• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian kinerja keuangan perusahaan adalah penentuan ukuran ukuran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian kinerja keuangan perusahaan adalah penentuan ukuran ukuran"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Teoritis

2.1.1. Kinerja Keuangan Perusahaan

2.1.1.1. Pengertian Kinerja Keuangan Perusahaan

Pengertian kinerja keuangan perusahaan adalah penentuan ukuran–ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba (Sudiyatno dan Jati, 2010). Bagi investor, informasi mengenai kinerja keuangan perusahaan dapat digunakan untuk melihat apakah perusahaan dapat mempertahankan investasi mereka di perusahaan tersebut atau mencari alternatif lain. Selain itu pengukuran juga dilakukan untuk memperlihatkan kepada penanam modal maupun pelanggan atau masyarakat secara umum bahwa perusahaan memiliki kreditibilitas yang baik.

2.1.1.2 Tujuan Analisa Kinerja Keuangan Perusahaan

Munawir (2007:31) menyatakan bahwa tujuan dari analisa kinerja keuangan perusahaan adalah:

a. Mengetahui tingkat likuiditas

Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera diselesaikan pada saat ditagih. b. Mengetahui tingkat solvabilitas

▸ Baca selengkapnya: pengertian penentuan solusi adalah

(2)

Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

c. Mengetahui tingkat rentabilitas

Rentabilitas atau yang sering disebut dengan profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. d. Mengetahui tingkat stabilitas

Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya serta membayar beban bunga atas hutang-hutangnya tepat pada waktunya

2.1.2. Analisis Rasio Keuangan 2.1.2.1. Pengertian Rasio Keuangan

Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka lainnya (Kasmir, 2008:104). Hasil rasio keuangan digunakan untuk menilai kinerja manajemen dalam suatu periode apakah mencapai target yang sudah ditetapkan. Kemudian dapat dinalai sebagai kemampuan manajemen dalam memperdayakan sumber daya perusahaan secara efektif.

(3)

2.1.2.2. Jenis-Jenis Rasio

Jenis-jenis rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan adalah sebagai berikut:

1. Rasio Aktivitas

Rasio Aktivitas (activity ratio) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimiliki atau rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efesiensi pemanfaatan sumber daya perusahaan (Kasmir, 2008:172). Rasio-rasio ini dirancang untuk mengetahui apakah jumlah total dari tiap-tiap jenis aktiva seperti yang dilaporkan dalam neraca terlihat wajar, terlalu tinggi, atau terlalu rendah jika dibandingkan dengan tingkat penjualan saat ini dan proyeksinya. Ada beberapa macam rasio aktivitas, antara lain: asset turn over, account receivable turn over, fixed asset turn over, inventory turn over, average collection period.

2. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau seberapa efektif pengelolaan perusahaan oleh manajemen (Syahyunan, 2004:83). Setiap perusahaan menginginkan tingkat profitabilitas yang tinggi. Untuk dapat melangsungkan hidupnya, perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan. Apabila perusahaan berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan, maka akan sulit bagi perusahaan untuk memperoleh pinjaman dari kreditor maupun investasi dari pihak luar. Ada beberapa macam rasio profabilitas, antara lain: gross profit margin, operating

(4)

profit margin, net profit margin, return on assets, return on equity, dan basic earning power.

3. Rasio Solvabilitas

Menurut Kasmir (2008:151) rasio solvabilitas atau leverage ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Semakin besar jumlah pendanaan yang berasal dari kreditur, semakin tinggi resiko perusahaan tidak dapat membayar seluruh kewajiban dan bunganya. Bagi pemegang saham, semakin tinggi rasio solvabilitas, semakin rendah tingkat pengembalian yang akan diterima pemegang saham karena perusahaan harus melakukan pembayaran bunga sebelum laba dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. Ada beberapa macam rasio leverage antara lain: debt ratio, debt to equity ratio, long term debt to equity, dan time intersted earned.

