• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN AWAL SISTEM PROTEKSI RADIASI PLTN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN AWAL SISTEM PROTEKSI RADIASI PLTN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

*) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN 265

KAJIAN AWAL SISTEM PROTEKSI RADIASI PLTN

Sri Widayati, Yanni Andriani dan Elfida*)

ABSTRAK

KAJIAN AWAL SISTEM PROTEKSI RADIASI PLTN. Telah dilakukan kajian awal sistem proteksi radiasi PLTN . Kajian ini bertujuan untuk memperoleh rancangan awal proteksi radiasi suatu Pembangkit Litrik Tenaga Nuklilr (PLTN) yang akan dibangun di Indonesia. Sumber radiasi dari PLTN antara lain dari produk korosi yang teraktivasi neutron, produk fisi, kelongsong bahan bakar, inti reaktor, pendingin reaktor, fasilitas pengolahan limbah dan fasilitas penyimpanan bahan bakar bekas. Daerah kerja radiasi diklasifikasikan menjadi 2 yaitu daerah pengawasan dan daerah pengendalian. Daerah pengendalian masih dibedakan dalam zona kontaminasi, zona 3, zona 2 dan zona 1. Pemantauan daerah kerja harus dilakukan secara kontinyu dan menggunakan peralatan monitor radiasi yang dikalibrasi secara berkala. Pemantauan dosis perorangan dilakukan secara kontinyu terhadap pekerja radiasi . Pemantauan dosis radiasi eksternal dilakukan dengan menggunakan dosimeter perorangan dan dapat dilengkapi lagi dengan dosimeter pena bagi pekerja yang bekerja di daerah radiasi tinggi. Pemantauan dosis radiasi internal dilakukan terhadap pekerja yang diduga mendapat kontaminasi internal melebihi tingkat acuan yang telah ditetapkan. Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai merupakan perlengkapan kerja yang harus dikenakan oleh pekerja setiap akan bekerja. Setiap pekerjaan yang dapat menimbulkan tindakan radiologik harus dievaluasi dan mendapat izin dari Manager Keselamatan melalui surat izin kerja radiasi. Setiap pekerja mempunyai hak untuk mendapat layanan pemantauan kesehatan melalui pemeriksaan kesehatan secara berkala. Struktur organisasi proteksi radiasi PLTN terdiri dari Pengusaha Instalasi Nuklir , Manager Keselamatan, Ahli Proteksi Radiasi, Petugas Proteksi Radiasi dan Pekerja Radiasi.

ABSTRACT

PRELIMINARY STUDY RADIATION PROTECTION SYSTEM OF NUCLEAR POWER PLANT. Initial study radiation protection system of nuclear power plants( NPP) has been conducted . This study aims to obtain initial design of a radiation protection NPP that will be built in Indonesia. Sources of radiation from nuclear power plants, among others of the activated corrosion products neutrons, fission products, irradiated fuel, reactor core, cooling the reactor, waste treatment facilities and fuel storage facilities . Radiation work areas are classified into 2 of the supervision and control areas. Control areas were distinguished in the contamination zone, zone 3, zone 2 and zone 1. Monitoring the work area must be done continuously and using radiation monitoring equipment is calibrated periodically. Individual dose monitoring is done continuously for radiation workers. External radiation dose monitoring is done by using individual dosimeter and can be equipped with a pen dosimeter for workers who work in high radiation areas. Monitoring of internal radiation doses to workers who received internal contamination levels exceed reference level. Personal Protective Equipment (APD) is suitable work equipment should be worn by workers each will work. Every job that can cause radiological actions must be evaluated and obtain permission from the Manager of Safety through radiation work permit. Every worker has the right to receive health monitoring services through regular health checks. Organizational structure of radiation protection of NPP consist of NPP Manager , Manager of Safety, Radiation Protection Experts, Radiation Protection Officer and Radiation Worker.

