• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Struktural dalam Novel Ranah 3 Warna

Dalam dokumen Masnuatul Hawa S841102009 (Halaman 96-110)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian

1. Analisis Struktural dalam Novel Ranah 3 Warna

Sebuah karya sastra yang berupa novel menampilkan penceritaan tokoh dengan menggunakan media atau unsur-unsur intrinsik maupun ekstrinsik novel untuk membantu mudahnya pemahaman dan imajinasi pembaca novel Ranah 3 Warna. Oleh sebab itu analisis dalam novel ini dimulai dari analisis strutural novel yang di jelaskan seperti halnya di bawah ini:

a. Tema

Tema (theme), menurut Stanton (1965: 20) dan Kenny (1966: 88) adalah makna yang dikandung dalam sebuah cerita.Tema yang bagus adalah tema yang bisa melingkupi semua isi cerita.Cerita yang disampaikan secara panjang lebar dapat terangkum dalam sebuah tema yang singkat dan bisa mewakili keberadaan sebuah cerita. Sedangkan pendapat lain menyatakan tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantik dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko & Rahmanto dalam Burhan Nurgiyantoro, 1965: 68).

Tema yang diangkat dalam novel Ranah 3 Warna ini adalah motivasi hidup. Di dalam novel ini banyak memaparkan cerita tentang

motivasi-motivasi hidup, mengejar cita-cita, memperoleh cinta yang pada akhirnya tidak bisa dimiliki. Tema inilah yang menjadikan novel ini menarik untuk di baca. Di zaman moderan seperti sekarang ini sudah jarang dijumpai orang yang mampu bertahan dengan sabar ketika sedang diuji dalam kehidupannya. Ujian yang di berikan Tuhan kepada manusia itu berbeda-beda, ada orang yang di uji kesabarannya dengan kesulitan ekonominya, kesehatannya, tingkah laku anak yang tidak bisa patuh terhadap orang tuanya sendiri ataupun ujian-ujian dalam bentuk lainnya.

Dalam hal ini novel Ranah 3 warna hadir sebagai novel yang dapat dijadikan acuan manusia untuk mengarungi kehidupan di dunia bahkan sebagai bekal kehidupan di akhirat. Di dalam cerita novel dikisahkan kehidupan tokoh utama Alif yang memiliki impian untuk menempuh kuliah di jalur negeri, di tengah perjalanan proses pendidikannya ujian demi ujian hadir seolah menghalangi niat baik seorang pemuda kampung yang ingin menjadi sukses. Kematian sang ayah hamper membuat Alif putus asa untuk melanjutkan kuliahnya. Di dalam pikirannya berkecamuk antara harus melanjutkan kuliah atau pulang membantu amaknya menghidupi kedua orang adiknya yang masih sekolah.

Pada suatu hari di tengah keputusasaannya dia menemukan jalan bagaimana agar tetap bisa melanjutkan kuliah dan bisa membiayai amak serta adik-adiknya di rumah. Dia memutuskan bekerja sambil kuliah. Segala tawaran pekerjaan yang di berikan temannya ia terima dan kerjakan dengan penuh harapan. Tetapi bekerja sambil kuliah bukanlah suatu

pekerjaan yang mudah. Dia harus mampu menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Masa liburan yang lazim digunakan oleh teman-temannya untuk bersenang-senang tetapi baginya adalah suatu kesempatan untuk bekerja lebih keras. Pada saat itulah akhirnya Alif jatuh sakit karena kelelahan dan kurang istirahat sampai harus berbulan-bulan berbaring di tempat tidur. Melalui ujian tersebut muncul motivasi hidup Alif dalam menguasai kesulitan yang menimpanya selama ini. Berikut kutipan yang dapat menunjukkan tema motivasi hidup dalam novel Ranah 3 Warna:

Apa gunanya masa muda kalau tidak untuk memperjuangkan cita-cita besar dan membalas budi orang tua? Biarlah tulang mudaku ini remuk dan badanku susut. Aku ikhlas mengorbankan masa muda yang indah seperti yang dinikmati kawan-kawanku. Karena aku tidak boleh lemah. Aku harus keras pada diriku sendiri. Pedih harus aku rasai untuk tahu benar rasanya senang. Harus berjuang melebihi orang lain. Man Jadda Wajada!