Adapun rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio profitabilitas yaitu Return On Assets dan Return On Equity, rasio aktivitas yaitu Asset Turn Over rasio leverage yaitu Debt Ratio.

a. Return On Asset (ROA )

Rasio ini digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. b. Return On Equity (ROE)

(5)

Rasio ini merupakan rasio untuk mengukur laba bersih setelah pajak dengan modal. Rasio ini menunjukan efisiensi penggunaan modal sendiri, semakin tinggi rasio ini, maka posisi pemilik perusahaan semakin kuat c. Rasio Perputaran Aktiva (Asset Turn Over)

Rasio perputaran aktiva merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur penggunaan semua aktiva perusahaan dalam jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva.

d. Rasio total hutang terhadap total aktiva (Debt Ratio)

Debt ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total aktiva dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan terhadap total aktiva.

2.1.3 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan mencerminan besar kecilnya perusahaan yang tampak dalam nilai total aset perusahaan pada neraca akhir tahun. Semakin besar total aset maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Perusahaan besar dengan jumlah aset yang besar memiliki dana lebih banyak untuk diinvestasikan dalam intellectual capital. Ketersediaan dana dalam jumlah yang besar akan membuat pengelolaan dan pemeliharaan intellectual capital menjadi semakin optimal dan akan menghasilkan kinerja intellectual capital yang lebih tinggi. Aset menunjukkan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan (Putri, 2011).

(6)

2.1.4. Intellectual Capital

2.1.4.1 Definisi Intellectual Capital

Istilah intellectual capital pertama kali dikemukakan oleh John Kenneth Galbraith yang menulis surat yang ditujukan kepada teman sejawatnya, Michal Kalecki pada tahun 1969. Dalam tulisannya, Galbraith mengemukakan berikut ini: “I wonder if you realize how much those of us the world around have owed to the intellectual capital you have provided over these last decades” (Hudson, 1993 dalam Purnomosidhi, 2006). Kemudian modal intelektual dijelaskan secara rinci oleh Peter Drucker dalam tahun 1993 dalam bukunya “Post Capitalist Society”. Sampai dengan akhir tahun 1990, referensi terhadap modal intelektual dalam publikasi bisnis kontemporer menjadi hal yang lazim. Bahkan, Stewart telah diakui sebagai pencetus kelahiran dunia baru intelektual kapitalis (Bontis, 2000 dalam Purnomosidhi, 2006).

Stewart (dalam Ulum, 2009:19) mendefinisikan intellectual capital sebagai berikut: “The sum of everything everybody in your company knows that gives you acompetitive edge in the market place. It is intellectual material knowledge, information, intellectual property, experience that can be put to use to create wealth”. Edvinsson dan Malone (dalam Ulum, 2009:21) mengidentifikasikan intellectual capital sebagai nilai yang “tersembunyi” (hidden value) dari bisnis, ”tersembunyi” digunakan untuk menghubungkan dua hal, pertama tidak terlihat secara umum layaknya aset tradisional, kedua tidak terlihat ada laporan keuangan.

(7)

Secara umum intellectual capital didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai pasar perusahaan dan nilai buku dari aset perusahaan tersebut atau dari financial capitalnya. Hal ini berdasarkan observasi bahwa sejak akhir 1980-an, nilai pasar dari bisnis kebanyakan dan secara khusus adalah bisnis yang berdasarkan pengetahuan keuangan telah menjadi lebih besar dari nilai yang dilaporkan dalam laporan keuangan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh akuntan (Roslender dan Fincham, 2004 dalam Ulum, 2009:21).

2.1.4.2 Komponen Intellectual Capital

IFAC (1998 dalam Ulum, 2009:29) mengklasifikasikan intellectual capital dalam tiga kategori, yaitu: (1) Organizational Capital, (2) Relational Capital, dan (3) Human Capital. Tabel berikut menyajikan pengklasifikasian tersebut berikut komponen-komponennya.