(2)

266

PENDAHULUAN

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama di Indonesia saat ini sedang dalam perencanaan. Lokasi yang direncanakan adalah di daerah Jawa Tengah tepatnya di Semenanjung Muria Jepara. Dengan adanya PTLN di Indonesia akan mengurangi masalah pemasok listrik di Indonesia. Pengoperasian PLTN diharapkan dapat berjalan aman bagi pekerja, lingkungan dan masyarakat. Untuk itu harus dilakukan perencanaan dan perancangan yang sebaik-baiknya. Perencanaan dalam masalah keselamatan dan proteksi radiasi harus inherent pada setiap tahapan perencanaan PLTN, mulai dari perencanaan pembangunan dan konstruksi hingga pengoperasian dan dekomisioning. Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan sistem proteksi radiasi PLTN, antara lain sumber radiasi (source term) yang ada di PLTN, rancangan dan sistem operasi reaktor yang digunakan, lokasi dan sumber daya alam sekitar lokasi PLTN disamping sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya serta struktur organisasi proteksi radiasi yang diperlukan. Mengingat pentingnya aspek keselamatan dalam pengoperasian PLTN, maka perencanaan sistem proteksi radiasi harus dilakukan sebaik-baiknya dengan mengacu kepada rekomendasi , dokumen teknis IAEA dan peraturan internasional maupun nasional yang berlaku. Semua itu dilakukan dengan tujuan agar PLTN dapat beroperasi dengan aman dan terkendali dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi bangsa dan negara Indonesia.

SUMBER RADIASI DI PLTN

Di dunia saat ini ada beberapa jenis PLTN antara lain tipe Pressurized Water

Reactor (PWR) , Boiling Water Reactor

(BWR) , Advanced Boiling Water Reactor

(ABWR), Canada Deuterium Uranium

(CANDU), Steam Generator Heavy Water

Reactor (SGHWR), Pebble Bed Modular

Reactor (PBMR), Advanced Gas-cooled

Reactor (AGR). Sumber radiasi pada

kondisi normal dari masing-masing PLTN tidaklah sama, tergantung dari tipe reaktor yang digunakan. Secara umum , sumber radiasi dari suatu PLTN di antaranya adalah produk korosi yang teraktivasi neutron, produk fisi, kelongsong bahan bakar, inti reaktor, pendingin reaktor, fasilitas

pengolahan limbah radiaktif, fasilitas kalibrasi dan fasiltias penyimpaan bahan bakar bekas dan radioaktivitas airborne.

Sumber radiasi PLTN pada kondisi kecelakaan antara lain lepasnya pendingin, pecahnya sistem uap pada reaktor tipe PWR dan BWR, kecelakaan pada penanganan bahan bakar nuklir bekas, kegagalan pada

single-channel, kecelakaan pada

depressurized, kegagalan tabung generator uap, kegagalan pada tabung penukar ion dan tritium yang dihasilkan dari air berat.

Sumber - sumber radiasi di atas dalam perencanan dan pembangunan PLTN tentu sudah diantisipasi dengan secermat mungkin agar tidak sampai membahayakan pekerja, lingkungan maupun masyarakat.

KLASIFIKASI DAERAH KERJA

Daerah kerja radiasi diklasifikasikan dengan tujuan untuk mencegah penyebaran kontaminasi dan untuk mengendalikan paparan radiasi. Daerah kerja radiasi diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu :

Daerah Pengawasan (Supervised Area)

Daerah Pengendalian (Controlled Area)

Daerah Pengawasan adalah daerah kerja yang diperkirakan pekerja menerima dosis radiasi < 1/3 batas dosis ekivalen efektif tahunan. Daerah Pengendalian adalah daerah kerja yang diperkirakan pekerja dapat menerima dosis ≥ 1/3 batas dosis ekivalen efektif tahunan.

