• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Fraksi Kematangan Buah dan Ketinggian Pohon Terhadap Jumlah Buah Memberondol pada Panen Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) di Kebun Rambutan PTPN III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Fraksi Kematangan Buah dan Ketinggian Pohon Terhadap Jumlah Buah Memberondol pada Panen Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) di Kebun Rambutan PTPN III"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Taksonomi dari tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut; divisi Spermatophyta, dengan subdivisi Pteropsida. Kelapa sawit tergolong kelas Angiospermae dengan subkelas Monocotyledoneae. Tanaman kelapa sawit

memiliki ordo Arecales dengan famili Arecaceae, sub family Cocoideae serta genus Elaeis dengan spesies Elaeis guineensis Jacq. (Mangoensoekarjo dan Haryono, 2003).

Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang. Akar serabut kelapa sawit memiliki sedikit percabangan, membentuk anyaman rapat dan tebal. Sebagian akar serabut tumbuh lurus ke bawah (vertikal) dan arah samping (horizontal). Akar kelapa sawit dapat menembus kedalaman 8 m ke dalam tanah dan 16 m tumbuh ke samping (PANECO, dkk., 2013).

Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil tidak bercabang dan tidak mempunyai kambium. Diameter batang dapat mencapai 90 cm dan tinggi batang untuk tanaman komersial tidak lebih dari 12 m (Risza, 1994). Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk seperti kubis dan enak dimakan. Di batangnya terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas walaupun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam beruas (Sunarko, 2007).

(2)

daun utama (rachis), yang jauh lebih panjang dari tangkai dan pada kiri kanannya terdapat anak daun (pinna; pinnata). Tiap anak daun terdiri atas tulang anak daun (lidi) dan helai daun (lamina). Anak daun yang terpanjang (pada pertengahan daun) dapat mencapai 1,2 m. Jumlah anak daun dapat mencapai 250-300 helai per daun. Jumlah produksi daun adalah 30-40 daun per tahun pada pohon-pohon yang berumur 5-6 tahun (Mangoensoekarjo dan Haryono, 2003).

Bunga tanaman kelapa sawit termasuk berumah satu. Umumnya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada duan tandan yang terpisah. Namun, ada kalanya terdapat pula bunga jantan dan bunga betina dalam tandan yang sama. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit biasa menyerbuk secara silang. Penyerbukan dilakukan oleh angin atau serangga (PANECO, dkk., 2013).

Buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau kulit buah yang diseb but pericarp, lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp dan lapisan paling dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji (testa), endosperm dan embrio. Mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%, dan endocarp tidak mengandung minyak (Pasaribu, 2004).

(3)

kuning dan bagian lain agak berwarna kuning. Endosperm merupakan cadangan makanan bagi pertumbuhan embryo. Pada perkecambahan embrio berkembang dan akan keluar melalui lubang cangkang (germpore). Bagian pertama yang muncul adalah radikula (akar) dan menyusul plumula (batang) (Lubis, 2008).

Syarat Tumbuh

Iklim

Kelapa sawit tumbuh dengan baik di daerah tropika basah di sekitar 12 oLU - 12 oLS, pada ketinggian 0-500 di atas permukaan laut (dpl). Jumlah curah hujan tahunan yang baik adalah 2000-2500 mm/tahun, tidak memiliki deficit air, hujan agak merata sepanjang tahun. Suhu yang optimal 24o-28oC, terendah 15oC dan tertinggi 32oC. Ketinggian dari permukaan laut optimal adalah 0-400 m. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu penyerbukan (Lubis, 1992).

(4)

Tanah

Sifat-sifat fisika dan kimia tanah yang harus dipenuhi untuk pertumbuhan kelapa sawit secara optimal diantaranya; Memiliki ketebalan tanah lebih dari 75 cm dan tidak berbatu agar perkembangan akar tidak tergaggu ; Tekstur ringan dan yang terbaik memiliki pasir 20%-60%, debu 10-40%, dan liat 20%-50%; Drainase baik dan permukaan air tanah cukup dalam; Kemasaman (pH) tanah 4,0-6,0 dan pH optimal 5,0-5,5. Tanah dengan pH rendah seperti tanah gambut/organosol sebaiknya dilakukan pengapuran (PANECO, dkk., 2013).

Derajat keasaman (pH) tanah sangat terkait dengan ketersediaan hara yang diserap oleh akar. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4.0-6.0, tetapi pH optimumnya berada antara 5.0-5.6. Tanah dengan pH rendah dapat ditingkatkan dengan cara pengapuran. Tanah tersebut biasanya dijumpai pada daerah pasang surut terutama tanah gambut (Lubis, 1992).

Kelapa sawit dapat tumbuh baik pada sejumlah besar jenis tanah di wilayah tropika. Persyaratan mengenai jenis tanah tidak terlalu spesifik seperti persyaratan mengenai faktor-faktor iklim. Pada tanah yang kurang sesuai, produktivitas tinggi dapat dicapai dengan upaya tambahan oleh perusahaan (Mangoensoekarjo dan Haryono, 2003).