Tabel 2.1

Klasifikasi Intellectual Capital

Organizational Capital Relational Capital Human Capital

Intellectual Property: Patents Copyrights Design rights Trade secret Trademarks Service marks Infrastructures Assets: Management philosophy Corporate culture Management processes Information system Networking system Financial relation Brands Customers Customer loyalty Backlog orders Company names Distribution channels Business collaborations Licencing agreements Favourable contracts Franchising agreements Know-how Education Vocational qualification Work-related knowledge Work-related competencies Entrepreneurial spirit, innovativeness, proactive and reactive abilities, changeability Psychometric Valuation Sumber: IFAC (1998 dalam Ulum, 2009:29)

(8)

Skema modal intelektual menurut Sveby (1997), Stewart (1997), dan Edvinson dan Sullivan (1996 dalam Suhendah, 2005) menggambarkan tiga elemen yang sama, yaitu modal intelektual yang melekat pada manusia (human capital), modal intelektual yang melekat pada organisasi (structural capital), dan modal intelektual yang melekat pada hubungan dengan pihak eksternal (customer capital). Berikut elemen-elemen tersebut:

2.1.4.2.1 Human Capital

Human capital didefinisikan sebagai pengetahuan, skill, dan pengalaman yang pegawai bawa ketika pegawai meninggalkan perusahaan (Starovic & Marr, dalam Astuti dan Arifin, 2005). Beberapa dari pengetahuan tersebut bersifat unik untuk setiap individu dan berberapa lainnya bersifat umum, misalnya kapasitas inovasi, kreativitas, pengalaman, kapasitas pembelajaran, loyalti, pendidikan formal, dan pendidikan informal (Starovic & Marr, 2004 dalam Astuti dan Arifin, 2005).

Human capital meliputi pengetahuan individu dari suatu organisasi yang terdapat pada pegawainya dihasilkan melalui kompetensi, sikap, dan kecerdasan intelektual). Kompetensi tersebut dapat meliputi pendidikan dan ketrampilan. Sikap dapat meliputi komponen perilaku dari pegawai. Kecerdasan intelektual dapat menjadikan pegawai lebih sistematis dalam menyelesaikan masalah dan menciptakan solusi-solusi untuk kemajuan perusahaan. Meskipun pegawai dianggap sebagai aset oleh perusahaan, tetapi mereka bukanlah barang yang bisa dimiliki perusahaan.

(9)

Human capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual karena hal ini merupakan sumber inovasi dan pembaharuan strategik (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Human capital juga merupakan tempat bersumbernya pengetahuan yang sangat berguna, ketrampilan dan kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human capital ditujukan pada segala sumberdaya yang secara utuh dikontribusikan kepada organisasi dengan tujuan untuk kelangsungan organisasi. Human capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasikan solusi terbaik berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh orang- orang yang ada dalam perusahaan tersebut (Suwardjono dan Kadir, 2003).

Human capital merupakan kombinasi warisan genetik, pendidikan, pengalaman, dan sikap tentang hidup dan bisnis. Esensi dari human capital adalah kecerdasan suatu organisasi yang didapat dari kemampuan yang dimiliki oleh orang- orang yang ada didalam organisasi tersebut. Suatu organisasi akan meningkat kinerjanya jika organisasi tersebut dapat memanfaatkan human capital yang dimilikinya.

2.1.4.2.2. Structural Capital

Structural capital merupakan pengetahuan dalam organisasi yang independen dari orang-orang atau dengan kata lain dapat diartikan sebagai pengetahuan yang tetap tinggal dalam organisasi meskipun pekerjanya meninggalkan organisasi tersebut. Structural capital terdiri atas perjanjian, database, informasi, sistem, budaya, prosedur, sistem administrasi, kebiasaan, best

(10)

practise, sistem operasional perusahaan, filosofi manajemen dan semua bentuk intelektual properti yang dimiliki perusahaan (Sawarjuwono dan Kadir, 2003).