Daerah kerja Pengendalian dibagi dalam beberapa zona yang berbeda-beda, sebagai contoh praktis dalam pembagian daerah pengendalian sebagai berikut:

Zona kontaminasi

Daerah ini dimungkinkan ada potensi kontaminasi radionuklida internal yang melebihi tingkat acuan (reference level). Pekerja radiasi yang bekerja di daerah kontaminasi perlu diberi alat pelindung khusus untuk mencegah masuknya radionuklida ke dalam tubuhnya. Jika kontaminasi radionuklida yang masuk ke dalam tubuh lebih kecil dari tingkat acuan yang telah ditetapkan, maka kontaminasi tersebut dapat diabaikan.

(3)

267 Zona radiasi 3

Daerah radiasi 3 adalah daerah tingkat radiasi tinggi atau kontaminasi tinggi. Akses masuk ke daerah ini secara umum dilarang. Pekerja dapat masuk ke daerah radiasi ini tetapi dengan izin dan pengawasan khusus (misalnya untuk shutdown reaktor) dan memerlukan prosedur tersendiri untuk memasuki daerah ini.

Zona radiasi 2

Daerah kerja ini dipenuhi dengan menerapkan batas dosis, untuk paparan eksternal dapat diterapkan dengan pembatasan waktu yang ketat.

Zona radiasi 1

Daerah radiasi zona 1 adalah semua daerah radiasi yang termasuk dalam Daerah Pengendalian.

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam klasifikasi daerah radiasi sebagai berikut: Daerah Pengawasan harus diberi ciri

atau tanda yang mudah dan jelas untuk mudah diketahui. Pekerja yang bekerja di daerah ini perlu dimonitor tetapi pada umumnya hanya memerlukan perlengkapan proteksi radiasi perorangan yaitu dosimeter perorangan. Daerah Pengawasan dengan daerah

Pengendalian harus dibatasi dengan tanda yang jelas misalnya dengan rantai atau pagar dan dengan perbedaan warna yang menyolok.

Zona satu dengan zona yang lain harus dibatasi dan diberi tanda yang jelas, biasanya dibedakan dengan warna yang menyolok.

Pada setiap pintu masuk zona radiasi diberi peringatan dengan informasi tentang tingkat paparan, tingkat kontaminasi , klasifikasi zona dan siapa saja yang diperbolehkan masuk.

Daerah Pengawasan dan daerah Pengendalian secara periodik harus dimonitor untuk mengecek jika ada perubahan tingkat radiasi maupun tingkat kontaminasi atau jika zona tidak sesuai lagi. Jika hal ini terjadi maka dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Perkecil tingkat kontaminasi dan tingkat radiasi sesuai aturan yang berlaku

2. Lakukan klasifikasi ulang atau merubah pembatas dengan jelas

3. Pastikan klasifikasi masih sesuai dengan aturan yang berlaku.

PEMANTAUAN DAERAH KERJA

Daerah kerja radiasi baik itu Daerah Pengawasan maupun Daerah Pengendalian harus dilakukan monitoring radiasi . Ada 3 (tiga) jenis pemantauan daerah kerja yaitu :

1. Pemantauan rutin yaitu pemantauan yang bertujuan untuk membuktikan bahwa daerah kerja sesuai dengan dengan aturan yang berlaku.

2. Pemantauan karena tugas yaitu pemantauan yang dilakukan karena adanya pemberian tugas tertentu yang memerlukan pemantauan daerah kerja . 3. Pemantauan khusus adalah pemantauan

yang dilakukan di luar jadwal rutin misalnya pada tahap komisioning suatu fasilitas baru atau setelah adanya perubahan besar baik pada fasilitas maupun prosedur. Pemantauan ini termasuk pada saat terjadi kondisi abnormal misalnya adanya insiden atau kecelakaan.

Semua peralatan monitoring radiasi maupun kontaminasi radiasi baik yang terpasang maupun yang portable (misalnya monitor tangan dan kaki, surveymeter, monitor kontaminasi udara dan monitor kontaminasi permukaan) harus dikalibrasi secara rutin.

