• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFIKASI DIRI PENDERITA TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS TIKUNG LAMONGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFIKASI DIRI PENDERITA TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS TIKUNG LAMONGAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

H a l a m a n 55 | 231

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFIKASI DIRI

PENDERITA TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS TIKUNG

LAMONGAN

Abdul Muhith1 M.H.Saputra2, Sandu Siyoto3

1Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Majapahit Mojokerto 2Program Studi S-1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Majapahit

3Program Studi S-1 Ilmu Keperawatan STIKES Surya Mitra Husada Kediri email: abdulmuhith1979@gmail.com

Abstrak

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Pasien ketika didiagnosis Tuberkulosis paru timbul ketakutan dalam dirinya, ketakutan itu dapat berupa ketakutan akan pengobatan, kematian, efek samping obat, menularkan penyakit ke orang lain, kehilangan pekerjaan, ditolak, perasaan rendah diri, selalu mengisolasi diri karena malu dengan keadaan penyakitnya dan didiskriminasikan sehingga kualitas hidup pasien menurun. Oleh karenanya penting bagi penderita Tuberkulosos untuk memiliki keyakinan untuk sembuh atau efikasi diri. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi efikasi diri pada penderita Tuberkulosis di Puskesmas Tikung Kabupaten Lamongan.

Jenis penelitian ini adalah Observasional analitik, dengan rancang bangun penelitian cross sectional. Jumlah sampel 52 orang penderita tuberkolosis di Puskemas Tikung Lamongan pada bulan Januari – Maret 2017.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita memiliki efikasi diri yang positif. Berdasarkan uji statitik memperlihatkan bahwa pengalaman keberhasilan responden, pengalaman keberhasilan orang lain, social persuasion, dan kondisi fisiologis mempengaruhi efikasi penderita tuberkolosis di Puskesmas Tikung Lamongan.

Peran seorang perawat sangat penting dalam mengoptimalkan faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan orang yang menderita penyakit tuberkulosis di Puskesmas Tikung Kabupaten Lamongan, misalnya dengan memberikan konsultasi terkait dengan penyakit yang dideritanya, sehingga mampu meningkatkan keyakinannya untuk dapat sembuh dan hidup secara normal di lingkungan masyarakat.

Kata Kunci : Efikasi, Penderita, Tuberkulosis.

1. PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Murwani, 2011). Mycobacterium tuberculosis ini ditransmisikan melalui droplet di udara, sehingga seorang penderita tuberkulosis merupakan sumber penyebab penularan tuberkulosis pada populasi di sekitarnya. Sampai saat ini penyakit tuberkulosis paru masih menjadi masalah kesehatan yang utama, baik di dunia maupun di Indonesia Fenomena di masyarakat sekarang ini adalah masih ada anggota keluarga yang takut apalagi berdekatan dengan seseorang yang disangka menderita Tuberkulosis paru, sehingga muncul sikap berhati-hati secara berlebihan, misalnya mengasingkan penderita, enggan mengajak berbicara, kalau dekat dengan penderita akan segera menutup hidung dan sebagainya. Hal tersebut akan sangat menyinggung perasaan penderita. Penderita akan tertekan dan merasa dikucilkan, sehingga dapat berdampak pada kondisi psikologisnya dan

(2)

akhirnya akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan, keluhan psikis ini akan mempengaruhi kualitas hidupnya (Ratnasari, 2012).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013, diketahui prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0.4 persen, tidak berbeda dengan 2007. Lima provinsi dengan TB paru tertinggi adalah Jawa Barat (0.7%), Papua (0.6%), DKI Jakarta (0.6%), Gorontalo (0.5%), Banten (0.4%) dan Papua Barat (0.4%). Angka prevalensi di Jawa Timur adalah 0,2%. Angka kejadian penyakit Tuberkulosis paru di Puskesmas Tikung Kabupaten Lamongan perolehan data rekam medis, pada tahun 2015 mencapai 84 pasien sedangkan tahun 2014 mencapai 98 pasien. Perolehan data dari periode Januari sampai Desember 2016 telah didapatkan 60 pasien Tuberkulosis paru yang dirawat di Puskesmas Tikung Kabupaten Lamongan. Berdasarkan studi pendahuluan peneliti pada bulan Desember 2016 pada 6 orang penderita terkait dengan keyakinan untuk sembuh, diperoleh hasil bahwa 3 orang (50%) merasa ragu-ragu, 2 orang (33%) tidak yakin bahwa dirinya dapat sembuh dan 1 orang (17%) merasa yakin. Berdasarkan data teresebut tampak bahwa prosentase antara yang yakin dengan tidak yakin lebih banyak yang merasa tidak yakin, hal ini perlu dikaji faktor apa saja yang menyebabkan mereka tidak yakin untuk sembuh.

