• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Psikologi Watak dalam Novel Ranah 3 Warna Berdasarkan Teori Kepribadian Abraham Maslow Teori Kepribadian Abraham Maslow Teori Kepribadian Abraham Maslow

Dalam dokumen Masnuatul Hawa S841102009 (Halaman 172-199)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian

2. Aspek Psikologi Watak dalam Novel Ranah 3 Warna Berdasarkan Teori Kepribadian Abraham Maslow Teori Kepribadian Abraham Maslow Teori Kepribadian Abraham Maslow

a. Kebutuhan Fisiologi

Pada dasarnya kebutuhan fisiologi adalah kebutuhan dasar manusia yang harus segera dipenuhi demi keberlangsungan hidupnya. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan pokok atau kebutuhan utama yang sangat kuat dan harus dipenuhi oleh setiap individu jika tidak maka akan menimbulkan dampak buruk bagi setiap manusia. Kebutuhan fisiologi meliputi; kebutuhan makan, minum, tidur, istirahan, dan kebutuhan seks. Semua kebutuhan tersebut hampir setiap hari dilakukan manusia, tanpa disadari kebutuhan itu sudah menjadi rutinitas setiap manusia.

Dalam penggambaran kebutuhan fisiologi, pengarang menampilkan aktivitas para tokoh dalam memenuhi kebutuhan tersebut,

akan tetapi dalam keadaan tertentu seperti kekurangan uang, banyaknya waktu yang harus digunakan untuk mencari biaya hidup terkadang kebutuhan fisiologi itu terabaikan. Pola makan yang layaknya dilakukan orang tiga kali dalam sehari tidak bisa dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Alif (tokoh utama dalam novel) hanya bisa memenuhi kebutuhan makan satu atau dua kali dalam sehari. Hal itu disebabkan himpitan ekonomi yang dialaminya semenjak peristiwa kematian ayahnya. Tidak hanya kebutuhan fisiologi yang berupa makan, tetapi kebutuhan fisiologi yang berupa tidur dan istirahat pun harus terabaikan, karena waktu siang hari merupakan waktu untuk kuliah, sedangkan sore dan malam hari adalah waktu untuk mencari uang demi keberlangsungan hidup dan kuliahnya di Bandung.

Tuntutan ekonomi yang semakin tinggi serta banyaknya aktivitas yang dilakukan manusia terkadang menjadikan kebutuhan fisiologi menjadi kebutuhan yang di nomor duakan. Kebutuhan yang seharusnya diprioritaskan menjadi terabaikan hanya karena faktor ekonomi kurang dan kesibukan yang tak pernah ada hentinya. Pandangan ini muncul akibat kurangnya kesadaran manusia terhadap bahaya yang akan ditimbulkan jika kebutuhan fisiologi tidak terpenuhi. Manusia bisa sehat dan beraktivitas jika asupan makan, minum, tidur, istirahat, dan seksnya terpenuhi, akan tetapi jika kebutuhan tersebut dalam jangka lama tidak terpenuhi maka segala penyakit akan mudah hinggap dalam tubuh

manusia, diantaranya busung lapar, dehidrasi, anemia dan penyakit lainnya.

Kebutuhan fisiologi tidak hanya dapat dipuaskan dengan kegiatan sesuai dengan kebutuhan yang dia rasakan. Terkadang kebutuhan fisiologi bisa dipuaskan oleh faktor-faktor lain yang dianggap sebagai pengganti pemuas kebutuhan fisiologi tersebut, misalnya kebutuhan lapar yang seharusnya dipenuhi dengan makan tetapi terkadang orang merokok atau minum kopi sebagai pengganti makan untuk menghilangkan rasa laparnya. Tetapi ada sebagian lain dari kebutuhan fisiologi yang tidak dapat digantikan cara pemuasannya dengan cara lain, seperti kebutuhan seks, istirahat, dan tidur. Kebutuhan-kebutuhan tersebut hanya dapat terpuaskan jika kebutuhan tersebut sudah dipenuhi.

b. Kebutuhan Keamanan

Kebutuhan keamanan merupakan kebutuhan yang sudah muncul sejak manusia lahir. Kebutuhan ini biasanya dalam bentuk menangis dan berteriak karena ketakutan yang disebabkan perlakuan kasar atau perlakuan yang dirasa sebagai sumber bahaya. Anak akan merasa lebih aman jika berada dalam suasana keluarga yang teratur, terencana, terorganisir, dan disiplin, karena suasana semacam itu dapat mengurangi kemungkinan adanya perubahan dadakan, kekacauan yang tidak dibayangkan sebelumnya.