PEMANTAUAN PERORANGAN

Pemantauan perorangan harus dilakukan secara kontinyu terhadap pekerja yang bekerja di Daerah Pengendalian. Pekerja yang bekerja di Daerah Pengawasan sebaiknya juga diberi layanan pemantauan dosis perorangan. Pemantauan dosis perorangan terhadap sumber radiasi eksternal dilakukan dengan menggunakan dosimeter perorangan . Jika penerimaan paparan tidak seragam, maka diberi dosimeter perorangan tambahan misalnya dosimeter tangan dan dosimeter cincin. Pekerja yang bekerja dengan paparan yang tinggi perlu adanya tambahan dosimeter yang dapat dibaca langsung misalnya dosimeter pena, Electronic Personal

Dosemeter (EPD) yang bertujuan untuk

membatasi penerimaan dosis atau waktu bekerja di medan radiasi, sehingga tidak terjadi penerimaan paparan yang berlebih.

(4)

268

Pekerja yang bekerja di dearah kontaminasi dan diduga menerima dosis internal melebihi tingkat acuan, harus dilakukan pemantauan radiasi internal. Pemantauan dosis radiasi internal dapat dibagi 2 (dua) yaitu secara in-vivo dan secara in-vitro. Pemantauan dosis radiasi internal secara in-vivo dilakukan dengan melakukan pencacahan langsung terhadap pekerja dengan alat cacah Whole Body

Counter (WBC). Pemantauan dosis radiasi

internal secara in-vitro dilakukan dengan melakukan pencacahan terhadap hasil ekskresi tubuh pekerja seperti urin dan feses. Urin dan feses setelah dipreparasi dicacah dengan alat cacah yang sesuai.

ALAT PELINDUNG DIRI

Alat pelindung diri (APD) dapat berupa baju laboratorium, sarung tangan, sarung kaki, sarung sepatu, sepatu boot, masker , kaca mata, pelindung telinga, baju kerja, pelindung kepala. APD hendaknya dibuat dari bahan yang nyaman dan aman dipakai sesuai dengan tujuannya. APD disediakan pada tempat yang strategis sehingga mudah diambil oleh pekerja . Para pekerja harus diberi kesadaran bahwa memakai APD merupakan kebutuhan dan pemakaian APD sesuai dengan aturan yang berlaku, misalnya dikembalikan lagi pada tempat yang telah disediakan dengan penuh tanggung jawab.

PERIZINAN KERJA RADIASI

Setiap pekerjaan yang dapat menimbulkan tindakan pencegahan radiologik maka perlu dibuat perencanaan kerja yang baik diantaranya dengan membuat Izin Kerja Radiasi dan harus mendapat izin dari Manajer Keselamatan. Izin Kerja Radiasi (IKR) meliputi :

1. Deskripsi pekerjaan yang akan dilakukan

2. Waktu pelaksanaan pekerjaan

3. Lokasi pekerjaan yang akan dilakukan 4. Material radioaktif atau sumber radiasi

yang akan digunakan

5. Peralatan monitoring perorangan dan APD yang akan digunakan

6. Nama-nama pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan tersebut 7. Dokumen acuan yang digunakan 8. Kemungkinan bahaya yang dapat

ditimbulkan.

9. Perkiraan penerimaan dosis pekerja.

10. Penanggung jawab pekerjaan

IKR ini diajukan kepada Manajer Keselamatan untuk dievaluasi . Pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan jika telah mendapat persetujuan dari Manajer Keselamatan dan sekaligus Manajer Keselamatan menunjuk Petugas Proteksi Radiasi untuk mendampingi pelaksanaan dalam pekerjaan tersebut.