Salah satu faktor yang mempengaruhi manajemen perawatan diri pasien adalah efikasi diri. Efikasi diri merupakan keyakinan individu akan kemampuannya dalam mengatur dan melakukan suatu tugas tertentu demi tercapainya tujuan. Menurut Feist & Feist (2016) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi efikasi diri yaitu keberhasilan seseorang menguatkan keyakinan akan kemampuannya, sosok model yang ideal dapat membangun keyakinan diri akan kemampuan dengan meyakini pengamatan strategi yang efektif untuk mengatur situasi yang berbeda, dan social persuasions berhubungan dengan dorongan. Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi efikasi diri pada penderita Tuberkulosis di Puskesmas Tikung Kabupaten Lamongan.

2. METODE PENELITIAN

Desain penelitian dalam penelitian ini menggunakan disain cross-sectional dengan sifat penelitian yakni penelitian penjelasan (explanatory research), berdasarkan persepsi dari responden, yaitu menjelaskan hubungan kausal antara variabel berdasarkan jawaban responden melalui pengujian hipotesis (Muhith, 2014).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien TB yang terekam di Puskesmas Tikung Kabupaten Lamongan dari bulan Januari sampai dengan

(3)

H a l a m a n 57 | 231

Desember 2016 sejumlah 60 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah Simple Random Sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi, dengan jumlah sampel sebanyak 52 orang.

Tempat penelitian ditetapkan di Wilayah Kerja Puskesmas Tikung Kabupaten Lamongan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2017. Analisis bivariat dengan menggunakan uji statistik Chi square dengan tingkat signifikansi 95% atau p = 0,05.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Tikung pada bulan April – Mei 2017. Puskesmas ini terletak di Jalan Mantup No. 44 Tikung Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden

No Umur Frekuensi Prosentase (%)

1 2 3 31 – 40 tahun 41 – 50 tahun > 50 tahun 10 31 11 19.2 59.6 21.2 Jumlah 52 100

Distribusi frekuensi umur responden menunjukkan bahwa dari 52 responden lebih dari separuh responden berusia 41 – 50 tahun yaitu sebanyak 31 responden (59.6%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden

No Pendidikan Frekuensi Prosentase (%)

1 2 Laki – laki Perempuan 27 25 51.9 48.1 Jumlah 52 100

Distribusi frekuensi pendidikan responden menunjukkan bahwa dari 52 responden lebih dari separuh responden berjenis kelamin laki – laki (51.9%) yaitu sebanyak 27 orang.

Tabel 3 Tabulasi silang antara Pengalaman Keberhasilan Responden dengan Efikasi Diri No Pengalaman Keberhasilan Responden Efikasi Diri Total Positif Negatif f % f % f % 1 Positif 29 55,8 2 3.8 31 59,6 2 Negatif 3 5,8 18 34,6 21 40,4 Total 32 61,5 20 38,5 52 100 p Value: 0,000. Nilai α : 0,05. jadi p < α

Tabel 3 diatas memperlihatkan bahwa sebagian besar dari 52 responden yang memiliki pengalaman keberhasilan positif serta memiliki efikasi diri positif

(4)

yakni sebesar 29 responden (55,8%). Hasil uji Chi-square menunjukkan bahwa pengalaman keberhasilan responden berhubungan positif dan signifikan dengan efikasi diri penderita tuberkulosis (p Value: 0,000. Nilai α : 0,05).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Permatasari (2014) pada sekelompok lansia penderita penyakit degeneratif di sebuah Puskesmas Kota Bandung, menunjukkan bahwa sebagian besar Lansia memiliki pengalaman keberhasilan positif memiliki hubungan dengan timbulnya efikasi dalam dirinya (p value: 0,02). Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Uzuntiryaki ( 2010) menunjukkan hasil diantara empat faktor yang berperan dalam perkembangan efikasi diri, faktor “pengalaman berhasil” merupakan faktor yang paling berperan dalam meningkatkan efikasi diri.