(Ahmad Fuadi:117) b. Plot

Plot menurut Stanton (1965: 14) plot ialah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Plot merupakan unsur penting. Tinjauan struktural karya fiksi sering ditonjolkan pada pembicaraan plot.

Peristiwa (dan atau plot) diartikan sebagai peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang lain (Luxemburg dkk, 1992: 150). Peristiwa adalah kejadian yang terjadi dalam sebuah cerita yang mana kejadian satu

dengan lainnya selalu berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi karena alur penceritaan dalam tiap paragraf yang berbeda pula.

Peristiwa yang ditampilkan dalam sebuah teks naratif mempunyai hubungan logis, selain itu juga memiliki hierarki logis. Sifat yang dimiliki tersebut akan menunjukkan bahwa satu dengan yang lain secara berkausalitas. Sifat hierarki peristiwa satu dengan yang lain berbeda menunjukkan tingkat kepentingan yang berbeda pula dalam setiap peristiwa.

Novel Ranah 3 Warna menyajikan peristiwa yang beragam, mulai dari peristiwa yang dialami tokoh utama waktu di Meninjau, yaitu kota kelahirannya, peristiwa tokoh ketika di pondok Madani, kehidupan tokoh ketika menempuh S1 di Bandung, sampai peristiwa yang terjadi ketika tokoh utama tinggal di Amerika. Plot atau alur yang dikisahkan dalam cerita di mulai ketika tokoh berada di kampung kelahirannya, yaitu Meninjau. Sebuah kampung kecil yang terletak di pinggir danau Meninjau. Danau Meninjau yang digambarkan memiliki air yang berwarna biru pekat, berbagai pepohonan berbaris hijau mengelilingi danau menambah suasana indah dan ketanangan di kampung Meninjau.

Ini saat menikmati kembali suasana kampung kami: langit bersih terang, bukit barisan menghijau segar, air danau Meninjau yang biru pekat, dan angin danau yang lembut mengelus-elus ubun-ubun. Waktu yang cocok untuk lomba memancing. Persis seperti masa kecil kami dulu.

(Ahmad Fuadi: 2) commit to user

Selain itu terdapat plot yang dialami tokoh utama di tempat kelahirannya, juga terdapat beberapa alur dalam cerita yang terjadi ketika tokoh utama (Alif) di pondok Madani. Seusai tamat SMP Alif di kirim ayahnya ke Ponorogo Jawa Timur untuk belajar lebih dalam tentang ilmu agama di pondok Madani. Sebuah pondok pesantren yang diasuh oleh seorang kiai bernama kiai Rais.

Dari pendidikan pondok inilah Alif banyak belajar tentang bagaimana cara menjalankan ibadah islam yang benar, belajar ikhlas, dan belajar kesabaran. Kehidupan seorang santri di pondok pesantren dalam cerita dikisahkan sama halnya dengan kehidupan santri di dunia nyata. Keseluruhan santri yang berasal dari berbagai pulau, suku, bahasa, dan strata sosial yang berbeda-beda di perlakukan sama oleh kiai, dan hal itu menjadikan para santri juga merasa memiliki nasib yang sama, yaitu sama-sama jauh dari orang tua dan sanak saudara, hidup di perantauan sebagai musafir ilmu. Oleh sebab itu setiap teman santri dianggap sebagai saudara. Bagi mereka orang pertama yang dianggap bisa diajak untuk saling tolong-menolong ketika satu-sama lainnya membutuhkan pertolongan.