PENGAWASAN KESEHATAN

Program pemantauan kesehatan pekerja radiasi dilakukan pada saat belum bekerja, saat sedang bekerja dan saat melakukan pemutusan bekerja dengan sumber radiasi atau zat radioaktif. Pemeriksaan kesehatan bagi pekerja yang akan bekerja dengan sumber radiasi/zat radioaktif dilakukan sebagai jaminan bahwa pekerja tersebut layak bekerja dengan radiasi dan sebagai acuan dalam evaluasi kesehatan selanjutnya. Pemeriksaan kesehatan pada saat bekerja merupakan hak dari pekerja radiasi untuk mendapatkan layanan kesehatan agar dapat dijamin bahwa pekerja tersebut layak bekerja dengan radiasi, pemeriksaan kesehatan dilakukan secara berkala setahun sekali minimal. Pemeriksaan kesehatan setelah pekerja memutuskan bekerja dengan radiasi bertujuan untuk konfirmasi bahwa pekerja radiasi sehat dan tidak mendapat penyakit akibat penerimaan dosis radiasi. Pemeriksaan kesehatan dilakukan tenaga medis yang berpengalaman dan dokter yang mempunyai pengetahuan tentang efek determinitik dan stokastik. Komponen pemeriksaan kesehatan meliputi fisik, darah, urin, roentgent dan ultrasonografi (USG). Hasil pemeriksaan kesehatan disimpan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Pengawasan kesehatan secara umum merupakan tanggung jawab pelayanan kesehatan yang berfungsi :

1. Menilai kesehatan pekerja

2. Memastikan bahwa pekerja sehat dan layak untuk bekerja dengan radiasi. 3. Memberikan catatan medis yang

berguna dalam kasus-kasus misalnya: paparan insiden atau penyakit akibat kerja, evaluasi statistik tentang penyakit yang terkait dengan kondisi kerja, dan penilaian kesehatan publik dari manajemen proteksi radiologik di fasilitas dimana terjadi paparan radiasi.

(5)

269

4. Memberikan nasehat dan perawatan pada pekerja yang terkontaminasi radionuklida atau pekerja yang mendapat paparan berlebih.

STRUKTUR ORGANISASI PROTEKSI RADIASI

Struktur organisasi proteksi radiasi pada suatu PLTN memegang peranan yang sangat penting . Struktur organisasi proteksi radiasi dapat dilihat pada Gambar 1. Struktur organisasi Proteksi Radiasi untuk PLTN terdiri dari Pengusaha Instalasi Nuklir (PIN) , Manager Keselamatan (MK) , Ahli Proteksi Radiasi (APR) ,Petugas Proteksi Radiasi (PPR) dan Pekerja Radiasi (PR).

• PIN PLTN adalah orang atau perseroan

atau badan hukum yang bertanggung jawab dalam pengoperasian PLTN.

• Manager Keselamatan adalah orang yang ditunjuk oleh PIN sebagai wakil PIN yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program proteksi radiasi PLTN. Manager Keselamatan bertanggung jawab langsung kepada PIN

• Ahli Proteksi Radiasi merupakan para pakar (nara sumber) bertugas membantu Manager Keselamatan dalam menerapkan program proteksi radiasi , mengendalikan prosedur kerja radiasi untuk mempertahankan paparan radiasi serendah mungkin {sesuai prinsip As Low As Reasonable

Achieveable (ALARA)} dan membantu

memberikan rekomendasi atau keputusan dalam masalah proteksi radiasi. Ahli Proteksi Radiasi bertanggung jawab kepada Manager Keselamatan.

• Petugas Proteksi Radiasi adalah

pelaksana dalam kegiatan proteksi radiasi di PLTN dan bertanggung jawab kepada Manajer Keselamatan.

• Petugas Proteksi Radiasi adalah pelaksana kegiatan yang berhubungan dengan sumber radiasi/zat radioaktif. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut didampingi oleh Petugas Proteksi Radiasi. Jika terjadi insiden atau kecelakaan radiasi, PR melapor langsung ke PPR.

(6)

270

KESIMPULAN

Aspek keselamatan merupakan faktor utama disamping faktor manfaat dalam pembangunan suatu PLTN. Aspek keselamatan yang meliputi hampir semua kegiatan pengelolaan PLTN adalah aspek proteksi radiasi. Prinsip proteksi radiasi yang harus diterapkan dalam kegiatan pengelolaan PLTN adalah justifikasi (asas manfaat), Optimasi (paparan harus diusahakan serendah mungkin yang dapat dicapai) dan limitasi (pembatasan penerimaan dosis yang mengacu kepada peraturan yang berlaku).

