102009 (Halaman 150-172)