Panen Kelapa Sawit

(5)

Keberhasilan panen akan menunjang pencapaian produktivitas tanaman kelapa sawit. Panen meliputi pemotongan tandan buah matang panen, pengutipan brondolan, pemotongan pelepah, pengangkutan hasil ke tempat pengumpulan hasil (TPH) dan pengangkutan hasil ke pabrik. Keberhasilan panen didukung oleh pengetahuan tentang persiapan panen, kriteria matang panen, rotasi panen, sistem panen, sarana panen, pengawasan panen dan pengangkutan tandan buah, yang semuanya berpengaruh nyata baik terhadap kuantitas maupun kualitas minyak yang akan diperoleh (Tyas, 2008).

Pemanenan pada keadaan buah lewat matang akan meningkatkan asam lemak bebas, hal ini akan banyak merugikan sebab pada buah yang terlalu masak sebagian kandungan minyaknya berubah menjadi ALB (asam lemak bebas) sehingga menurunkan mutu minyak. Sebaliknya, pemanenan pada buah yang mentah akan menurunkan kandungan minyak, walaupun asam lemak bebasnya rendah (Yardani, 2008).

(6)

berondolan mengandung minyak sampai 48%, sedangkan TBS hanya mengandung sekitar 22% minyak. Pengumpulan berondolan yang kurang intensif sering menjadi penyebab rendahnya kadar minyak (Kiswanto, dkk., 2008).

Kriteria Panen

Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen untuk memotong tandan buah segar (TBS) pada saat yang tepat. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya. Buah akan menjadi warna merah jingga atau coklat ketika masak. Pada saat buah masak, kandungan minyak pada daging buah telah maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkainya. Buah yang jatuh disebut brondolan (Sastrosayono, 2003).

Pembentukan lemak dalam buah sawit mulai berlangsung beberapa minggu sebelum matang. Oleh karena itu penentuan saat panen adalah saat menentukan (kritis). Kandungan minyak tertinggi dalam buah adalah pada saat buah akan memberondol (melepas dari tandannya). Karena itu kematangan tandan biasanya dinyatakan dalam jumlah buahnya yang memberondol. (Mangoensoekarjo dan Haryono, 2003).

(7)

berumur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh kurang lebih 10 butir, jika tanaman berumur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh sekitar 15-20 butir (Kiswanto, dkk., 2008).

Berdasarkan hal tersebut di atas, dikenal ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi-fraksi tersebut sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk juga kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Dikenal ada tujuh fraksi dan derajat kematangan TBS yang baik, derajat kematangan TBS untuk dipanen umumnya berada pada fraksi 2 dan 3 (Rayendra, 2009).

Fraksi Kematangan Kelapa Sawit

Standar kematangan berikut ini berdasarkan jumlah brodolan yang ada di permukaan tanah. Sangat penting untuk mempertahankan panen pada interval yang pendek pada tanaman yang baru menghasilkan atau tanaman muda, karena buah akan membrondol lebih dari 10% dalam waktu 5-7 hari, interval panen yang lama mengakibatkan banyaknya buah busuk dan jumlah brondolan yang banyak. Pelaksanaan panen yang tepat pada standar kematangan yang tepat dapat mencegah pemanenan buah mentah dan mengurangi pengumpulan brondolan. Interval panen tidak boleh lebih dari 10 hari pada 3 (tiga) tahun pertama setelah menghasilkan dan tidak boleh melebihi 14 hari pada tanaman yang lebih tua, pada musim buah rendah lakukan pemeriksaan ekstra agar pemanen tidak memanen buah mentah untuk memenuhi standar borongnya (Sunarko, 2009).

(8)

Tabel. 1 Beberapa tingkat fraksi – fraksi TBS.

Fraksi Jumlah brondolan Tingkat kematangan

00 Tidak ada buah membrondol, buah berwarna hitam pekat 5 Buah bagian dalam ikut membrondol Lewat matang II

Tabel 2. Hubungan fraksi panen, rendemen minyak dan asam lemak bebas (ALB).

Fraksi Panen Rendemen Minyak (%) Kadar ALB (%)

0 16,0 1,6

Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai panen berikutnya pada tempat yang sama. Dalam pemanenan kelapa sawit

(9)

brondolan sehingga akan memperlambat penyelesaian hancak dan bisa meningkatkan kadar FFA. Interval panen terlalu cepat (< 7 hari) maka akan mengakibatkan pemanen cenderung mendapatkan buah under ripe bahkan buah mentah (unripe). Hal tersebut juga akan memperkecil persentase kerapatan buah sehingga akan mengurangi jumlah tonase buah yang diperoleh dan dapat mempengaruhi mutu buah yang didapatkan (Sunarko, 2009).

Rotasi panen tergantung dari cepatnya matang buah. Pada panen permulaan, rotasi panen biasanya 15 hari dan selanjutnya 10 hari, dan terakhir 7 hari. Rotasi panen menggunakan symbol 5/7, artinya 5 hari memanen dengan rotasi 7 hari (Sunarko, 2004).