Pada orang dewasa kebutuhan keamanan maujud dalam berbagai bentuk misalnya: 1) kebutuhan pekerjaan dan gaji yang mantap, tabungan

dan asuransi, memperoleh jaminan masa depan, 2) praktek beragama dan keyakinan filsafat tertentu yang membantu orang untuk mengorganisir dunianya menjadi lebih bermakna dan seimbang, sehingga orang merasa lebih selamat (semasa hidup dan sesudah mati), 3) pengungsian, manusia perahu dampak perang, bencana alam atau kerusuhan ekonomi. Hal-hal yang biasa orang lakukan untuk memastikan jaminan keamanannya adalah mengecek berulang-ulang pintu rumahnya untuk memastikan kondisi rumah dalam keadaan aman atau mencuci tangan dengan menggunakan sabun untuk menghindari penyebaran kuman, dan berbagai kegiatan lain yang dirasa dapat menjadikan rasa aman dalam dirinya terpenuhi.

Dalam novel Ranah 3 Warna berbagai kebutuhan keamanan diungkapkan pengarang melalui perilaku para tokoh yang diciptakannya. Diantaranya ketika suatu saat sang tokoh utama mendapatkan musibah di tengah malam karena di palak oleh seorang preman ada segenap usaha pembelaan diri dan barang-barang bawaannya agar tidak sampai diambil orang lain yang tidak memiliki hak untuk barang itu semua. Bentuk pembelaan ini dilakukan karena setiap manusia pasti tidak menginginkan diri dan hartanya direbut orang lain secara paksa, rasa keamanannya pasti akan terusik. Begitu juga penggambaran yang dilakukan oleh pengarang, ia mengambil pemikiran yang disesuaikan dengan keadaan manusia secara riil untuk mendapatkan peran tokoh yang tampak hidup sebagai penggambaran manusia.

Rasa keamanan dan kenyamanan dalam cerita tidak hanya dimunculkan pengarang melalui bentuk penindasan terhadap tokoh, tetapi juga ditampilkan dalam wujud keresahan Alif ketika dia tidak mendapatkan pekerjaan, pekerjaan yang dianggap sebagai salah satu jalan keluar permasalahan yang dialaminya semenjak kematian ayahnya. Segala bentuk usaha untuk mendapatkan pekerjaan pun dilakukan mulai menjadi guru privat, sales produk kebutuhan rumah tangga, menjual border kerancang milik orang tua Randai, sampai menjadi seorang penulis yang berguru kepada bang Togar. Segenap usaha tersebut menunjukkan bahwa manusia yang tidak memiliki pekerjaan atau gaji yang layak untuk biaya hidupnya, dia akan merasakan ketidak amanan dan ketidaknyamanan dalam hidupnya. Sehingga ia merasa mesti berbuat lebih dan berusaha keras untuk dapat memenuhi kebutuhan keamananya tersebut.

c. Kebutuhan Dimiliki dan Cinta

Menurut Maslow dalam Alwisol (2011: 205) cinta adalah hubungan sehat antara sepasang manusia yang melibatkan perasaan saling menghargai, menghormati, dan mempercayai. Dicintai dan diterima adalah jalan menuju perasaan yang sehat dan berharga, sebaliknya kehidupan manusia yang dilalui tanpa cinta akan menimbulkan kekosongan, kesia-siaan dalam hidup, dan ketidakbergunaan. Sedangkan kegagalan dalam memenuhi kebutuhan dimiliki dan cinta hampir semua menjadi bentuk psikopatologi.

Pengalaman kasih sayang semasa anak-anak dapat menjadi dasar perkembangan kepribadian yang sehat kelak ketika ia dewasa. Anak-anak akan mengecap indahnya kesempurnaan perasaan dimiliki dan dicintai oleh kedua orang tuanya yang dapat menumbuhkan perasaan percaya diri dan merasa diri berharga. Sebaliknya gangguan pemerolehan rasa dimiliki dan cinta justru dapat menyebabkan pengaruh psikologi anak yang berupa frustasi dan trauma yang mendalam. Pengalaman ketidak puasan anak terhadap perlakuan orang tua akan selalu dikenang dan dapat mempengaruhi perilakunya. Biasanya segala perlakuan orang tua terhadap anak kelak akan di tiru dan di praktekkan ketika ia mendidik anak dan keluarganya, karena pada dasarnya pengalaman masa kecil menjadi pengalaman berharga bagi dirinya sekaligus guru yang dirasa perlu untuk ditiru.