Kehidupan di pondok Madani digambarkan dalam cerita sebagai kehidupan yang penuh kesederhanaan. Para santri diajarkan untuk terbiasa makan seadanya, bahkan mereka juga di latih menjadi orang yang terbiasa menahan lapar yakni dengan cara menjalankan berbagai macam puasa sunah. Melalui cara ini kiai Rais berharap kelak ketika mereka sudah menjalankan hidup di tengah-tengah masyarakat terbiasa menjadi orang

sederhana dalam berpakaian, dalam bertingkah laku, dan dalam berbagai hal lainnya. Pendidikan yang ditanamkan di pondok pesantren menjadi modal hidup bagi manusia untuk belajar hidup di segala situasi dan kondisi bisa bersyukur ketika sedang dalam keadaan senang dan bersabar ketika sedang dalam kondisi kesusahan. Berikut cuplikan cerita yang terdapat dalam novel:

Ini adalah sarapan bergaya barat pertamaku. Bedanya bak bumi dan langit dengan sarapanku pada masa susah di Bandung: setengah porsi bubur ayam dengan ekstra air atau sarapanku di Pondok Madani dengan salathah rohah dan makrunah (sambal khas buatan dapur umum pondok Madani yang sangat lezat, yang hanya ada pada jam istirahat pagi).

(Ahmad Fuadi: 260) Seusai mondok di pondok Madani Alif berniat melanjutkan pendidikan di jalur umum. Tujuan utama sesuai dengan cita-citanya adalah ingin melanjutkan kuliah di kota Bandung. Keinginan ini dibuktikan Alif melalui usaha yang keras untuk dapat lulus ujian masuk UMPTN. Meskipun dia tidak memiliki ijazah SMA tetapi dia yakin bahwa ijazah itu masih bisa dia dapatkan melalui ujian paket C.

Usaha keras yang pertama dilakukan Alif adalah belajar semua buku pelajaran SMA selama tiga tahun, yakni mulai dari kelas satu sampai dengan kelas tiga. Setelah proses ini dilalui dengan baik barulah dia dapat mengikuti tes UMPTN. Dengan segala usaha belajar yang ekstra habis-habisan menguras pikiran dan tenaga akhirnya dia bisa lulus ujian UMPTN dan bisa masuk di UNPAD. commit to user

Di kota Bandung inilah dia menggantungkan harapan untuk menjadi orang yang berguna ketika kembali ke kampungnya nanti. Selama di Bandung Alif menemukan teman-teman baru yang bisa saling melengkapi satu sama lainnya seperti teman-temannya di pondok Madani dahulu. Sebagai seorang mahasiswa Alif tergolong sebagai mahasiswa yang memiliki kemampuan sedang. Dia bukan tergolong mahasiswa yang cerdas, tapi berkat keuletan dan ketekunannya dia bisa menyelesaikan kuliahnya dengan baik. Tidak banyak prestasi yang di dapat di bidang akademik, tapi di dunia tulis-menulis kemampuannya tidak bisa diragukan lagi sehingga beberapa tulisannya pernah diterbitkan di majalah kampus.

Suatu ketika Alif mencoba menulis di surat kabar KOMPAS berkat latihan keras yang diberikan oleh bang Togar. Semula rasa putus asa dialami Alif ketika harus menerima berbagai tekanan yang diberikan bang Togar dalam usahanya mendidik Alif menjadi seorang penulis yang tidak manja dan mau menerima kritikan serta masukan sebagai bekalnya kelak. Setelah melalui proses panjang akhirnya tulisan Alif diterbitkan oleh surat kabar KOMPAS.

Setelah keberhasilannya menembus dunia tulis-menulis, Alif tidak lantas puas dengan keberhasilannya mencari uang serta bisa menyelesaikan kuliah S1 nya di Bandung. Selama di Bandung usaha untuk mencari-cari peluang agar bisa terbang ke Amerika seperti impiannya selama ini selalu dilakukan. hingga pada suatu ketika kesempatan itu dapat diperolehnya melalui informasi yang di dapat dari seorang wanita teman

duduknya ketika naik bus. Berikut cuplikan yang menunjukkan plot atau alur cerita yang terjadi di Bandung:

Ketika senja melingkupi Bandung, aku sudah berjalan sampai ujung kompleks, sampai tidak ada lagi pintu rumah yang bisa aku ketuk. Di depanku hanya ada gerumbul semak belukar dan jalan setapak menuju jalan besar. Aku mengembuskan napas dan rasa nyeri merayap di belakang kepalaku.