Efikasi diri terbentuk melalui proses belajar sosial yang dapat terjadi pada lingkungan sosial yang dialami. Efikasi diri terbentuk sebagai proses adaptasi dan pembelajaran yang ada dalam tema tersebut. Semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi efikasi diri yang dimilikinya dalam bidang pekerjaan tertentu. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan efikasi diri orang tersebut justru cenderung tetap atau menurun. Hal ini tergantung bagaimana keberhasilan dan kegagalan mempengaruhinya. Kesuksesan membangun keyakinan yang kuat dan kegagalan yang dialami akan menjatuhkannya, terutama jika kegagalan terjadi sebelum efikasi diri terbentuk. Kesulitan atau kegagalan merupakan bagian dari mastery experience

yang akan menjadi dasar melatih kemampuan mengontrol setiap keadaan (Bandura dalam Ghufron & Risnawita, 2016).

Efikasi diri sangat berkaitan dengan pengalaman berhasil, orang yang berhasil menyelesaikan suatu masalah efikasi dirinya akan meningkat, sebaliknya orang yang gagal menyelesaikan suatu masalah efikasi dirinya akan turun (terutama pada waktu efkasi diri belum terbentuk secara mantap dalam diri seseorang). Permasalahan yang menantang akan memberikan kesempatan kepada orang untuk mengarahkan kegagalan menjadi kesuksesan. Beberapa faktor yangberperan dalam mengembangkan efikasi diri adalah : pra-konsepsi terhadap kemampuan diri, kesimpulan diri tentang sulitnya tugas yang telah diselesaikan, seberapa banyak bantuan yang diterima dari orang lain, pada lingkungan yang bagaimana permasalahan dapat diselesaikan, pola kesuksesan dan kegagalan, cara mengelola dan merekonstruksi pengalaman dalam ingatan. Orang yang memiliki taraf efikasi diri rendah cenderung memandang keberhasilan yang dicapai sebagai hasil dari usaha-usaha yang melelahkan, bukan sebagai bukti dari kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya orang yang memiliki taraf efikasi diri tinggi cenderung memandang kegagalan disebabkan oleh kurangnya usaha dan kurangnya strategi. Perkembangan efikasi diri disamping ditentukan oleh keberhasilan dan kegagalan yang telah dilakukan, juga ditentukan oleh kesalahan dalam memonitor diri. Apabila yang diingat hanya penampilan-penampilan yang kurang baik, maka kesimpulan tentang efikasi diri cenderung rendah (underestimate). Apabila kegagalan sering dialami tapi secara terus menerus selalu berusaha

(5)

H a l a m a n 59 | 231

meningkatkan penampilan maka efikasi diri akan meningkat. Sebaliknya, meskipun keberhasilan sering dialami tapi yang dilihat selalu penampilan kurang baik maka efikasi diri tidak meningkat. Kumpulan pengalaman akan menjadi penentu efikasi diri melalui representasi kognitif, meliputi : ingatan terhadap frekuensi keberhasilan dan kegagalan, pola temporernya, serta dalam situasi bagaimana terjadinya keberhasilan dan kegagalan

Tabel 4 Tabulasi silang antara Pengalaman Keberhasilan Orang Lain oleh Responden dengan Efikasi Diri

No Pengalaman Keberhasilan Orang Lain oleh Responden

Efikasi Diri Total Positif Negatif f % f % f % 1 Positif 30 57,7 3 5.8 33 63,5 2 Negatif 2 3,8 17 32,7 19 36,5 Total 32 61.5 20 38,5 52 100 p Value: 0,000. Nilai α : 0,05. jadi p < α

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar dari 52 responden yang mendapatkan pengalaman keberhasilan orang lain positif juga memiliki efikasi diri positif yakni sebesar 30 responden (57,7%). Nilai P sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai α sebesar 0,05, maka dengan ini H1 diterima yang artinya ada hubungan antara pengalaman keberhasilan orang lain oleh responden dengan efikasi diri penderita tuberkulosis.