Sumber radiasi dari PLTN merupakan informasi yang mendasari perhitungan disain perisai dan sumber radioaktivitas airborne merupakan informasi yang digunakan untuk disain tindakan protektif personal dan prakiraan dosis. Pada umumnya daerah kerja radiasi diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu daerah pengawasan dan daerah pengendalian, daerah pengendalian dirinci lagi menjadi zona-zona radiasi yang berbeda - beda laju dosisnya. Pemantauan radiasi perorangan eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan dosimeter perorangan yang sesuai dengan medan radiasi yang dihadapi. Pemantauan radiasi internal dilakukan terhadap pekerja yang diduga terkontaminasi radionuklida internal yang melebihi tingkat acuan yang ditetapkan.

Izin Kerja Radiasi (Radiation Work Permits) merupakan upaya untuk mengendalikan paparan yang akan diterima

pekerja yang sekaligus merupakan pengendalian dari Manager Kesalamatan dalam menerapkan prinsip ALARA pada kegiatan pengelolaan PTLN. Pengawasan kesehatan terhadap pekerja radiasi di PLTN dilakukan untuk memastikan bahwa pekerja sehat dan layak untuk bekerja dengan radiasi dan juga dapat digunakan untuk bahan evaluasi statistik tentang penyakit akibat kerja.

DAFTAR PUSTKA

1. IAEA,”Radiation Protection During Operation of Nuclear Power Plants”, Safety Series No.50-SG-05, Vienna (1983).

2. IAEA,”Design Aspects of Radiation Protection for Nuclear Power Plants”, Safety Series No.50-SG-D9, Vienna (1985).

3. IAEA,” International Basic Safety Standars for Protection against Ionizing Radiation and for the Safety of Radiation Sources”, Vienna 1996). 4. IAEA,”Health Surveillance of Persons

Occupationally Exposed to Ionizing Radiation: Giudance for Accupational Physicians”, Vienna (1998).

5. IAEA,”Assessment of Occupational Exposure Due to External Sources of Radiation”, safety Series No.RS-G-1.3, Vienna (1999).

6. IAEA,”Assesments of Occupational Exposure Due to Intake of Radionuclides ”, safety Series No.RS-G-1.2, Vienna (1999).

Gambar

Gambar 1. Struktur Organisasi Proteksi Radiasi

Referensi

Dokumen terkait

Pengawasan Teknis Pengembangan Pengelolaan Daerah Rawa Dalam Rangka Pengendalian Banjir Kegiatan II.. Pengembangan Pengelolaan Daerah Rawa Dalam Rangka

Pengawasan Teknis Pengembangan Pengelolaan Daerah Rawa Dalam Rangka Pengendalian Banjir Kegiatan II. Pengembangan Pengelolaan

1) Kepala Puskesmas atau petugas yang ditunjuk dapat melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan kegiatan upaya kesehatan atau administrasi pengelolaan keuangan di

­ Transfer TENORM untuk kegiatan sejenis  dan tak sejenis ­ Menggunakan bahan mengandung TENORM 

dengan kompetensi yang bekerja dalam penggunaan pesawat sinar-X;.. Menyelenggarakan pelatihan Proteksi Radiasi;. d. Menyelenggarakan pemantauan kesehatan bagi

peraturan dan standar. Karena PLTN mengandung potensi bahaya radiasi yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup, maka

 Manager : Bertanggung jawab langsung terhadap distrik manager, dalam pengelolaan dan pengawasan terhadap seluruh aspek kegiatan, produksi, adminitrasi dan

Kegiatan penelitian berupa assessment pada gedung dan wawancara dengan pemilik/pengelola gedung (pihak OBS gedung) dalam rangka evaluasi pengelolaan, pengawasan dan