(Ahmad Fuadi: 119) Sewaktu Alif menempuh program S1 di Bandung dia mengikuti program pertukaran generasi muda antar Negara. Amerika adalah Negara tujuan utama yang selalu menjadi impiannya ketika masih di podok Madani. Di Negara inilah Alif mendalami berbagai bidang ilmu yang berkaitan dengan dunia kejurnalisan. Ini berarti sejalan dengan keinginannya kelak untuk menjadi seorang jurnalis.

Suasana Negara Amerika yang digambarkan dalam cerita dapat membuat pembaca seolah-olah ikut merasakan keindahan kota tersebut. Kota Quebec yang merupakan bagian dari kota kecil yang terdapat di benua Amerika. Kota ini memiliki tanah yang berwarna kuning dan sifat tanah yang cenderung gersang dan ringan berbeda dengan tanah yang ada di Meninjau kota kelahiran Alif. Di Quebec banyak terdapat pohon maple, yaitu pohon yang memiliki daun berwarna merah merona ketika sedang musim semi dan akan berubah menjadi coklat ketika sudah hampir gugur.

Perbedaan budaya juga sangat dirasakan oleh Alif. Di Quebec orang dibiasakan untuk menggunakan sepeda sebagai alat transportasi mereka. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian masyarakat Quebec commit to user

terhadap lingkungan yang bersih dari polusi. Dan yang paling mengejutkan lagi, di sana keamanan mereka baik dari segi fisik maupun finansial sangat terjaga, sehingga ketika mau pergi kemanapun tidak perlu mengunci pintu karena tidak akan ada pencuri yang berniat mengambil barang-barang si empunya rumah. Hal ini menunjukkan bahwa strata sosial penduduk yang ada di sana sama, yaitu golongan yang serba kecukupan atau menengah ke atas.

Hari menjelang sore ketika kami masuk ke batas kota Saint-Raymond. Di tengah rimbunan maple, berdiri tegak sebuah plang lalu lintas berwarna hijau yang bertuliskan “Saint-Raymond 1 km”. aku semakin tidak sabar ingin melihat bentuk kota tempat kami bermukim nanti. Berbagai pertanyaan berkecamuk di kepalaku. Kata Subastien, hanya sebuah kota kecil. Tapi sekecil apa? Lebih kecil mana dibandingkan kampungku di Bayur, Meninjau?

(Ahmad Fuadi: 297) Selain terdapat berbagai peristiwa yang terdapat dalam novel Ranah 3 Warna alur yang dikisahkan dalam cerita merupakan alur campuran, di mana alur maju dan alur mundur digunakan dalam penceritaan sebuah novel. percampuran itu terjadi hampir disemua cerita. Dengan perpaduan alur maju dan alur mundur ini, jalinan cerita menjadi menarik dan tidak membosankan walaupun ceritanya sangat panjang dan berliku.

Novel ini dibagi menjadi beberapa episode. Masing-masing episode memiliki alur sendiri. Bagian pertama menceritakan Meninjau, latar tempat terjadinya awal cerita yang mendominasi novel ini.

Bagian berikutnya menceritakan tokoh utama yakni Alif. Alif termuat pada 4 bagian dalam novel ini. Jadi bisa dikatakan tokoh inilah yang menjadi tokoh sentra, ialah yang merangkai alur cerita dari awal sampai akhir menghubungkan setiap bagian cerita.