Berdasarkan hasil penelitian Pratiwi (2013) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan vicarious experience terhadap efikasi diri dengan melibatkan Subyek penelitian sebanyak 20 siswa kelas XII SMK Negeri 2 Salatiga. Hasil menunjukkan kenaikan yang signifikan antara tingkat efikasi diri berwirausaha sebelum (pre test) dan sesudah (post test) diperlihatkan video vicarious experience. Hasil berbeda dari pendapat Klassen (2012) bahwa Vicarious experience sering terjadi melalui pemodelan, baik oleh guru atau teman sebaya, dan telah dinyatakan menjadi factor yang tidak berpengaruh terhadap pengalaman seseorang.

Perbandingan sosial adalah komponen penting dari Vicarious experience, dan mungkin sangat penting bagi seseorang yang rentan berkembang karena mereka belum menyadari kemampuan relatif untuk berkembang. Penyataan tersebut didukung Penelitian Muretta (2004) yang melibatkan 146 guru menyatakan bahwa tidak ada korelasi antara efikasi diri dan Vicarious Experience. Pendapat lain yang mendukung menyatakan bahwa Meskipun subjek dalam kondisi eksperimental model peran (meniru), tidak ada bukti statistik untuk mendukung perubahan dalam kinerja tugas.

Pengalaman dalam mengamati orang lain yang memiliki keberhasilan dalam mengerjakan suatu tugas akan dapat meningkatkan keyakinan individu bahwa mereka dapat mengerjakan tugas dan memiliki kemampuan yang sama seperti role-model-nya. Besar atau kecilnya pengaruh role-mode terhadap efikasi diri seseorang sangat bergantung dari bagaimana seseorang tersebut merasa mirip dengan model

(6)

yang ditirunya untuk kemudian membandingkan dengan dirinya (seberapa banyak kesamaan yang ada). Individu tidak bergantung pada pengalamannya sendiri tentang kegagalan dan kesuksesan sebagai sumber self-efficacynya. Efikasi diri juga dipengaruhi oleh pengalaman individu lain. (Bandura dalam Ghufron & Risnawita, 2016).

Pengamatan individu akan keberhasilan individu lain dalam bidang tertentu akan meningkatkan efikasi diri individu tersebut pada bidang yang sama. Individu melakukan persuasi terhadap dirinya dengan mengatakan jika individu lain dapat melakukannya dengan sukses, maka individu tersebut juga memiliki kemampuan untuk melakukanya dengan baik. Pengamatan individu terhadap kegagalan yang dialami individu lain meskipun telah melakukan banyak usaha menurunkan penilaian individu terhadap kemampuannya sendiri dan mengurangi usaha individu untuk mencapai kesuksesan. Ada dua keadaan yang memungkinkan efikasi diri individu mudah dipengaruhi oleh pengalaman individu lain, yaitu kurangnya pemahaman individu tentang kemampuan orang lain dan kurangnya pemahaman individu akan kemampuannya sendiri.

Tabel 5 Tabulasi silang antara Social Persuasions dengan Efikasi Diri

No Social Persuasuions Efikasi Diri Total Positif Negatif f % F % f % 1 Positif 29 55,8 2 3,8 31 59,6 2 Negatif 3 5,8 18 34,6 21 40,4 Total 32 61,5 20 38,5 52 100 p Value: 0,000. Nilai α : 0,05. jadi p < α

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar dari 52 responden yang memiliki social persuasuions positif juga memiliki efikasi diri positif yakni sebesar 29 responden (55,8%). Nilai P sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai α sebesar 0,05, maka dengan ini H1 diterima yang artinya ada hubungan antara social persuasions dengan efikasi diri penderita tuberkulosis.

Berdasarkan penelitian sudhir (2013) menunjukkan bahwa iklim akademik persepsi memiliki pengaruh signifikan terhadap efikasi diri kinerja akademik mahasiswa. Menurut Chan dan Lam (2010) verbal persuasi kepada mahasiswa yang akan mempengaruhi efikasi diri adalah memberikan respon dan feedback dari pekerjannya. Verbal persuasi juga dapat meningkatkan proses pembelajaran dan menjamin standart kualitas keterampilan, kualitas moral, memperkuat kerja tim, serta merangsang peningkatan pelayanan kesehatan (Parikh, 2002). Hal tersebut didukung oleh Bobo (2012) bahwa efikasi diri dan keterampilan klinik meningkat setelah diperlihatkan video evaluasi dan feedback dari tindakan keterampilan mahasiswa.