Menurut Alwisol (2011: 205) ada dua jenis cinta (dewasa) yakni deficiency atau D-love dan Being atau B-love. Kebutuhan cinta karena kekurangan disebut D-love yaitu orang yang mencintai sesuatu yang tidak dimilkinya, seperti harga diri, seks, atau seseorang yang membuat dirinya tidak sendirian. Misalnya hubungan pacaran, hidup bersama atau perkawinan yang membuat seseorang terpuaskan kenyamanan dan keamanannya. Sedangkan D-love adalah cinta yang mementingkan diri sendiri, lebih memperoleh daripada memberikan sesuatu kepada orang lain yang dicintai.

B-love didasarkan pada penilaian mengenai orang lain secara apa adanya, tanpa keinginan untuk mengubah atau memanfaatkan orang itu. Cinta yang tidak berniat memiliki, mempengaruhi, tetapi bertujuan memberikan orang lain gambaran positif, penerimaan diri dan perasaan dicintai. Perlakuan ini yang akhirnya diharapkan dapat membuka kesempatan bagi orang yang dicintai untuk berkembang dan bebas mengapresiasikan segala kemampuan yang dimilikinya.

Melihat dari pandangan cinta yang dikemukakan oleh Maslow dan Alwisol Ahmad Fuadi sebagai pengarang novel ini kiranya tergolong sebagai individu yang merasakan kasih sayang dan perhatian cukup dari kedua orang tuanya. Pernyataan tersebut dapat di buktikan melalui hasil karyanya yang juga menceritakan sosok tokoh utama yang hidup dalam perasaan bahagia karena mendapatkan kasih sayang yang melimpah dari kedua orang tuanya dalam bentuk perhatian, teguran, dan ajaran-ajaran baik yang selalu ditanamkan padanya.

Perhatian yang cukup serta kasih sayang yang melimpah dapat menjadikan seseorang pribadi yang tangguh, walaupun terkadang perasaan cinta dan kasih sayang yang dimilikinya tidak dapat diterima lawan jenisnya. Tetapi pengalaman ksempurnaan perasaan dicintai kedua orang tua kiranya menjadikan keadaan psikologi seseorang lebih stabil, tidak mudah putus asa dan terpuruk. Justru di dalam perasaan kekecewaannya masih terselip kesadaran diri akan adanya Dzat yang lebih mulia untuk dicintai dan Dia pasti akan membalas cinta kita tanpa harus

mengecewakan, yakni Allah SWT. Di sinilah letak manusia sebagai makhluk yang lemah dan tidak memiliki daya kekuatan, ketika ujian hidup sudah tidak dapat dijangkau oleh nalar manusia maka sudah seharusnya sikap tawakkal, pasrah kepada Allah adalah jalan keluar yang terbaik.

Pengalaman pahit ketika perasaan mencintai tidak dapat terpenuhi juga pernah dirasakan oleh Alif. Ia pernah merasakan getar-getar cinta ketika bertemu dengan seorang gadis bernama Raisa. Perasaan bahagia dan percaya diri pun tumbuh dalam segenap lubuk hatinya, akan tetapi suatu ketika belum sempat perasaan cinta itu disampaikan sang gadis lebih dulu dimiliki sahabatnya Randai. Di situlah perasaan kecewa, terasing dirasakan oleh Alif. Tetapi berkat didikan keluarga Alif yang selalu mengajarkan dirinya untuk menjadi lelaki kuat masih selalu di pegang teguh olehnya, sehingga perasaan kecewa dan keterasingan akibat perasaan cinta yang tidak terpenuhi pun tidak sampai menjadikan kesedihan yang berlarut-larut bagi Alif. Ia menyadari kesedihan yang berkepanjangan bukan merupakan perilaku yang disenangi Allah, maka sudah seharusnya ia mengembalikan segala sesuatu yang sudah menjadi takdir Allah.

d. Kebutuhan Harga Diri

Kebutuhan harga diri ialah salah satu jenis kebutuhan yang dimiliki oleh setiap individu, akan tetapi terkadang tidak setiap individu memiliki keberanian untuk mempertahankan harga diri tersebut. Pada kodratnya manusia diciptakan Allah dengan segenap akal, pikiran, dan perasaan yang

peka terhadap segala bentuk perlakuan dan tindakan yang di lakukan orang lain terhadapnya. Bekal inilah yang menumbuhkan perasaan tersakiti, di rendahkan, dan merasa bahwa martabat dan harga dirinya perlu di bela jika ia merasakan harga dirinya terusik orang lain. Bentuk pembelaan tersebut dapat berwujud perasaan inferior, canggung, lemah, pasif, tergantung, penakut, dan rendah diri.