Di bawah ini akan dipaparkan bagian dari plot/alur pada tiap bagian khususnya ketika alur mencapai klimaks.Kehilangan salah seorang yang dikasihinya menjadi klimaks awal dalam novel ini, terbukti dengan berawal dari kejadian pahit tersebut, Alif berusaha bangkit semampunya, dan menyempurnakan "mantera", bukan lagi sekedar "Man Jadda Wajada" tapi juga "Man Shabara Zhafira", Siapa yang bersabar akan beruntung. Kata-kata yang didengarnya pertama kali dari Kiai Rais, gurunya di Pondok Pesantren Madani membuatnya lebih sabar menghadapi hidup dan sekali lagi mengajak pembacanya untuk ikut menyelami lika-liku perjuangan untuk mencapai kesabaran itu sendiri.

Enam bulan sejak ayah meninggal, aku sudah tidak tahan lagi dengan perang batin ini. Aku harus mengambil keputusan sekarang juga. Aku harus berhenti kuliah. Drop out. Menguburkan impian ku kuliah dan pulang kampong membela amak dan adik-adikku. Kalau mengenang susahnya lulus UMPTN, aku selalu galau. Aku juga ingat nasihat ayah untuk menyelesaikan kuliah. Tapi membiarkan amak kerja mati-matian membuatku merasa berdosa. Aku pasti bisa bekerja di kampungku. Dengan pengalaman yang aku punya, aku bisa mengajar di Madrasah, atau bisa menjadi pengurus masjid, atau aku bisa melamar jadi koresponden nasional.

(Ahmad Fuadi: 104) commit to user

c. Tokoh dan Perwatakan

Dalam karya fiksi sering dipergunakan istilah tokoh atau penokohan, watak. Dalam hal ini tokoh diartikan sebagai pelaku cerita.Tokoh cerita menurut Abrams (1981: 20), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Jadi istilah penokohan sekaligus terkandung dua aspek, yakni isi dan bentuk.

Novel Ranah 3 Warna menampilkan tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang sosial dan budaya yang berbeda-beda. Mulai dari tokoh yang menjadi teman masa kecil di tanah Meninjau, tokoh yang berasal dari Kalimantan, dan tokoh yang berasal dari Negara Amerika. Di bawah ini akan diuraikan beberapa tokoh yang terdapat dalam novel Ranah 3 warna. 1. Tokoh Utama (Alif Fikri)

Alif adalah tokoh utama dalam novel ini. Keberadaannya menjadi pusat penceritaan. Kisah yang dipaparkan dalam novel ini secara keseluruhan berpusat pada kehidupan Alif, mulai masa kecil, masa-masa perjuangannya, dan sampai masa puncak keberhasilan serta kelulusan Alif menjadi seorang sarjana.

Alif adalah sosok pemuda desa yang memiliki kemauan keras dalam menggapai cita-citanya. Dia dilahirkan di Meninjau kota Bayur. Orang tuanya adalah guru SD. Dia adalah anak pertama dari tiga

bersaudara. Dua adiknya masih duduk di bangku sekolah tingkat SMP dan SMA. Alif sejak kecil di didik menjadi anak yang mandiri, hal itu diajarkan sejak Alif di masukkan dalam pendidikan pondok pesantren yang menurut orang tuanya dapat melatih kemandirian anak, selain itu pondok pesantren juga merupakan sarana yang dapat melatih cara bersosialisasi, dan terutama dianggap sebagai gudangnya ilmu agama yang akan banyak memberikan bekal-bekal akhirat nanti.

Walaupun Alif besar dilingkungan pesantren hal itu tidak menjadikannya sebagai pemuda yang berpribadi kaku dalam arti hanya berpikiran tentang kepentingan keagamaan saja dan memiliki pandangan sempit tentang dunia tetapi dia justru berkeinginan untuk menyeimbangkan antara kemampuan penguasaan ilmu agama dan ilmu dunia. Kemampuannya dalam menguasai ilmu agama digunakan bekal hidupnya agar selalu mengingat Tuhan dalam segala hal, pegangan agar jangan sampai berbuat salah arah, memacu motivasi hidup untuk selalu menjadi orang yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Melalui agama dia yakin kehidupannya bisa selamat dan sukses. Sedangkan kemampuannya dalam menyelaraskan ilmu dunia dianggap sebagai langkah awal manusia agar selalu berusaha, karena nasib baik-buruknya manusia di dunia dan akhirat itu ditentukan oleh seberapa besar usaha yang dia lakukan.