Selain itu, termasuk dalam structural capital adalah semua hal selain manusia yang berasal dari pengetahuan yang berada dalam suatu organisasi termasuk struktur organisasi, strategi, rutinitas, software dan hardware dan semua hal yang nilainya terhadap perusahaan lebih tinggi daripada nilai materinya (Astuti dan Arifin, 2005).

2.1.4.2.3. Customer Capital

Customer capital merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan sumber eksternal dari organisasi seperti pelanggan, pemasok, kreditur, jaringan, gabungan strategi, saluran distribusi. Customer capital tercipta dari hubungan harmonis yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari pemasok yang andal dan berkualitas, para pelanggan yang merasa loyal dan puas akan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar (Sawarjuwono dan Kadir, 2003).

Customer capital dapat muncul dari berbagai bagian di luar lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan tersebut (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Sumber eksternal ini menciptakan persepsi masa depan yang positif dari sebuah organisasi yang meliputi image, reputasi, loyalitas pelanggan, kekuatan komersial, kemampuan negosiasi dengan entitas keuangan dan aktivitas lingkungan.

(11)

2.1.4.3. Pengukuran Intellectual Capital (IC)

Penelitian tentang intellectual capital telah menjamur sehingga mengubah baik bentuk maupun cakupannya (Tan et al. 2007 dalam Ulum, 2009:48). Penelitian juga telah mengarah kepada sejumlah rerangka untuk mengklasifikasikan dan mengukur konsep intellectual capital. Petrash (1996) mengembangkan model klasifikasi yang dikenal dengan value platform model. Model ini mengklasifikasikan intellectual capital sebagai akumulasi dari human capital, organisational capital dan customer capital. Edvinsson dan Malone (1997) mengembangkan the Skandia Value Scheme, yang mengklasifikasikan intellectual capital ke dalam structural capital dan human capital. Haanes dan Lowendahl (1997) mengelompokkan intellectual capital suatu perusahaan ke dalam competence dan relational resources. Model yang dikembangkan Lowendahl (1997) memperbaiki model di atas dan membagi kategori kompetensi dan rasional menjadi dua sub-group (Tan et al. 2007 dalam Ulum, 2009:48):

1. individual; dan 2. collective .

Stewart (1997 dalam Ulum, 2009:48) mengklasifikasikan intellectual capital ke dalam tiga format dasar, yaitu:

1. human capital 2. structural capital 3. customer capital

The Danish Confederation of Trade Unions (1999) mengelompokkan intellectual capital sebagai manusia, sistem dan pasar. Leliaert et al. (2003)

(12)

mengembangkan the 4-Leaf model , yang mengelompokkan intellectual capital ke dalam human, customer, structural capital dan strategic alliance capital (Tan et al. 2007 dalam Ulum, 2009:48).

Metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori (Tan et al. 2007 dalam Ulum, 2009:49), yaitu:

1. kategori yang tidak menggunakan pengukuran moneter; dan 2. kategori yang menggunakan ukuran moneter.

Berikut adalah daftar ukuran intellectual capital yang berbasis moneter (Tan et al. 2007 dalam Ulum, 2009:49):

a. The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992) b. Brooking’s Technology Broker method (1996)

c. The Skandia IC Report method oleh Edvinssion dan Malone (1997) d. The IC-Index dikembangkan oleh Roos et al. (1997)

e. Intangible Asset Monitor approach oleh Sveiby (1997) f. The Heuristic Frame dikembangkan oleh Joia (2000)

g. Vital Sign Scorecard dikembangkan oleh Vanderkaay (2000) h. The Ernst & Young Model (Barsky dan Marchant, 2000).

Sedangkan model penilaian intellectual capital yang berbasis moneter adalah (Tan et al. 2007 dalam Ulum, 2009:49):

a. The EVA and MVA model (Bontis et al. 1999) b. The Market-to-Book Value model (beberapa penulis) c. Tobin’s q method (Luthy, 1998)

(13)

e. Calculated intangible value (Dzinkowski, 2000)

f. The Knowledge Capital Earnings model (Lev dan Feng, 2001).