Kebutuhan harga diri muncul dalam setiap diri manusia akibat perasaan ingin mendapatkan penghargaan diri dari orang lain, keinginan status, kehormatan, merasa dirinya mampu melakukan segala sesuatu, mampu menguasai tugas, dan ingin mendapatkan apresiasi atau penghargaan dari orang lain yang ada di sekitarnya. Aspek-aspek itulah yang mendorong manusia untuk selalu memenuhi kebutuhan harga diri yang sudah dikodratkan Allah kepadanya. Melalui kebutuhan inilah manusia dapat merasakan kepemilikan yang ada padanya tidak patut diusik orang lain.

Kepuasan akibat terpenuhinya kebutuhan harga diri dapat berupa perasaan dan sikap percaya diri, diri berharga, diri mampu, perasaan berguna dan penting bagi orang lain. Seseorang yang terpenuhi kebutuhan harga dirinya cenderung menjadi pribadi yang percaya diri, karena ia merasa dirinya dihargai keberadaannya oleh orang-orang yang ada di sekitarnya. Sikap inilah yang akhirnya dapat menimbulkan perasaan senang karena mendapatkan kepuasan apa yang menjadi kebutuhan hidupnya.

Usaha pemenuhan kebutuhan harga diri di tampilkan dalam novel melalui peristiwa Alif (sang tokoh utama) ketika mendapatkan hinaan dari sahabatnya Randai. Randai melontarkan kata-kata meledek yang menganggap Alif tidak patut mengikuti ujian UMPTN karena tidak memiliki ijazah SMA. Peristiwa inilah yang dirasa Alif sebagai bentuk hinaan dan merupakan sebuah ungkapan yang menjatuhkan harga dirinya. Ia merasa Randai tak pantas berkata demikian, Allah saja yang memiliki kekuasaan penuh terhadap hambanya tidak pernah meremehkan cita-cita dan impian yang dimiliki makhluknya. Wujud pembelaan yang dilakuka Alif ketika ia merasa harga dirinya terusik atau tidak dapat dipenuhi akibatnya menimbulkan perasaan galau, dirinya bimbang atau ragu atas kemampuan yang dimilikinya. Berhari-hari perasaan itu kian menyiksa batin Alif. Untung saja Alif tidak berlarut-larut dalam kesedihan dan rasa ketidakbergunaan, ia segera menepis segala keraguan yang ada dan mengganti dengan sikap optimis tinggi.

Setelah usaha sungguh-sungguh yang dilakukan Alif untuk mencapai segala impiannya masuk di perkuliahan tinggi negeri, akhirnya ia dapat merasakan keberhasilan karena dapat lulus dalam ujian UMPTN tersebut. Di sinilah Alif merasakan kebutuhan harga dirinya terpenuhi. Apa yang menjadi keraguan orang-orang sekitarnya termasuk juga sahabatnya dapat ditepis dengan kemenangan. Akibatnya atas pencapaian dan pembuktian usahanya ia dapat memperoleh penghargaan diri dari kedua orang tuanya termasuk juga Randai dan para sahabatnya. Itu berarti

status yang dimiliki Alif pun meningkat di tengah-tengah kepercayaan masyarakat di lingkungan tempat ia tinggal.

e. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Kebutuhan aktualisai diri merupakan kebutuhan yang muncul setelah keempat kebutuhan hidupnya terpenuhi, yaitu kebutuhan fisiologi, kebutuhan keamanan, kebutuhan di miliki dan cinta, dan kebutuhan harga diri. Ketika manusia merasakan bahwa empat kebutuhan dasarnya dapat terpenuhi maka dalam dirinya kan muncul kebutuhan aktualisasi diri, yakni keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri, untuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa yang dia dapat lakukan, dan untuk menjadi kreatif serta bebas mencapai puncak prestasi yang dimilikinya.

Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan aktualisasi diri sejak lahir. Sejak manusia masih bayi kebutuhan ingin mengapresiasikan segenap kemampuan yang dimiliki secara alamiah, bebas, dantanpa ada larangan dari orang lain. Hal itu tampak pada aktivitas bayi ketika kedua tangan dan kakinya di gedong, ia akan berusaha untuk dapat melepaskan dari gedongan itu. Hal itu dilakukan sekaligus menunjukkan rasa ingin bebas dan berekspresi serta menunjukkan kemampuannya menggerak-gerakkan kedua tangan dan kakinya.

Aktualisasi diri dapat di pandang sebagai kebutuhan tertinggi dari suatu hierarki kebutuhan, namun juga dapat dipandang sebagai tujuan akhir atau tujuan yang ideal bagi kehidupan manusia. Tujuan untuk

mencapai kebutuhan ini bersifat alamiah, yang di bawa sejak lahir. Secara genetik manusia mempunyai dasar yang positif. Selain itu manusia juga memiliki potensi dasar jalur perkembangan yang sehat untuk dapat mencapai kebutuhan yang ideal.

Menurut Alwisol (2011: 209) pencapaian kebutuhan aktualisai diri berjalan secara sehat atau alamiah. Yang dimaksudkan dalam kategori sehat disini adalah orang yang mengembangkan potensi positifnya secara alami di dalam dirinya. Penolakan, frustasi, dan peyimpangan dari perkembangan hakikat alami akan menimbulkan psikopatologi. Dalam hal ini segala perilaku yang baik akan mengarah kepada aktualisadi diri, dan perilaku yang abnormal segala hal yang menggalkan atau menghambat aktualisai diri sebagai potensi yang alamiah.

Manusia yang dapat memenuhi kebutuhan aktualisai dirinya, ia akan mengalami pengalaman puncak yakni suatu pengalaman mistik mengenai perasaan dan sensasi yang mendalam. Suatu keadaan dimana seseorang mengalami keajaiban, terpesona, dan perasaan bahagia yang luar biasa. Sepanjang orang mengalami hal itu ia akan merasa kuat, sangat percaya diri, dan yakin akan kemampuan yang dimilikinya.

Kreatifitas pengarang dalam menampilkan kebutuhan aktualisasi diri yang di miliki tokoh sudah tampak sejak awal penulisan novel Ranah 3 Warna. Peristiwa tersebut di dukung oleh tema cerita yang memang mengangkat sebuah motivasi manusia dalam pencapaian segala tujuan dan cita-cita hidupnya. Pengarang menginginkan sebuah tampilan yang

berbeda pada sebuah karyanya di tengah keringnya kepercayaan diri manusia terhadap kemampuan yang dimiliki, manusia yang notabene pada saat ini lebih percaya bahwa kemampuan yang dimilikinya dapat dikalahkan dengan uang. Kurangnya potensi diri bukan menjadikan masalah besar bagi sebagian hidup manusia yang memiliki banyak materi yang berlimpah, karena mereka dapat melakukan apa pun dengan materi yang dimilikinya tersebut.

Di sinilah peran pengarang yang hadir membawa warna baru dalam menciptakan karya yang segar dan sesuai kebutuhan zaman. Manusia yang memang pada dasarnya di bekali kemampuan alamiah yakni katualisai diri harus memiliki keberanian untuk bisa mewujudkan kemampuan tersebut. Menghapus pandangan di tengah zaman yang serba mengedepankan uang untuk dapat memenuhi kebutuhan aktualisasi dirinya, kisah dalam novel justru menceritakan sebuah pencapaian kesuksesan yang dilalui tanpa mendewakan uang.

Sejatinya kesuksesan yang diraih seseorang atas dasar kerja keras dengan menggunakan segenap akal, pikiran, dan tenaganya akan membuahkan hasil yang lebih menyenangkan. Seperti yang dilakukan Alif dalam novel, sejak awal pendidikannya di pondok pesantren, ia sudah memiliki segudang cita-cita tinggi yang ingin selalu di wujudkannya. Cita-cita dan keinginan tersebut tidak hanya menjadian impian baginya, melainkan ia berani berjuang melewati hambatan-hambatan yang ia temui dalam setiam pencapaian cita-citanya tersebut. Hingga pada akhirmya ia

dapat mereguk manisnya sebuah keberhasilan yang dilalui dengan usaha dan kerja kerasnya selama ini.