Menurut Bandura dalam dalam Ghufron & Risnawita (2016), pengaruh persuasi verbal tidaklah terlalu besar karena tidak memberikan suatu pengalaman

(7)

H a l a m a n 61 | 231

yang dapat langsung dialami atau diamati individu. Dalam kondisi yang menekan dan kegagalan terus-menerus, pengaruh sugesti akan cepat lenyap jika mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan.

Pada dasarnya Vebal persuasi merupakan kemampuan komunikasi yang dapat membujuk atau mengarahkan orang lain. Dalam komunikasi persuasi terdapat komponen atau elemen sehingga dapat disebut sebagai komunikasi persuasi. Komponen tersebut antaranya; mempunyai tujuan persuasi baik , perintah yang dibungkus dengan ajakan atau bujukan sehingga terkesan tidak memaksa dan berdasarkan data-data atau fakta yang digunakan untuk memperkuat argumentasi.

Pada persuasi verbal, individu diarahkan dengan saran, nasihat, dan bimbingan sehingga dapat meningkatkan keyakinannya tentang kemampuan - kemampuan yang dimiliki yang dapat membantu mencapai tujuan yang diinginkan. Individu yang diyakinkan secara verbal cenderung akan berusaha lebih keras untuk mencapai suatu keberhasilan

Tabel 6 Tabulasi silang antara Kondisi fisiologis dengan Efikasi Diri

No Kondisi Fisiologis Efikasi Diri Total Positif Negatif f % f % f % 1 Positif 29 55,8 2 3,8 31 59,6 2 Negatif 3 5,8 18 34,6 21 40,4 Total 32 61,5 20 38,5 52 100 p Value: 0,000. Nilai α : 0,05. jadi p < α

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.11 di atas menunjukan bahwa sebagian besar dari 52 responden yang memiliki kondisi fisiologis positif juga memiliki efikasi diri positif yakni sebesar 29 responden (55,8%). Nilai P sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai α sebesar 0,05, maka dengan ini H1 diterima yang artinya ada hubungan antara kondisi fisiologis dengan efikasi diri penderita tuberkulosis.

Perubahan kondisi tubuh dan suasana hati dapat mempengaruhi efikasi diri, orang akan cepat menyimpulkan kelelahan, rasa sakit, dan perubahan suasana hati sebagai petunjuk tentang efikasi diri.

Sama halnya penelitian Rustika (2015) pada para pekerja yang mengalami stress, kondisi fisiologis berhubungan dengan efikasi diri pada pekerja (p value : 0,02) dan sebagian besar pekerja memiliki pandangan tentang postitif akan kondisi fisiologis memiliki efikasi diri yang positif. Hasil penelitian diatas sejalan dengan penelitian Dill (2010) menunjukkan efikasi diri berhenti minum-minuman keras menurun pada waktu suasana hati sedang sedih. Para alcoholic yang semula merasa yakin mampu berhenti minum minuman keras (taraf efikasi diri berhenti minum minuman keras tinggi) pada waktu suasana hatinya sedih keyakinannya untuk mampu berhenti minum minuman keras menurun (taraf efikasi diri berhenti minum minuman keras rendah).

(8)

Dalam kaitannya dengan keadaan fisiologis dan suasana hati, efikasi diri dapat meningkat apabila: kondisi tubuh meningkat, stres menurun, emosi-emosi negatif berkurang, ada koreksi terhadap kesalahan interpretasi terhadap keadaan tubuh. Pada waktu sedih penilaian terhadap diri cenderung rendah (tidak berarti). Penilaian diri akan positif (taraf efikasi diri tinggi) pada waktu suasana hati gembira, penilaian diri akan negatif (taraf efikasi diri rendah) pada waktu suasana hati sedih. (Banduram dalam Ghufron & Risnawita , 2016)