2.1.5. Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™)

Metode VAICTM atau Value Added Intellectual Coefficient dikembangkan oleh Pulic (1998). Metode VAICTM didesain untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tak berwujud (intangible asset) yang dimiliki oleh perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). Value added adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input (Pulic 1999 dalam Ulum, 2009:86)

Tan et al. (2007 dalam Ulum, 2007) menyatakan bahwa outputs (OUT) mempresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar. Inputs (IN) mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Hal penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expenses) tidak termasuk dalam IN. Karena peran aktifnya dalam proses value creation, intelektual potential (yang direpresentasikan dengan labour expenses) tidak dihitung sebagai biaya. Karena itu, aspek kunci dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai entitas penciptaan nilai (value creating entity). Hasilnya adalah bahwa VA mengekpresikan the new created wealth of a period.

(14)

VA dipengaruhi oleh efisiensi dari Human Capital (HC) dan Structural Capital (SC). Hubungan lainnya dari VA adalah Capital Employee (CE), yang dalam hal ini dilabeli dengan VACA. VACA adalah indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital.

Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika 1 unit dari Capital Employee (CE) menghasilkan return yang lebih besar daripada perusahaan yang lain, maka berarti perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan Capital Employee. Dengan demikian, pemanfaatan Capital Employee yang lebih baik merupakan bagian dari intellectual capital perusahaan (Tan et al. 2007 dalam Ulum, 2009:87).

Hubungan selanjutnya adalah value added (VA) dan human capital (HC). Value Added Human Capital (VAHU) menunjukkan berapa banyak value added dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara value added dan human capital mengindikasikan kemampuan dari human capital untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan (Tan et al. 2007 dalam Ulum, 2009:87). Konsisten dengan pandangan para penulis IC lainnya, Pulic (1998) berargumen bahwa total salary and wage costs adalah indikator dari human capital perusahaan.

Hubungan ketiga adalah structural capital coefficient (STVA), yang menunjukkan kontribusi structural capital (SC) dalam penciptaan nilai. Structural capital value added (STVA) mengukur jumlah structural capital yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari value added dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan structural capital dalam penciptaan nilai. Structural capital

(15)

bukanlah ukuran yang independen sebagaimana human capital, artinya, menurut Pulic (1999), semakin besar kontribusi human capital dalam value creation, maka akan semakin kecil kontribusi structural capital dalam hal tersebut. Lebih lanjut Pulic (1999) menyatakan bahwa SC adalah VA dikurangi HC, yang hal ini telah diverifikasi melalui penelitian empiris pada sektor industri tradisional (Pulic, 2000 daam Ulum, 2009:88)

Rasio terakhir adalah menghitung kemampuan intelektual perusahaan dengan menjumlahkan koefisien-koefisien yang telah dihitung sebelumnya. Hasil penjumlahan tersebut diformulasikan dalam indikator baru yang unik, yaitu VAICTM (Tan et al. 2007 dalam Ulum, 2009:88).

Keunggulan metode Pulic adalah karena data yang dibutuhkan relatif mudah diperoleh dari berbagai sumber dan jenis perusahaan. Data yang dibutuhkan untuk menghitung berbagai rasio tersebut adalah angka-angka keuangan yang standar yang umumnya tersedia dalam laporan keuangan perusahaan. Alternatif pengukuran intellectual capital lainnya terbatas hanya menghasilkan indikator keuangan dan non-keuangan yang unik yang hanya untuk melengkapi profil suatu perusahaan secara individu. Indikator-indikator tersebut, khususnya indikator non-keuangan, tidak tersedia atau tidak tercatat oleh perusahaan yang lainnya. Konsekuensinya, kemampuan untuk menerapkan pengukuran intellectual capital alternatif tersebut secara konsisten terhadap sampel yang besar dan terdiversifikasi menjadi terbatas (Firer and Williams, 2003 dalam Ulum 2007).