Keberadaan Alif sebagai tokoh utama dari segi fisik digambarkan sebagai sosok pemuda yang kurang begitu sempurna.

Wajahnya tidak tampan, perawakan tubuhnya sedang, badannya kurus, dan memakai kaca mata. Penampilannya pun sangat sederhana. Mungkin itu menjadi penggambaran pengarang dalam menampilkan sosok tokoh utama yang terbiasa hidup dalam kesederhanaan.

“Ooh”. Dia mengintip wajahku dari balik kaca matanya yang melotot. Mungkin kurang percaya melihat mahasiswa ceking dengan baju lusuh dan berkaca mata seperti aku ini.

(Ahmad Fuadi: 151) 2. Tokoh Sentra (Randai)

Tokoh sentra yang menjadi penghubung di setiap cerita adalah Randai. Randai merupakan sahabat Alif sejak kecil sampai kuliah di Bandung yang selalu bersaing dalam mengejar impian, mulai dari impian masuk ujian UMPTN, mengikuti pertukaran pemuda antarbangsa, sampai pada bersaing dalam urusan pilihan hati terhadap seorang wanita. Kehidupan Randai jauh lebih beruntung dibandingkan Alif. Dia terlahir sebagai anak tunggal, orang tuanya adalah saudagar kaya. Dan beruntungnya lagi Randai selalu berhasil mencapai cita-citanya tanpa harus mengalami ujian yang berarti dalam hidupnya.

Masa muda Randai terlalui sebagaimana anak muda lainnya. Bisa menikmati kuliah dengan biaya dari orang tua, uang jajan yang lebih, nilai semester begus, bisa menikmati liburan bersama teman-temannya kemanapun dia mau, dan utamanya lagi kedua orang tua Randai masih hidup semua. Pada akhir cerita percintaan, Randai

berhasil memiliki Raisa sebagai pendamping hidup yang berarti itu mengalahkan Alif sang tokoh utama.

Dalam cerita Randai digambarkan sebagai sosok pemuda yang memiliki perawakan tinggi, kulitnya putih, berambut panjang yang jelas lebih sempurna sebagai sosok pemuda dibandingkan Alif sang tokoh utama. Randai menjadi teman Alif sejak kecil di kampung Meninjau. Setamat SMA Randai melanjutkan kuliah di Bandung sama seperti Alif akan tetapi dia tercatat sebagai mahasiswa ITB.

Randai tergolong sebagai mahasiswa yang cerdas. Hal ini terbukti dari nilai hasil semesternya yang bagus-bagus. Malah dengan modal nilai yang bagus tersebut Randai dapat memperoleh beasiswa selama dia kuliah di ITB. Keahlian yang dia milikipun beragam, mulai dari kemahirannya dalam memainkan alat musik angklung, gitar, drum, dan segala alat musik lainnya. Suaranya yang bagus juga akan sangat mendukung kahliannya bermain musik tersebut.

Tidak hanya kesenian tradisional yang dia suka. Kalau sedang bangkit semangat bernyanyinya, dia akan putar kaset rock keras, mengambil gitar bass-nya dengan melonjak-lonjakkan badan seperti gitaris sejati. Rambutnya yang panjang berkibar-kibar, seiring dengan kepalanya yang digoyang-goyang seperti orang gila. Kalau saja dia seorang penyanyi, dengan postur tinggi, berkulit putih, dan rambut gaya begini, tentulah banyak gadis yang akan lumer hatinya.

(Ahmad Fuadi: 63) commit to user

Dalam dokumen Masnuatul Hawa S841102009 (Halaman 96-110)