Perubahan kondisi tubuh dan suasana hati dapat mempengaruhi efikasi diri, orang akan cepat menyimpulkan kelelahan, rasa sakit, dan perubahan suasana hati sebagai petunjuk tentang efikasi diri. Dalam kaitannya dengan keadaan fisiologis dan suasana hati, efikasi diri dapat meningkat apabila: kondisi tubuh meningkat, stres menurun, emosi-emosi negatif berkurang, ada koreksi terhadap kesalahan interpretasi terhadap keadaan tubuh. Pada waktu sedih penilaian terhadap diri cenderung rendah (tidak berarti). Penilaian diri akan positif (taraf efikasi diri tinggi) pada waktu suasana hati gembira, penilaian diri akan negatif (taraf efikasi diri rendah) pada waktu suasana hati sedih. Mengalami keberhasilan pada waktu suasana hati gembira akan menimbulkan efikasi diri tinggi, sedangkan mengalami kegagalan pada waktu suasana hati sedih akan menimbulkan efikasi diri rendah. Orang yang gagal dalam suasan hati gembira cenderung overestimate terhadap kemampuannya, sedangkan orang yang sukses dalam suasana hati sedih cenderung underestimate terhadap kemampuannya.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengalaman keberhasilan responden, pengalaman keberhasilan orang lain, social persuasion, dan kondisi fisiologis mempengaruhi efikasi penderita tuberkolosis di Puskesmas Tikung Lamongan.

5. DAFTAR PUSTAKA

Bararah, Taqiyyah & Jauhar, Mohammad. 2013. Asuhan Keperawatan: Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Jilid 1. Jakarta : Prestasi Pustaka. Feist, J & Feist, G. J., 2016. Teori Kepribadian, edisi 7. Jakarta: Salemba Humanika Ghufron, M. N. & Risnawati, S. R., 2016. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta:

Ar-Ruzz Media

Kholid, Ahmad. 2014. Promosi Kesehatan: Dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media, dan Aplikasinya untuk Mahasiswa dan Praktisi Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers

Muhith, dkk. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan.Muha Medika, Jogjakarta Muhith, A., 2016. Hubungan Kondisi Rumah Sehat Dengan Frekuensi Sesak Pada

Penderita Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Ujungpangkah Kabupaten Gresik. Medica Majapahit, 8(2), 59-73. Available at :

(9)

H a l a m a n 63 | 231

http://ejurnalp2m.stikesmajapahitmojokerto.ac.id/index.php/MM/article/vie wFile/115/97

Murwani, A., 2011. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Goshyen Publishing.

Muttaqin, A. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Ratnasari, N.Y. 2012. Hubungan dukungan sosial dengan kualitas hidup pada penderita Tuberkulosis paru dibalai pengobatan penyakit paru (BP4) Yogyakarta. Jurnal tuberkulosis Indonesia vol 8. Hal 7 – 11.

Somantri, Irman. (2013). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

Wahid, Abd. Dan Suprapto, Imam. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta : Trans Info Media.

Gambar

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden
Tabel  4  Tabulasi  silang  antara  Pengalaman  Keberhasilan  Orang  Lain  oleh  Responden dengan Efikasi Diri
Tabel 5 Tabulasi silang antara Social Persuasions dengan Efikasi Diri
Tabel 6 Tabulasi silang antara Kondisi fisiologis dengan Efikasi Diri

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan tanaman kayu apu ( Pistia stratiotes ) sebagai media fitoremediasi dalam menurunkan kadar belerang pada air sumur

lingkungan masyarakatnya, atau dengan kata lain guru menjadi bintang yang memiliki sinar kecemerlangan, berjanji untuk memberikan kemanfaatan bagi orang lain, dan pada

Dari hasil penguraian faktor yang mempengaruhi stres kerja pada hasil regresi kemudian terbentuklah instrumen untuk mengukur stres kerja dengan metode FMEA dengan tahapan

Data tersebut di atas di peroleh berdasarkan hasil observasi pada tanggal 20 Maret 2015 selama satu minggu, menunjukkan bahwa semua sarana dan fasilitas

Sehubungan dengan telah selesainya evaluasi kualifikasi pada pemilihan langsung pekerjaan Rehab Sei.Baru Ds2. Hasan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Cara menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) agar dapat meningkatkan

Pemohon Sim oleh petugas diberikan kartu survei kepuasan yang dapat diisi oleh pemohon sim dengan mencentang kriteria pelayanan dengan jawaban sangat puas, puas, dan tidak

Telah dilakukan penelitian dengan judul Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Etanol Jantung Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.) Pontianak dengan metode