(16)

2.2 Penelitian Terdahulu

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ulum, Ghozali dan Chariri (2008)

Meneliti tentang intellectual capital dan kinerja keuangan perusahaan; suatu analisis dengan pendekatan partial least squares. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh positif intellectual capital (VAICTM) terhadap kinerja keuangan perusahaan masa sekarang dan kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Serta apakah ada pengaruh positif rata-rata pertumbuhan intellectual capital (ROGIC) terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa depan.

2. Penelitian Firer and Williams (2003)

Melakukan penelitian Intellectual capital and traditional measures of corporate performance pada 75 perusahaan publik di Afrika Selatan. Variabel yang digunakan menggunakan kinerja perusahaan yaitu rasio profitabilitas (ROA), rasio produktifitas (ATO), dan nilai pasar yang diproksikan oleh market to book value ratio (MB), dan menambahkan variabel kontrol yaitu size of firm, leverage, ROE dan industry type. Hasilnya menunjukkan bahwa physical capital merupakan faktor yang paling signifikan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan di Afrika Selatan.

3. Penelitian Chen et al. (2005)

Penelitian yang mengukur pengaruh kinerja intellectual capital (VAIC™) terhadap nilai pasar (market to book value) dan kinerja keuangan yang meliputi ROE, ROA, GR (Growth in Revenues), dan EP (Employee Productivity) dengan menggunakan sampel perusahaan publik di Taiwan. Hasilnya intellectual capital

(17)

mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini menambahkan variabel research and development (R&D) dan advertising expenditure sebagai instrumen untuk memperkuat daya prediksi VAICTM.

4. Badingatus Solikhah, Abdul Rohman, dan Wahyu Meiranto (2010)

Melakukuan penelitian tentang Implikasi Intellctual Capital terhadap Financial Performance, Growth and Market Value; studi empiris dengan pendekatan simplistic. Modal Intelektual terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Modal Intelektual terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan perusahaan. Modal Intelektual tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai pasar perusahaan. 5. Kuryanto dan Syafruddin (2008)

Meneliti tentang pengaruh modal intelektual terhadap kinerja perusahaan pada 73 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasilnya menunjukan tidak ada pengaruh positif antara modal intelektual sebuah perusahaan dengan kinerjanya, semakin tinggi nilai modal intelektual sebuah perusahaan, kinerja masa depan perusahaan tidak semakin tinggi, tidak ada pengaruh positif antara tingkat pertumbuhan modal intelektual sebuah perusahaan dengan kinerja masa depan perusahaan, kontribusi modal intelektual untuk sebuah kinerja masa depan perusahaan akan berbeda sesuai dengan jenis industrinya.

(18)

2.3 Kerangka Konseptual

Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia, yang ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank, mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk menciptakan dan memelihara kepercayaan masyarakat terhadap bank, tidak hanya menjadi tanggung jawab industri perbankan, akan tetapi menjadi tanggung jawab pemerintah dengan lembaga-lembaga terkait. Dengan demikian kepercayaan masyarakat terhadap bank merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjaga kontinuitas usaha bank, menciptakan dan menjaga kestabilan moneter disatu pihak dan stabilitas ekonomi di lain pihak.

Dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap bank, termasuk Bank Pembangunan Daerah (BPD), maka perusahaan harus mengubah strateginya dari bisnis yang didasarkan pada tenaga kerja (laborbased business) menuju bisnis berdasarkan pengetahuan (knowledge based business). Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran knowledge asset (aset pengetahuan) tersebut adalah Intellectual Capital (IC). Intellectual capital seringkali menjadi faktor penentu utama perolehan laba suatu perusahaan dan dianggap sebagai suatu kekuatan dalam mencapai kesuksesan dalam dunia bisnis.