Terdapat dua sistem ancak panen, yaitu: a. Sistem giring

Pada sistem ini, apabila suatu ancak telah selesai dipanen pemanen pindah ke ancak berikutnya yang telah siap dipanen, dan seterusnya. Sistem ini memudahkan pengawasan pekerjaan para pemanen dan hasil panen lebih cepat sampai di TPH dan pabrik. Namun ada kecenderungan pemanen akan memilih buah yang mudah dipanen sehingga ada tandan buah atau brondolan yang tertinggal karena pemanenan menggunakan sistem borongan.

b. Sistem tetap

(10)

Tujuan dari rotasi panen yaitu untuk memperoleh tandan sesuai dengan tingkat kematangan yang diinginkan. Dalam suatu blok yang di panen rotasi normal potongan buah adalah 6 / 7. Artinya 6 hari efektif dalam 7 hari. Jadi pada setiap blok mampu di panen 4-5 kali setiap bulannya (Sunarko, 2009).

Komposisi Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit, seperti umumnya minyak nabati lainnya, merupakan senyawa yang tidak larut dalam air. Komponen utama penyusun minyak kelapa sawit adalah trigliserida, yang merupakan ester dari gliserol dengan tiga molekul asam lemak, dan senyawa nontrigliserida dalam jumlah kecil, antara lain: digliserida, fosfatida, karbohidrat, turunan karbohidrat, protein, bahan-bahan berlendir atau getah (gum), serta zat-zat berwarna yang memberikan warna, rasa, dan bau yang tidak diinginkan. (Novianingsih, 2011).

Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu minyak kelapa sawit yaitu: kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas (ALB), warna, dan bilangan peroksida (Pasaribu, 2004).

Asam lemak bebas (ALB) merupakan asam lemak dalam keadaan bebas dan tidak berikatan lagi dengan gliserol. Asam lemak bebas terbentuk karena terjadinya reaksi hidrolisis terhadap minyak yang mengalami ketengikan. Asam lemak bebas dalam minyak tidak dikehendaki karena degradasi asam lemak bebas tersebut menghasilkan rasa dan bau yang tidak disukai. Oleh sebab itu, dalam pengolahan minyak diupayakan kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (Zulkifli dan Teti, 2014).

Proses penguraian atau hidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak

(11)

memberondol atau saat tandan dipotong dan terlepas hubungannya dengan pohon. Dengan demikian jelaslah untuk mendapat minyak sawit dengan kadar asam lemak bebas rendah pelukaan pada buah harus dihindarkan dengan perlakuan selembut mungkin. Berondolan jangan terlalu banyak, karena selain kurang terlindung berondolan akan lebih mudah terluka karena lebih lunak dan matangnya (Mangoensoekarjo dan Haryono, 2003).

Pengendalian mutu minyak sawit yang dihasilkan juga ditentukan oleh mutu tandan dan mutu panen. Yang dimaksud mutu tandan adalah derajat kesempurnaan pembuahan tandan. Sedangkan mutu panen adalah derajat kemasakan panen, kegiatan pengumpulan brondolan, dan perlakuan terhadap tandan. Selain mempengaruhi mutu minyak, mutu tandan dan mutu panen juga menentukan rendemen minyak yang dihasilkan (Supriyanto, 2008).

Buah kelapa sawit pasca panen mudah mengalami kerusakan, baik secara fisik maupun mikrobiologis. Kerusakan yang terjadi pada buah kelapa sawit menyebabkan proses hidrolisis semakin cepat sehingga kadar Asam Lemak Bebas (ALB) semakin meningkat. Kerusakan pada buah sawit terjadi akibat proses pemanenan, pengangkutan, pembongkaran di loading ramp,dan produksi. Selain itu lamanya penundaan selama masa tunggu proses produksi menyebabkan kadar ALB semakin tinggi.

Gambar

Tabel 2. Hubungan fraksi panen, rendemen minyak dan asam lemak bebas (ALB).

Referensi

Dokumen terkait

Pertandingan, tanggal, status main, liga, nobar, dan foto Belum Diisi” Sesuai harapan Valid 2 Mengetikan Pertandingan(Diisi), tanggal(kosong), status main(kosong),

Puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi petunjuk dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul Diabetic Wound Healing

Gambar 4.5.2 Sketch Karya 5 Desain X-Banner Profil Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2016 Sketsa desain Banner penjurian sebagai konsultasi atau gambaran awal media promosi acara

Disimpulkan bahwa manajemen pengelolaan klub sepakbola berprestasi di divisi I Pengcab PSSI Kabupaten Jepara sudah baik dan sesuai dengan fungsi manajemen dan pengelolaan

Permintaan reservasi dari pelanggan Sales &amp; Marketing Menerima permintaan pemesanan kamar dan mengecheck ketersediaan kamar Data permintaan pemesanan kamar House keeping

risiko yang meliputi konteks, identifikasi, analisis, evaluasi, perlakuan, pemantauan dan komunikasi yang terkait dengan aktivitas, fungsi atau proses, sehingga institusi

[r]

menganalisis data log CBL untuk melihat daerah (kedalaman) mana yang memerlukan perbaikan, selanjutnya menghitung volume slurry cement untuk perbaikan bad bonding tersebut