Berkat terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri yang ada pada diri Alif, ia dapat merasakan pengalaman puncak, dimana ekstensi keajaiban dan perasaan bahagia yang luar biasa dapat dirasakan. Setelah pengalaman puncak dapat ia rasakan menjadikannya sosok pribadi manusia yang sholeh dan relegius. Ucapan syukur kepada Allah senantiasa ia curahkan atas segala pencapaian cita-citanya selama ini. Perasaan nikmat yang luar bisa dalam diri manusia yang dapat memenuhi kebutuhan aktualisasi dirinya dengan usaha dan kerja keras akan dirasakan dalam jangka lama, karena ia mendapatkan keberhasilan tersebut bukan dengan cara instan. 3. Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel Ranah 3 Warna

Nilai pendidikan berasal dari kata “nilai” dan “pendidikan”. Nilai dapat diartikan sebagai sifat-sifat atau hal-hal penting yang berguna bagi kemanusiaan, sedangkan pendidikan sebagai proses pengembangan kemampuan, sikap, dan tingkah laku di dalam masyarakat tempat di mana dia tinggal, selain itu pendidikan juga dapat diartikan sebagai proses sosial individu yang terkontrol sehingga dapat mengoptimalkan perkembangan kemampuan sosial yang dimiliki. Pada dasarnya subjek pendidikan adalah manusia. Pemahaman seseorang terhadap pendidikan tergantung dari pemahaman seseorang tentang manusia. Implikasi dari pemahaman ini akan berpengaruh pada bagaimana suatu sistem pendidikan

diselenggarakan serta bagaimana anggapan seseorang terhadap pendidikan.

Tuhan menciptakan manusia dengan segenap kesempurnaan sifat-sifat manusiawinya. Berbeda dengan manusia hewan hanya di karuniai naluri, sedangkan manusia dilengkapi dengan cipta, rasa, dan karsa. Cipta adalah daya pikir, logika, dan prakarsa yang mendasari kemauan. Rasa adalah denyut hati nurani, insting terkendali, getar jiwa yang member pencerahan kepada batin. Karsa adalah kemauan diri, greget pribadi yang terjelma karena dorongan batin. Dalam kehidupan manusia normal cipta, rasa, dan karsa akan mempertaruhkan kesejatian eksistensi manusia di jagad raya.

Ahmad Fuadi dalam menuliskan novelnya pun memfungsikan secara maksimal cipta, rasa, dan karsa yang dimiliki, karena ia menginginkan kesejatian eksistensinya sebagai manusia di jagad raya ini. Salah satu wujud pertaruhannya adalah “nilai” yang terkandung dalam novel Ranah 3 Warna. Pembaca sebagai penikmat sastra tentu akan menyambut baik hal-hal penting yang berguna bagi kemanusiaan untuk mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat.

Setiap karya sastra yang baik tentu memiliki beberapa nilai yang terkandung di dalamnya, diantaranya nilai keagamaan, nilai moral, nilai sosial, nilai budaya, nilai estetikadan sebagainya. Menurut Mudji Sutrisno (1997: 63) mengatakan bahwa nilai dari sebuah sastra dapat tergambar

melalui tema besar mengenai siapa manusia, keberadaannya di dunia, dalam masyarakat apa kebudayaannya, dan bagaimana proses pendidikannya. Berdasarkan hasil penelitian terhadap novel Ranah 3 Warna, peneliti menyimpulkan bahwa novel kedua dari trilogy navel Ahmad Fuadi ini memiliki criteria seperti yang dikemukakan oleh Mudji Sutrisno. Dalam pembahasan ini akan peneliti paparkan empat nilai pendidikan yang terkandung dalam novel yang meliputi; nilai pendidikan keagamaan, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, dan nilai pendidikan budaya.

a. Nilai Pendidikan Agama

Menurut Koentjaraningrat (1984: 145) religi atau kepercayaan mengandung pengertian tentang segala keyakinan serta bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan, tentang alam gaib, segala nilai, norma, dan ajaran yang bersangkutan. Mengacu pada pendapat tersebut cakupan-cakupan yang menandai tentang sifat-sifat keagamaan bersifat abstrak. Esensi religi atau agama terletak pada keyakinan. Religi bukanlah logika, melainkan pancaran hidayah Tuhan yang langsung menembus hati manusia. Oleh sebab itu, manakala agama harus selalu dikaitkan dengan logika, maka gagallah seseorang itu dalam memaknai agama.

Nilai agama yang terkandung dalam novel Ranah 3 Warna adalah nilai agama islam. Hal ini tidak hanya tampak pada setting awal tenpat

Dalam dokumen Masnuatul Hawa S841102009 (Halaman 172-199)