Menurut Pulic (1998 dalam Ulum, 2009:87), tujuan utama dalam ekonomi yang berbasis pengetahuan adalah untuk menciptakan value added. Sedangkan untuk dapat menciptakan value added dibutuhkan ukuran yang tepat tentang physical capital (yaitu dana-dana keuangan) dan intellectual potential

(19)

(direpresentasikan oleh karyawan dengan segala potensi dan kemapuan yang melekat pada mereka) yang secara efisiensi dimanfaatkan oleh perusahaan.

Variabel independen intellectual capital (IC) diukur secara agregat dengan menggunakan VAICTM. Adapun komponen VAICTM meliputi value added capital employee (VACA), yaitu kalkulasi dari kemampuan mengelola modal perusahaan, value added human capital (VAHU), yaitu kalkulasi dari kemampuan SDM perusahaan, dan structural capital value added (STVA), yaitu kalkulasi untuk kemampuan organisasi dalam perusahaan. Dalam penelitian ini, menggunakan variabel kontrol yang digunakan sama dengan penelitian Firer and Williams (2003), yaitu menggunakan variabel umur perusahaan dan leverage yang menggunakan debt ratio.

Variabel dependen yang digunakan adalah kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan adalah suatu tampilan atau keadaan secara utuh atas keuangan perusahaan selama periode/kurun waktu tertentu. Sebagian besar dari hasil–hasil penelitian, seperti penelitian Tan et al. (2007) dan Chen et al. (2005) menunjukkan bahwa Modal Intelektual berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Perusahaan yang mampu mengelola sumber daya intelektualnya diyakini mampu menciptakan value added serta mampu menciptakan competitive advantage dengan melakukan inovasi, penelitian dan pengembangan yang akan bermuara terhadap peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Sedangkan penelitian Kuryanto dan Syafruddin (2008) menunjukkan hasil tidak ada pengaruh positif antara intellectual capital dengan kinerja keuangan perusahaan.

(20)

Variabel kinerja keuangan perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Ulum et al. (2008) dan Solikhah et al. (2010) yaitu menggunakan rasio return on assets (ROA), return on equity (ROE) dan assets turn over (ATO). Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka model kerangka konseptual dapat dilihat pada Gambar 2.1

Sumber: Firer and Williams (2003), Ulum et al. 2009 (data diolah) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Kinerja Intellectual Capital VAICTM Financial Performance VACA VAHU STVA Control Variabel SIZE DEBT RATIO ROA ROE ATO

(21)

2.4 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Intellectual capital dan fundamental perusahaan yang terdiri dari ukuran perusahaan dan debt ratio berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan yaitu rasio return on assets (ROA) Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia.

2. Intellectual capital dan fundamental perusahaan yang terdiri dari ukuran perusahaan dan debt ratio berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan yaitu rasio return on equity (ROE) Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia.

3. Intellectual capital dan fundamental perusahaan yang terdiri dari ukuran perusahaan dan debt ratio berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan yaitu rasio asset turn over (ATO) Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh dosen Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan bekal pendidikan serta masukan

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel-variabel bebas berupa pelaksanaan Sensus Pajak Nasional, kualitas pelayanan, dan pengetahuan pajak

Hasil analisis titik impas baik pada saat penelitian maupun setelah penelitian dilakukan menunjukkan bahwa pergantian alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar membuat

This book can also be useful for developers with existing Java Platform, Enterprise Edition (Java EE) experience who want to refresh their skills or learn about new features in

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Islam adalah agama yang sempurna, di dalamnya terdapat berbagai syariat yang mengatur kehidupan manusia itu sendiri baik syariat beribadah kepada Allah swt. syariat

Metode penelitian Research and Development yang selanjutnya akan disingkat menjadi R&D adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan

Perkembangan bahasa Sosioemosi di Masa Kanak-kanak dan Penugasan mandiri merangkum, menyimpulkan, dan mengidentifi- kasi isu-isu dan persoalan terkait pokok bahasan